Anda di halaman 1dari 9

KLIPING TENTANG

ANJUNGAN DAERAH MALUKU DI TMII

Disusun Oleh :
Nesila Wahyuni
5C
SDN Sunter Agung 09
Taman Mini Indonesia Indah

Sejarah
Gagasan pembangunan suatu miniatur yang memuat kelengkapan Indonesia dengan
segala isinya ini dicetuskan oleh Ibu Negara, Siti Hartinah, yang lebih dikenal dengan
sebutan Ibu Tien Soeharto. Gagasan ini tercetus pada suatu pertemuan di Jalan Cendana
no. 8 Jakarta pada tanggal 13 Maret 1970. Ide pembuatan miniatur Indonesia ini bangkit
setelah Ibu Negara mendengarkan dan menghayati isi pidato Presiden Soeharto tentang
keseimbangan pembangunan umum DPR GR Tahun 1971. Selain itu, beliau juga sering
menyertai Presiden mengunjungi negara-negara sahabat dan melihat objek-objek wisata
di luar negeri. Sehingga bangkit gagasan untuk membangun taman rekreasi yang
menggambarkan keindahan dan keberagaman Indonesia. Melalui taman rekreasi ini,
diharapkan dapat membangkitkan rasa bangga dan rasa cinta tanah air pada seluruh
bangsa Indonesia.Maka dimulailah suatu proyek yang disebut Proyek Miniatur
"Indonesia Indah", yang dilaksanakan oleh Yayasan Harapan Kita.
TMII mulai dibangun tahun 1972 dan diresmikan pada tanggal 20 April 1975. Berbagai
aspek kekayaan alam dan budaya Indonesia sampai pemanfaatan teknologi modern
diperagakan di areal seluas 150 hektare. Aslinya topografi TMII agak berbukit karena
merupakan danau raksasa yang dikeringkan, tetapi ini sesuai dengan keinginan
perancangnya. Tim perancang memanfaatkan ketinggian tanah yang tidak rata ini untuk
menciptakan bentang alam dan lanskap yang kaya, menggambarkan berbagai jenis
lingkungan hidup di Indonesia.

Anjungan Daerah
Di Indonesia, hampir setiap suku bangsa memiliki bentuk dan corak bangunan yang
berbeda, bahkan tidak jarang satu suku bangsa memiliki lebih dari satu jenis bangunan
tradisional. Bangunan atau arsitektur tradisional yang mereka buat selalu dilatarbelakangi
oleh kondisi lingkungan dan kebudayaan yang dimiliki.

Di TMII, gambaran tersebut diwujudkan melalui Anjungan Daerah, yang mewakili


suku-suku bangsa yang berada di 34 Provinsi Indonesia. Anjungan provinsi ini dibangun
di sekitar danau dengan miniatur Kepulauan Indonesia, secara tematik dibagi atas enam
zona; Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan
Papua. Tiap anjungan menampilkan bangunan khas setempat. Anjungan ini juga
menampilkan baju dan pakaian adat, busana pernikahan, baju tari, serta artefak etnografi
seperti senjata khas dan perabot sehari-hari, model bangunan, dan kerajinan tangan.
Semuanya ini dimaksudkan untuk memberi informasi lengkap mengenai cara hidup
tradisional berbagai suku bangsa di Indonesia.

Setiap anjungan provinsi juga dilengkapi panggung, amfiteater atau auditorium untuk
menampilkan berbagai tarian tradisional, pertunjukan musik daerah, dan berbagai
upacara adat yang biasanya digelar pada hari Minggu. beberapa anjungan juga dilengkapi
kafetaria atau warung kecil yang menyajikan berbagai Masakan Indonesia khas provinsi
tersebut, serta dilengkapi toko cenderamata yang menjual berbagai kerajinan tangan,
kaus, dan berbagai cenderamata.
Anjungan Provinsi Maluku

Anjungan Daerah Maluku (Badan Penghubung Provinsi Maluku) merupakan


tempat edukasi seni budaya dan informasi tentang daerah Maluku. Menampilkan
berbagai benda seni budaya dan pakaian adat daerah Maluku. Kompleks Anjungan
Daerah Maluku terdiri dari bangunan Baileo, Rumah Raja, Galeri Art, Kantor dan Kantin,
Mushola, serta Toilet pengunjung. Mari datang berkunjung ke Anjungan Daerah Maluku,
Taman Mini Indonesia Indah.

