Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH APRESIASI PUISI

ANALISIS PUISI BERJUDUL “JAMAAH KORUPSI” KARYA TENGSOE TJAHJONO


TAHUN 2020

Dosen Pengampu : Dr. Titik Indarti, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Alfiana Azizah Anas 22020074081


2. Lidiya Mushiyam N. 22020074091
3. Adila Kurnia F. 22020074097
4. Ivana Novelia 22020074100
5. M. Andy Arifin 22020074113
6. Natasya Permata Dewi 22020074119

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman kuno, mengapresiasi seni telah menjadi aspek penting dalam keberadaan
manusia. Emosi, pengalaman, dan pemikiran manusia tercermin dalam seni dalam berbagai cara.
Puisi adalah salah satu genre kreatif yang paling mendalam dan penuh emosi. Puisi adalah
bentuk pilihan dan susunan kata kreatif yang luar biasa yang memungkinkan seseorang
menggambarkan dunia. Memahami dan mengapresiasi karya seni, khususnya puisi, merupakan
prasyarat apresiasi seni. Hal ini memerlukan kesadaran terhadap topik, metode, dan lingkungan
sosial yang melingkupi produksi karya seni.

Puisi memungkinkan pembaca untuk menggali lebih dalam makna yang dimaksudkan
penyair dalam kata-katanya. Hal ini dimungkinkan melalui apresiasi seni. Memahami gaya,
gambaran, dan makna yang dimaksudkan penyair diperlukan untuk ini. Mengetahui makna di
balik setiap kata, melihat keindahan dalam puisi, dan menyelami perasaan yang ingin
diungkapkan penyair, semua itu dimungkinkan dengan mengapresiasi seni. Selain itu, ini
memungkinkan kita untuk lebih memahami puisi dengan menghubungkannya dengan kehidupan,
sejarah, dan latar budaya penyair.

Apresiasi seni dan puisi sangat erat kaitannya karena apresiasi seni memungkinkan kita
mengapresiasi keindahan puisi dan maknanya yang lebih dalam. Kita akan lebih menerima
pengalaman dan cita-cita yang diungkapkan dalam puisi seiring mengembangkan apresiasi kita
terhadap seni. Akibatnya, mengapresiasi seni memungkinkan kita terhubung dengan puisi,
menyelidiki perasaan dan gagasan yang diungkapkannya, serta merasakan kekayaan dan
kerumitannya.

Puisi menjadi lebih dari sekedar kata-kata di atas kertas ketika seseorang mengapresiasi
seni; itu menjadi aliran emosi, ide, dan kehidupan manusia yang dilestarikan dengan cara yang
paling indah. Kita dapat mengapresiasi kedalaman puisi pada tingkat yang lebih dalam,
mengakui signifikansinya dalam masyarakat manusia, dan menghubungkannya dengan
pengalaman kita sendiri melalui apresiasi seni. Oleh karena itu, puisi dan apresiasi seni saling
terkait erat karena keduanya meningkatkan pemahaman dan kenikmatan kita terhadap seni dalam
segala bentuknya.

Berdasarkan hal tersebut, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengapresiasi suatu
karya puisi berjudul “Jamaah Korupsi” oleh Tengsoe Tjahjono pada tahun 2020. Pembaca diajak
untuk menilik sekaligus menyelami puisi tersebut mulai dari judul, latar, kata ganti, majas, baris
dan bait, tipografi dan enjambemen, serta makna dan amanat yang terdapat pada puisi karya
Tengsoe Tjahjono tahun 2020 yang berjudul “Jamaah Korupsi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka ditentukan beberapa pokok permasalahan


sebagai berikut.

1. Bagaimana judul dalam puisi “Jamaah Korupsi”karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020?
2. Bagaimana latar dalam puisi “Jamaah Korupsi”karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020?
3. Bagaimana kata ganti dalam puisi “Jamaah Korupsi”karya Tengsoe Tjahjono tahun
2020?
4. Bagaimana majas dalam puisi “Jamaah Korupsi”karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020?
5. Bagaimana baris dan bait dalam puisi “Jamaah Korupsi”karya Tengsoe Tjahjono tahun
2020?
6. Bagaimana tipografi dan enjambemen dalam puisi “Jamaah Korupsi”karya Tengsoe
Tjahjono tahun 2020?
7. Bagaimana makna dan amanat dalam puisi “Jamaah Korupsi”karya Tengsoe Tjahjono
tahun 2020?

