Anda di halaman 1dari 45

Daftar ISI

BAB I..............................................................................................................................4

PENDAHULUAN..........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................6

1.3 Ruang Lingkup danTujuan Penelitian..............................................................6

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................................7

BAB II............................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................8

2.1. Penelitian Terdahulu.........................................................................................8

Ardillah Fauziyyah & Reni Windiani.............................................................................8

Amalia Zida..................................................................................................................12

2.2. Kerangka Teori/Konseptual............................................................................13

2.2.1. Teori Diplomasi..............................................................................................14

2.2.2 Instrumen Diplomasi.........................................................................................17

2.3. Alur Berpikir..................................................................................................19

2.4. Hipotesis / Argumentasi Utama......................................................................19

BAB IV.........................................................................................................................28

GAMBARAN UMUM PENELITIAN.........................................................................28

4.1. Peran KBRI Terkait dengan Perlindungan TKI di Luar Negeri.....................28

4.2. Mekanisme Perlindungan Terhadap TKI di Luar Negeri...............................29

4.3. Perlindungan Hukum Oleh KBRI Kuala Lumpur Terhadap TKI.................30

BAB V..........................................................................................................................32

HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................32

4.1. . Kebijakan KBRI Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada TKI yang
Terancam Hukuman Mati di Malaysia.................................................................................32
BAB VI.........................................................................................................................46

PENUTUP....................................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................50
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tergabung di dalam

organisasi ASEAN (Association of Southeast Asian Nation) dan mempunyai penduduk

terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Banyaknya penduduk di Indonesia menjadikan

Indonesia sebagai negara yang mempunyai banyak tenaga kerja baik di dalam negeri maupun

di luar negeri.

Jumlah penduduk negara Indonesia pada tahun 2017 berjumlah 256.603.197 juta jiwa

dan jumlah TKI di Malaysia mencapai 792.571 jiwa atau setara dengan 9.96 % jumlah

penduduk Indonesia yang bekerja di Malaysia. Sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesia

membuat warga negara mencari pekerjaan di Malaysia, terdapat beberapa faktor yang

mendorong warga negara Indonesia ingin bekerja di Malaysia.

Faktor yang mendorong masyarakat Indonesia ingin bekerja di Malaysia ialah

kedekatan geografis, kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia, pendidikan yang rendah,

kemiripan budaya dan bahasa, perbedaan gaji di Indonesia dan Malaysia, diimingi gaji yang

besar, banyaknya agen perorangan illegal yang mengajak TKI agar bekerja di luar negeri,

visa bebas kunjungan yang salah digunakan oleh TKI, komposisi demografis orang Indonesia

yang membawa banyak anggota keluarga ke Malaysia.

Banyaknya jumlah TKI yang bekerja di Malaysia maka akan besar pula tingkat

kejahatan dan permasalahan yang dilakukan oleh TKI di Malaysia. Malaysia ialah negara

dengan sistem hukumnya berbeda dengan Indonesia. Adapun permasalahan yang sering

terjadi dan dihadapi oleh TKI di Malaysia terbagi dalam 5 aspek yakni Keimigrasian,
Ketenagakerjaan, Pibiaya, Perdata, Non Hukum. (Data perlindungan Fungsi Konsuler WNI /

TKI KBRI Kuala Lumpur)

Sesuai dengan undang – undang pibiaya yang berlaku di Malaysia, terdapat beberapa

jenis kejahatan yang membawa ancaman hukuman mandatori berupa hukuman mati, yakni :

Kejahatan Yang Berkaitan Dengan Pengedaran Narkoba, Pembunuhan, Perdagangan Dan

Kepemilikan Senjata Api Illegal, Penculikan, Makar Terhadap Di Pertuan Agung (Sultan

dan/atau Kepala Negara).

Pemerintah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memberikan perlindungan

dan bantuan hukum kepada TKI/WNI yang terancam hukuman mati, langkah pemerintah

tersebut yakni : Meminta akses konsuler, Memberikan pengalangkah dari Malaysia, Segera di

pulangkan ke Indonesia ketika tersangka tidak bebas murni, Tidak melakukan ekstradisi oleh

negara Indonesia dengan Malaysia, Meminta pengampunan kepada kepala negara atau sultan

yang dilakukan oleh TKI, Presiden, Pengalangkah, Duta Besar.

Upaya dalam mengatasi permasalahan TKI yang terancam hukuman mati

memerlukan peran pemerintah Indonesia. Mekemudiani peran KBRI Kuala Lumpur dalam

memberikan upaya bantuan perlindungan TKI di Malaysia menjadi hal yang menarik untuk

dianalisis oleh penulis karena vitalnya peran KBRI dalam mengatasi permasalahan TKI di

luar negeri, sangat menentukan tingkat efektivitas dari upaya perlindungan tersebut.

Perlindungan terhadap TKI selangkah procedural menjadi tanggung jawab

Kementerian Luar Negeri, maka dari itu KBRI Kuala Lumpur mempunyai peran yang sangat

penting karena menjadi tokoh utama dalam memberikan upaya perlindungan kasus ancaman

hukuman mati terhadap TKI yang bekerja di Malaysia. Hal tersebut dikarnakan KBRI Kuala

Lumpur merupakan perwakilan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Malaysia yang

berfungsi sebagai sarana penghubung antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia sebagai

negara tujuan penempatan TKI.


Berdasarkan latar belakang tersebut, timbul keinginan penulis untuk mengkaji lebih

jauh mengenai bagaimana upaya yang dilakukan KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan

bantuan hukum kepada TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia dan melihat efektifitas

bantuan yang diberikan kepada TKI yang terancam hukuman mati. Sehingga penulis

mengambil judul: UPAYA KBRI KUALA LUMPUR DALAM MENANGANI KASUS

ANCAMAN HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI)

DI MALAYSIA (2016-2017)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini, yakni:

“Bagaimana Upaya KBRI Kuala Lumpur Dalam Menangani Kasus Ancaman

Hukuman Mati Terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia Periode (2016-

2017)”

1.3 Ruang Lingkup danTujuan Penelitian

1. Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian terutama di titik beratkan pada KBRI Kuala

Lumpur dalam menangani kasus Hukum Kepada Tenaga Kerja Indonesia Yang

Terancam Hukuman Mati Di Malaysia.

2. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis ialah mengetahui dan mencari peran

KBRI Kuala Lumpur terkait dengan perlindungan kepada TKI yang terancam
hukuman mati di Malaysia serta efektifitas penerapan kebijakan pemerintah dalam

memberikan bantuan kepada TKI di Malaysia.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian yang disebutkan diatas, maka manfaat penelitian ini ialah

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Selangkah teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

bahan bacaan dan referensi bagi para peneliti dan akademisi ilmu Hubungan

Internasional pada penelitian-penelitian selanjutnya guna menambah informasi dan

wawasan mengenai upaya KBRI Kuala Lumpur dalam melindungi TKI yang

terancam hukuman mati di Malaysia tahun (2016-2017)

2. Manfaat Praktis

Selangkah praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut:

a. Bagi Instalasi Pemerintah

Sebagai masukan bagi pemerintah Indonesia dalam proses perumusan

kebijakan Negara dengan harapan dapat meningkatkan mutu/kualitas

kebijakan yang menyangkut upaya mengatasi masalah TKI yang terancam

hukuman mati di luar negeri sehingga menjadi lebih efektif.

b. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan penulis terhadap peran

KBRI Kuala Lumpur terkait dengan perlindungan TKI di Malaysia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Pada tinjauan pustaka di dalam penelitian ini, berikut penulis akan

melampirkan 4 (empat) penelitian terdahulu yang mana penelitian nya berhubungan

dengan penelitian yang akan penulis kaji.

No. Penelitian Keterangan

Terdahulu

1. Nama Penulis Ardillah Fauziyyah & Reni Windiani

Judul Diplomasi Indonesia Dalam Penanganan Kasus

Wilfrida Soik Di Malaysia Tahun 2010-2015

Sumber Literatur Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Diponegoro

Tahun 2020

Hasil Penelitian Diplomasi Indonesia terkait kasus Wilfrida

Soik dilakukan mekemudiani upaya diplomasi

yang dilakukan oleh pemerintah, bantuan

hukum dan upaya advokasi oleh Migrant

CARE. Multi-track diplomacy yang dijalankan

dalam kasus Wilfrida Soik dilakukan

mekemudiani 9 jalur yakni pemerintah, NGO,

bisnis, warga negara, edukasi, aktivis, kegiatan


agama, penggalangan biaya dan komunikasi

dalam bentuk opini publik. Tindakan dari

pemerintah Indonesia dan berbagai entitas non-

pemerintah merupakan upaya tidak langsung

untuk membebaskan Wilfrida Soik dari putusan

tersebut. Hal ini termasuk dalam upaya tidak

langsung karena keputusan Pengadilan Tinggi

Malaysia bersifat independen yang tidak dapat

diganggu gugat. Untuk itu, upaya pembebasan

tersebut diperlukan dalam mempengaruhi

keputusan Pengadilan Tinggi Malaysia. Upaya

pemerintah Indonesia dan berbagai pihak

dalam melakukan diplomasi perlindungan

memenuhi beberapa aspek dari multi-track

diplomacy sehingga upaya yang telah

dilakukan oleh telah mencapai tujuan dari

diplomasi dalam kasus Wilfrida Soik.

