Jelaskan pula
keunggulan kedua sistem tersebut.
Kandidat dipilih dari antara karyawan yang sudah bekerja dengan organisasi, yaitu
menghadirkan karyawan atau dari mereka yang bekerja di organisasi di masa lalu yaitu
mantan karyawan yang meninggalkan pekerjaan secara sukarela tetapi mereka berencana
untuk kembali.
Ini juga termasuk mantan karyawan, yang ingin dipekerjakan kembali oleh
perusahaan.
Jika HRD mengambil kandidat dari luar perusahaan, HRD harus menganggarkan
biaya rekrutmen dan menyeleksi lamaran yang masuk. Tentu hal ini akan memakan waktu.
Namun, dengan rekrutmen internal, HRD lebih hemat biaya dan tidak
membutuhkan waktu lama untuk mencari orang yang pas dan sesuai.
Umumnya rekrutmen internal digunakan mengisi posisi yang lebih tinggi (Employee
Succession), dimana karyawan yang mengisi posisi tersebut adalah karyawan staff biasa.
Karena berhasil naik jabatan dan mengisi posisi yang lebih baik, hal tersebut akan
membantu peningkatan employee engagement.
Rekrutmen Eksternal mengacu pada rekrutmen di mana para kandidat dipilih dari
luar organisasi. Selain bakat, yang ada di dalam organisasi, sumber ini melibatkan
penggunaan metode yang akan membantu untuk mencari tahu karyawan terbaik yang
berada di luar organisasi.
Namun, ini adalah tugas yang sulit, tetapi memiliki dampak yang sangat positif
dibandingkan dengan rekrutmen internal.
Prosesnya cukup memakan waktu dan juga lambat karena sejumlah langkah yang
terlibat di dalamnya, tetapi membantu organisasi untuk memburu kandidat terbaik di antara
daftar panjang kandidat.
Selain itu, dalam sumber rekrutmen ini membuat keprihatinan, secara terbuka
memilih talenta teratas dengan mempertimbangkan berbagai parameter seperti
keterampilan, kemampuan, kualifikasi, pengalaman, dan lain sebagainya.
Semakin banyak orang baru yang terlibat, semakin banyak ide-ide segar yang
dihasilkan. Para karyawan baru dapat meyumbangkan keterampilan, pengetahuan,
dan kemampuan yang belum ada di perusahaan. Maka perusahaan dapat
melahirkan berbagai metode bisnis yang lebih inovatif dan kreatif.
3. yaitu kebijakan-kebijakan
personalia, sumber
perekrutan, serta
karakteristik dan
4. perilaku perekrutan (Noe ,
et al., 2007). Secara rinci
ketiga aspek dapat dilihat
dari
5. gambar Berikut:
6. yaitu kebijakan-kebijakan
personalia, sumber
perekrutan, serta
karakteristik dan
7. perilaku perekrutan (Noe ,
et al., 2007). Secara rinci
ketiga aspek dapat dilihat
dari
8. gambar Berikut:
9. yaitu kebijakan-kebijakan
personalia, sumber
perekrutan, serta
karakteristik dan
10. perilaku perekrutan
(Noe , et al., 2007). Secara
rinci ketiga aspek dapat
dilihat dari
11. gambar Berikut:
Secara umum perusahaan harus membuat keputusan dalam tiga area perekrutan, yaitu
kebijakan – kebijakan personalia, sumber perekrutan, serta karakteristik dan perilaku
perekrut.
D. Imej Advertensi
Disamping mengiklankan pembukaan lowongan pekerjaan tertentu, pada umumnya
perusahaan juga mengiklankan dirinya sebagai tempat kerja yang bagus untuk
bekerja. Desain advertensi dalam menciptakan kesan umum organisasi yang bagus
adalah imej advertensi. Imej advertensi penting khususnya bagi organisasi –
organisasi dalam pasar tenaga kerja yang berkompetensi tinggi yang memiliki
presepsi bahwa dirinya mempunyai imej yang tidak baik.
2. Sumber Perekrutan
Aspek kritis lain dari strategi perekrutan organisasi adalah keputusan tentang dimana
tempat mendapatkan pelamar. Pada dasarnya pasar tenaga kerja total adalah
terbentang luas diseluruh permukaan bumi. Namun untuk kepentingan perusahaan
praktis sebuah perusahaan hanya akan mengambil sebagian saja dari pasar tenaga kerja
total. Metode yang dipilih organisasi untuk mengkomunikasikan kebutuhan tenaga
kerjanya dan memilih audien sasarannya akan menentukan ukuran dan sifat pasar
tenaga kerja, tempat dimana organisasi akan mengisi lowongan pekerjaannya. Contoh,
orang yang merespon iklan memlalui internet mungkin akan berbeda dengan orang yang
merespon iklan pekerjaan melalui internet mungkin akan berbeda dengan orang yang
merespon pengumuman yang tergantung diluar pabrik. Sumber utama tempat
organisasi melakukan perekrutan meliputi sumber internal dan eksternal.
