Anda di halaman 1dari 10

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Metafora: Jurnal Pendidikan, Ilmu Sosial dan Humaniora Jil. 5, p-ISSN: 2407-1757
Nomor 2, November 2021 e-ISSN: 2580-5177

Peran Komunikasi Terhadap Kenakalan Remaja


dalam Perspektif Pembelajaran Sosial

Kusnul Khotimah
Universitas Negeri Surabaya
kusnulkhotimah@unesa.ac.id

Deki Wibowo
STKIP Melawi
dekiwibowo18@gmail.com

Katon Galih Setyawan


Universitas Negeri Surabaya
katonsetyawan@unesa.ac.id

Abstrak
Kenakalan remaja bukanlah suatu hal yang baru dalam kehidupan sosial masyarakat,
namun kasus kenakalan remaja masih menarik untuk dibicarakan kapanpun dan dimanapun.
Kenakalan remaja merupakan suatu bentuk aktualisasi diri seorang anak keluar dari aturan atau
norma yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat di lingkungan sosialnya. Paradigma kenakalan
remaja mempunyai cakupan yang lebih luas dan isi yang lebih dalam. Kenakalan remaja mencakup
perbuatan yang sering menimbulkan keresahan di lingkungan masyarakat, sekolah, dan keluarga.
Kota Blitar juga dikenal dengan sebutan kutha kecil kang kawentar. Siswa MTsN Kepanjenkidul Kota
Blitar semuanya beragama Islam, namun belum sepenuhnya menerapkan sikap dan keteladanan
yang telah diterapkan di sekolah. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data
primer ini diperoleh melalui wawancara dan observasi lapangan. Selanjutnya data sekunder
diperoleh dari data primer. Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrumen sekaligus
pengumpul data. Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu wawancara mendalam.
Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara tidak terstruktur dan terbuka dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun. Peneliti menggunakan kunjungan
nonformal ke rumah informan. Dengan demikian data yang diperoleh sesuai dengan jawaban dan
informasi yang diinginkan, baik oleh informan maupun peneliti pada saat proses wawancara. Hasil
penelitian menunjukkan pentingnya meningkatkan kualitas komunikasi orang tua-anak karena
kenakalan remaja erat kaitannya dengan keluarga, salah satunya adalah kualitas hubungan dengan
orang tua. Hubungan yang berkualitas dapat dilihat dari kehangatan, penerimaan, dan
perlindungan. Hubungan yang berkualitas tidak hanya menghambat perilaku bermasalah, tetapi
juga mengurangi timbulnya kecemasan, depresi, dan stres psikologis. Hal ini sesuai dengan Bandura
yang menyatakan bahwa kualitas komunikasi antara orang tua dan anak yang bermasalah
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku seseorang karena seseorang dapat
mempelajari segala sesuatu dari pengamatan orang lain (observational learning).