1.3 Tujuan

Berlandaskan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui dan memahami :

1. Judul Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020.


2. Latar Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020.
3. Kata ganti Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020.
4. Majas Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020.
5. Baris dan bait Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020.
6. Tipografi dan enjambemen Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020.
7. Makna dan amanat Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Analisis Judul Puisi “Jamaah Korupsi”

Menurut KBBI, judul adalah nama yang diberikan pada suatu buku atau karya yang
secara halus dapat menyampaikan maksud atau tujuan dari buku atau bab tersebut. Selain itu,
judul juga mengacu pada kepala esai, kadang disebut dengan judul (cerita, drama, dll). Disebut
kepala esai karena muncul di awal makalah. Judul merupakan pencerminan singkat mengenai
suatu topik yang diangkat dalam suatu karya sastra, menurut definisi yang diberikan oleh KBBI.
Lebih lanjut, istilah tersebut, menurut Aminudin, menunjuk pada gagasan sentral suatu
percakapan atau dongeng. dan percakapan serta narasi yang dihasilkan oleh surat wasiat akan
diukur berdasarkan judulnya.

Fitur yang membedakan judul dari tema dan topik adalah kemampuannya
membangkitkan rasa ingin tahu pembaca. Judul yang menarik dapat menarik pembaca dan
membangkitkan minat mereka terhadap topik atau isu yang sedang dibahas. Cakupan judul lebih
terbatas dan terfokus. Tema dan topik juga disarankan oleh judul. Judul sebuah artikel
mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkat perhatiannya. Seringkali judul yang
berbeda (atau kata, atau susunan kata, meskipun maknanya tetap sama) dapat menghasilkan hasil
yang berbeda.

Perpaduan dua tema yang memiliki konotasi sosial dan politik yang signifikan dalam
judul puisi "Jamaah Korupsi" karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020 menarik perhatian pada karya
tersebut. Ketika mengacu pada individu atau kelompok yang memiliki nilai atau tujuan yang
sama, misalnya dalam lingkungan agama atau politik, istilah "jamaah" sering digunakan.
Loyalitas dan kesetiaan kelompok diasosiasikan dengan kata ini.

Sedangkan istilah "korupsi" menggambarkan perilaku tidak bermoral atau melanggar


hukum di lingkungan publik, swasta, atau pemerintahan yang sering kali mengakibatkan
penyalahgunaan wewenang atau dana. Masalah besar yang merugikan masyarakat dan
perekonomian adalah korupsi.

Jika kedua istilah ini digabungkan menjadi sebuah judul "Jamaah Korupsi", hal ini dapat
merujuk pada gagasan atau keadaan di mana kumpulan orang atau individu yang seharusnya
dipersatukan oleh kesetiaan atau tujuan malah bertindak tidak etis atau korup. Istilah ini bisa
berarti bahwa, dalam lingkungan tertentu, terdapat kelompok atau orang yang seharusnya
berperilaku terhormat namun malah terlibat dalam kegiatan korupsi.

Namun untuk benar-benar memahami makna judul puisi “Jamaah Korupsi”, kita harus
membaca puisinya dari awal hingga akhir dan memperhatikan bagaimana topik tersebut
berkembang secara keseluruhan. Puisi dapat mengeksplorasi lebih dalam teka-teki atau konflik
moral yang menyertai organisasi atau individu yang korup, serta bagaimana pengaruhnya
terhadap masyarakat atau sistem sosial.

2.2 Analisis Latar Puisi “Jamaah Korupsi”

Menurut Nurgiyantoro, (2010: 216) latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu,
menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar dalam kegiatan apresiasi puisi dapat diartikan sebagai
konteks atau latar belakang dari diciptakan nya suatu puisi. Latar ini dapat berupa kondisi sosial,
budaya, politik, atau lingkungan yang mempengaruhi penulisan puisi. Dalam kegiatan apresiasi
puisi, pemahaman terhadap latar tersebut dapat membantu pembaca untuk lebih memahami
makna dan pesan yang terkandung dalam puisi.