(Fauziyyah & Windiani, 2020)

Perbandingan Penelitian ini menjelaskan upaya diplomasi

Indonesia mekemudiani pemerintah dan

berbagai entitas non-pemerintah dengan

menggunakan konsep diplomasi yang

dijalankan mekemudiani multi-track diplomacy

dan diplomasi perlindungan dengan metode

penelitian kualitatif serta teknik pengumpulan


data mekemudiani studi literatur dan

wawanlangkah.

2. Nama Penulis Ali Maksum

Judul Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Hubungan

Indonesia-Malaysia Era Jokowi

Sumber Literatur Jurnal PIR, Volume 2, No. 1

Tahun 2017

Hasil Penelitian Di awal pemerintahan termasuk ketika

kampanye Calon Presiden 2014, Presiden

Jokowi sangat perhatian dengan urusan TKI

dan perlindungan warga negara Indonesia di

luar negeri. Tetapi, pada akhirnya justru

timbul kekecewaan di kalangan TKI

dampak rencana pemerintah menghentikan

pengiriman TKI sektor rumah tangga ke

luar negeri termasuk ke Malaysia tanpa solusi

yang jelas. Apalagi, iklim bekerja di Indonesia

tetap jauh dari harapan di tengah terbatasnya

lowongan pekerjaan dan derasnya isu

kedatangan pekerja asing asal China ke

Indonesia. Pada ketika yang sama, kasus

penganiayaan pekerja Indonesia di Malaysia

tetap terus berlangsung. Selain itu,

pemerintah dengan segala pertimbangannya

merasa dipermalukan dengan kondisi tersebut


di depan Malaysia yang sudah melejit

pembangunan ekonominya. Dalam situasi ini

pemerintah terkesan belum dapat menawarkan

solusinya selangkah bijak terkait TKI di tengah

kompleksitasnya permasalahan bangsa yang

dihadapi. (Maksum, 2017)

Perbandingan Maknakel ini merupakan hasil dari sebuah

penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif.

Penelitian ini dijalankan mekemudiani

penelitian perpustakaan (library research)

dan menggunakan analisis dokumen. Dalam

penelitian ini, pendekatan analisis dokumen

digunakan untuk menganalisis data.

3. Nama Penulis Yoseph Lentvino Satyanugra & Hermini

Susiatiningsih

Judul Kerjasama Pemerintah Indonesia dan Malaysia

dalam Menangani Permasalahan TKI Ilegal

Sumber Literatur Journal of International Relations, Vol. 7, No. 4

Tahun 2021

Hasil Penelitian Hasil analisis penelitian ini dapat diketahui

bahwa kerjasama internasional antara

Indonesia dan Malaysia mendapatkan hasil

yang cukup baik, dibuktikan dengan

keberhasilan kesepakatan MoU. Tetapi ketika

perjanjian MoU telah berakhir atau kadaluarsa,


hasil kinerja JC, JTF dan JWG menjadi tidak

maksimal, bahkan dapat dibilang tidak berhasil

dalam menangani permasalahan yang terjadi.

(Satyanugra & Susiatiningsih, 2021)

Perbandingan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bentuk pelanggaran apa saja yang terjadi

terhadap tenaga kerja Indonesia dan juga

langkah dan upaya kerjasama apa yang

dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan

negara Malaysia. Penelitian ini menggunakan

teori kerjasama internasional untuk

menjelaskan dan menganalisis tema-tema yang

dibahas dalam penelitian.

4. Nama Penulis Amalia Zida

Judul Diplomasi Indonesia dalam Perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia

Tahun 2016-2017

Sumber Literatur Jurnal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya

Tahun 2019

Hasil Penelitian Penelitian ini menemukan bahwa diplomasi

Indonesia dalam perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) pada kurun waktu 2016-2017

yakni mekemudiani PWNI BHI dengan


menerapkan 3 strategi utama, prevention, early

detection, dan immediate responseyang

diimplementasikan mekemudiani aplikasi safe

travel. Mekemudiani BNP2TKI berupa

peluncuran aplikasi siskotkl report dan e-

pengaduan BNP2TKI. Mekemudiani

pemerintah berupa kunjungan Presiden Jokowi

ke Malaysia pada 23 November 2017, serta

hubungan bilateral antara Indonesia dan

Malaysia pada 11 Agustus 2017 dan 22

November 2017. (Zida, 2019)

Perbandingan Penelitian ini menggunakan metode penelitian

kualitatif deskriptif dengan teknik

pengumpulan data wawanlangkah. Konsep

yang digunakan dalam melihat fenomena yang

terjadi yakni diplomasi perlindungan.

2.2. Kerangka Teori/Konseptual

Kerangka teori yang digunakan untuk membahas permasalahan mengenai

upaya KBRI Kuala Lumpur dalam menangani ancaman hukuman mati Tenaga Kerja

Indonesia di Malaysia, maka penulis menggunakan beberapa teori dan konsep

sebagai berikut :
2.2.1. Teori Diplomasi

Diplomasi pada hakekatnya adalah teknik yang digunakan sebagai sarana

untuk mencapai tujuan atau kepentingan nasional yang dituangkan dalam strategi

politik luar negeri. Bentuk tindakan diplomasi, yaitu upaya pemerintah untuk

mengkomunikasikan kepentingan nasional dan merasionalisasikan kepentingan

tersebut, dapat berupa kesepakatan tentang suatu masalah yang dapat diterima oleh

semua pihak yang terlibat. Diplomasi adalah proses tawar-menawar atas suatu isu

tertentu melalui saluran resmi yang disepakati untuk mencapai kepentingan nasional

yang terbaik (Holsti, 1987).

Seiring berkembangnya disiplin hubungan internasional, diplomasi dipadukan

dengan manajemen hubungan internasional sebagai seni yang menunjukkan keahlian

atau keberhasilan dalam hubungan internasional dan negosiasi kooperatif antar

negara. Menurut definisi Oxford English Dictionary, diplomasi adalah gambaran

hubungan manajemen internasional melalui negosiasi, dimana hubungan tersebut

dikoordinasikan dan diatur oleh duta besar dan perwakilan; bisnis atau seni diplomat.

Esensi diplomasi diwujudkan dalam empat hal, yaitu: (1) kebijakan luar negeri (2)

negosiasi (3) Mekanisme Pelaksanaan Diplomatik (4) Departemen Luar Negeri.

Menurut Kautilya, diplomasi memiliki empat tujuan, yaitu perolehan, pelestarian,

perluasan, dan distribusi yang layak. Konsep diplomasi adalah praktek pelaksanaan

hubungan antar negara melalui perwakilan resmi. Diplomasi juga merupakan sarana

operasional untuk mencapai kepentingan nasional di luar yurisdiksi suatu negara

(Plano C & Roy).

Konsep diplomasi juga merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah

perlindungan keamanan manusia, termasuk pelanggaran hak asasi manusia pekerja

migran Indonesia. Diplomasi di tingkat internasional memberikan masukan dalam


upaya damai untuk menyelesaikan perselisihan antara negara dan aktor lainnya.

Diplomasi melibatkan pengelolaan hubungan antara negara dan aktor-aktor lain,

sehingga langkah-langkah tidak langsung dari diplomasi juga merupakan bagian dari

implementasi politik luar negeri suatu negara.

Proses politik luar negeri dan hubungan luar negeri sangat erat kaitannya,

meliputi proses perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi perumusan dan pelaksanaan.

Dalam beberapa hal, konsep diplomasi sama dengan politik luar negeri. Tetapi

langkah-langkah spesifik dapat dibedakan. Diplomasi melibatkan langkah dan

mekanisme, kebijakan luar negeri melibatkan tujuan dan sasaran. Kebijakan luar

negeri menyangkut substansi dan isi dari hubungan luar negeri, sedangkan diplomasi

mengenai masalah metodologi untuk melaksanakan politik luar negeri (Mohsin

2010, hlm.19).

2.2.2 Mlti-Track Diplomacy

Suatu negara dapat mencapai tujuan diplomasinya melalui beberapa langkah,

salah satunya adalah mengikuti empat prinsip alat diplomasi, yaitu perdamaian dan

negosiasi, hadiah atau konsesi, menciptakan perselisihan, ancaman, dan penggunaan

kekuasaan. Penulis modern menunjukkan bahwa, untuk mencapai tujuan

diplomasinya, negara mempraktikkan pola kerja sama, akomodasi, dan perilaku

oposisi (kerja sama, penyesuaian, dan oposisi). Kerja sama dan keselarasan dapat

dicapai melalui negosiasi yang berhasil. Jika perundingan gagal mencapai tujuannya

melalui langkah-langkah damai, berbagai bentuk oposisi bersenjata akan ditempuh.

Dalam kasus ini, peneliti menggunakan Multitrack Diplomacy. Pada

perkembangannya, Indonesia telah memainkan peran dalam Model Multitrack

Diplomacy untuk mewujudkan tujuan-tujuan politik luar negeri Indonesia.


