Anda di halaman 1dari 2

AJARKAN MEREKA MENGASIHI ALLAH - Ulangan 6:4-9

Keluarga adalah tempat seseorang belajar dan mengalami berbagai macam pengalaman.
Pembelajaran dan pengalaman yang dialami itu bisa membawa dampak yang positif, tapi bisa juga
membawa dampak yang negatif. Karena itu, semua perkataan yang kita ucapkan dan perbuatan yang
kita lakukan bisa menjadi pesan yang membekas di dalam hati anggota keluarga kita. Sesungguhnya,
kita tidak bisa mengetahui pesan seperti apa yang telah membekas di dalam hati mereka, namun
sadarilah bahwa dampaknya bisa sangat besar.

Nabi Musa menekankan satu pengajaran penting kepada bangsa Israel sebelum mereka memasuki
tanah Mesir. Ia mengingatkan, “Dengarlah, hai orang Israel: ... Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. ... haruslah engkau
mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk
di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau
bangun” (Ulangan 6:4-7). Ada dua pesan yang disampaikan, yaitu pertama, agar para orangtua
mengasihi Allah dengan segenap hati; kedua, agar para orang tua mengajarkan anak-anak mereka
untuk mengasihi Allah. [Di dalam ayat ini, memang lebih ditekankan tentang relasi orang tua – anak,
tapi prinsipnya dapat diterapkan dalam relasi dengan seluruh anggota keluarga]

Ajarkanlah

Untuk dapat menjadi pengajar kasih Tuhan yang baik, maka hendaklah kita menjadi orang yang hidup
dan menghidupi kasih Allah itu. Kita haruslah menjadi orang yang mengalami kasih Allah itu.

Jika kita belum mengalami dan hidup di dalam kasih Allah, maka akan sangat sulit untuk bisa
mengajarkan tentang kasih Allah. Anggota keluarga kita akan melihat, memperhatikan, dan
mengamati kehidupan kita: apakah kasih Allah mewarnai hidup kita? Sebab itu, penting sekali bagi
kita untuk mengevaluasi diri kita.

Bagaimana kita bisa mengajarkan untuk mengasihi Allah?

Teknik mengajar itu ada verbal tapi juga ada prakteknya. Secara verbal, maksudnya kita menceritakan
pengalaman hidup kita yang telah diubah, diberkati, dipelihara, dididik dan dituntun oleh Tuhan.
Secara praktek, maksudnya tindakan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Perhatikan ayat-ayat di
atas: ajarkanlah pada waktu engkau berjalan, makan, dsb. Ini adalah kehidupan keseharian kita.

Bagi seorang anak, orangtua adalah segalanya. Di mata anak, orangtua adalah sosok yang bisa
memberikan cinta, bantuan serta dukungan. Karena itu, tidak ada yang lebih kuat mempengaruhi
karakter anak selain daripada orangtua. Karakter orangtua melandasi gambaran anak-anak kita
tentang Tuhan, meskipun Tuhan itu tak tampak oleh mata.

Penelitian tentang pengaruh kepribadian Ayah pada persepsi putrinya mengenai Tuhan menegaskan
hal ini. Para peneliti menemukan korelasi antara gambaran anak-anak tentang Tuhan dan gambaran
Ayah mereka tentang Tuhan. Anak perempuan cenderung melihat lebih banyak kesamaan antara
Tuhan dengan orangtua mereka dibandingkan anak laki-laki. Ayah sangat mempengaruhi persepsi
putri mereka tentang Tuhan yang memiliki sifat pengasih.

Begitu pula dalam relasi dengan seluruh anggota keluarga, teladan iman adalah unsur yang sangat
penting bagi keluarga kita. Mereka melihat hidup kita. “Sebab itu jadilah penurut-penurut Allah,
seperti anak-anak yang kekasih” (Efesus 5:1). Teladanilah Allah yang penuh kasih dan kudus, sehingga
kita bisa memberikan teladan yang indah di tengah-tengah keluarga kita.
Mengapa kita harus mengajarkan kasih Allah pada mereka?

Karena mereka membutuhkan Tuhan di dalam hidup mereka. Ingat perkataan Tuhan Yesus: Hidup
kekal adalah mengenal Allah dan Yesus (Yoh. 17:3). Jadi, jika mereka tidak mengenal Allah, maka
mereka tidak akan beroleh hidup yang kekal. Mereka butuh Allah.

Jika mereka telah percaya pada Allah dan menjadi anak-anak Allah, maka mereka memiliki Bapa
Surgawi yang akan terus menjaga dan memelihara hidup mereka. Sadarilah bahwa tidak selamanya
kita bisa bersama dengan semua orang yang kita kasihi. Ada saat di mana tidak ada orang yang bisa
menolong mereka, kecuali Allah. Karena itu betapa pentingnya untuk memperkenalkan Tuhan bagi
seluruh anggota keluarga kita.

Bagaimana jika kita sudah berusaha, tapi tetap ada yang tidak mengenal Tuhan?

Dalam hal ini, haruslah kita akui bahwa memang hal seperti ini bisa terjadi. Ada faktor “X” (di luar
dugaan kita) yang bisa terjadi. Faktor-faktor itulah yang menyeret mereka keluar dari jalan Allah.

Jika hal itu yang terjadi, tetaplah berdoa untuk. Tetaplah mengasihi mereka. Bagaimana pun keadaan
mereka (kerasnya hati mereka), hanya kasihlah yang dapat membawa mereka kembali. Kebencian
hanya akan memperparah keadaan, tapi kasih dan penerimaanlah yang akan mengubah keadaan.

Anda mungkin juga menyukai