Disusun oleh :
Siti Ruqoiyah 412020728029
1
2
BAB 1. LATAR BELAKANG
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. H
Tanggal Lahir :-
Usia : 1 tahun 7 bulan
Alamat : pucangan
Suku Bangsa : jawa
Pekerjaan : tidak bekerja
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : islam
Masuk Rumah Sakit : 9 agustus 2023
Tanggal Kasus : 10 agustus 2023
No. Rekam Medis : 91649
Ruang /Kelas : kelas iv / 411 C
Diagnosis Medis : Kejang, demam, sesak
3
makan jajan ciki-ciki, suka semua buah-buahan, paling suka makan pudding, pasien juga
minum susu formula SGM dalam sehari bisa 4-5x.
Dan untuk recall 1x24 jam didapatakan asupan makan An.H yaitu pagi
mengkonsumsi nasi ½ centong, sayur hanya kuahnya saja yang di makan, beli lauk
hewani dari luar RS yaitu ayam goreng. Untuk selingan pagi yaitu pudding yang beli dari
luar RS dan minum susu. Makan siang nasi ½ centong, tidak makan sayur, lauk hewani
yang di makan yaitu ikan, lauk nabati tidak dimakan dan minum susu. Selingan sore yaitu
buah semangka dan minum susu. Makan malam yaitu nasi hanya 3 suap saja, lauk hewani
yaitu ayam goreng yang beli dari luar RS, sayur dan lauk nabati tidak makan dan minum
susu formula SGM. An.H tidak memiliki alergi.
1.3 Patofisiologi
a. Kejang
Kejang demam ialah satu dari jenis gangguan kejang yang paling umum di
anak kurang dari lima tahun serta salah satu penyebab terbesar Orang tua mengantar
anaknya ke layanan gawat darurat (Shibeeb et al., 2019).
Prevalensi usia kejadian anak-anak mengalami kejang demam menurut
literatur medis berkisar pada usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Kurang lebih 4%
anak-anak mengalami kejang demam dalam usia tersebut (Xixis, Samanta, &
Keenaghan, 2022).
Penyebab kejang demam bersifat multifktorial, diantaranya dapat disebabkan oleh
faktor genetik atau adanya riwayat kejang di keluarga, otak yang masih belum matur,
dan infeksi (Dewi, Lely, & Budiapsari, 2021).
Riwayat keluarga dengan kejang demam sudah banyak diteliti sebagai salah
satu faktor risiko kejang demam, kejang demam diturunkan secara dominan
autosomal yaitu terdapat mutasi pada gen kromosom 19p dan 8q13-21. Faktor
keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam. 25-50% anak
dengan kejang demam mempunyai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang
demam sekurang-kurangnya sekali.
Faktor penting lain terjadinya kejang demam pada anak adalah suhu badan.
Tingginya suhu tubuh pada keadaan demam sangat berpengaruh terhadap terjadinya
kejang demam karena pada suhu tubuh yang tinggi dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga terjadi perbedaan potensial membran di otak yang akhirnya
melepaskan muatan listrik dan menyebar ke seluruh tubuh (Ariffudin, 2016).
4
Infeksi virus menyebabkan terjadinya proses demam yang tinggi sehingga
dapat meningkatkan kejang pada anak, virus yang paling sering menyebabkan
terjadinya kejang demam adalah Human Herpesvirus 6, influenza, adenovirus dan
parainfluenza. Human Herpesvirus 6 (HHV-6) paling sering terjadi di Amerika serikat
dan negara-negara Eropa, sedangkan di Asia Virus Influenza A yang paling sering
dikaitan dengan kejang demam (Xixis, Samanta, & Keenaghan, 2022).
Peningkatan suhu tubuh dapat mempengaruhi aktivitas dari neuron-neuron
yang ada dalam otak. Perubahan suhu tubuh tersebut akan memproduksi
sitokinsitokin yakni pirogen endogen. Jumlah pirogen tersebut akan meningkat seiring
dengan kejadian kejang demam pada anak dan merupakan respon dari inflamasi akut.
Respon akibat demam tersebut dapat dihubungkan dengan adanya pirogen endogen
berupa interleukin-1 (IL-1) dan pirogen eksogen berupa dinding bakteri gram negatif
yakni lipopolisakarida (LPS). LPS dapat menstimulus makrofag yang akan
memproduksi sitokin pro- dan anti-inflamasi seperti tumor necrosis factoralpha (TNF-
a), IL-6, interleukin-1 receptor antagonist (IL-1ra) dan prostaglandin E2 (PGE2).