Kata kunci:komunikasi, kenakalan remaja, dan pembelajaran sosial

Diterima 1 Junist,2012; Direvisi 25 Junith, 2012; Diterima 10 Julith, 2012


42 - ISSN: 1978-1520

1. PERKENALAN
Kenakalan remaja bukanlah suatu hal yang baru dalam kehidupan sosial masyarakat,
namun kasus kenakalan remaja masih menarik untuk dibicarakan kapanpun dan dimanapun.
Kenakalan remaja merupakan suatu bentuk aktualisasi diri seorang anak keluar dari aturan atau
norma yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat di lingkungan sosialnya (Zanden: 1990).
Kenakalan remaja mengacu pada berbagai macam perilaku, mulai dari perilaku yang tidak dapat
diterima secara sosial, perilaku yang melanggar, hingga tindakan kejahatan.
Perbuatan generasi muda yang jelas-jelas melanggar hukum dan anti sosial pada dasarnya
tidak disukai masyarakat, disebut juga dengan permasalahan sosial. Jadi pada dasarnya
permasalahan sosial tidak akan mungkin dipelajari tanpa mempertimbangkan standar masyarakat
tentang apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Permasalahan sosial yang timbul akibat ulah remaja dirasa sangat meresahkan kehidupan
masyarakat baik di kota maupun di pelosok desa. Akibat yang sangat menyedihkan, kehidupan
masyarakat menjadi resah, perasaan tidak aman bahkan sebagian anggotanya menjadi tanggung
jawab bersama dalam kelompoknya. Hal ini bukan berarti masyarakat harus membenci atau
mengucilkan anak nakal, namun sebaliknya masyarakat dituntut secara moral untuk mampu
menjadikan anak nakal menjadi anak yang bertakwa, paling tidak dapat dikembalikan pada keadaan
seimbang.
Paradigma kenakalan remaja mempunyai cakupan yang lebih luas dan isi yang lebih dalam.
Kenakalan remaja mencakup perbuatan yang sering menimbulkan keresahan di lingkungan
masyarakat, sekolah, dan keluarga. Contoh yang sangat sederhana dalam kasus ini adalah
pencurian yang dilakukan oleh remaja, perkelahian antar sekolah, mengganggu perempuan di jalan,
pelakunya adalah remaja. Begitu pula dengan sikap anak yang memusuhi orang tua dan kerabatnya,
atau perbuatan tercela seperti menghisap ganja, menyebarkan pornografi dan mencoret-coret
pagar yang tidak pada tempatnya.
Masa remaja merupakan masa peralihan, disebut masa peralihan karena masa remaja
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan dari anak-anak menuju dewasa. Remaja
dihadapkan pada dua tugas perkembangan besar yang penting untuk dicapai. Yang pertama adalah
mencapai kebebasan atau kemandirian dan yang kedua adalah mampu membentuk jati diri untuk
mencapai kualitas diri dan kedewasaan pribadi. Selain dua tugas perkembangan tersebut. Tugas
perkembangan lainnya adalah menerima fisik diri, kemampuan mengendalikan diri, meninggalkan
sikap kekanak-kanakan, dan menemukan manusia teladan yang dijadikan identitas.

Masa remaja dikenal sebagai usia yang rentan. Sehingga remaja mempunyai ciri-ciri khusus
dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik, remaja mengalami pertumbuhan yang
sangat pesat dan mungkin secara fisik sudah setara dengan orang dewasa. Namun pesatnya
pertumbuhan fisik remaja tidak diimbangi dengan perkembangan psikologisnya. Kondisi seperti ini
menyebabkan remaja mengalami ketidakstabilan. Diskontinuitas ini menjadikan remaja
menempatkan suasana kehidupan batinnya menjadi bimbang. Untuk mengatasi gejolak batin
tersebut, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan.
Remaja membutuhkan teman yang mampu berdialog dan berbagi perasaan dalam segala hal
hal-hal, termasuk urusan rohani. Selain itu, mereka mengharapkan adanya pegangan hidup sebagai wadahnya
IJCCS ISSN: 1978-1520 -43