Dalam kasus ini melalui peran KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan upaya

bantuan perlindungan TKI di Malaysia yang secara prosedural menjadi tanggung

jawab Kementerian Luar Negeri, KBRI Kuala Lumpur menggunakan pendekatan

multi-track diplomacy dalam upaya perlindungan TKI di Malaysia. Pendekatan

pertama adalah 1st Track Diplomacy, yaitu diplomasi yang dilakukan melalui peran

pemerintah (government) yang dalam kasus ini dilaksanakan melalui pembuatan

Memorandum of Understanding (MoU) dan Mandatory Counsular Notification

(MCN). Upaya diplomasi yang kedua yaitu 2nd track diplomacy, yaitu diplomasi

yang melibatkan aktor selain negara seperti Non Governmental Organizations

(NGOs), atau organisasi-organisasi internasional lainnya dan juga person to person

approach.

2.3. Alur Berpikir

Kondisi Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia

Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia yang terancam


hukuman mati di Malaysia

Upaya KBRI Kuala Lumpur dalam menangani kasus


Ancaman Hukuman mati Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia
Sumber : dikelola oleh penulis berdasarkan uraian latar belakang diatas

2.4. Hipotesis / Argumentasi Utama

Dalam mengatasi permasalah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman

mati di Malaysia, maka penulis mempunyai asumsi terhadap permasalah tersebut yakni

sebagai berikut :

a. Upaya yang dilakukan oleh KBRI Kuala Lumpur dalam melindungi warga

negaran Indonesia di Malaysia yang terjerat kasus hukum dan terancam

hukuman mati tetap kurang efektif dan belum menemukan titik temu dari

akhir permasalah tersebut.

b. Diperlukan adanya penanganan khusus dari pihak KBRI untuk

mengupayakan penyelesaian kasus yang melibatkan Negara lain yang

bersangkutan, dengan langkah diplomasi dan moratorium untuk memberikan

efek deterrence kepada Malaysia yang memberikan hukuman terhadap

tenaga kerja Indonesia.


BAB IV

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

4.1. Peran KBRI Terkait dengan Perlindungan TKI di Luar Negeri

Indonesia sebenarnya memiliki landasan hukum untuk mengatur perlindungan WNI,

termasuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Dasar hukum yang pertama adalah UU No.1.

UU No 39 Tahun 2004, mengatur tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.

Dua Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2006 tentang kebijakan pembenahan sistem

pemukiman kembali dan perlindungan pekerja migran Indonesia, yang dasar hukumnya

selanjutnya adalah Permenaker Permenaker No. 6. Peraturan Nomor 20 Tahun 2007 tentang

Asuransi TKI. (Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2011)

Khusus untuk perlindungan WNI di luar negeri, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)
dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) memiliki tanggung jawab yang lebih besar
dalam melindungi WNI. Kewajiban ini sejalan dengan UU No. 12. Pasal 19 b No. 37 Tahun
1999, yaitu: “Perwakilan Republik Indonesia wajib memberikan pelindungan, pengayoman,
dan bantuan hukum kepada warga negara Indonesia dan badan hukum asing sesuai dengan
peraturan perundang-undangan nasional maupun peraturan perundang-undangan
internasional. (Undang-undang Nomor 37 tentang Hubungan Luar Negeri, 1999).
Melanjutkan ke pasal berikutnya (Pasal 20 dan 21), Kementerian Luar Negeri sebagai
perwakilan Republik Indonesia berkewajiban membantu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi WNI dan berupaya membantu WNI kembali apabila terancam. oleh bahaya.

A. Tinjauan Umum Tentang Bantuan Hukum

Bantuan hukum berasal dari istilah ‘legal asisstance dan legal aid”. Legal aids
biasanya digunakan untuk pengertian bantuan hukum dalam arti sempit berupa pemberian
jasa di bidang hukum kepada orang yang terlibat dalam suatu perkara secara cuma-cuma atau
gratis bagi mereka yang tidak mampu (miskin). Sedangkan legal assistance adalah istilah
yang dipergunakan untuk menunjukkan pengertian bantuan hukum kepada mereka yang tidak
mampu, yang menggunakan honorium.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Pasal 1 angka

9 memberikan pengertian bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Advokat

secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu.

Dasar Hukum

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 27 ayat (1), “Setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum, dan
pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah tersebut tanpa
terkecuali.”

Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum tanpa

terkecuali yang meliputi hak untuk dibela (acces to legal counsel), diperlakukan sama

di depan hukum (equality before the law), keadilan untuk semua (justice for all).

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 4 “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan
hari nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut……..”

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

Pasal 22 ayat (1) “Adokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 56 : (1) Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan
hukum. (2) Negara menanggung biaya perkara bagi pencari keadilan yang tidak
mampu.

Pasal 57 : (1) Pada setiap pengadilan negeri dibentuk pos bantuan hukum kepada
pencari keadilan yang tidak mampu dalam memperoleh bantuan hukum.

(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara cuma-
cuma pada semua tingkat peradilan sampai putusan terhadap perkara tersebut telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.

(3) Bantuan hukum dan pos bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

5. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)


Pasal 54 “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat
bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan
pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-
undang ini.”

Pasal 55 “Untuk mendapatkan penasehat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka
atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukum .”

Pasal 56 ayat 1 “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana
lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan
pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri, pejabat
yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
menunjuk penasehat hukum bagi mereka.”

1. Unsur – Unsur Bantuan Hukum

Bantuan hukum adalah jasa memberi bantuan dengan bertindak sebagai pembela dari

seseorang yang tersangkut dalam perkara pidana maupun sebagai kuasa dalam perkara

perdata atau tata usaha negara di muka pengadilan (litigation) dan atau memberi nasehat di

luar pengadilan (non litigation).

Unsur-unsur dari bantuan hukum adalah sebagai berikut:

1) adanya jasa hukum;


2) tindakan untuk menjadi pembela/kuasa di luar maupun di dalam
pengadilan;
3) adanya nasehat-nasehat hukum/konsultan hukum.

Ad. 1. Pemberian bantuan diberikan dalam ruang lingkup permasalahan hukum yang dialami
oleh orang yang membutuhkan bantuan karena keterlibatannya dalam masalah hukum
sedangkan orang tersebut kurang mengerti hukum atau kurang mengetahui hukum dan
termasuk orang yang tidak mampu dalam segi keuangan.

Ad. 2. Tindakan yang dilakukan oleh pemberi bantuan hukum berupa pembelaan-pembelaan
yang dilakukan sebagai pembela/penasehat hukum dalam perkara pidana yang dilakukan
mulai dari tingkat kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan

Ad. 3 Memberikan nasehat, pertimbangan, pengertian dan pengetahuan hukum kepada orang
yang membutuhkan bantuan hukum terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang
sedang dihadapi.

Bantuan hukum diberikan kepada orang yang tidak mampu tetapi jangan diartikan

hanya sebagai bentuk belas kasihan kepada yang lemah semata. Seharusnya selain membantu
orang miskin, bantuan hukum juga merupakan gerakan moral yang memperjuangkan hak

asasi manusia juga untuk mewujudkan cita-cita negara kesejahteraan dan keadilan sosial.

B. Penjelasan Tentang Tenaga Kerja Indonesia

Menurut UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan BAB I Ketentuan Umum Pasal
1 Butir 2 adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang/jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Jadi, Tenaga
Kerja Indonesia adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang/jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat di luar negeri.

Menurut Payaman Simanjuntak, tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang
sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain,
seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga
kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia.

Tenaga kerja (man power) terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
a. Angkatan kerja atau labour farce, terdiri atas:
1. golongan yang bekerja, dan
2. golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan.
b. Kelompok bukan angkatan kerja, terdiri atas:
1. golongan yang bersekolah,
2. golongan yang mengurus rumah tangga, dan
3. golongan lain-lain atau penerima pendapatan.
c. Golongan yang bersekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya bersekolah. Golongan
yang mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus rumah tangga tanpa
memperoleh upah, sedangkan yang tergolong dalam lain-lain ini ada dua macam, yaitu:
1. golongan penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan
ekonomi, tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas
simpanan uang atau sewa atas milik, dan
2. mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, misalnya karena lanjut usia
(jompo), cacat atau sakit kronis.

Ketiga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja ini kecuali mereka yang
hidupnya tergantung dari orang lain, sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk
bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering juga dinamakan sebagai Potmlial Labour Force
(PLP).
Jadi, tenaga kerja mencakup siapa saja yang dikategorikan sebagai angkatan kerja dan
juga mereka yang bukan angkatan kerja, sedangkan angkatan kerja adalah mereka yang
bekerja dan yang tidak bekerja pengangguran).

C. Penjelasan Tentang Hukuman Mati

1. Pengertian Hukuman Mati

Penerapan hukuman mati di Indonesia masih mendapatkan perlawanan yang sangat


besar, apalagi diera yang semakin menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Indonesia
sudah tidak seharusnya menerapkan hukuman mati terhadap gembong narkotika. Penerapan
Hukuman Mati di Indonesia untuk Gembong Narkotika adalah Kesalah kaprahan Negara
dalam Mengartikan Narkotika sebagai Most Serious Crime penerpan hukuman mati untuk
kejahatan narkotika tidak memberikan dampak apapun untuk mengurangi penyebaran
kejahatan transnational tersebut.