Beberapa contoh latar dalam kegiatan apresiasi puisi yang dapat ditemukan dalam
literatur adalah sebagai berikut: latar sosial dan budaya masyarakat di mana puisi tersebut ditulis,
latar sejarah atau peristiwa penting yang terjadi pada saat puisi ditulis, latar kehidupan penulis
atau pengarang puisi, latar alam atau lingkungan yang menjadi objek puisi, latar politik atau
kondisi politik pada saat puisi ditulis. Dalam melakukan kegiatan apresiasi puisi, pemahaman
terhadap latar tersebut dapat membantu pembaca untuk lebih memahami konteks puisi dan
makna yang terkandung di dalamnya.

Latar dalam puisi "Jamaah Korupsi" karya Tengsoe Tjahjono adalah kondisi sosial dan
politik di Indonesia yang terdapat korupsi yang dilakukan secara berjamaah. Puisi ini
menggambarkan betapa korupsi telah merusak moralitas dan agama, serta mengajak pembaca
untuk tidak terlibat dalam korupsi dan memperjuangkan kejujuran dan keadilan. Latar ini dapat
ditemukan dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahan pembelajaran untuk
membahas isu korupsi dan moralitas dalam masyarakat.

2.3 Analisis Kata Ganti Puisi “Jamaah Korupsi”

Kata ganti orang dalam puisi merujuk pada penggunaan pronomina dalam penyusunan
puisi untuk menggantikan kata ganti orang yang seharusnya digunakan. Berikut beberapa
pengertian kata ganti menurut para ahli. Menurut Depdiknas (2008: 898) Pronomina adalah kata
yang dipakai untuk mengganti orang atau benda; kata ganti seperti aku, engkau, dia. Sedangkan
menurut Chaer (2008: 87) kata ganti adalah pronomina yang menggantikan nomina orang, baik
itu berupa nama diri atau bukan. Dari dua pendapat para ahli ini dapat disimpulkan bahwa Kata
ganti adalah kata yang digunakan untuk menunjuk subyek atau obyek tanpa harus mengulang
penyebutan namanya. Selain itu, kata ganti juga digunakan untuk menyebut benda atau orang
tertentu yang disebut secara langsung sebelumnya.

Terdapat enam jenis kata ganti orang dalam bahasa Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Kata ganti orang pertama tunggal: merujuk pada diri sendiri. Contoh: aku, saya.
2. Kata ganti orang pertama jamak: merujuk pada kelompok yang termasuk diri sendiri.
Contoh: kita, kami.
3. Kata ganti orang kedua tunggal: merujuk pada orang yang diajak berbicara. Contoh:
kamu, Anda, kau.
4. Kata ganti orang kedua jamak: merujuk pada orang yang diajak berbicara dalam jumlah
banyak. Contoh: kalian.
5. Kata ganti orang ketiga tunggal: merujuk pada orang atau benda yang tidak termasuk diri
sendiri atau yang diajak bicara. Contoh: dia, beliau.
6. Kata ganti orang ketiga jamak: merujuk pada orang atau benda dalam jumlah banyak.
Contoh: mereka.

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe
Tjahjono pada tahun 2020 menggunakan kata ganti orang kedua yaitu “kalian”, dan “kau”.
Penulis menggunakan kata ganti orang kedua karena penulis ingin mengajak pembaca untuk
berbicara melalui puisi yang ada. Ketika pembaca sudah berbicara melalui puisi tersebut maka
pembaca dapat memahami kemudian memberikan pendapatnya terkait puisi tersebut misalnya,
berupa makna puisi.

2.4 Analisis Majas Puisi “Jamaah Korupsi”

Secara umum, majas atau kiasan digunakan untuk menghadirkan lebih banyak gaya dan
ekspresi pada tulisan, puisi, prosa kreatif, dan wacana retoris. Dalam teks, mereka membantu
menghasilkan efek estetika dan afektif. Bahasa kiasan sering kali digunakan untuk mendorong
imajinasi pembaca atau pendengar dan untuk mendorong lebih banyak inovasi linguistik. Mereka
membawa perhatian dan keterlibatan pada materi. Kata-kata digunakan untuk mendeskripsikan
sesuatu secara non-harfiah ketika digunakan dalam pidato kiasan, atau kiasan. Penggunaan
istilah-istilah yang memiliki arti selain definisi literalnya atau perbandingan antara dua objek
berbeda dapat termasuk dalam kategori ini.