bergantung. Terkadang remaja terjebak dengan ajakan temannya terhadap tindakan negatif
sebagai pelarian batin dan cenderung melakukan hal-hal yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai-
nilai agama, seperti meminum minuman beralkohol, mengonsumsi narkoba, dan tindakan negatif
lainnya yang saat ini sedang populer. merajalela di kalangan remaja. Remaja juga mudah diajak
masuk dan mengikuti suatu ajaran agama yang menyimpang dari aqidah.
Publikasi Statistik Kriminal tahun 2014 di Indonesia selama periode 2011–2013
cenderung berfluktuasi. Jumlah kejahatan atau kriminalitas dari sekitar 347.000 kasus pada
tahun 2011 menurun menjadi sekitar 341.000 kasus pada tahun 2012. Namun pada tahun 2013
meningkat menjadi sekitar 342.000 kasus. Hal ini sejalan dengan risiko penduduk terpapar
kejahatan (crime rate) pada periode 2011-2013 yang juga berfluktuasi. Jumlah penduduk yang
berisiko terkena kejahatan (crime rate) per 100.000 penduduk diperkirakan sebesar 149 orang
pada tahun 2011, 134 orang pada tahun 2012, dan 140 orang pada tahun 2013.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan kekerasan terhadap anak selalu
meningkat setiap tahunnya. Hasil pemantauan KPAI dari tahun 2011 hingga tahun 2014 terjadi
peningkatan yang cukup signifikan. Tahun 2011 terdapat 2.178 kasus kekerasan, tahun 2012
sebanyak 3.512 kasus, tahun 2013 sebanyak 4.311 kasus, tahun 2014 sebanyak 5.066 kasus. lima
kasus tertinggi dengan jumlah kasus per bidang dari tahun 2011 sampai April 2015 yaitu pertama,
anak yang berhadapan dengan hukum sampai dengan April 2015 sebanyak 6006 kasus. Selanjutnya,
perawatan sebanyak 3.160 kasus, pendidikan 1.764 kasus, kesehatan dan narkoba 1.366 kasus, serta
pornografi dan cybercrime sebanyak 1.032 kasus.
Anak dapat menjadi korban atau pelaku kekerasan dengan tiga lokus
kekerasan yaitu di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat. Hasil monev KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan 91 persen
anak menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87,6% di lingkungan
sekolah, dan 17,9% di masyarakat. 78,3% anak menjadi pelaku kekerasan dan
sebagian besar karena mereka pernah menjadi korban kekerasan sebelumnya
atau pernah melihat kekerasan yang dilakukan terhadap anak lain dan menirunya.
Kota Blitar yang dikenal juga dengan Kota Patria, secara sah dan formal didirikan
pada tanggal 1 April 1906, yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi kota Blitar.
Meskipun status pemerintahannya adalah Pemerintah Kota, namun tidak serta merta
menjadikan mekanisme kehidupan masyarakat seperti yang terjadi di kota-kota besar.
Memang ukurannya tidak mencerminkan kota yang cukup besar. Tingkatan yang dicapai
Kota Blitar merupakan kota yang masih tergolong antara klasifikasi kota kecil dan kota
besar. Sebenarnya bukan kota kecil lagi, tapi juga bukan kota besar.
Berbicara tentang Kota Blitar, tidak lengkap rasanya jika tidak menceritakan semangat
perjuangan yang tumbuh dan kemudian terus menggelora dan menjiwai seluruh proses
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di kota ini. Di kota ini terdapat makam
Bung Karno sang Proklamator, Presiden Pertama Republik Indonesia, ideolog dan pemikir
terbesar dunia yang dikagumi baik oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Kota
Blitar juga merupakan salah satu tempat bersejarah bagi bangsa Indonesia, dimana sebelum
diproklamasikan tempat ini merupakan tempat kemerdekaan Indonesia.

Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
44 - ISSN: 1978-1520

diserukan, disusul penggalangan Merah Putih yang kemudian berpuncak pada Pemberontakan
PETA yang dilakukan Sudanco Supriyadi.
Masyarakat Kota Blitar sangat bangga sebagai pewaris Aryo Blitar, pewaris
Soeprijadi dan pewaris Soekarno yang nasionalis dan patriotik. Pemerintah Kota Blitar
menyadari hal tersebut, semangatnya tetap dilestarikan dan dikobarkan, dijadikan
modal pembangunan ke depan. Tak heran jika akronim Patria dipilih sebagai
semboyan. Kata Patria tersusun dari kata PETA yang diambil dari legenda Soedanco
Soeprijadi yang memimpin pemberontakan satuan Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar
pada Zaman Penjajahan Jepang, serta dari kata Tertib, Rapi. , Cantik, dan Aman. Selain
itu, kata Patria sengaja dipilih karena mengandung makna “Cinta Tanah Air”. Sehingga
dengan menyebut kata Patria maka masyarakat akan terbayang kobaran semangat
nasionalisme yang telah ditunjukkan oleh para patriot bangsa di kota Blitar melalui
semangat perjuangannya masing-masing. Namun permasalahan sosial yang terjadi di
Kota Blitar cukup fluktuatif dari tahun 2011 sebanyak 297 orang, tahun 2012 sebanyak
288 orang, tahun 2013 sebanyak 297 orang, tahun 2014 sebanyak 230 orang, tahun
2015 sebanyak 287 orang, dan tahun 2016. ada 231 orang.