Prof. William A. Schabbas, National University of Ireland, contohnya, menyatakan

bahwa:1

1. Dari perspektif hukum internasional, pidana mati merupakan pelanggaran hak untuk

hidup, bukan sekedar pembatasan atau pengecualian atas hak untuk hidup.

2. Bahwa ada kecenderungan jumlah negara-negara yang menghapuskan pidana mati

semakin banyak jika dibandingkan dengan negara-negara yang masih

mempertahankan pidana mati.

3. Bahwa memang benar Pasal 6 ICCPR masih memberikan kemungkinan pengecualian

pidana mati bagi kejahatan-kejahatan yang paling serius most serious crime, tetapi

kejahatan perdagangan narkotika drugs trafficking secara internasional bukan

termasuk kategori most serious crime.

4. Bahwa dari sudut efek jera deterrent effect, pidana mati berdasarkan berbagai kajian

ilmiah tidak berhasil menimbulkan efek jera.

1
Ibid., hlm. 65
5. Bahwa dari sudut hukum konstitusi, Konstitusi Indonesia berbeda dengan ICCPR

telah menempatkan hak untuk hidup rights to lifebersifat non-derogable, sehingga

sudah sepantasnya pidana mati dihapuskan dalam semua perundangundangan di

Indonesia.

Hal yang sama diungkapkan pula oleh Prof. Jeffrey Fagan, Columbia University USA,

yang berpendapat sebagai berikut:2

1. Bahwa dari berbagai kajian ilmiah menunjukkan hukuman mati (death penalty) tidak

berpengaruh terhadap efek jera (diterrent effect), juga dalam hal drugs crimes pada

umumnya dan drugs trafficking khususnya.

2. Bahwa tidak bisa dijamin presisi atau akurasi putusan hakim dalam penjatuhan hukum

mati, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan cukup besar.

3. Bahwa life sentence without parole lebih efektif menimbulkan efek jera (diterrent

effect).

Jadi, hukuman mati masih menjadi hal yang kontroversial karena terdapat beberapa

ancaman yang hukumannya adalah hukuman mati, sehingga banyak para ahli berpendapat

hukuman mati sebaiknya dilakukan jika membuat kesalahan-kesalahan yang sangat

merugikan negara dan bangsa.

2. Jenis – Jenis Hukuman Mati

Jenis hukuman mati yang biasanya diterapkan yaitu :3


a. Suntik Mati

Dalam waktu singkat sebelum eksekusi dengan suntikan mematikan,


napi dipersiapkan untuk kematiannya. Hal ini mencakup ganti pakaian,

2
Jeffrey fegan. Doctoral dissertation :” death penalt, life sentence without parole diterrent effect”(
Columbia University USA, 1985). 16
3
“ Jenis Hukuman Mati”, melalui www.wikipedia.org/wiki/jenis/hukuman/mati.com, diakses tanggal 2
desember 2017
makanan terakhir, dan mandi. Tawanan itu dibawa ke ruang eksekusi dan dua
tabung mengapit dirinya. Dari tabung-tabung ini kemudian racun disuntikkan.
Setelah tabung terhubung, tirai ditarik hingga saksi dapat menyaksikan eksekusi,
dan tawanan diperbolehkan untuk membuat pernyataan terakhir.
b. Regu Tembak

Regu tembak dianggap menjadi metode eksekusi yang paling terhormat,

dan untuk alasan itu tidak secara khusus digunakan pada penjahat perang.

Namun metode yang berbeda secara luas dari satu negara ke negara lain, tetapi

umumnya menutup mata napi. Sekelompok laki-laki kemudian menembakkan

peluru ke jantung sang tawanan.

c. Hukum Gantung

Hukum gantung dilakukan dalam berbagai cara: drop pendek yaitu

tahanan tersebut berdiri pada sebuah objek yang kemudian didorong meninggalkan

napi hingga mati tercekik. Ini merupakan metode umum digunakan oleh Nazi

dan merupakan bentuk yang paling umum digunakan sebelum tahun 1850-an.

Kematiannya lambat dan menyakitkan. Ada juga cara dengan napi berdiri di tanah

dengan tali di leher mereka dan tiang gantungan kemudian diangkat ke udara.

d. Hukum Penggal

Di beberapa negara yang mematuhi hukum Syariah Islam, pemenggalan

masih merupakan metode yang umum digunakan dalam eksekusi. Kasus-kasus

yang paling sering dilihat melibatkan pemenggalan kepala oleh pedang,

melengkung bermata tunggal. Sementara banyak negara tidak mengijinkan

pemenggalan kepala oleh hukum, Saudi Arabia adalah negara yang paling sering

menggunakannya.

e. Hukum Rajam
Rajam sampai mati adalah melempar batu ke arah napi sampai mati.

Menurut hukum Syariah Islam, perajaman adalah metode eksekusi yang dapat

diterima dan digunakan di banyak negara-negara Islam. Di Iran, rajam adalah

sanksi untuk perzinahan dan kejahatan lainnya. Pasal 104 dari Hukum Hodoud

menetapkan bahwa batu tidak boleh terlalu besar sehingga seseorang meninggal

hanya dengan dua lemparan, dan tidak begitu kecil untuk didefinisikan sebagai

kerikil, tetapi harus menyebabkan cedera parah hingga kematian.

4.2. Mekanisme Perlindungan Terhadap TKI di Luar Negeri

Bagi WNI yang menghadapi ancaman hukuman dan deportasi, Kemlu dan kedutaan

RI akan “mencari bantuan hukum dan kemanusiaan melalui sistem hukum yang berlaku dan

saluran diplomatik” untuk menjamin hak-hak WNI tersebut, seperti asuransi, institusi, DLL.

Isu-isu seperti transportasi kembali ke Indonesia dan penguburan warga negara Indonesia

yang layak diselesaikan. Mulai dari membayar biaya konsultan hukum, membeli obat-obatan,

hingga memulangkan WNI ke Indonesia, seluruh proses perlindungan tersebut tentu

membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya tersebut akan ditanggung oleh Kementerian

Luar Negeri dan kedutaan Indonesia di luar negeri dari anggota keluarga WNI yang

bersangkutan, “pemerintah daerah atau instansi terkait asal WNI, dan sumber biaya lain yang

tidak mengikat”. Jika kasus WNI perlu ada perkembangan, Kementerian Luar Negeri dan

KBRI wajib menyediakannya. Untuk meningkatkan pelayanan, Kemlu dan KBRI harus

melakukan evaluasi secara terus menerus. Kedutaan Besar Indonesia menggunakan berbagai

cara untuk melindungi pekerja migran di luar negeri. Yang pertama adalah kebijakan politik.

Pendekatan politik ini membutuhkan dua langkah. Yang pertama adalah jalur pertama, di

mana negara-negara terlibat dalam diplomasi tingkat pemerintah setelah menandatangani


Memorandum of Understanding (MoU) dan Mandatory Consular Notification (MCN). Upaya

kedua (Track 2) adalah diplomasi yang melibatkan aktor di luar negara, seperti lembaga

swadaya masyarakat (LSM), organisasi internasional, dan kontak antar individu.

KBRI juga menggunakan jalur hukum untuk membantu pekerja migran Indonesia

dalam menyelesaikan masalah hukum. Akses hukum dilakukan melalui proses

konsiliasi/konsiliasi, memberikan langkah-langkah, membantu memberikan nasihat hukum,

membantu menyelesaikan masalah di luar pengadilan. Baik pendekatan politik maupun

hukum tidak lengkap tanpa meningkatkan pelayanan perwakilan Indonesia di luar negeri.

Kemlu berupaya terus untuk meningkatkan pelayanan mekemudiani kebijakan Citizen

Service, mengoptimalkan layanan dokumen, dokumentasi WNI di luar negeri dan lain-lain.

Selain melakukan pendekatan politis dan pendekatan hukum, pihak Kemenlu dan

KBRI juga melakukan pendekatan kemanusiaan mekemudiani beberapa langkah, yakni:

1. Menyediakan tempat penampungan (shelter)

2. Melakukan kunjungan rutin dan bantuan social

3. Menyediakan bimbingan Rohani

4. Memberikan bantuan psikologis dan Kesehatan

5. Membantu proses pemulangan ke Indonesia (repatriasi)

4.3. Perlindungan Hukum Oleh KBRI Kuala Lumpur Terhadap TKI

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh KBRI Kuala Lumpur terhadap TKI

yang bermasalah ialah dengan menggunakan beberapa langkah, yakni (KBRI Kuala Lumpur,

2010):

1. Langkah advokasi dengan memberikan bantuan kekonsuleran pada saat WNI


menjalani proses hukum yaitu memberikan bantuan dan dukungan pada saat
dibutuhkan dan memberikan apa yang dibutuhkan WNI seperti kontak dengan
anggota keluarga.
2. Langkah diplomasi, dilaksanakan pada saat perkara WNI selesai/diputuskan di
Commonwealth Court. Langkah diplomasi dilakukan dengan mengirimkan
surat dukungan permohonan grasi/pengampunan WNI kepada Yang Tuan
Agung.