Upaya seseorang untuk mengungkapkan gagasannya melalui bahasa unik yang dapat
mengungkapkan sesuatu tentang kepribadiannya inilah yang didefinisikan oleh Gorys Keraf
(1988) sebagai majas. Sebaliknya majas menurut Dale & Warriner (dalam Pradopo, 1985: 104)
adalah penggunaan bahasa, khususnya bahasa kiasan, untuk mengenalkan dan membandingkan
suatu objek dengan objek lain atau lebih yang bersifat generik guna menambah dan
memperbanyak efek. Berdasarkan kedua definisi tersebut, majas dapat diartikan sebagai gaya
bahasa atau kiasan yang membentuk atau mendefinisikan suatu suatu secara unik dan memiliki
sifat mengenalkan serta membandingkan objek tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka terlihat bahwa terdapat beberapa majas yang
digunakan untuk menggambarkan fenomena korupsi dan menyampaikan kritik sosial dalam puisi
“Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono pada tahun 2020 yakni sebagai berikut.

a) Majas Metafora

Dalam puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020, majas
metafora yang digunakan untuk mencirikan perilaku koruptif sebagai entitas sosial yang
tampak mempunyai kapasitas untuk berkumpul adalah pada baris yang berbunyi “jika
korupsi bisa berjamaah”. Dengan menggambarkan korupsi sebagai hal yang bersifat
sosial dan kolektif, metafora ini memberikan dimensi kemanusiaan pada gagasan abstrak
tentang korupsi. Penyair membuat korupsi, sebuah kejadian abstrak, menjadi lebih
dramatis, nyata, dan dapat dipahami dengan menggunakan metafora ini. Hal ini
berkontribusi pada gambaran yang menarik tentang korupsi sebagai fenomena yang ada
di mana-mana di masyarakat dan menunjukkan bagaimana korupsi dapat berkembang
biak dan menyebar dalam lingkungan sosial. Penyair ini dengan lihai mengilustrasikan
betapa buruknya korupsi di masyarakat dan mengangkat kekhawatiran penting tentang
bagaimana korupsi bisa terjadi melalui penggunaan metafora ini.

b) Majas Simile

Majas simile digunakan dalam puisi Tengsoe Tjahjono “Jemaat Korupsi” pada
baris “pasti Tuhan kalian ubah jadi uang” Ungkapan “ubah jadi uang” dalam konteks ini
mengacu pada perubahan nilai spiritual atau agama seseorang dan metamorfosisnya
menjadi uang berwujud. Dengan menggunakan perbandingan ini, penyair secara efektif
menggambarkan bagaimana perilaku korup dapat mengubah nilai dan tujuan moral
seseorang. Dengan kata lain, perumpamaan ini menunjukkan bagaimana keinginan untuk
mendapatkan keuntungan finansial dapat menggantikan spiritualitas atau prinsip-prinsip
agama dalam lingkungan yang korup. Penggunaan perumpamaan menyampaikan kritik
atas penyerahan prinsip-prinsip moral demi keuntungan materi dan membantu
pemahaman yang lebih mendalam tentang transformasi dan pergeseran nilai-nilai yang
terjadi dalam konteks tindakan korupsi. Dalam hal ini, penyair berhasil membangkitkan
citraan yang kuat dan menawan dalam puisinya sehingga mendorong pemikiran kritis
mengenai dampak korupsi terhadap manusia dan masyarakat.

c) Majas Personifikasi

Personifikasi digunakan secara dramatis dalam puisi Tengsoe Tjahjono “Jamaah


Korupsi” pada baris “dan surga hanya ada di rumah-rumah mewah”. Personifikasi
digunakan di sini untuk memberikan karakteristik manusia pada kata "surga" dengan
menghubungkannya dengan "rumah mewah". Personifikasi adalah strategi retoris di
mana benda mati atau abstraksi diberikan ciri atau ciri manusia. Dalam hal ini, penyair
memanusiakan gagasan tentang surga dengan mengkarakterisasikannya sebagai sesuatu
yang eksklusif untuk rumah-rumah mewah. Dengan kata lain, surga digambarkan sebagai
sesuatu yang hanya dapat diakses oleh individu yang menjalani kehidupan mewah dan
sejahtera.