Kota Blitar juga dikenal dengan sebutan kutha kecil kang kawentar. Jumlah
kenakalan remaja melonjak tinggi bahkan meningkat sebesar 20% pada tahun 2015. Disusul
lagi pada tahun 2016 terdapat 65 remaja yang melakukan kenakalan remaja di SMP Kota Blitar.
Siswa MTsN Kepanjenkidul Kota Blitar semuanya beragama Islam, namun belum sepenuhnya
menerapkan sikap dan keteladanan yang telah diterapkan di sekolah. Fakta membuktikan
bahwa pada tahun 2013 terdapat (1) 250 siswa yang merokok, (2) 460 siswa yang berkencan
berlebihan, (3) 370 siswa yang membolos pada jam pelajaran, (4) 432 siswa yang tidak shalat
pada waktu yang telah ditentukan. . , dan (5) sisanya ada 30 siswa yang melakukan perlawanan.
Berangkat dari fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
peran komunikasi orang tua terhadap siswa nakal di MTsN Kepanjenkidul Kota Blitar.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai peran komunikasi orang tua terhadap siswa nakal di MTsN
Kepanjenkidul Kota Blitar menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif mengarah
pada metode penelitian eksploratif. Peneliti melakukan observasi atau wawancara sendiri
terhadap subjek penelitian. Oleh karena itu, peneliti tetap berperan besar sebagai alat
penelitian. Untuk itu peneliti terjun langsung ke lapangan dan terlibat langsung dalam
melakukan observasi dan wawancara terhadap subjek, dan masyarakat sebagai informan kunci
dalam penelitian ini.
Data primer ini diperoleh melalui wawancara dan observasi lapangan. Sumber
data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan pada saat penelitian
dilakukan, baik yang diperoleh dari wawancara maupun dari observasi peneliti di
lapangan. Data diperoleh dari hasil wawancara kepada orang tua dan siswa
IJCCS ISSN: 1978-1520 -45

yang melakukan tindakan kenakalan. Sumber data utama diperoleh dari perkataan
dan tindakan orang-orang yang diamati.
Data sekunder diperoleh dari data primer. Sumber data sekunder merupakan sumber data
yang berguna baik sebagai bahan perbandingan maupun untuk memperkuat data lapangan, disini
peneliti berusaha mencari data yang seluas-luasnya dan terlengkap berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti dalam penelitian ini. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari guru
Bimbingan dan Konseling. Sumber data dalam penelitian ini tidak menutup kemungkinan buku-buku
yang relevan dengan studi literatur untuk analisis isi. Untuk itu peneliti perlu jeli dan berhati-hati
dalam memilih tinjauan pustaka dan informan yang mendukung penelitian ini.

Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrumen sekaligus pengumpul data.
Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu wawancara mendalam. Wawancara yang
dilakukan merupakan wawancara tidak terstruktur dan terbuka dengan menggunakan pedoman
wawancara yang telah disusun. Peneliti menggunakan kunjungan nonformal ke rumah informan.
Dengan demikian data yang diperoleh sesuai dengan jawaban dan informasi yang diinginkan, baik
oleh informan maupun peneliti pada saat proses wawancara.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Keluarga mempunyai peranan dalam membentuk kepribadian seorang remaja. Dalam keluarga yang sehat

dan harmonis, anak akan memperoleh latihan dasar dalam mengembangkan sikap pergaulan yang baik dan perilaku

yang terkendali. Selain itu, anak juga memperoleh pemahaman tentang hak, kewajiban, tanggung jawab serta belajar