A. Sumber Internal
Sumber internal adalah karyawan yang saat ini sedang memegang jabatan lain di
organisasi. Karyawan yang akan mengisi lowongan kerja diambil dari dalam
perusahaan, yakni dengan cara memutasikan atau memindahkan karyawan yang
memenuhi spesifikasi pekerjaan jabatan itu. Perusahaan dapat merekrut karyawan
yang ada pada saat ini melalui job posting, yaitu proses mengkomunisasikan
informasi tentang lowongan jabatan pada papan bulletin karyawan, internet
korporat, atau tempat lain dimana organisasi biasa berkomunkasi dengan karyawan.
Kebijakan yang menekankan pada promosi dan bahkan perpindahan secara lateral
untuk memperoleh pengalaman karier yang lebih luas dapat memberikan kepada
pelamar suatu impresi yang bagus bagi jabatan – jabatan di perusahaan.
B. Sumber Eksternal
Sumber eksternal adalah karyawan yang mengisi jabtan/posisi kosong di perusahaan
yang berasal dari sumber – sumber tenaga kerja diluar perusahaan. Beberapa
metode perekrutan secara eksternal meliputi : pelamar langsung dan referral
(refrensi karyawan), advertensi (iklan), lembaga pendidikan (sekolah / universitas),
web.
A. Karakteristik Perekrut
Karakteristik perekrut pada derajat tertentu dapaat berpengaruh terhadap pilihan –
pilihan jabatan pada pelamar maka perusahaan perlu menentukan apakah
pelaksanaan perekrutan diperusahannya adalah spesialis SDM atau pakar pada
jabatan tertentu (yaitu, mereka yang pada saat ini memegang jenis jabatan yang
sama, atau supervise orang – orang yang memegang jabatan). Pada pelamar memliki
presepsi bahwa spesialis SDM kurang kredibel sehingga mereka kurang tertarik
kepada jabatan dimana para perekrutnya adalah spesialis SDM. Oleh karena itu,
para spesialis SDM perlu mengambil langkah – langkah ekstra untuk meyakinkan
bahwa pada pelamar melihat diri mereka sebagai pakar dalam perekrutan dan dapat
dipercaya.
B. Perilaku Perekrut
Hasil dari suatu proses perekrutan tidak hanya dipengaruhi oleh cukup banyaknya
informasi yang diberikan kepada calon, tetapi juga kebeneran informasi yang
disediakan. Oleh karena tugas dari para perekrut adalah bagaimana dapat menarik
para calon pelamar untuk bersedia melamar lowongan pekerjaan yang ditawarkan
maka seringkali mereka bertindak dengan melebihkan segi positif dari lowongan
yang ditawarkan dan menutupi segi negative / kelemahannya. Hal ini karena pada
umumnya para pelamar sangat sensitive dengan informasi yang negative. Namun
demikian, jika perekrut terlalu menonjolkan segi positifnya saja maka pelamar dapat
terkecoh dan terpikat untuk menerima jabatan yang salah dipresepsikan tersebut.
Ini akan menimbulkan ketidakpuasan terhadap karyawan karena kenyataan tida
sesuai dengan harapan dan pada gilirannya kan meningkatkan angka perputaran
karyawan. Dengan demikian dapat dikatakan jika perekrut menjelaskan jabatan yang
ditawarkan secara tidak realistic, maka akhirnya akan menimbulkan
ketidakpercayaan orang – orang yang telah menerima tawaran jabatan tersebut dan
menganggap perusahaan telah membuat kebohongan.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam
kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan
mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai
tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga
berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep
tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha
memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat
pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan
sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang
diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu
yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin
berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan
bahwa :
a) Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
b) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun
telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang
berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan
kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan
yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide
melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang
berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri
melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga
ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan
moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan
umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang
berprestasi rendah.
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R =
Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan
Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori
Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep
Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow.
Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
a) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk
memuaskannya;
b) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila
kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
c) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar
keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya,
karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang
dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.