OLEH :
Tentu saja penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Hadits Tarbawy. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada dosen
pengampu Hadits Tarbawy yaitu bapak Dr. Muhammad Jufri, S.Ag, M.Ag.
Adapun pokok bahasan dalam makalah ini yaitu tentang “Etika Guru Terhadap
Murid”.
A. Latar Belakang
Guru sebagai seseroang yang membimbing, mendidik, mengarahkan,
mengajarkan, dan sebagainya adalah orang yang mempunyai kemuliaan. Sebab
guru adalah orang yang berbaik hati membagikan ilmu yang dimilikinya, tentu ini
akan menjadi nilai yang berarti bagi seorang guru dalam kepribadiannya. Dalam
suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda bahwa pahala guru tidak akan terputus
meski sudah meninggal dunia. Rasulullah SAW bersabda:
َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل ِإَذ ا َم اَت اِإْل ْنَس اُن اْنَقَطَع
َع ْنُه َع َم ُلُه ِإاَّل ِم ْن َثاَل َثٍة ِإاَّل ِم ْن َص َد َقٍة َج اِر َيٍة َأْو ِع ْلٍم ُيْنَتَفُع ِبِه َأْو َو َلٍد َص اِلٍح َيْدُع و َلُه
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila salah seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah segala
amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa'at baginya
dan anak shalih yang selalu mendoakannya". (H.R. Muslim)1
َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإَذ ا ِقيَل َلُك ْم َتَفَّسُحو۟ا ِفى ٱْلَم َٰج ِلِس َفٱْفَس ُحو۟ا َيْفَس ِح ٱُهَّلل َلُك ْم ۖ َو ِإَذ ا ِقيَل
ٱنُشُز و۟ا َفٱنُشُز و۟ا َيْر َفِع ٱُهَّلل ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا ِم نُك ْم َو ٱَّلِذ يَن ُأوُتو۟ا ٱْلِع ْلَم َد َر َٰج ٍتۚ َو ٱُهَّلل ِبَم ا
َتْع َم ُلوَن َخ ِبيٌر
Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah
kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah
niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang
1
Imam Abu al-Husain Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, (Riyadh: Baitul Afkaar ad-
Dauliyyah, 1998), hlm. 670.
yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.(Q.S. Al-Mujādalah/58: 11)2
Adapun yang menjadi fokus pembahasan pada makalah ini adalah topik
yang berkaitan dengan etika guru. Penulis merasa tertarik dan tergugah untuk
mengangkat sebuah tema yang berjudul “Etika Guru Terhadap Murid” diharapkan
para guru dan para pemerhati pendidikan sadar akan tugas dan tanggung jawab
sebagai pendidik yang memiliki kepribadian yang utuh sehingga dapat mencetak
anak didiknya menjadi manusia yang berkualitas dengan bekal ilmu, iman dan
akhlak yang mulia.
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-
Qur'an, 2019), hlm. 803.
3
Siswanto, Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), hlm. 29.
4
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013),
hlm. 9.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika, guru dan murid?
2. Bagaimana etika guru dalam hadits tarbawy?
3. Apa urgensi etika guru terhadap murid?
C. Tujuan Pembelajaran
1. Memahamipengertian etika, guru dan murid?
2. Mengetahui etika guru dalam hadits tarbawy?
3. Memahami urgensi etika guru terhadap murid?
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos dan
ethikos. Ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat yang baik.
Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan yang
baik.Secara terminologi, etika merupakan cabang ilmu yang membicarakan
tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan yang baik
dan buruk. Yang dapat dinilai baik dan buruk adalah sikap manusia, yaitu
menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan, kata-kata, dan sebagainya.5
Etika juga didefinisikan sebagai “a set of rules that define right and wrong
conducts”. Seperangkat aturan/undang-undang yang menentukan perilaku
benar dan salah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ethical rules: when our
behaviors is acceptable and when it is disapproved and considered to be
wrong. Ethical rules are guides to moral behavior.6
Dengan demikian, etika ini merupakan suatu penilaian baik atau buruk,
benar atau salah yang ditentukan oleh manusia sendiri baik sebagai individu
maupun sebagai kelompok sosial atau ditentukan oleh suatu institusi negara
atas suatu aktivitas yang menjadi objek penilaian, melalui peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan, serta masyarakat umum di luar pelaku
aktivitas melalui power dan kearifan lokalnya.
Dalam hal ini, etika seringkali disamakan dengan moral, dan akhlak.
Namun terdapat perbedaan yang menjadi ciri khas masing-masing. Adapun
5
Maidiantius Tanyid, “Etikan Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral Berdampak
Pada Pendidikan”, Jurnal Jaffray, (Vol. 12, No. 2, 2014), hlm. 238.