bekerja sama dan berbagi dengan orang lain. Dengan kata lain, seorang anak dalam keluarga yang bercirikan

kehangatan dan keakraban (keluarga harmonis) akan membentuk prinsip hidup berkelompok yang baik sebagai

landasan kehidupannya di masyarakat kelak. Lingkungan keluarga yang kurang harmonis seringkali dianggap turut

berkontribusi terhadap munculnya kenakalan remaja, karena remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak

harmonis akan mempersepsikan rumahnya sebagai tempat yang tidak menyenangkan dan melakukan hal-hal yang

melanggar norma-norma yang ada di masyarakat sebagai cara untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma-norma

yang ada di masyarakat. mengungkapkan protes mereka. pada Orang Tua.

Kurangnya pengetahuan tentang pola pengasuhan anak dapat mempengaruhi


pola pengasuhan dalam keluarga. Pemahaman dari orang tua bahwa kekerasan dapat
mencegah anak melakukan perbuatan buruk, Pola asuh otoritatif (Autoritarian Parenting)
merupakan gaya restriktif dan menghukum yang menghimbau remaja untuk mengikuti
petunjuk orang tua serta menghargai pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter
menetapkan batasan dan kontrol yang tegas terhadap remaja dan memiliki sedikit komunikasi
verbal. Padahal dampak satu kali kekerasan akan berdampak 8-15 tahun kemudian pada anak.
Apalagi anak mendapat perlakuan bertahun-tahun, hal ini akan membekas dalam pola pikir
anak dan menjadi tradisi di keluarganya di kemudian hari. Tidak ada jaminan suatu profesi dan
pekerjaan tertentu seseorang memahami cara mendidik anak, hal ini terlihat pada kasus di atas
seorang pendidik dan pejabat pemerintah. Artinya pola asuh yang tepat pada anak harus
diberikan secara simultan kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi dan konseling.

Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
46 - ISSN: 1978-1520

Berikut hubungan orang tua nakal di MTsN Kepanjenkidul Kota Blitar,


terlihat dari wawancara yang telah dilakukan sebagai berikut:

“Saya terlalu malas untuk berbicara dengan orang tua saya. Karena orang tuaku
mengutamakan kepentingan adikku. Saya berbicara dengan orang tua saya ketika
saya membutuhkannya, misalnya ketika membayar lembar kerja siswa dan meminta
uang jajan. Aku lebih nyaman ngobrol dengan pacarku dibandingkan dengan orang
tuaku, karena mereka pastinya tidak tahu tentang dunia anak muda” (AA)

“Saya selalu dimarahi orang tua saya setiap kali saya melakukan kesalahan. Saya
risih mendengarkannya karena nasehat yang diberikan terlalu panjang dan
panjang” (GG)

“Orang tua saya selalu melarang saya pergi kemana pun. Mereka selalu
memantau ketika saya keluar. Maka dengan adanya orang tuaku yang sering
melarangku untuk tidak kemana-mana, akhirnya aku selalu keluar pada malam
hari saat mereka sudah tertidur. Bermula dari saya sering keluar malam
sehingga bertemu dengan sekelompok geng motor dan saya juga tertarik untuk
mengikuti balap liar” (FA)

“Orang tua saya sangat sibuk dengan pekerjaannya karena pekerjaan orang tua saya bersifat

pribadi. Jadi saya jarang berbicara dengan mereka. Dengan kesibukan seperti itu, aku

mempunyai banyak kesempatan bersama pacarku untuk keluar” (RA)

“Aku sangat membenci ibuku karena ibuku selalu menghormatiku. Ibuku


lebih memilih adikku. Aku sering bertengkar dengan ibuku karena ibuku
selalu memberikan apa yang diminta adikku. Kalau di pondok aku
melampiaskan amarahku dengan merokok padahal teman-temanku sudah
tertidur” (SA).

