Anda di halaman 1dari 11

Dalil hukum ijtihadi : istihsan,

maslahah mursalah, dan istishab

Oleh: H. Ismail, M.S.I

Disampaikan dalam seminar kelas


Mata Kuliah Ushul Fiqh
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN DAKWAH
• Istihsan Qiyasi adalah suatu bentuk pengalihan hukum dari ketentuan
hukum yang didasarkan kepada qiyas jali kepada ketentuan hukum yang
didasarkan pada qiyas khafi, karena adanya mashlahat
• Contoh: Berdasarkan istihsan Qiyasi, yang dilandasi qiyas khafi, air sisa
minuman burung buas adalah suci dan halal diminum, yang pada
dasarnya secara qiyas jali, sisa minuman binatang buas seperti anjing dan
burung buas adalah najis dan haram, karena sisa air tersebut bercampur
dengan air liurnya, yakni dengan mengqiyaskan dengan dagingnya. Burung
buas minum dengan paruhnya yang diqiyaskan dengan tulang atau zat
tanduk yang tidak najis. Sehingga ketika minum daging dan air liurnya
tidak langsung bertemu dengan air, sehingga tercampur dengan sisa air
minum tersebut
• Istihsan istitsna’i adalah qiyas dalam bentuk pengecualian dari ketentuan hukum
yang berdasarkan prinsip-prinsip umum, kepada ketentuan hukum tertentu yang
bersifat khusus.
• Istihsan istitsna’i dapat dibagi menjadi 5 macam:
1. Istihsan Bi an-Nash; pengalihan hukum dari ketentuan yang umum kepada ketentuan
lain dalam bentuk pengecualian, karena ada nash yang mengecualikan, baik nash al-
Quran maupun as-Sunnah. Contoh: tidak batal puasanya seseorang makan dan minum
karena lupa, padahal ketentuan umum membatalkan puasa., karena dikecualikan oleh
hadis Nabi Saw
2. Istihsan bi al-Ijma’; pengalihan hukum dari ketentuan yang umum kepada ketentuan lain
dalam bentuk pengecualian, karena ada ketentuan ijma’ yang mengecualikannya
3. Istihsan bi al-’Urf; pengalihan hukum dari ketentuan yang umum kepada ketentuan lain
dalam bentuk pengecualian, berdasarkan kebiasaan yang berlaku, contoh ongkos
transport yang dipukul rata jauh dekat
4. Istihsan bi al-Mashlahah al-Mursalah; mengecualikan ketentuan umum berdasarkan
kemaslahatan. Contoh: menetapkan sahnya wasiat yang ditujukan untuk keperluan yang
baik dari orang yang berada bidawah pengampuan, baik karena kurang akal maupun
berperilaku boros, walaupun pda dasarnya adalah tidak sah.
5. Istihsan bi al-Dlarurat; suatu keadaan darurat yang mendorong mujtahid
mengecualikan hukum yang berlaku umum kepada ketentuan lain untuk mengatasi
keadaan darurat tersebut. Menghukumi suci air sumur atau kolam air yang kejatuhan
najis dengan cara mengurasnya,
• Ada dua kelompok dalam menanggapi Kehujjahan Istihsan:

1. Istihsan merupakan dalil syara’; hal ini dikemukakan oleh mazhab Hanafi,
Maliki, dan Hanbali

2. Menolak Istihsan sebagai dal syara’; dikemukakan oleh Mazhab Syafi’i,


Zahiriyah, Mu’tazilah dan Syi’ah. Mereka berpendapat bahwa menggunakan
istihsan dikendalikan oleh hawa nafsu untuk bersenang-senang dengan cara
menggunakan nalar murni untuk menentang hukum yang sudah ditetapkan
dalil syara’

• Namun demikian, pada hakikatnya istihsan dan segala bentuknya adalah


mengalihkan ketentuan hukum syara’ dari yang berdasarkan suatu dalil syara’
kepada hukum lain yang juga berdasarkan pada dalil syara’ yang lebih kuat.
• Kata Mashlahah, dapat ditinjau dari segi ‘urf dan syara’: Secara ‘urf al-
Mashlahah adalah sebab yang melahirkan kebaikan atau manfaat; sedangkan
secara syara’ al-mashlahah adalah sebab-sebab yang membawa dan
melahirkan maksud (tujuan) syara’, baik yang berkaitan dengan ibadah
maupun mu’amalah.

• Al-Mashlahah sebagai dalil hukum mengandung arti bahwa al-mashlahah


menjadi landasan dan tolak ukur dalam penetapan hukum. Jumhur ulama
berpendapat setiap hukum yang ditetapkan oleh nash atau ijma’ didasarkan
atas hikmah dalam bentuk meraih manfaat atau kemaslahatan dan
menghindari mafsadat.
• Ditinjau dari tingkat Kekuatan Mashlahah

Imam Syatibi menjelaskan; Jumhur ulama sepakat segala ketentuan syariat


bermuara menuju lima unsur pokok manusia: Hifdz ad-Din, Hifdz an-nafs,
Hifdz al-’Aql, Hifdz an-nasl, Hifdz al-Maal. Skala prioritas dalam melaksanakan
hukum syariat adalah sejalan dengan urutan pemeliharaan kelima unsur
pokok di atas.

• Ditinjau dari segi Pemeliharaan al-Mashlahah

Dari segi upaya mewujudkan pemeliharaan kelima unsur pokok di atas, al-
Mashlahah dibagi menjadi 3 kategori tingkat kekuatan:mashlahah dlaruriyyah
(mashlahah primer)
Definisi istishab
Istishab secara harfiyah adalah mengakui
adanya hubungan perkawinan.
Sedangkan menurut ulama ushul adalah
menetapkan sesuatu menurut keadaan
sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang
menunjukan perubahan keadaan, atau
menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada
masa lampau secara kekal menurut keadaannya
sampai terdapat dalil yang menunjukan
perubahannya.
Kehujjahan istishab

Ulama hanafiyah menetapkan bahwa


Istishab merupakan hujjah untuk
mempertahankan dan bukan untuk menetapkan
apa-apa yang dimaksud oleh mereka. Dengan
pernyataan tersebut jelaskan bahwa Istishab
merupakan ketetapan sesuatu, yang telah ada
menurut keadaan semula dan juga
mempertahankan sesuatu yang berbeda sampai
ada dalil yang menetapkan atas perbedaannya.
Kehujjahan istishab

Istishab bukanlah hujjah untuk menetapkan


sesuatu yang tidak tetap. Telah dijelaskan
tentang penetapan orang yang hilang atau yang
tidak diketahui tempat tinggalnya dan tempat
kematiannya, bahwa tempat tersebut ditetapkan
tidak hilang dan dihukumi sebagai orang yang
hidup sampai adanya petunjuk yang menunjukan
kematiannya.
Kehujjahan istishab

Istishab-lah yang menunjukan atas hidupnya


orang tersebut dan menolak dugaan
kematiannya serta warisan harta bendanya juga
perceraian pernikahannya. Tetapi hal itu
bukanlah hujjah untuk menetapkan pewaris dari
lainnya, karena hidup yang ditetapkan menurut
Istishab itu adalah hidup yang didasarkan
pengakuan Istihab

Anda mungkin juga menyukai