Personifikasi yang digunakan di sini mencoba menggambarkan bagaimana


individu atau organisasi yang korup seringkali membangun kehidupan yang mewah dan
materialistis, namun mengabaikan prinsip-prinsip moral dan spiritual yang seharusnya
memotivasi masyarakat untuk mencapai surga sejati. Penyair berhasil
mempersonifikasikan korupsi untuk membangkitkan perasaan yang kuat dan memancing
pemikiran tentang bagaimana korupsi mempengaruhi persepsi masyarakat tentang apa
yang dimaksud dengan surga sejati dan bagaimana prioritas berubah. Personifikasi
menambahkan elemen kreatif dan emosional yang kuat pada puisi, meningkatkan daya
tariknya dan menawarkan pemahaman yang lebih jelas tentang bagaimana korupsi
mempengaruhi nilai-nilai kemanusiaan.

d) Majas Hiperbola

Baris “di kolam renang yang kau aliri air darah” dari puisi Tengsoe Tjahjono yang
berjudul “Jemaat Korupsi” merupakan contoh hiperbola. Majas yang dilebih-lebihkan
atau hiperbola, adalah ketika seseorang menggunakan bahasa yang sangat dramatis atau
berlebihan untuk menggambarkan suatu peristiwa atau suatu objek. Istilah "air darah",
yang digunakan untuk menggambarkan kolam renang yang airnya tampak telah berubah
menjadi darah, merupakan contoh hiperbola dalam konteks ini. Gambaran yang
mencolok dan dramatis tentang kekejaman yang melekat dalam perilaku korup tergambar
dari penggunaan hiperbola tersebut. Penyair secara gamblang mengilustrasikan
bagaimana korupsi dapat menghasilkan suasana yang pada dasarnya tidak bermoral dan
kejam di mana kepentingan pribadi diutamakan di atas segalanya, bahkan jika itu berarti
mengabaikan kemanusiaan dan moral, dengan membandingkan air kolam renang dengan
air darah. Pesan kritis puisi tersebut diperkuat dengan penggunaan hiperbola yang juga
secara kuat menggambarkan dampak buruk dari perilaku korupsi.

e) Majas Antitetis

Puisi Tengsoe Tjahjono "Jamaah Korupsi" menggunakan kiasan antitesis yang


kuat pada baris-baris "oh, betapa kalian sederhanakan hidup" dan "menjadi singkat dan
kering". Majas yang disebut antitesis menggabungkan dua gagasan atau gagasan yang
bertentangan secara diametral untuk memberikan kontras yang mencolok. Penyair
menggunakan antitesis dalam hal ini untuk menekankan perbedaan penting antara
perilaku tidak etis, yang sering kali melibatkan penyalahgunaan uang dan kekuasaan, dan
kesejahteraan masyarakat, yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam masyarakat.

Ketika penyair mengatakan, “oh, betapa kalian sederhanakan hidup” ia


menyinggung cara di mana uang dan harta benda yang seharusnya digunakan demi
kepentingan publik dirampas melalui tindakan korup, sehingga membuat hidup lebih
mudah bagi mereka yang melakukan hal tersebut. di dalamnya. Penyair tersebut
kemudian mengilustrasikan bagaimana perilaku korup dapat menghabiskan sumber daya
yang diperuntukkan bagi masyarakat luas dalam ungkapan “menjadi pendek dan kering”,
sehingga memperpendek umur dalam arti bahwa sumber daya berkelanjutan menjadi
langka. Dengan membandingkan kebaikan masyarakat dengan sifat korupsi yang
merusak, antitesis ini menarik perhatian pembaca terhadap dampak buruk korupsi
terhadap masyarakat dan memicu pemikiran kritis tentang perlunya mengakhiri perilaku
korupsi.

f) Majas Metonimi

Puisi Tengsoe Tjahjono berjudul "Jamaah Korupsi" menggunakan metonimi pada


kutipan "malaikat-malaikat kalian ganti jadi kesempatan". Metonimi adalah kiasan di
mana satu ide digantikan dengan ide lain yang terkait erat dengan ide aslinya atau muncul
dalam konteks yang sama. "Malaikat" adalah metonimi yang digunakan di sini untuk
merujuk pada orang atau organisasi yang terlibat dalam perilaku tidak etis yang berupa
korupsi.