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang mempunyai peranan penting dan menjadi landasan
untuk perkembangan psikososial anak dalam konteks sosial yang lebih luas. Keluarga mempunyai
peranan yang sangat penting bagi perkembangan mental anak. Apabila anak berada dalam keluarga yang
baik maka akan memberikan pengaruh positif bagi perkembangan jiwa anak. Sebuah keluarga pada
umumnya terdiri dari beberapa anggota keluarga antara lain ayah, ibu, dan anak. Sebagai sebuah
keluarga utuh, semua anggotanya pasti mempunyai peran masing-masing dalam keluarga. Peran paling
mendasar dalam keluarga adalah peran ayah dan ibu. Salah satu peran seorang ayah adalah sebagai
kepala keluarga dan mencari nafkah. Sementara itu, peran seorang ibu juga tidak kalah pentingnya,
termasuk dalam mengasuh dan mendidik anak-anaknya di rumah.
Orang tua mempunyai peran besar dalam tumbuh kembang anak. Peran dasar dari
orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaannya. Masyarakat memberikan kewenangan utama
kepada orang tua untuk memenuhi kebutuhan anaknya karena orang tua dianggap paling mengetahui
IJCCS ISSN: 1978-1520 -47

sesuatu untuk anak-anak mereka. Orang tua membawa serangkaian kebutuhan dan kualitas yang
kompleks ke dalam proses mengasuh anak. Berbeda dengan anak yang menjalani proses mengasuh anak
dalam keadaan baru dan belum berpengalaman, orang tua memiliki riwayat hubungan dan tanggung
jawab lain yang mempengaruhi perilakunya sebagai orang tua.
Keluarga merupakan tempat awal terbentuknya pribadi sekaligus a
landasan yang mendasar bagi perkembangan dan pertumbuhan anak. Lingkungan
keluarga yang tidak menerapkan kedisiplinan pada anaknya biasanya dapat
mempengaruhi terjadinya kenakalan siswa. Penyebab utama dalam lingkungan keluarga
karena sifat egois anak. Penyebab ini diartikan sebagai kehendak anak itu sendiri.
Kemarahan orang tua yang berlebihan terhadap anak dapat menimbulkan berbagai reaksi
dari anak yang pada akhirnya akan menyeret anak pada kenakalan.
Keluarga merupakan bentuk kehidupan sosial terkecil yang memberikan stempel utama dalam
pendewasaan anak, sekaligus membentuk kepribadian anak. Keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting bagi perkembangan mental anak. Apabila anak berada dalam keluarga yang baik maka akan
memberikan pengaruh positif bagi perkembangan jiwa anak.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, hubungan orang tua dengan anak
nakal di MTsN Kepanjenkidul Kota Blitar dikategorikan tidak harmonis karena perilaku orang
tua yang tidak pantas seperti membentak, mencaci-maki, dan kurang memberikan penguatan
positif pada anak akan semakin meningkatkan hubungan. risiko anak-anak terlibat dalam
masalah perilaku. termasuk kenakalan remaja. Hal ini sejalan dengan Patterson dalam Coercive
Family Process Theory (1992) bahwa perilaku yang tidak pantas dilakukan orang tua seperti
membentak, mencaci-maki, dan kurang memberikan penguatan positif pada anak akan
meningkatkan risiko anak terlibat dalam masalah perilaku termasuk kenakalan remaja. Selain
siklus kekerasan yang terjadi dalam keluarga, Patterson juga menjelaskan adanya proses
modeling terhadap anak yang menjadi korban kekerasan orang tuanya, sehingga risiko
kenakalan pada anak tersebut akan sangat tinggi. Proses modeling akan terjadi ketika anak
mengamati cara orang tua berperilaku. Ketika ia terbiasa melihat orang tuanya menyelesaikan
suatu masalah dengan tindakan agresif, maka ia pun akan berperilaku kekerasan.