Reaksi sitokin-sitokin tersebut melalui sel endothelial circumventricular dan akan
menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) serta akan mengkatalis dan
mengkonversi asam arakidonat menjadi PGE2, kemudian akan meningkatkan suhu
tubuh dengan memicu pusat termoregulasi di hipotalamus. Selain itu demam tersebut
dapat meningkatkan terjadinya sintesis sitokin yang berada di hipokampus.
Interleukin 1B, akan meningkatkan terjadinya eksitabilitas neuronal (glutamatergic)
dan dapat menghambat GABA-ergic, sehingga dapat menimbulkan terjadinya kejang
pada anak (Arief, 2016).
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer,
elektrolit, dan gula darah.
5
BAB 2. SKRINING
2.1 Pemilihan Metode Skrining
Sebelum dilakukan pengkajian gizi lebih lanjut, dilakukan skrining pada An.H
dengan menggunakan Strong Kids. Berdasarkan hasil penelitian alat skrining gizi
yang cepat, mudah dan cocok digunakan sesuai dengan kondisi pasien yang dirawat di
rumah sakit adalah Strong Kids dibandingkan dengan alat skrining lainnya.
No. RM : 91649
Nama : An. H
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal Lahir : -
SKRINING STRONG-kids
UNTUK ANAK USIA 0 BULAN – 14 TAHUN
Paramete Nilai
r
□ Ya
1
Apakah pasien tampak kurus ? □ Tidak
0
Apakah terdapat penurunan berat badan selama satu bulan
terakhir ?
(berdasarkan penilaian objektif data berat badan bila ada atau □ Ya 1
penilaian
subjektif orang tua pasien atau untuk bayi < 1 tahun berat badab □ Tidak 0
tidak
naik selama 3 bulan terakhir )
6
Apakah terdapat salah satu dari kodisi tersebut? (diare ≥ 5
□ Ya 1
kali/hari dan muntah >3 kali/hari dalam seminggu terakhir atau
asupan makanan □ Tidak 0
Hasil :
- Skor 0 : risiko rendah, ulangi skrining setiap 7 hari
- Skor 1- 3: beresiko sedang, monitoring asupan selama 3 hari. Jika tidak ada
peningkatan, lanjutkan pengkajian dan ulangi skrining setiap 7 hari
- Skor 4-5 : resiko tinggi, bekerja sama dengan Tim Asupan Gizi. Upayakan
peningkatan asupan gizi dengan memberikan makanan sesuai dengan daya terima.
Monitoring asupan makanan setiap hari. Ulangi skrinning setiap 7 hari.
7
Perhitungan Z-Score pada balita
10 ,7−11, 1 −0 , 4
- BB/U = = = -0,28 (Normal)
12 ,5−11, 1 1,4
75−83 , 2 −8 , 2
- TB/U = = = -2,92 (pendek)
86 , 0−83 ,2 2 ,8
10 , 7−9 ,5 1 ,2
- BB/TB = = = 1,33 (normal)
10 , 4−9 , 5 0 , 9
Kesimpulan :
Pasien datang dengan keluhan utama Kejang, mata melotot, tangan dan kaki kontraksi,
keluhan disertai dengan sesak 2 hari, batuk kadang-kadang, pilek, muntah 3x. setelah di
diagnosis An. H kejang, demam, sesak, dengan TB yaitu 75 cm, BB 10,7 kg, LILA 7 cm,
ULNA 12 cm, untuk status gizi An. H dengan z-score 0-2 tahun yaitu BB/U -0,28 (normal),
TB/U -2,92 (pendek), BB/TB 1,33 (normal). Untuk BBI pada pasien umur 19 bulan yaitu
11,1 kg (Kemenkes, 2020).
Kesimpulan :
berdasarkan pengamatan diatas dapat di simpulkan bahwa biokimia pada pasien yaitu eritrosit
dan lekosit tergolong normal sehingga tidak ada hubungannya dengan penyakit pasien An. H
3.3 Pengkajian Data Fisik dan Klinis
8
PD.1.1.2 Bahasa Tubuh
PD.1.1.6 Kepala dan mata
PD.1.1.9 Vital sign
Nadi 112
Suhu 38,4 0C
Respirasi 24
Tekanan darah -
PD 1 Sistem Pencernaan
Kesimpulan :
Untuk hasil SQFFQ di dapatkan yaitu untuk asupan oral E 855
kkal, P 38 gram, L 23 gram, KH 116 gram sedangkan untuk kebutuhan
asupan menurut AKG E 1350 kkal, P 20 gram, L 45 gram, KH 215
9
gram sedangkan untuk asupan didapatkan yaitu E 63 % (kurang), P
190 % (lebih), L 51 % (kurang), KH 54 % (kurang).