3. Mendidik WNI di Malaysia tentang hukum dan peraturan yang berlaku di

Malaysia, seperti peraturan keimigrasian dan surat keterangan obat berbahaya di

Malaysia.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. . Kebijakan KBRI Dalam Memberikan Bantuan Hukum Kepada TKI yang
Terancam Hukuman Mati di Malaysia

Pemerintah mempunyai fungsi melindungi seluruh rakyat Indonesia dimanapun mereka

berada. Hal tersebut dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea ke 4 yakni “Pemerintah

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Berlandaskan

UUD 1945 pemerintah mempunyai peranan yang penting untuk menjamin hak dan kewajiban

warga negaranya.

Kebijakan perlindungan ini penting maknanya untuk memberikan rasa nyaman bagi

warga Negara yang merasa kebangsaannya ialah bangsa Indonesia. Perlindungan terhadap

warga Negara Indonesia dapat menumbuhkan rasa bangga karena menjadi warga Negara

Indonesia.

Pelaksanaan perlindungan kepada warga Negara Indonesia pada dasarnya bertumpu

pada tindak Preventif dan Represif. Tindakan Perlindungan Preventif tidak saja dimaksudkan

untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan tetapi juga mempersiapkan WNI

agar tidak merasa terdadak apabila menghadapi situasi yang tidak terduga. Perlindungan

Represif ialah tindakan yang dilakukan setelah adanya tindakan oleh aparat pemerintah

setempat. Tindakan selanjutnya ialah memberikan bantuan hukum dan bantuan kekonsuleran

agar yang bersangkutan diperlakukan selangkah adil sesuai dengan hak-haknya.

Ketika ini jumlah penduduk Warga Negara Indonesia pada tahun 2017 berjumlah

256.603.197 juta jiwa dan jumlah TKI di Malaysia mencapai 792.571 jiwa atau setara dengan
9.96 % jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di Malaysia. Banyaknya jumlah tenaga

kerja indonesia di luar negeri membuat pemerintah harus mempunyai sikap yang tegas agar

masyarakat yang bekerja dapat merasakan keamanan di dalam hidupnya.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat 2 yang berbunyi

“ Tenaga Kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat ”.

Data perlindungan WNI/TKI KBRI Kuala Lumpur pada tahun 2016 ini bahwa jumlah

TKI di shelter KBRI Kuala Lumpur mencapai 1989 orang, total ini terbagi antara TKI yang

masuk shelter sebanyak 982 orang dan TKI yang keluar shelter sebanyak 1007 orang. TKI

yang keluar shelter ialah TKI yang meninggal, transfer instansi, pulang, dan melarikan diri.

Kasus – kasus yang terjadi terhadap WNI/TKI di shelter yang diselesaikan

mekemudiani KBRI Kuala Lumpur pada tahun 2016 sebanyak 1250 kasus dan WNI/TKI

yang mempunyai lebih dari 1 kasus sebanyak 1072 kasus. Kasus – kasus tersebut meliputi

kasus Keimigrasian sebanyak 60 kasus, Ketenagakerjaan sebanyak 732 kasus, Pibiaya

sebanyak 142 kasus, Perdata sebanyak 2 kasus, Non Hukum/ lain-lain sebanyak 314 kasus.

Adapun penanganan kasus WNI/TKI non shelter (kasus luar) pada tahun 2016 sebanyak 507

kasus dan WNI/TKI lebih besar dari jumlah kasus karena kasusnya sama melibatkan

beberapa WNI/TKI sekaligus sebanyak 729 kasus. Kasus – kasus tersebut meliputi kasus

Keimigrasian sebanyak 2 kasus, Ketenagakerjaan sebanyak 12 kasus, Pibiaya sebanyak 8

kasus, Perdata sebanyak 2 kasus, Non Hukum/ lain – lain sebanyak 483 kasus.

Pemerintah Indonesia memberikan bantuan hukum kepada Tenaga Kerja Indonesia

yang terancam hukuman mati, dengan ketentuan yang terdapat didalam UU No 16 tahun

2011 tentang Hukuman Mati.

Dalam UU No. 16 pasal 1 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yakni :


1. Bantuan Hukum ialah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum

selangkah hanya-hanya kepada Penerima Bantuan Hukum.

2. Penerima Bantuan Hukum ialah orang atau kelompok orang miskin.

3. Pemberi Bantuan Hukum ialah lembaga bantuan hukum atau organisasi

kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-

Undang ini.

4. Menteri ialah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

hukum dan hak asasi manusia.

5. Standar Bantuan Hukum ialah pedoman pelaksanaan pemberian Bantuan

Hukum yang ditetapkan oleh Menteri.

6. Kode Etik Advokat ialah kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi

advokat yang berlaku bagi Advokat.

Sesuai dengan Undang – Undang Pibiaya yang berlaku di Malaysia, terdapat beberapa

jenis kejahatan yang membawa ancaman hukuman mandatori berupa hukuman mati, yakni :

a. Kejahatan yang berkaitan dengan pengedaran narkoba :

(Vide Akta Dadah berbahaya (ADB) Tahun 1952, pasal 39B mengenai

pengedaran dadah berbahaya)

b. Pembunuhan :

(Vide Kanun Keseksaan (Akta 574), pasal 301 dan pasal 302)

c. Perdagangan dan Kepemilikan Senjata Api Ilegal :

(Vide Regulations dan Firearms (Increased Penalties) Act 1971)

d. Penculikan :

(Vide Akta Penculikan 1961 (Akta 365) pasal 3)


Dasar hukum inilah yang membuat banyaknya WNI/TKI yang terancam hukuman

mati di Malaysia.

Contoh kasusnya yakni :

“orang dari Indonesia diberikan suatu perjalanan gratis ke Malaysia dan

orang tersebut hanya disuruh untuk membawa tas yang isinya yakni narkotika

tetapi orang tersebut tidak mengetahui isi barang tersebut. Ketika sampai di

Malaysia orang tersebut ditangkap oleh pihak keamanan dan di berlakukannya

hukum Malaysia, sehingga membuat orang tersebut menanggung dampak

perbuatannya, orang yang bersangkutan tersebut dijatuhi hukuman mati karena

sesuai dengan undang-undang kuhpibiaya negara Malaysia.”

Dalam wawanlangkah dengan Bapak Suharyo, beliau mengatkan :

“ Malaysia membuat undang – undang bukan dibuat maksimal hukuman

tetapi harus dihukum dan harus mengikuti mandatori undang – undang sehigga

hakim seperti kaca mata kuda tidak dapat munggunakan kewenangan hakim.

Akan tetapi, komisi HAM Malaysia meminta kepada parlemen dan perbiaya

menteri untuk mengkaji ulang dan memberikan kewenangan kepada hakim dalam

menjatuhi hukuman kepada tersangka yang terancam hukuman mati.”

Kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati pada tahun 2016 di Malaysia sebanyak

190 kasus, jumlah tersebut ialah jumlah akhir pada ketika perhitungan dilakukan. Terdiri dari

kasus Narkotika, Pembunuhan, Penculikan, Perdagangan Senjata Api Ilegal.


Upaya KBRI Kuala Lumpur dalam memberikan bantuan kepada TKI yang terancam

hukuman mati dengan langkah :

a. Meminta akses konsuler yakni meminta akses untuk bertemu kepada orang yang

bersangkutan.

b. Menanyakan kondisi dan kasus yang dilakukan seperti apa.

c. Meminta pemberkasan kasus yang dihadapi.

d. Mencari pengalangkah untuk kasus yang terancam hukuman mati.

e. Membantu dari segi administrasi keuangan.

f. Memberikan bantuan yang terkait teknis di indonesia.

g. Memperhatikan apakah haknya terpenuhi.

h. Mengawal kasus tersebut hingga selesai.

Dalam wawanlangkah dengan Bapak Suharyo, beliau mengatkan :

“ Hukuman mati dapat di berikan bila terbukti bersalah dan jatuhnya

hukuman mati tersebut bila terbukti menurut jaksa, tugas pengalangkah sendiri

dalam kasus tersebut ialah untuk mencari celah hukum dalam kasus tersebut

maknanya dugaan dari jaksa tersebut tidak terbukti benar maka Perkaranya

equitably atau bebas murni dan/atau tetap kurangnya alat bukti atau alat bukti

tidak kuat maka disebut discharge not amount to equitably (DNAA) maknanya

dibebaskan tetapi tidak sama dengan bebas murni dan dapat dipanggil kembali

apabila jaksa mempunyai alat bukti yang kuat dan telah dilengkapi. ”

Dalam kasus ini, bila tersangka yang ancaman hukuman mati dalam status DNAA

maka pemerintah akan mengambil tindakan untuk melakukan pemulangan ke Indonesia

karena bila jaksa menemukan alat bukti yang lengkap orang yang tetap di Malaysia akan
ditangkap kembali. Bila orang tersbut tidak mempunyai kesempatan lain maka harus di

pulangkan ke Indonesia agar kasusnya tidak diangkat kembali.

Pemerintah Indonesia jarang melakukan ekstradisi untuk kasus hukuman mati karena

kasus ini terkemudian banyak dan sifat hukumnya yang mandatori sehingga membuat sedikit

celah hukum untuk mengektradisi. Dalam hal lain, apabila pemerintah indonesia meminta

ekstradisi maka negara Malaysia juga akan meminta ekstradisi kembali apabila terjadi kasus

– kasus terhadap warga negaranya.

Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa jarangnya dilakukan ekstradisi oleh

pemerinttah indonesia. Ketika dilakukannya ektradisi maka hal yang akan berkaitan ialah

hubungan politik antar negara, hubungan ekonomi, hungan bilateral antar negara dan

hubungan yang berkaitan dengan tenaga kerja.