Seperti Patterson (1977) yang menjelaskan aspek modeling, Jessor (1982) juga
menjelaskan bahwa orang tua mempengaruhi gaya interpersonal remaja melalui proses
pembelajaran. Remaja yang menjadi korban kekerasan akan meniru cara orang tuanya
bersosialisasi. Hal ini akan membuat remaja memiliki tingkat agresi yang tinggi ketika
berada di luar rumah. Remaja dengan tingkat agresi yang tinggi akan dijauhi oleh remaja
normal yang tidak memiliki gaya sosialisasi agresif.
Oleh karena itu, menurut Patterson (1982), remaja korban kekerasan emosional
agresif akan sering bersosialisasi dengan remaja lain yang memiliki karakteristik yang sama.
Dengan begitu risiko untuk melakukan tindakan kenakalan atau pelanggaran akan semakin
besar. Hal inilah yang menjadi dampak proses pembelajaran remaja korban kekerasan
emosional terhadap perilaku orang tuanya yang dapat menggiring remaja tersebut untuk
terlibat dalam perilaku kenakalan remaja.

Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
48 - ISSN: 1978-1520

4. KESIMPULAN
Adanya disharmoni dalam hubungan orang tua dan anak akibat perilaku orang tua
yang tidak pantas seperti membentak, mencaci-maki, dan kurang memberikan penguatan
positif pada anak akan meningkatkan risiko anak terlibat dalam masalah perilaku
termasuk kenakalan remaja. Maka penting untuk meningkatkan kualitas hubungan orang
tua dan anak karena kenakalan remaja erat kaitannya dengan keluarga, salah satunya
adalah kualitas hubungan dengan orang tua. Hubungan yang berkualitas dapat dilihat
dari kehangatan, penerimaan, dan perlindungan. Kualitas komunikasi tidak hanya
menghambat perilaku bermasalah, tetapi juga mengurangi timbulnya kecemasan,
depresi, dan stres psikologis. Hal ini sesuai dengan Bandura (1977) yang menyatakan
bahwa kualitas komunikasi antara orang tua dan anak yang bermasalah mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku seseorang karena seseorang dapat
mempelajari segala sesuatu dari pengamatan orang lain (observational learning).

REFERENSI

Ainiyah, Siti Hariz. 2013.Hubungan Pola Asuh Otoritarian dengan Perilaku


Kenakalan Remaja di SMK Nasional Malang. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota
Surabaya Volume 2:1-8
Arikunto. 2002.Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : PT Reneka
Cipta.
Bandura, A.1973.Agresi: Analisis Pembelajaran Sosial. Tebing Englewood, NJ:
Aula Prentice
Berger, KS. 2000.Orang yang Berkembang Melalui Masa Kecil dan Remaja.Baru
York: Penerbit Layak.
Daradjat, Zakiyah.1989.Kesehatan Mental. Jakarta: Toko Gunung Agung Demuth,
Stephen. 2004.Struktur Keluarga, Proses Keluarga, Dan Remaja
Kenakalan: Signifikansi Ketidakhadiran Orang Tua versus Gender Orang Tua.
Jurnal Penelitian Dalam Kejahatan Dan Kenakalan.
Dunkin, MJ dan Biddle, BJ 1974.Studi Pengajaran. New York: Holt Rinehart
dan Winston.
Faisal, Sanapiah. 1989.Format-Format Penelitian Sosial Dasar Dan Aplikasi. Jakarta:
Rajawali.
Gabriella. 2012.Pengaruh Konformitas dan Persepsi Mengenai Pola Asuh Otoriter
Orang Tua Terhadap Kenakalan Remaja (Kenakalan Remaja).Jurnal
psikologi dan perkembangan, 1(2):1-1.
Gunarsa, Singgih.1989.Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Jane. 2011.Proses Mengasuh Anak.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
IJCCS ISSN: 1978-1520 -49