Anjungan Maluku menampilkan baileu dan rumah kepala desa (rumah raja atau rumah
latu). Baileu merupakan bangunan peninggalan adat yang menggambarkan kebudayaan
siwa-lima. Patung Martha Christina Tiahahu dan Pattimura atau Thomas Matulessy; dan
patung proses pengolahan sagu melengkapi peragaan budaya Maluku.

Rumah 'Baileo' di Anjungan Maluku ini


mencerminkan persekutuan antara dua
marga besar di Maluku, Pata Siwa dan
pata Lima. Dilambangkan dengan 9
siwa (tiang) yang menjadi lambing
persatuan Maluku. Bangunan Baileo
dan rumah Latu atau rumah Raja
(kepala desa) yang merupakan tempat
pertemuan ketika sedang
bermusyawarah.
Serambi di rumah Latu untuk menerima tamu pria, ruang tengah untuk menerima tamu
wanita, kamar tidur, serta ruang belakang sebagai ruang makan, duduk dan dapur. Rumah
Latu di Anjungan Maluku ini digunakan sebagai kantor.

Baileu, yang menjadi bangunan induk Anjungan Maluku, merupakan rumah panggung
tanpa dinding. Meskipun ada baileu yang lantainya di atas batu semen dan baileu yang
lantainya rata dengan tanah, namun yang paling lazim dan khas adalah baileu yang
lantainya dibangun di atas tiang. Jumlah tiang baileu melambangkan jumlah marga yang
ada di desa bersangkutan.

Baileu tanpa dinding mengandung maksud agar roh nenek moyang bebas masuk-keluar,
sedang lantai tinggi dimaksudkan agar tempat bersemayam roh nenek moyang lebih
tinggi dari tempat berdiri orang di desa itu, di samping masyarakat dapat mengetahui
bahwa permusyawaratan berlangsung dari luar ke dalam dan dari bawah ke atas. Di
bawah palang atap terdapat hiasan bulan, bintang, dan matahari dengan warna merah,
kuning, dan hitam, lambang kesiapsiagaan balai adat dalam menjaga keutuhan adat
beserta hukum adatnya.

Baileu merupakan tempat bermusyawarah dan pertemuan rakyat dengan dewan rakyat,
seperti saniri negeri dan dewan adat, yang menunjukkan bahwa sistem demokrasi sudah
dikenal oleh rakyat lima-siwa sejak dulu.

Baileu di Anjungan Maluku merupakan


bentuk baileu terakhir, mencerminkan
persekutuan antara dua marga besar di
Maluku: Pata Siwa dan Pata Lima, yang
dilambangkan oleh sembilan (siwa) tiang
di bagian depan dan belakang dan lima
(lima) tiang samping kiri dan kanan. Kata
siwa lima akhirnya mempunyai makna
baru: “kita semua punya” dan menjadi
lambang persatuan Maluku.

Di sini baileu digunakan sebagai tempat


pameran berbagai benda budaya Maluku,
antara lain busana daerah Maluku Utara,
busana pengantin Maluku Tengah (pono), busana pengantin Maluku Tenggara (sanikin),
pakaian sehari-hari (baju cele), kebaya putih untuk pertemuan, dan celana Makassar
untuk pria Maluku Tengah. Di samping itu juga dipamerkan senjata tradisional, seperti
parang dan sala-waktu (perisai, tombak, panah, dan pandan dari pelepah sagu); serta
kerajinan khas dari cengkeh berupa perahu dan benda-benda lain.