Selain ekstradisi ada langkah lain yakni meminta pengampunan. Pengampunan disini

maksudnya kebebasan yang diberikan oleh Yang Di Pertuan Agung untuk wilayah

Persekutuan dan wilayah – wlayah yang tidak terdapat Sultannya. Malaysia sendiri

mempunyai 13 negeri negara bagian (provinsi), untuk wilayah – wilayah yang mempunyai

Sultan mengajukan pengampunan kepada Sultannya. Apabila terjadi kasus di Kuala Lumpur

maka mengajukannya mekemudiani Yang Di Pertuan Agung sebagai kepala negara karena

Kuala Lumpur termasuk ke dalam wilayah federal (pemerintahan).

Pengampunan juga mempunyai proses dan beberapa jalur :

1. Dari Tersangka yang terancam hukuman mati membuat sendiri surat yang

ditulis tangan meminta pengampunan kepada Sultan atau Yang Di Pertuan

Agung.
2. Dari Pengalangkah tersangka kasus yang terancam hukuman mati membuat

surat pengampunan kepada Sultan atau Yang Di Pertuan Agung.

3. Dari Duta Besar meminta pengampunan kepada Sultan atau Yang Di Pertuan

Agung.

4. Dari Presiden meminta pengampunan kepada Yang Di Pertuan Agung (kepala

negara).

Hal tersebut dilakukan ketika sudah inkrah dan sudah putusan akhir di pengadilan yang

menyatakan bahwa tersangka dihukum dengan hukuman mati, pengajuan pengampunan

dilakukan oleh beberapa pihak yang mempunyai wewenang.

Dalam melakukan pengajuan dan pengampunan oleh kepala negara, kepala negara

mempunyai hak prerogratif. Hak Prerogratif ialah hak khusus atau hak istimewa yang ada

pada seseorang karena kedudukannya sebagai kepala negara misal memberi tanda jasa, gelar,

grasi dan amnesti kepada orang lain. Hak prerogratif juga ialah bukan kuasa dari hakim

melainkan kuasa dari Sultan dan Yang Dipertuan Agung atau Kepala Negara.

Hak prerogratif juga ada yang dikabulkan oleh Sultan atau Yang Dipertuan Agung dan

ada yang tidak dikabulkan, akan tetapi banyak pengampunan yang ditangguhkan oleh Sultan

dan Yang Dipertuan Agung, sehingga orang tersebut tidak dapat melakukan apapun.

Tersangka yang mendapatkan hak prerogratif dari Sultan atau Yang Dipertuan Agung

maka orang tersebut akan bebas murni dan bebas dari segala tuntutan hukum yang menimpa

kepada dirinya serta orang tersebut tidak dapat di hukum atau dijatuhi hukuman kepada

dirinya.
A. Efektivitas Penerapan Kebijakan Pemerintah Dalam Memberikan Bantuan

Hukum Kepada TKI

Negara Republik Indonesia mempunyai suatu sistem hukum yang berdaulat dan tidak

dapat diganggu gugat, Dasar Hukum Negara Republik Indonesia ialah UUD 1945 dimana

dasar hukum tersebut menjadi sumber dari segala sumber hukum. Hal ini menjadikan

pedoman kepada pemerintah untuk memberikan bantuan hukum kepada siapapun yang

membutuhkannya.

Dalam UU No. 16 pasal 2 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dilaksanakan

berdasarkan asas :

a. keadilan;

b. persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. keterbukaan;

d. efisiensi;

e. efektivitas; dan

f. akuntabilitas.

Selain berdasarkan asas, fungsi pemerintah dalam memberikan bantuan hukum kepada

WNI/TKI yang terancam hukuam mati mempunyai tujuan. Hal ini terdapat dalam uu no. 16

tahun 2011 pasal 3 yang berbunyi :

a. menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk

mendapatkan akses keadilan;

b. mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip

persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan selangkah

merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; dan


d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat dipertanggung jawabkan.

Pemerintah Indonesia mempunyai wewenang dalam membantu TKI yang

membutuhkan bantuan hukum sebagaimana yang dituangkan dalam UU No. 16 tahun 2011

tentang Bantuan Hukum dalam Pasal 4 yakni :

1) Bantuan Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang

menghadapi masalah hukum.

2) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah

hukum keperdataan, pibiaya, dan tata usaha negara baik litigasi maupun

nonlitigasi.

3) Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan

kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan

hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima Bantuan Hukum.

Bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah kepada TKI yang terancam hukuman

mati berupa bantuan materil dan formil. Bantuan materil berupa biaya administrasi yang

seluruhnya ditanggung oleh negara, bantuan formil berupa mengawal kasus hukum tersebut

dari awal sampai putusan di tingkat akhir.

Pemerintah Indonesia berupaya membantu agar hukuman TKI yang terancam hukuman

mati di Malaysia dapat di kurangi dengan langkah mekemudiani beberapa tahapan dan

proses. Pemerintah Malaysia sendiri mempunyai tingkatan peradilan, proses pengawalan

tersebut dilakukan sejak awal peradilan.

Tingkatan badan peradilan Malaysia, yakni :

a. Mahkamah Rendah

1. Mahkamah Penghulu

2. Mahkamah Majistret
3. Mahkamah Sekyen

b. Mahkamah Tinggi

1. Mahkamah Tinggi

2. Mahkamah Rayuan

3. Mahakamah Persekutuan

Mahkamah – mahkamah tersebut di lakukan seluruhnya oleh pemerintah Malaysia dan

di kawal oleh pemerintah Indonesia, sehingga membuat TKI yang terancam hukuman mati

merasa aman dan haknya terpenuhi sebagai warga negara Republik Indonesia.

Pemerintah Indonesia yang memberikan bantuan hukum kepada TKI yang terancam

hukuman mati telah berupaya dan mencoba agar hukuman tersebut dapat dikurangi sehingga

tidak menyebabkan terjadinya hukuman mati. Mekemudiani tahapan dan proses hukum yang

panjang pemerintah indonesia yang mengawal kasus hukuman mati ini mendapatkan titik

terang, sehingga terdapat kasus yang hukumannya dapat dikurangi.

Kebijakan – kebijakan yang diupayakan pemerintah dalam menyelesaikan kasus

hukuman mati telah mendapatkan hasil yang positif dan banyak hukuman yang sebelumnya

hukuman mati di turunkan menjadi Hukuman Penjara dan Bebas Dari Tuntutan Hukum.

Penanganan kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati, sehingga hukumannya

diturunkan menjadi Hukuman Penjara dan Bebas Dari Tuntutan Hukum pada tahun 2016

sebanyak 56 kasus dari jumlah kasus yang terancam hukuman mati sebanyak 190 kasus atau

sebanyak 33.92 % yang berhasil di selamatkan oleh Pemerintah Indonesia dari hukuman

mati. Jumlah tersebut meliputi 28 kasus turun hukuman penjara dan 28 kasus bebas dari

tuntutan hukum.
Data tersebut menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah Indonesia dalam upaya

menangani kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia sangatlah baik dan

bekerja sesuai dengan proses dan tahapan – tahapan yang ada. Pemerintah Indonesia telah

melakukan pemberian bantuan hukum kepada WNI/TKI yang terancam hukuman mati,

langkah – langkah yang dilakukan sudah efektif dan telah menghasilkan bukti sehingga

adanya kasus yang terselesaikan tetapi terdapat pula kasus yang tidak dapat diselesaikan.

Tidak sedikit kasus – kasus yang statusnya tetap ditangguhkan atau terancam dengan

hukuman mati tanpa adanya pengurangan atau grasi dari pemerintah Malaysia.

Kasus – kasus yang statusnya tetap ditangguhkan atau hukumannya menjadi hukuman

mati sebanyak 134 kasus, terdiri dari 5 jenis kasus yakni Narkotika sebanyak 98 kasus,

Pembunuhan sebanyak 31 kasus, Penculikan sebanyak 4 kasus, Perdagangan Senjata Api

Ilegal sebanyak 1 kasus.

Data tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia telah berupaya semaksimal

mungkin dalam memberikan bantuan hukum terhadap WNI/TKI yang terancam hukuman

mati di Malaysia, tetapi tidak dapat dipungkiri perbedaan hukum antara Indonesia dan

Malaysia mempunyai pengaruh yang sangat besar, hal ini dikarenakan untuk melakukan

pengawalan kasus terhadap WNI/TKI yang terancam hukuman mati harus mempunyai celah

hukum, sehingga mempermudah proses penyelesaian kasus oleh pemerintah Indonesia

mekemudiani bantuan hukum yang diberikan.

Kasus – kasus tersebut membuktikan bahwa sulitnya mencari celah hukum untuk

menyelesaikan kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Maka dari itu,

untuk mengetahui efektivitas penerapan kebijakan pemerintah dalam membantu WNI/TKI

yang terancam hukuman mati di Malaysia.