Juby, Heather. 2000.Menguraikan Hubungan Antara Keluarga yang Terganggu dan


Kejahatan.Jurnal Kriminologi Inggris.
Kartono, Kartini. 2002.Patologi Sosial Dan Kenakalan Remaja.Jakarta : PT Raja
Grafido.
Kartono, Kartini.2013.Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Khotimah, Kusnul. 2017.Pola Pengelolaan Remaja Berbasis Pembelajaran Sosial
Teori. Jurnal PONTE, 73(11): 390-395
Khotimah, Kusnul. 2020.Peran Teman Terhadap Kenakalan Remaja Berdasarkan
Perspektif Pembelajaran Sosial.Jurnal SHAHIH, 5 (1): 37-43
Marc, H. Bornstein. 2011.Mengasuh Bayi.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Maria, Ulfah. 2007.Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan Konsep Diri
Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. Jogjakarta: Pps
Universitas Gadjah Mada Jogjakarta.
Miles dan Huberman.1992.Analisis data kualitatif. London: Publikasi Sage. Moleong,
Lexy. 2010.Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Musbikin, Imam. 2013.Mengatasi Kenakalan Siswa Remaja. Riau: Zanafa
Ninik. 2011.Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Di RW V
Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo. Jurnal Keperawatan, 1(1):1-10.
Nindya. 2012.Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja.Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan
Mental, 1(2):1-9.
Nur. 2011.Gambaran Kenakalan Siswa Di SMA Muhammadiyah 4 Kendal. Jurnal Ilmu
Pendidikan, 9(1): 29-42.
Overbeek, Geertjan,Dkk. 2005.Kenakalan Remaja Sebagai Bertingkah. Jurnal Eropa
Psikologi Perkembangan
Papalia, Tua. 2009.Perkembangan manusia.Jakarta: Salemba Humanika.
Rigio, Heidi. 2011.Aranoid Thinkin, Kualitas Hubungan Dengan Orang Tua, Dan
Hasil Sosial Datang.Jurnal Masalah Keluarga.
Santrock, JW (1995).Perkembangan Rentang Hidup, edisi 11(terjemahannya). New York:
McGraw Hill, Inc.Sarwono, SW (1989).Psikologi Remaja.Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. Verlaan, P., & Schwartzman, AE (2002). Penyesuaian
Orang Tua Ibu dan Ayah: Kaitannya dengan Masalah Perilaku
Eksternalisasi pada Putra dan Putri.Jurnal Internasional Perkembangan
Perilaku,26, 214-224.
Sarwirini. 2011. Kenakalan Anak Remaja Deliquency Kausalitas Dan Upaya
Penanggulangannya.Jurnal Ilmu Pendidikan, XVI (4): 244-252.
Sarwono, SW 2013.Psikologi Remaja. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Sri, Endah Astuti. 2004.Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Gejala Kenakalan
Anak I Remaja Dan Penanggulangannya (Studi Kasus Kenakalan

Judul naskah singkat dan jelas, menyiratkan hasil penelitian (Penulis Pertama)
50 - ISSN: 1978-1520

Anak/Remaja Di Kabupaten Semarang.Tesis. Diponegoro. Pps Universitas


Diponegoro Semarang.
Sugiyono. 2008.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfa Beta.
Sutarimah. 2006.Memahami Anak Dan Remaja Dengan Kasus Mogok Sekolah: Gejala,
Penyebab, Struktur Kepribadian, Profil Keluarga Dan Keberhasilan
Penanganan. Jurnal Psikologi, 34(1):55 – 75
T.Berry, Brazelton. 2000.Kebutuhan Anak yang Tidak Dapat DisederhanakanN. Cambridgege MA:
Perseus.
Wahidin. 2012.Pemahaman Remaja Tentang Kenakalan Dan Partisipasi Masyarakat
Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja Di Kecamatan Mamajang Makassar.
Jurnal Analisis, 1 (1) : 85 – 91.
Walgito, Bimo.1995.Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah. Yogyakarta: Andi
Mengimbangi.

Werner, Nicole. 2003.Kualitas Hubungan Dan Kontak Dengan Rekan-rekan Yang Menyimpang Sebagai
Predikator Perilaku Bermasalah Remaja. Jurnal Penelitian Remaja.

Anda mungkin juga menyukai