Penggunaan metonimi ini memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana


individu yang korup dapat menggantikan “kesempatan”, yang dalam hal ini merujuk pada
peluang untuk mengejar kekayaan pribadi melalui aktivitas korup, dengan prinsip moral
atau kebaikan. Penyair tersebut mengilustrasikan bagaimana orang-orang yang
melakukan korupsi mengalami perubahan karakter atau cita-cita secara drastis,
menunjukkan bagaimana mereka meninggalkan nilai-nilai moral dan spiritual demi
mencapai tujuan duniawi mereka, dengan mengganti kata “malaikat” dengan
“kesempatan”. Penyair dengan kuat menyampaikan kritiknya terhadap perbuatan korup
dan dampak buruknya terhadap manusia dan masyarakat melalui penggunaan metonimi
ini, yang juga mendorong pemikiran kritis mengenai subjek tersebut.

Berdasarkan penjabaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada puisi berjudul
“Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono tahun 2020 menggunakan beberapa majas atau
kiasan dalam struktur kebahasaan puisi tersebut. Majas yang dimaksud adalah majas metafora,
majas simile, majas personifikasi, majas hiperbola, majas antitetis, dan majas metonimi.

2.5 Analisis Baris dan Bait Puisi “Jamaah Korupsi”


Dalam setiap puisi pasti terdiri atas bait dan baris. Bait adalah satu kesatuan dalam puisi
yang terdiri atas beberapa baris. Dengan kata lain, setiap bait terdiri dari beberapa baris, mulai
dari dua, tiga, empat, dan masih banyak lagi. Sedangkan baris adalah kalimat-kalimat yang
terdiri dari beberapa kata dalam puisi yang memiliki makna dalam setiap barisnya, biasanya
terdiri dari selapan hingga sepuluh kata Setiap puisi pasti memiliki bait dan baris yang berbeda
sebagai ciri khas dari penulis yang memiliki maksud tersendiri.

Dalam Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono memiliki tujuh bait dan dua
puluh empat baris. Baris dalam bait puisi tersebut belum konsisten, karena pada setiap bait terdiri
dari baris yang berbeda-beda, diantaranya terdiri dari empat baris, tiga baris, bahkan hanya 2
baris saja. Hal tersebut dapat menjadikan penulisan baitnya kurang konsisten. Namun, bisa juga
ketidakkonsistenan pada isi bait tersebut memiliki maksud tersendiri dari penulis.

Kemudian, pada setiap baris dalam puisi tersebut juga memiliki jumlah kata yang
berbeda-beda, ada yang terdiri dari tiga kata, lima kata, enam kata, bahkan sampai sembilan
kata. Namun, pada puisi tersebut baris-barisnya tertata rapi dan tertulis rata kiri, yang membuat
pembaca nyaman dalam membaca.

2.6 Analisis Tipografi dan Enjambemen Puisi “Jamaah Korupsi”

Menurut Sudiana (2001), tipografi adalah suatu teknik pemilihan, penataan, dan berbagai
hal yang berkaitan dengan susunan huruf, bukan termasuk ilustrasi yang tidak berbentuk huruf.
Sedangkan menurut Adi Kusrianto (Dalam Pengantar Tipografi, 2010), tipografi adalah suatu
ilmu yang digunakan untuk menata huruf dalam publikasi visual. Kemudian Darmaji
mengemukakan bahwa tipografi adalah suatu karya seni yang berkaitan dengan penggunaan
huruf. Penggunaan huruf ini penting digunakan untuk melakukan komunikasi dengan para
pembaca. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tipografi secara umum adalah teknik dalam
melakukan penyusunan huruf dan teks di dalam suatu pembuatan visual supaya dapat terbaca
dan menarik untuk dilihat. Seni ini berkaitan erat dengan pemilihan jenis huruf atau yang dikenal
dengan sebutan font.

Tipografi akan menentukan estetika di dalam suatu desain grafis. Oleh sebab itu, perlu
kemampuan khusus untuk dapat menyusun tipografi yang menarik secara visual dan dapat
diterima dengan baik oleh pembacanya. Pada puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono,
tipografi yang digunakan adalah tipografi yang sederhana dan mudah dibaca. Puisi tersebut
ditulis dengan menggunakan satu jenis huruf yang sama, yaitu huruf sans-serif. Hal ini membuat
teks terlihat modern dan bersih. Selain itu, penulis juga menggunakan pemformatan teks seperti
ringkasan baris dan penggunaan huruf tebal pada bagian penting dari naskah untuk mengurangi
kesan monoton dan menarik perhatian pembaca. Meskipun tipografi yang digunakan sederhana,
namun hal tersebut tidak mengurangi makna dan pesan yang ingin disampaikan dalam puisi
tersebut.Salah satu jenis tipografi sederhana yang umum digunakan adalah jenis tipografi Sans-
serif. Tipografi ini tidak memiliki garis tambahan pada ujung-ujung hurufnya dan memiliki
bentuk yang lebih sederhana, namun tingkat keterbacaannya sangat cepat. Sans-serif sering
digunakan dalam tipografi karena menonjolkan kesan yang bersih, modern, dan efisien