Efektivitas penerapan kebijakan pemerintah dalam membantu WNI/TKI yang terancam

hukuman mati di Malaysia dapat dilihat dengan langkah sebagai berikut :

a. Mengawal Kasus Hingga Selesai

Dalam memberikan bantuan hukum kepada WNI/TKI yang terancam

hukuman mati di Malaysia, maka pemerintah Indonesia melakukan pengawalan

kasus dari awal hingga selesai. Hal ini dilakukan sangat efektif dalam penanganan

kasus hukuman mati. Mekemudiani langkah ini pemerintah dapat mengetahui

kasus yang dihadapi dan dapat memberikan pengamanan kepada tersangka yang

terancam hukuman mati.

b. Memperhatikan Hak – Hak Tersangka Apakah Terpenuhi atau Tidak

Dalam hal ini pemerintah mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana

yang tertulis dalam UUD 1945 alinea ke 4. Pemerintah harus memperhatikan hak

– hak tersangka tersebut apakah terpenuhi atau tidak, sehingga hak dalam

hidupnya terpenuhi dan merasa aman.

c. Hak prerogratif

Hak Prerogratif ialah hak istimewa yang dimiliki oleh kepala negara. Hal

ini dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meminta kepada pemerintah

Malaysia mengenai kasus dan hukuman yang sedang di hadapi, apakah dapat

kurangi hukumannya dan bebas dari segala tuntutan hukum atau tidak di

tangguhkan.

d. Ekstradisi

Ekstradisi ialah sebuah proses dimana tersangka yang ditahan negara

diserahkan kepada negara asal tersangka untuk disidang sesuai perjanjian yang

bersangkutan. Untuk ekstradisi pemerintah indonesia jarang menggunakan


ekstradisi kepada negara Malaysia karena banyak faktor yang mempengaruhi

yakni faktor politik, perjanjian bilateral negara, ekonomi, dan ketenagakerjaan.

Apabila pemerintah Indonesia meminta ekstradisi kepada negara Malaysia

maka pemerintah Indonesia harus memenuhi ekstradisi yang diajukan oleh negara

Malaysia ketika mendaptkan kasus yang sama.

e. Yurisdiksi

Yurisdiksi ialah kewenangan untuk melaksanakan ketentuan hukum

nasional suatu negara yang berdaulat kepada negara lain. Yurisdiksi juga dapat

berlakunya hukum negara Indonesia di negara lain ketika negara tersebut

menyetujui hal ini.

Pemerintah indonesia tidak pernah melakukan yurisdiki kepada negara

Malaysia, karena apabila hal ini terjadi maka hal seperti ekstradisi juga akan

terjadi ketika negara indonesia meminta yurisdiksi kepada negara Malaysia.

Efektivitas penerapan kebijakan pemerintah dalam memberikan bantuan hukum kepada

WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia ialah telah dilakukan sesuai ketentuan

undang – undang, baik UU No 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, UU No. 13 tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No. 39 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia.
BAB VI
PENUTUP