b) Asupan Gizi
1) Kualitatif
Dan untuk recall 1x24 jam didapatakan asupan makan An.H yaitu pagi
mengkonsumsi nasi ½ centong, sayur hanya kuahnya saja yang di makan, beli
lauk hewani dari luar RS yaitu ayam goreng. Untuk selingan pagi yaitu pudding
yang beli dari luar RS dan minum susu. Makan siang nasi ½ centong, tidak makan
sayur, lauk hewani yang di makan yaitu ikan, lauk nabati tidak dimakan dan
minum susu. Selingan sore yaitu buah semangka dan minum susu. Makan malam
yaitu nasi hanya 3 suap saja, lauk hewani yaitu ayam goreng yang beli dari luar
RS, sayur dan lauk nabati tidak makan dan minum susu formula SGM. An.H tidak
memiliki alergi.
2) Kuantitatif
Table 5. Asupan Makan MRS (masuk rumah sakit)
Energi Protein Lemak KH Na
(kkal) (gram) (gram) (gram) (mg)
Asupan oral 925 30 10 141
Kebutuhan 1350 20 45 215
% asupan 69 % 150 % 22 % 66 %
Kategori Kurang Lebih Kurang Kurang
Kesimpulan :
Untuk hasil recall 24 jam di dapatkan yaitu untuk asupan oral E 925 kkal, P 30 gram,
L 10 gram, KH 141 gram sedangkan untuk kebutuhan asupan menurut AKG E 1350
kkal, P 20 gram, L 45 gram, KH 215 gram sedangkan untuk asupan didapatkan yaitu
E 69 % (kurang), P 150 % (lebih), L 22 % (kurang), KH 66 % (kurang).
c) Pengetahuan Terkait Gizi
10
Pasein pernah mendapatkan edukasi tentang makanan yang baik dikonsumsi dan
makanan yang harus dihindari berdasarakan riwayat penyakit terdahulu yaitu Riwayat
keluhan kejang(+) bulan mei 2023 desertai demam dan asma.
d) Aktifitas Fisik
1) sebelum sakit =Aktifitas An.H tergolong sedang karena
2) setelah sakit = An.H selama di rumah sakit bentuk aktifitas hanya di tempat tidur
untuk beristirahat
11
Riwayat penyakit Dahulu :
sekarang dan dahulu Riwayat keluhan kejang(+) bulan
mei 2023 desertai demam dan asma.
Riwayat pengobatan -
Riwayat penyakit DM= kakek dan ibu
keluarga HT = nenek dan ibu
Asma dan alergi= ibu
12
pegal-pegal.
mengobati berbagai
infeksi bakteri. Jenis
Sefiksim 100 infeksi bakteri yang
mg/ 5 ml dapat diobati dengan
sirup cefixime antara lain
infeksi saluran
pernapasan, infeksi
tenggorokan dan
amandel, infeksi telinga,
infeksi saluran kemih,
dan infeksi menular
seksual.
Protein = 15 % x 1045,4 / 4
= 39,2 gr
13
Lemak = 25 % x 1045,4 /9
= 29,03 gr
KH = 60 % x 1045,4 / 4
= 156,8 gr
14
BAB 5. INTERVENSI GIZI
5.1 Tujuan Intervensi
- Memberikan asupan protein, lemak, dan karbohidrat yang adekuat sesuai
dengan kebutuhan pasien
- Meningkatkan kebutuhan gizi yang spesifik kepada pasien menurut
kebutuhannya
- Memberikan bentuk makanan yang sesuai kepada pasien untuk mencapai asup
an yang normal
- Membantu mencapai status gizi normal
- Memberikan edukasi terkait zat gizi agar kualitas makan sehari hari menjadi le
bih baik.
- Mengontrol Berat badan
15
- Memberikan edukasi terkait zat gizi agar kualitas makan sehari hari me
njadi lebih baik.
- Mengontrol suhu badan pada pasien
- Energi cukup 25 g / kg BB untuk diet TKTP yaitu 1045,4 kkal
- Protein cukup dengan jumlah 15 % dari kebutuhan energi sebesar 39,2
gr
- Lemak cukup dengan presentase 25% dari kebutuhan energi sebesar
29,3 gr
- KH cukup dengan presentasi 60% dari kebutuhan energi sebesar 156,8
gr
- Makanan yang diberikan dalam bentuk makanan biasa, mudah dicerna,
rendah lemak jenuh, cholesterol, dan tidak bergas
- Membatasi konsumsi lemak trans dan lemak jenuh
- Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran.