6
Imron Fauzi, Etika Profesi Keguruan, (Jember: IAIN Jember Press, 2018), hlm. 10
pembahasan terkait perbedaan etika, moral, dan akhlak antara lain sebagai
berikut:
a. Etika tolok ukurnya pada penilaian akal (filsafat), moral tolok ukurnya
pada norma yang hidup di masyarakat. Sedangkan akhlak tolok
ukurnya pada akal dan wahyu.
b. Etika bersifat tidak mutlak dan universal, moral bersifat local, dan
akhlak bersifat mutlak dan universal.
c. Etika mengarah kepada teori, moral dan akhlak mengarah kepada
praktik.
d. Etika membicarakan bagaimana seharusnya, moral membicarakan
adanya, dan akhlak membicarakan bagaimana seharusnya dan adanya.
e. Etika dan moral obyeknya sesama manusia, dan akhlak obyeknya
manusia dan Tuhan.7
Dari segi sifatnya, etika terbagi menjadi dua bagian, yakni antara lain:
a. Etika Deskriptif
Etika deskriptif ialah etika yang berusaha meneropong secara kritis
dan rasional sikap dan pola perilaku manusia dan apa yang dikejar oleh
manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif
ini termasuk bidang ilmu pengetahuan empiris dan berhubungan erat
dengan kajian sosiologi. Terkait dengan bidang sosiologi, etika
deskriptif berusaha menemukan dan menjelaskan kesadaran,
keyakinan, dan pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu. Etika
deskriptif mungkin merupakan suatu cabang sosiologi, tetapi ilmu
tersebut penting bila kita mempelajari etika untuk mengetahui apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap tidak baik. Kaidah etika
yang biasa dimunculkan dalam etika deskriptif adalah adat kebiasaan,
anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan.
b. Etika Normatif
7
Imron Fauzi, Etika Profesi Keguruan..., hlm. 26.
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang di
mana berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang
masalah-masalah moral. Etika normatif adalah etika yang mengacu
pada norma-norma atau standar moral yang diharapkan untuk
mempengaruhi perilaku, kebijakan, keputusan, karakter individu, dan
struktur sosial.
2. Guru
Secara etimologi, guru merupakan gabungan dua kata dalam bahasa Jawa,
yakni digugu dan ditiru. Digugu berarti dipercaya dan ditiru berarti diikuti.
Artinya setiap guru harus bisa dipercaya setiap kata-kata, ucapan, dan
perilakunya agar menjadi panutan dan teladan mulia untuk diikuti.8
Dalam Undang Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pasal 1 ayat (1) merumuskan pengertian guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan menevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. 9 Guru
adalah pendidik yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para
peserta didik dan lingkungannya, karena itulah guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri
dan disiplin.10
9
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Palangka Raya: Narasi Nara, 2020), hlm. 79.
10
Andi Fitriani Djollong, “Kedudukan Guru Sebagai Pendidik”, Istiqra’, (Vol. IV, No. 2, 2017), hlm.
125.
adalah kegiatan transfer of values, memindahkan sejumlah nilai kepada anak
didik.11
3. Murid
11
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013),
hlm. 9.
12
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan..., hlm. 56.
13
Putri Ani Dalimunthe, “Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam”, Ihya Al-'Arobiyyah,
(Vol. 3, No. 2, 2017), hlm. 86.
Murid atau peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik adalah orang yang
mempunyai pilihan untuk menempuh ilmu sesuai dengan citacita dan harapan
masa depan.14
14
Askhabul Kirom, “Peran Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran Berbasis
Multikultural”, Al-Murabbi, (Vol. 3, No. 1, 2017), hlm. 74-75.
15
0Fitriyani Sanuhung, “Peran Kepribadian Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa”, IQRO: Journal
Of Islamic Education, (Vol. 4, No. 2, 2021), hlm. 153.
16
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Palangka Raya: Narasi Nara, 2020), hlm. 104-105.
menyebarkan ilmu kepada pihak lain yang membutuhkannya, menghilangkan
kebodohan, dan mencetak manusia yang berilmu dan beriman.