Kesimpulan

Indonesia sebenarnya memiliki landasan hukum untuk mengatur perlindungan WNI,


termasuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Permenaker Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Pembenahan Sistem Pemukiman Kembali dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia, yang dasar hukumnya selanjutnya adalah Permenaker Permenaker Nomor 6.
Kewajiban melindungi seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik di dalam maupun di luar
negeri melibatkan beberapa instansi pemerintah dan swasta, yaitu: Kementerian Luar Negeri,
Kantor Menko Polhukam dan Menko Kesra, Kementerian Dalam Negeri , Kementerian
Hukum dan HAM, khususnya Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Tenaga Kerja dan
Imigrasi, Kementerian Sosial, Mabes Polri dan Ikatan Pekerja Migran Indonesia
(Kementerian Luar Negeri Indonesia, 2011) .
Terkhusus untuk perlindunga WNI yang berada di luar negeri, Kementerian Luar Negeri
(Kemenlu) beserta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) mendapat tanggung jawab
yang lebih besar dalam melindungi WNI Kewajiban tersebut sesuai dengan isi UU No.
(Undang-undang Nomor 37 tentang Hubungan Luar Negeri, 1999).
Bagi WNI yang menghadapi ancaman hukuman dan deportasi, Kemlu dan KBRI akan
“mencari langkah-langkah bantuan hukum dan kemanusiaan melalui sistem hukum yang
berlaku dan jalur diplomasi” untuk menjamin hak-hak WNI tersebut seperti asuransi,
jenazah , dll. Masalah seperti transportasi kembali ke Indonesia dan pemakaman yang layak
untuk WNI ini terpenuhi. Seluruh proses perlindungan, mulai dari membayar biaya penasehat
hukum, membeli obat-obatan, hingga memulangkan WNI ke Indonesia, tentu membutuhkan
dana yang sangat besar. Kedutaan Besar Indonesia menggunakan berbagai cara untuk
melindungi pekerja migran di luar negeri. KBRI juga menggunakan jalur hukum untuk
membantu pekerja migran Indonesia dalam menyelesaikan masalah hukum. Baik pendekatan
politik maupun hukum tidak lengkap tanpa meningkatkan pelayanan perwakilan Indonesia di
luar negeri.
Langkah-langkah diplomatik akan diambil ketika kasus warga negara Indonesia tersebut
akhirnya/diputuskan di Pengadilan Persemakmuran. Langkah diplomasi dilakukan dengan
mengirimkan surat dukungan permohonan grasi/pengampunan WNI kepada Yang Tuan
Agung. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia,
dimanapun mereka berada. Menurut UUD 1945, pemerintah berperan penting dalam menjaga
hak dan kewajiban warga negara. Kebijakan perlindungan ini penting untuk memberikan rasa
nyaman bagi warga negara yang menganggap kewarganegaraannya adalah bangsa Indonesia.
Perlindungan warga negara Indonesia sangat bergantung pada tindakan preventif dan represif.
Langkah selanjutnya adalah memberikan bantuan hukum dan kekonsuleran agar yang
bersangkutan diperlakukan secara adil sesuai dengan haknya. Saat ini, jumlah penduduk WNI
di tahun 2017 sebanyak 256.603.197 juta jiwa, sedangkan jumlah TKI di Malaysia mencapai
792.571 jiwa atau setara dengan 9,96% penduduk Indonesia yang bekerja di Malaysia.
Banyaknya tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri, sehingga pemerintah harus
memiliki sikap tegas untuk membuat masyarakat pekerja merasa aman dalam kehidupannya.
Tidak dalam hukum. Pasal 1 ayat 2 Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyatakan: “Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu menghasilkan barang dan/atau
jasa dengan kerja keras untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan kebutuhan
masyarakat”.Data perlindungan WNI/TKI KBRI Kuala Lumpur pada tahun 2016
menunjukan bahwa jumlah TKI di shelter KBRI Kuala Lumpur mencapai 1989 orang, total
ini terbagi antara TKI yang masuk shelter sebanyak 982 orang dan TKI yang keluar shelter
sebanyak 1007 orang. TKI yang keluar shelter ialah TKI yang meninggal, transfer instansi,
pulang, dan melarikan diri. Kasus – kasus yang terjadi terhadap WNI/TKI di shelter yang
diselesaikan mekemudiani KBRI Kuala Lumpur pada tahun 2016 sebanyak 1250 kasus dan
WNI/TKI yang mempunyai lebih dari 1 kasus sebanyak 1072 kasus. Kasus – kasus tersebut
meliputi kasus Keimigrasian sebanyak 60 kasus, Ketenagakerjaan sebanyak 732 kasus,
Pibiaya sebanyak 142 kasus, Perdata jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan
Hukum selangkah hanya-hanya kepada Penerima Bantuan Hukum. 2. Penerima Bantuan
Hukum ialah orang atau kelompok orang sebanyak 2 kasus, Non Hukum/ lain-lain sebanyak
314 kasus. Dalam undang-undang no. 16 Perkara 1 Tahun 2011 tentang Bantuan Guaman
iaitu: . 1. Bantuan guaman adalah miskin. 3. Lembaga bantuan guaman adalah lembaga
bantuan guaman atau organisasi masyarakat yang memberikan layanan bantuan guaman
sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini. 4. Menteri adalah Menteri yang
bertanggungjawab mengatur urusan kerajaan dalam bidang undang-undang dan hak asasi
manusia. 5. Piawaian Bantuan Guaman adalah garis panduan yang disediakan oleh Menteri
untuk penyampaian bantuan guaman. 6. Kod etika untuk peguam ialah kod etika yang
terpakai kepada peguam yang digubal oleh organisasi profesional untuk peguam. Dasar
hukum inilah yang membuat banyaknya WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia.
“orang dari Indonesia diberikan suatu perjalanan gratis ke Malaysia dan orang tersebut hanya
disuruh untuk membawa tas yang isinya yakni narkotika tetapi orang tersebut tidak
mengetahui isi barang tersebut. “ Malaysia membuat undang – undang bukan dibuat
maksimal hukuman tetapi harus dihukum dan harus mengikuti mandatori undang – undang
sehigga hakim seperti kaca mata kuda tidak dapat munggunakan kewenangan hakim. Akan
tetapi, komisi HAM Malaysia meminta kepada parlemen dan perbiaya menteri untuk
mengkaji ulang dan memberikan kewenangan kepada hakim dalam menjatuhi hukuman
kepada tersangka yang terancam hukuman mati.”. Kasus WNI/TKI yang terancam hukuman
mati pada tahun 2016 di Malaysia sebanyak 190 kasus, jumlah tersebut ialah jumlah akhir
pada ketika perhitungan dilakukan. “ Hukuman mati dapat di berikan bila terbukti bersalah
dan jatuhnya hukuman mati tersebut bila terbukti menurut jaksa, tugas pengalangkah sendiri
dalam kasus tersebut ialah untuk mencari celah hukum dalam kasus tersebut maknanya
dugaan dari jaksa tersebut tidak terbukti benar maka Perkaranya equitably atau bebas murni
dan/atau tetap kurangnya alat bukti atau alat bukti tidak kuat maka disebut discharge not
amount to equitably (DNAA) maknanya dibebaskan tetapi tidak sama dengan bebas murni
dan dapat dipanggil kembali apabila jaksa mempunyai alat bukti yang kuat dan telah
dilengkapi. Dalam kasus ini, bila tersangka yang ancaman hukuman mati dalam status DNAA
maka pemerintah akan mengambil tindakan untuk melakukan pemulangan ke Indonesia
karena bila jaksa menemukan alat bukti yang lengkap orang yang tetap di Malaysia akan
ditangkap kembali. Bila orang tersbut tidak mempunyai kesempatan lain maka harus di
pulangkan ke Indonesia agar kasusnya tidak diangkat kembali. Pemerintah Indonesia jarang
melakukan ekstradisi untuk kasus hukuman mati karena kasus ini terkemudian banyak dan
sifat hukumnya yang mandatori sehingga membuat sedikit celah hukum untuk mengektradisi.
Dalam hal lain, apabila pemerintah indonesia meminta ekstradisi maka negara Malaysia juga
akan meminta ekstradisi kembali apabila terjadi kasus – kasus terhadap warga negaranya. Hal
inilah yang menjadi penyebab mengapa jarangnya dilakukan ekstradisi oleh pemerinttah
indonesia. Pengampunan disini maksudnya kebebasan yang diberikan oleh Yang Di Pertuan
Agung untuk wilayah Persekutuan dan wilayah – wlayah yang tidak terdapat Sultannya.
Malaysia sendiri mempunyai 13 negeri negara bagian (provinsi), untuk wilayah – wilayah
yang mempunyai Sultan mengajukan pengampunan kepada Sultannya. Dalam melakukan
pengajuan dan pengampunan oleh kepala negara, kepala negara mempunyai hak prerogratif.
Hak prerogratif juga ialah bukan kuasa dari hakim melainkan kuasa dari Sultan dan Yang
Dipertuan Agung atau Kepala Negara. Tersangka yang mendapatkan hak prerogratif dari
Sultan atau Yang Dipertuan Agung maka orang tersebut akan bebas murni dan bebas dari
segala tuntutan hukum yang menimpa kepada dirinya serta orang tersebut tidak dapat di
hukum atau dijatuhi hukuman kepada dirinya. Negara Republik Indonesia mempunyai suatu
sistem hukum yang berdaulat dan tidak dapat diganggu gugat, Dasar Hukum Negara
Republik Indonesia ialah UUD 1945 dimana dasar hukum tersebut menjadi sumber dari
segala sumber hukum. Hal ini menjadikan pedoman kepada pemerintah untuk memberikan
bantuan hukum kepada siapapun yang membutuhkannya. Dalam UU No. 16 pasal 2 tahun
2011 tentang Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas :. Selain berdasarkan asas,
fungsi pemerintah dalam memberikan bantuan hukum kepada WNI/TKI yang terancam
hukuam mati mempunyai tujuan. d. mewujudkan peradilan yang efektif, efisien, dan dapat
dipertanggung jawabkan. Pemerintah Indonesia mempunyai wewenang dalam membantu TKI
yang membutuhkan bantuan hukum sebagaimana yang dituangkan dalam UU No. 1) Bantuan
Hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang menghadapi masalah hukum. 2)
Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah hukum keperdataan,
pibiaya, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi. 3) Bantuan Hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili,
membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima
Bantuan Hukum. Bantuan hukum yang diberikan oleh pemerintah kepada TKI yang terancam
hukuman mati berupa bantuan materil dan formil. Pemerintah Indonesia berupaya membantu
agar hukuman TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia dapat di kurangi dengan
langkah mekemudiani beberapa tahapan dan proses. Pemerintah Malaysia sendiri mempunyai
tingkatan peradilan, proses pengawalan tersebut dilakukan sejak awal peradilan. Pemerintah
Indonesia yang memberikan bantuan hukum kepada TKI yang terancam hukuman mati telah
berupaya dan mencoba agar hukuman tersebut dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan
terjadinya hukuman mati. Mekemudiani tahapan dan proses hukum yang panjang pemerintah
indonesia yang mengawal kasus hukuman mati ini mendapatkan titik terang, sehingga
terdapat kasus yang hukumannya dapat dikurangi. Penanganan kasus WNI/TKI yang
terancam hukuman mati, sehingga hukumannya diturunkan menjadi Hukuman Penjara dan
Bebas Dari Tuntutan Hukum pada tahun 2016 sebanyak 56 kasus dari jumlah kasus yang
terancam hukuman mati sebanyak 190 kasus atau sebanyak 33.92 % yang berhasil di
selamatkan oleh Pemerintah Indonesia dari hukuman mati. Jumlah tersebut meliputi 28 kasus
turun hukuman penjara dan 28 kasus bebas dari tuntutan hukum. Data tersebut menunjukkan
bahwa kinerja Pemerintah Indonesia dalam upaya menangani kasus WNI/TKI yang terancam
hukuman mati di Malaysia sangatlah baik dan bekerja sesuai dengan proses dan tahapan –
tahapan yang ada. Tidak sedikit kasus – kasus yang statusnya tetap ditangguhkan atau
terancam dengan hukuman mati tanpa adanya pengurangan atau grasi dari pemerintah
Malaysia. Kasus – kasus yang statusnya tetap ditangguhkan atau hukumannya menjadi
hukuman mati sebanyak 134 kasus, terdiri dari 5 jenis kasus yakni Narkotika sebanyak 98
kasus, Pembunuhan sebanyak 31 kasus, Penculikan sebanyak 4 kasus, Perdagangan Senjata
Api Ilegal sebanyak 1 kasus. Kasus – kasus tersebut membuktikan bahwa sulitnya mencari
celah hukum untuk menyelesaikan kasus WNI/TKI yang terancam hukuman mati di
Malaysia. Maka dari itu, untuk mengetahui efektivitas penerapan kebijakan pemerintah dalam
membantu WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia. Dalam memberikan bantuan
hukum kepada WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia, maka pemerintah
Indonesia melakukan pengawalan kasus dari awal hingga selesai. Mekemudiani langkah ini
pemerintah dapat mengetahui kasus yang dihadapi dan dapat memberikan pengamanan
kepada tersangka yang terancam hukuman mati. Dalam hal ini pemerintah mempunyai tugas
dan wewenang sebagaimana yang tertulis dalam UUD 1945 alinea ke 4. Hak Prerogratif ialah
hak istimewa yang dimiliki oleh kepala negara. Ekstradisi ialah sebuah proses dimana
tersangka yang ditahan negara diserahkan kepada negara asal tersangka untuk disidang sesuai
perjanjian yang bersangkutan. Yurisdiksi ialah kewenangan untuk melaksanakan ketentuan
hukum nasional suatu negara yang berdaulat kepada negara lain. Yurisdiksi juga dapat
berlakunya hukum negara Indonesia di negara lain ketika negara tersebut menyetujui hal ini.
Efektivitas penerapan kebijakan pemerintah dalam memberikan bantuan hukum kepada
WNI/TKI yang terancam hukuman mati di Malaysia ialah telah dilakukan sesuai ketentuan
undang – undang, baik UU No 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, UU No. 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, dan UU No.
DAFTAR PUSTAKA

Data perlindungan Fungsi Konsuler WNI / TKI KBRI Kuala Lumpur, M. (n.d.).

Fauziyyah, A., & Windiani, R. (2020). Diplomasi Indonesia dalam Penanganan Kasus
Wilfrida Soik di Malaysia Tahun 2010-2015. Jurnal FISIP Universitas Diponegoro,
20-25.

Holsti, K. J. (1987). Foreign Relations International Relations. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.

KBRI Kuala Lumpur. (2010). Retrieved from Press Release WNI yang Berada dalam
Tahanan/Penjara Malaysia.

Kementerian Luar Negeri Indonesia. (2011, 08 14). Retrieved from Pelayanan Publik:
http://www.kemlu.go.id/Pages/ServiceDisplay.aspx?IDP=1&l=id

Maksum, A. (2017). Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Hubungan Indonesia-Malaysia Era
Jokowi. Jurnal PIR, Volume 2, No. 1.

Plano C, J., & Roy, O. (n.d.). Kamus Hubungan Internasional. Bandung: Abardin.

Satyanugra, Y. L., & Susiatiningsih, H. (2021). Kerjasama Pemerintah Indonesia dan


Malaysia dalam Menangani Permasalahan TKI Ilegal. Journal of International
Relations, Vol. 7, No. 4.

Undang-undang Nomor 37 tentang Hubungan Luar Negeri. (1999).

Zida, A. (2019). Diplomasi Indonesia dalam Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di
Malaysia Tahun 2016-2017. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 05-20.

Anda mungkin juga menyukai