Selain itu, tipografi konvensional juga termasuk jenis tipografi sederhana yang umum
digunakan dalam puisi. Tipografi ini menggunakan huruf kecil semua tanda tanpa baca, huruf
besar pada awal baris tanpa tanda baca, huruf besar dan kecil dengan tanda baca, dan baitnya
menjorok ke dalam. Meskipun sederhana, tipografi pada puisi tetap dapat memberikan nilai
estetika tersendiri bagi visual puisi dan mempermudah pembaca untuk memahami isi puisi.

Enjambemen dalam puisi adalah perloncatan kesatuan sintaksis ke baris atau larik
berikutnya atau semacam peristiwa sambung-menyambung isi dua larik puisi yang berurutan.
Pada puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono, terdapat beberapa enjambemen yang
dapat memberikan efek yang menarik pada puisi. Enjambemen pada puisi tersebut terjadi pada
beberapa baris, seperti pada baris "jika korupsi bisa berjamaah / lalu siapa yang menjadi imam"
dan pada baris "oh, betapa kalian sederhanakan hidup / menjadi singkat dan kering".
Enjambemen tersebut memberikan kesan yang lebih dinamis dan mengalir pada puisi, serta
memperkaya makna puisi dengan menghubungkan kata-kata atau frase pada akhir larik ke awal
larik berikutnya. Meskipun demikian, penggunaan enjambemen pada puisi harus dilakukan
dengan tepat agar tidak mengganggu pemahaman pembaca terhadap isi puisi tersebut. Pada puisi
“Jamaah Korupsi”, enjambemen yang digunakan tidak mengganggu pemahaman pembaca
terhadap isi puisi tersebut dan memberikan efek yang menarik pada puisi.

2.7 Analisis Makna dan Amanat Puisi “Jamaah Korupsi”

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa
yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda (2001:79)
mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan.
Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam
Mansoer Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan
pengertian.

Dalam hal ini Para ahli memiliki beberapa pendapat mengenai jenis makna, Pateda
membagi jenis makna menjadi 25 yakni makna afektif, makna denotatif, makna deskriptif,
makna ekstensi, makna emotif, makna gereflekter, makna ideasional, makna intensis, makna
gramatikal, makna kiasan, makna kognitif, makna kolokasi, makna konotatif, makna konseptual,
makna konstruksi, makna leksikal, makna luas, makna piktonal, makna proposisional, makna
pusat, makna referensial, makna sempit, makna stilistika, dan makna tematik.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi amanat adalah
suatu pesan atau wejangan yang disampaikan pembicara atau penulis, untuk... Pengertian amanat
adalah pesan moral yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca, sebagai akhir
permasalahan ataupun jalan keluar yang timbul dalam seuatu cerita. Pengertian amanat adalah
renungan yang disajikan kembali oleh pembaca.

Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono merupakan komentar kritis terhadap
korupsi. Judul puisi tersebut diterjemahkan menjadi "Jemaat Korupsi" dan puisi itu sendiri
mempertanyakan moralitas mereka yang melakukan korupsi. Puisi tersebut mengisyaratkan, jika
korupsi bisa dilakukan secara berkelompok, lalu siapa pemimpinnya dan siapa yang disembah?.
puisi "Jamaah Korupsi" karya Tengsoe Tjahjono mengkritik korupsi dan dampaknya kepada
masyarakat. puisi ini mempertanyakan siapa pemimpin dan siapa yang disembah ketika korupsi
menjadi tindakan kolektif. puisi tersebut juga menunjukkan bahwa korupsi adalah paradoks yang
menciptakan rasa kekuasaan dan keamanan palsu.Puisi tersebut menyiratkan bahwa orang-orang
yang korup telah menggantikan iman mereka kepada Tuhan dengan kecintaan mereka pada uang.