Di bagian lain dipamerkan diorama tentang keindahan alam, beragam tetumbuhan yang
dipadukan dengan berbagai satwa, seperti cenderawasih, kausari, soa-soa, dan kuskus.
Keindahan lautan Maluku dipamerkan melalui berjenis kerang dan aneka ragam
tumbuhan laut dilengkapi dengan berbagai bentuk perahu, seperti krumbai dan semang,
alat penangkap ikan, rakit untuk peternakan mutiara di Maluku Tenggara dengan inti
mutiara.

Rumah latu berbentuk segiempat, mempunyai serambi untuk menerima tamu pria,
ruangan tengah untuk menerima tamu wanita, kamar tidur, serta ruang belakang sebagai
ruang makan, duduk, dan dapur. Rumah latu di anjungan ini digunakan untuk kantor.

Setiap Minggu pertama Anjungan Maluku mementaskaan aneka seni tradisional berupa
tari dan lagu, misalnya tari cokolele. Anjungan Maluku pernah menerima kunjungan
tamu negara, antara lain Wakil Presiden Mesir Husni Mubarak pada tanggal 29 April
1979.

Maluku sejak dulu diburu


oleh bangsa asing karena
rempah-rempahnya. Rempah
yang terkenal adalah
Cengkeh dan Pala. Mulai
dari Portugis, Spanyol,
Inggris, dan Belanda
semuanya berlomba-lomba
mencari harta karun
rempah-rempah di Maluku.
Daerah ini menyimpan jejak
perdagangan yang bisa
dirunut hingga ke masa
lampau. Konon, berkat
perdagangan rempah ini
penduduk Maluku bisa
mendapatkan bahan pakaian,
sutera, dan porselen atau
keramik yang langka di
zamannya.
Anjungan Daerah Maluku Utara

Pada awal pendiriannya, Provinsi Maluku Utara beribukota di Ternate yang


berlokasi di kaki Gunung Gamalama, selama 11 tahun. Tepatnya sampai dengan 4
Agustus 2010, setelah 11 tahun masa transisi dan persiapan ifrastruktur, ibukota
Provinsi Maluku Utara dipindahkan ke Kota Sofifi yang terletak di Pulau
Halmahera yang merupakan pulau terbesarnya.

Geografis Maluku Utara yang terletak


pada Koordinat 3º 40' LS- 3º 0' LU123º
50' - 129º 50' BT, sebenarnya merupakan
gugusan kepulauan dengan rasio daratan
dan perairan sebanyak 24 : 76. Memiliki
gugusan pulau sebanyak 395 buah, 83%
atau sekitar 331 pulaunya belum
berpenghuni.

Provinsi Maluku Utara terkenal juga dengan sebutan Moloku Kie Raha atau
Kesultanan Empat Gunung di Maluku, karena pada mulanya daerah ini
merupakan wilayah 4 kerajaan besar Islam Timur Nusantara, terdiri dari:
1. Kesultanan Bacan;
2. Kesultanan Jailolo;
3. Kesultanan Tidore; dan
4. Kesultanan Ternate.

Terdapat beragam suku yang mendiami wilayah Maluku Utara, yaitu Suku
Madole,Suku Pagu, Suku Ternate, Suku Makian Barat, Suku Kao, Suku Tidore,
Suku Buli, Suku Patani, Suku Maba, Suku Sawai, Suku Weda, Suku Gane, Suku
Makian Timur, Suku Kayoa, Suku Bacan, Suku Sula, Suku Ange, Suku Siboyo,
Suku Kadai, Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Sahu,
Suku Arab, dan Eropa.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bpkp.go.id/malut/konten/1579/Profil-Provinsi-Maluku-Utara.bpkp#:~:text=T
erdapat%20beragam%20suku%20yang%20mendiami,Suku%20Kadai%2C%20Suku%20
Galela%2C%20Suku

https://wikimapia.org/4667850/id/Anjungan-Provinsi-Maluku

https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Mini_Indonesia_Indah

Anda mungkin juga menyukai