3. Kebutuhan
Schofield (anak usia 0-3 tahun)
Laki-laki
= (0,167 x BB) + (15,17 x TB) – 617,6
= (0,167 x 10,7) + (15,17 x 75) – 617,6
= 1,78 + 1138 – 617,6
= 522
= setiap kenaikan suhu 10C di tambah 13%
= 522 + 39% = 726
Protein = 15 % x 1045,4 / 4
= 39,2 gr
Lemak = 25 % x 1045,4 /9
= 29,03 gr
KH = 60 % x 1045,4 / 4
16
= 156,8 gr
5.4 Kolaborasi RC
Table 10. Tabel Monitoring dan Evaluasi
No Tenaga Kesehatan Koordinasi
1 Ahli gizi Tentang diet penyakit.
2 Dokter Koordinasi patofisiologi pasien
3 Perawat ruangan Perubahan Vital sign pasien
4 Analis Tentang kondisi penderita terutama
perubahan hasil pemeriksaan
laboratorium sebelum dan sesudah
pemberian diet.
5 Apoteker Tentang obat yang diasup dan
interaksinya dengan makanan.
17
6 Pasien dan keluarga pasien Tentang motivasi untuk pemberian
diet dan makan.
7 Tenaga pengolahan/Pramusaji Tentang jadwal makan pasien dan
penyajian yang menarik agar nafsu
makan.
18
kuning
Orak arik k.kol 33 g 25 1 5 29,5 0
kambing janten 32 g 25 1 5 25,7 10
kol
Selingan
pagi
Siang Nasi Nasi 150 200 8 40
Frittata Telur 1 btr 75 5 5
kukus
Tahu Tahu 50 g 75 3 3 3
bulat
Sup Jagung 35 g 25 1 5 25,7 1,0
jagung+ Gambas 41 g 25 1 5 6,7 0,5
gambas+
soun
Selingan
sore
Malam Nasi Nasi 150 200 8 40 114,0 0
Ayam Ayam 38 g 75 5 3 111,8 40,0
bumbu filet
balado Telur 5g 75 2 2 29,6 3,6
Tempe Tempe 37 g 75 3 3 3 45,4 6,0
bumbu
sate
Sup 35 g 25 1 5 43,7 31,5
minestron 33 g 25 1 5 29,5 0
g 5g 75 7 2 3 23,7 0
102 36 28 162
ASUPAN ORAL
3
104 39 29 157
KEBUTUHAN
5
98% 92 97 103
PRESENTASE
% % %
19
Daftar Pustaka :
Angelia, A., Pelealu, A., Et, O., Palendeng, L., Kallo, V., Studi, P. Kecemasan, T.
(2019). Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Penanganan Kejang Demam
Pada Anak Balita Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Ibu. Jurnal Keperawatan,
7(2), 1–5.
Fitriana, R., Wanda, D. (2021). Perilaku Ibu Dalam Penanganan Kejang Demam Pada Anak.
Journal of Telenursing. 3(2): 491-498
Intania, R., Dimiati, H., Ridwan, A. (2021). Hubungan Status Gizi dengan Usia
Kejang Demam Pertama Pada Anak. Sari Pediatri. 23(1):28-35
Joshua, R., Francis, et al.,(2016). An observational study of febrile seizures: the importance
of viral infection and immunization. BMC Pediatrics 16:202.
Juanita, F., & Manggarwati, S. (2016). Peningkatan Self Efficacy Ibu Melalui Metode Chalk
and Talk Tentang Penanganan Pertama Kejang Demam Pada Balitadi Desa
Plosowahyu Kabupaten Lamongan. Journal of Health Sciences, 9(2)
Indrayati, N., & Haryanti, D. (2019). Gambaran kemampuan orangtua dalam
penanganan pertama kejang demam pada anak usia toddler. Jurnal Ilmiah
Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 9(2), 149-154.Diunduh tanggal 16 Juni
2019darijurnal http://jurnal.stikeskendal.ac.id.
Nindela, R., Dewi, M. R., & Ansori, I. Z. (2014). Karakteristik penderita kejang demam
di instalasi rawat inap bagian anak rumah sakit Muhammad Hoesin Palembang.
Jurnal kedokteran kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, 1(1), 41-45.Diunduh tanggal 12 Mei 2019 dari http//ejournal.unsri.ac.id
20
21