Ppt-Kel.3-Legitimasi Dan Komunikasi Kebijakan Pendidikan
Ppt-Kel.3-Legitimasi Dan Komunikasi Kebijakan Pendidikan
KOMUNIKASI
KEBIJAKAN
External Factor
TAHAPAN ANALISIS Short term EVALUASI Internal Factor
KEBIJAKAN PENDIDIKAN Long term Strengths
POSISI LEGITIMASI DAN KOMUNIKASI KEBIJAKAN Weaknesses
RUMUSAN MASALAH
01 02 03 04 05
01 02 03
Legitimasi menghantarkan pada Menghadirkan kestabilan politik dan Mengatasi masalah lebih cepat,
otorisasi perubahan sosial memiliki pengakuan & kepercayaan
dari masyarakat
PROSES LEGITIMASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
(Madjid, 2018)
NEGOSIASI-
KEBIJAKAN - MUSYAWARAH
SISTEM
RAKYAT MUFAKAT VOTING
Suatu kebijakan yang telah Saling mengadakan negosiasi. Di Indonesia, jika tidak
dirumuskan akan dimintakan Musyawarah yang dilakukan mungkin mencapai
pendapat secara langsung kepada oleh para wakil rakyat kesepakatan, maka voting
rakyat melalui tokoh-tokoh ahli diupayakan mencapai dengan menggunakan suara
dan tokoh non-formal atau tokoh kemufakatan sehingga dalam terbanyak dianggap sebagai
kunci di masyarakat dari berbagi permusyawaratan tidak ada jalan terakhir.
lini sektor dan bidang. kelompok mayoritas ataupun
minoritas.
KOMUNIKASI
KEBIJAKAN
PENDIDIKAN
Komunikasi Kebijakan Pendidikan
Pengertian
yang berarti ‘membuat sama’ (to make Lorem Ipsum simply dummy text of the
typesetting industry.
common).
(Rusdiana, 2021)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa
Konsistensi (consistency)
untuk memelihara persepsi, memantapkan arah implementasi serta
mempertahankan sikap implementator terhadap kebijakan, sehingga sampai pada
pencapaian kinerja kebijakan yang diharapkan.
Komunikan yang heterogen dalam hal tingkatan pendidikan, perbedaan etnik, kepercayaan dan agamanya.
Komunikan memiliki pengetahuan sebelumnya yang berbeda tentang pesan-pesan kebijakan yang
disampaikan, sehingga komunikan cenderung lebih selektif dalam menerima kebijakan yang disampaikan.
Hal tersebut berdampak juga pada penerimaan kebijakan yang tidak utuh dan menyebabkan kelirunya
pemahaman seseorang.
Serta, komunikan memiliki pemikiran dan kreativitas sendiri terkait implementasi kebijakan.
Contoh Kasus Komunikasi Kebijakan Pendidikan
Pada tahun 2001, bupati Jembrana, Bali memerintahkan agar setiap sekolah negeri di Jembrana tidak boleh memungut
biaya pendidikan dari siswa. Namun, kebijakan tersebut dilaksanakan tanpa adanya bentuk peraturan legal-formal untuk
dijadikan sebagai dasar hukum yang bersifat formal. Kebijakan tersebut hanya berupa instruksi-instruksi dari bupati
kepada kepala dinas, dan terus kejenjang administrasi ke bawahnya hingga ke tingkat sekolah, dan disampaikan secara
langsung kepada masyarakat. Kebijakan langsung dijalankan, dan diawasi secara ketat melalui kunjungan Bupati ke
sekolah-sekolah. Selama tahun 2001-2002, kebijakan tersebut berjalan dan tidak ada pertentangan, bahkan ketiadaan
kebijakan formal sebagai payung hukum, tidak menjadi isu politik bagi DPRD saat itu. Setelah dua tahun berturut-turut,
barulah Bupati mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 24 tahun 2003 Tentang Pembebasan Iuran Wajib pada SD, SLTP,
SMU, dan SMK Negeri di Kabupaten Jembrana, yang ditanda-tangani pada 22 Januari 2003. Selanjutnya tahun 2006
diterbitkan Perda No. 10/2006 tentang Subsidi Biaya Pendidikan pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK Negeri di Kabupaten
Jembrana (Tilaar & Nugroho, 2016).