Pesan puisi tersebut jelas bahwa korupsi adalah dosa dan siapa yang melakukannya
adalah orang yang sesat. Puisi tersebut merupakan seruan bertindak bagi individu untuk melawan
korupsi dan membela kebenaran. Puisi tersebut merupakan pengingat bahwa korupsi adalah
masalah masyarakat yang mempengaruhi semua orang dan merupakan tanggung jawab setiap
orang untuk melawannya.

Dari segi analisis sastra, puisi menggunakan bahasa yang sederhana dan struktur yang
lugas untuk menyampaikan pesannya. Penggunaan pertanyaan retoris dan pengulangan puisi
tersebut menekankan tema sentral puisi tentang korupsi. Penggambaran puisi juga efektif dalam
menyampaikan pesan, karena mengibaratkan korupsi dengan jamaah.

Secara keseluruhan, "Jamaah Korupsi" adalah puisi yang kuat yang menyoroti bahaya
korupsi dan pentingnya membela kebenaran. Pesan puisi tersebut relevan tidak hanya di
Indonesia, di mana korupsi merupakan masalah besar, namun juga di belahan dunia lain di mana
korupsi merupakan masalah kemasyarakatan.
BAB III

PENUTUP

Simpulan

Puisi merupakan suatu karya sastra yang terdiri atas kata-kata indah dan bermakna
sebagai hasil pemikiran penyairnya. Untuk mengapresiasi puisi “Jamaah korupsi” karya Tengsoe
Tjahjono kelompok kami menggunakan beberapa analisis. Dalam analisis latar terdapat kondisi
sosial dan politik di Indonesia yang dilakukan secara berjamaah. Pada puisi ini penyair atau
penulis menggunakan kata ganti orang kedua tunggal dan jamak. Terdapat beberapa majas yang
digunakan untuk menggambarkan fenomena korupsi dan menyampaikan kritik sosial. Dalam
Puisi “Jamaah Korupsi” karya Tengsoe Tjahjono memiliki tujuh bait dan dua puluh empat baris.
Baris dalam bait puisi tersebut belum konsisten, karena pada setiap bait terdiri dari baris yang
berbeda-beda, diantaranya terdiri dari empat baris, tiga baris, bahkan hanya 2 baris saja.
Kemudian, tipografi yang digunakan adalah tipografi yang sederhana dan mudah dibaca. Puisi
tersebut ditulis dengan menggunakan satu jenis huruf yang sama, yaitu huruf sans-serif. Dalam
puisi ini juga terdapat beberapa enjambemen yang dapat memberikan efek yang menarik pada
puisi. Dan yang terakhir, puisi ini memiliki makna yang dapat digunakan sebagai pengingat
bahwa korupsi adalah masalah masyarakat yang mempengaruhi semua orang dan merupakan
tanggung jawab setiap orang untuk melawannya.
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unila.ac.id/1010/7/BAB%20I.pdf

http://repository.unissula.ac.id/10116/6/BAB%20I.pdf

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/03/kemendikbud-luncurkan-merdeka-belajar-
kedelapan-smk-pusat-keunggulan

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/07/kemendikbud-luncurkan

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24668/3/ETY%20FITRIYAH-
FITK.pdf

https://repository.uir.ac.id/4211/4/bab1.pdf

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24668/3/ETY%20FITRIYAH-
FITK.pdf
LAMPIRAN

Jamaah Korupsi

Karya : Tengsoe Tjahjono (2020)

jika korupsi bisa berjamaah


lalu siapa yang menjadi imam
siapa pula yang kalian sembah

pasti Tuhan kalian ubah jadi uang


malaikat-malaikat kalian ganti jadi kesempatan
dan surga hanya ada di rumah-rumah mewah
di kolam renang yang kau aliri air darah

oh, betapa kalian sederhanakan hidup


menjadi singkat dan kering
menjadi pendek dan sepi
menjadi barbar dan liar

jika korupsi berjamaah


bukankah tak beda dengan sampah
berserak di jalan, dikumpulkan, lalu dibakar

pasti Tuhan kalian tinggalkan di rumah ibadat


nabi-nabi terpinggirkan di halaman kitab suci
dan neraka hanya kisah fiktif yang kalian tertawakan
Sambil menghitung jumlah aset di bank dan rekening siluman

oh, betapa kalian nafikan jalan terang


kau singkirkan kaum miskin
kau lupakan kaum papa
kau bunuh akal sehat

korupsi memang asyik


namun lebih asyik jika kalian terusir dari negeri ini.

Anda mungkin juga menyukai