Analisis Kasus: Kebijakan tidak boleh memungut biaya pendidikan dari siswa diimplementasikan selama dua tahun
tanpa adanya proses formulasi kebijakan yang matang dan tidak dilegitimasi. Komunikasi kebijakan tersebut hanya
berupa instruksi-instruksi, sehingga standar operasional prosedur kebijakan tidak jelas diterima oleh semua lapisan
atau jenjang di bawahnya. Selain standar implementasi, standar pengawasan dan evaluasi kebijakan juga tidak
dijelaskan sehingga menghambat tujuan diberlakukannya kebijakan dan kebijakan bersifat tidak kuat karena tidak
adanya payung hukum.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menerapkan kebijakan siswa SMA di Kota Kupang untuk masuk jam 05.00 pagi
mulai Senin (27/2/2023). Kebijakan tersebut berdasarkan instruksi Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat yang terekam dan
viral di media sosial dan mendapat penolakan dari berbagai kalangan masyarakat, seperti Federasi Serikat Guru Indonesia
(FSGI) yang dengan tegas meminta kebijakan tersebut dibatalkan, karena tidak berlandaskan kajian ilmiah dan minim
partisipasi pakar dan orang tua murid. Menanggapi viral video pernyataannya, Viktor kembali mengklarifikasi usulan tersebut
melalui akun Instagram pribadinya (@viktorbungtilulaiskodat). Ia mengatakan, hanya dua SMA yang menerapkan jam masuk
sekolah pukul 05.00 WITA. Menurut Viktor, dua sekolah tersebut adalah SMA 1 dan SMA 6. Sekolah tersebut memiliki
kemampuan dan dinilai sanggup menerapkan aturan baru dalam mencetak siswa unggulan. Pihak orang tua baru mendapat
surat pemberitahuan dari pihak sekolah setelah dua hari kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi itu berjalan. Kebijakan sekolah
jam 05.00 pagi yang ditetapkan oleh mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat akhirnya dicabut pada
Jumat (22/9/2023) oleh Penjabat (Pj) Gubernur NTT Ayodhia Gehak Lakunamang Kalake. Setelah itu, maka semua jam sekolah
di SMA Kota Kupang kembali masuk sekolah seperti biasa.
Analisis Kasus: Kebijakan siswa SMA masuk jam 05.00 pagi tidak melalui formulasi atau perumusan yang matang dan
tanpa adanya proses legitimasi yang mengikutsertakan para pakar, tokoh pendidikan, masyarakat, dan orang tua murid.
Kebijakan tersebut diimplementasikan tanpa dikomunikasikan kepada masyarakat. Selain itu, pada kasus tersebut juga
menekankan bahwa media massa salah satu unsur penting dalam penyampaian (transmisi) kebijakan memiliki kekuatan
yang besar, sehingga kebijakan tersebut mendapatkan banyak penolakan tidak hanya di NTT namun juga di seluruh
Indonesia. Permasalahan komunikasi kebijakan tersebut disebabkan oleh kebijakan itu sendiri yang tidak dirumuskan
dengan jelas, sehingga komunikan tidak dapat menerima pesan kebijakan tersebut dengan baik.
KESIMPULAN
Kebijakan pendidikan yang telah dibentuk sangat penting untuk disahkan atau di legitimasi.
Legitimasi kebijakan pendidikan adalah salah satu tahapan yang dilakukan setelah perumusan kebijakan dan sebelum
implementasi kebijakan pendidikan yang menyangkut pemberian kewenangan untuk memberikan usulan kebijakan dan
kewenangan untuk melaksanakan kebijakan yang disahkan secara hukum.
Legitimasi merupakan gerbang awal pelaksanaan kebijakan baru. Dengan selesainya tahap legitimasi maka suatu
kebijakan pendidikan dinilai mampu dan pantas dilaksanakan dalam spektrum yang luas.
Setelah dilegitimasi, kebijakan pendidikan perlu dikomunikasikan kepada masyarakat agar kebijakan tersebut dapat
dipahami dengan jelas dan diterima oleh masyarakat.
SARAN
Hasbullah, M. (2015). Kebijakan Pendidikan: Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Depok: RajaGrafindo
Persada.
Roihanah, Setiawan, F., Setianto, E., & Istinganah. (2022). Legitimasi dan Komunikasi Kebijakan Pendidikan. Jurnal Education and Development,
94-99.
Tilaar, H., & Nugroho, R. (2016). Kebijakan Pendidikan Pengantar Untuk Memenuhi Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.