َم ْن, َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم: َو َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َقاَل
َتَع َّلَم ِع ْلًم ا ِمَّم ا ُيْبَتَغى ِبِه َو ْج ُه ِهَّللا َع َّز َو َج َّل َال َيَتَع َّلُم ُه ِإَّال ِلُيِص يَب ِبِه َع َر ًضا ِم َن
)الُّد ْنَيا َلْم َيِج ْد َع َر َف الَج َّنِة َيْو َم اْلِقَياَم ِة َيْع ِني ِر يُح َها (رواه أبو داود بأسناد صحيح
Artinya: “Dari Abu Hurairah berkata : Rasulallah saw. bersabda : barang
siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan dari golongan ilmu yang semestinya
untuk digunakan mencari ridha Allah Swt., tetapi ia mempelajarinya itu tidak lain
maksudnya kecuali hendak memperoleh sesuatu tujuan dari keduniaan, maka
orang yang demikian tadi tidak akan dapat menemukan keharuman syurga pada
hari kiamat”. (HR. Abu Daud)
Kedua: Guru hendaklah meluruskan niat peserta didiknya dengan ikhlas dalam
menuntut ilmu. Guru harus membimbing dan mengarahkan siswanya dalam
belajar, guru hendaknya menjadi figur sentral dalam upaya menunjukan peserta
didik dalam menuntut ilmu, guru selalu memotifasi peserta didik akan pentingnya
kedudukan mencari ilmu dalam islam. Di samping itu guru harus terus menerus
mencari informasi guna disampaikan dan diajarkan pada peserta didik yang pada
akhirnya mencapai tingkat taqarrub Allah Swt.
Menuntut ilmu dalam ajaran Islam adalah wajib bagi setiap muslim, apakah
itu menuntut ilmu agama atau ilmu pengetahuan lainnya. Terkadang orang tidak
menyadari betapa pentingnya kedudukan ilmu dalam kehidupan ini. Namun
kebanyakan dari manusia mereka lebih mengutamakan harta benda dibanding
ilmu yang sebenarnya harta benda itu sendiri dapat habis dengan sekejap jika ia
tak memiliki ilmu untuk tetap memeliharanya sebagai titipan Allah Swt., bahkan
dapat menjadi malapetaka bagi pemiliknya.
)َم ْن َس َلَك َطِر يًقا ُيْطَلُب ِبِه ِع ْلًم ا َس َّهَل ُهَّللا َلُه َطِر يًقا ِإَلى اْلَج َّنِة (رواه البخاري
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah akan
memudahkannya jalan menuju surga”. (HR. Bukhari)
Melihat kenyataan yang demikian itu, guru sepatutnya harus bersikap adil
terhadap anak didiknya. Guru harus menganggap semua siswa itu sama, tidak ada
yang dibeda-bedakan, siswa sama-sama menerima haknya yaitu belajar tanpa
memandang dia itu anak siapa, keturunan siapa dan sebagainya. Guru harus
menjadi figur sentral bagi peserta didiknya. Oleh karena itu guru harus
memperlakukan anak dengan cara yang sama atau adil. Nabi Muhammad saw.
bersabda:
َقاَل َر ُسوُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِإَّن َهللا َال: َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه َقاَل
)َيْنُظُر ِإَلى ُص َو ِر ُك ْم َو َأْم َو اِلُك ْم َو َلِكْن َيْنُظُر ِإَلى ُقُلْو ِبُك ْم َو َأْع َم اِلُك ْم (رواه مسلم
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk badan dan rupamu
dan tidak pula hartamu (kekayaanmu) tetapi melihat (memperhatikan niat dan
keikhlasan dalam) hatimu dan amalanmu”. (HR. Muslim)
Dalam mencetak peserta didik yang berprilaku akhlaki terlebih dahulu guru
harus menampilkan perilaku yang baik di depan peserta didiknya. Penampilan
perilaku yang sehat (akhlak karimah) sesungguhnya dapat dilakukan dengan
sengaja maupun dengan tidak sengaja. Maksud dari keteladanan yang disengaja
adalah keadaan yang sengaja diadakan oleh guru agar diikuti atau ditiru oleh
peserta didik, seperti memberikan contoh bagaimana harus menghormati guru,
menghargai teman-temannya serta bagaimana mengajarkan shalat dengan baik
dan benar. Keteladanan ini disertai penjelasan atau perintah agar diikuti.
Sedangkan keteladanan yang tidak disengaja ialah keteladanan dalam keilmuan,
kepemimpinan, sifat keikhlasan dan sebagainya. Dalam pendidikan Islam kedua
macam keteladanan tersebut sama pentingnya, yaitu sama-sama guru sebagai
contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya dalam tindak
tanduknya dan tata santunya.
َع َع ْن َعاِئَش َة َر ِض َي ُهللا َع ْنَها َع ْن َر ُسْو ِل ِهَّللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل َح ُّق اْلَو َلِد
) َو ُيْح ِس َن َأَد َبُه (الحديث, َو ُيْح ِس َن ُمَر اِضَع ُه,َع َلى َو اِلِدِه َأْن ُيْح ِس َن ِإْس َم ُه
“Dari ‘aisyah r.a. Rasulallah SAW bersabda: hak orang tua terhadap
anaknya, memperbagus namanya, memperbagus susuannya dan memperbagus
akhlak/karakternya”
Dari sekian hak seorang anak sebagaimana disebutkan dalam hadis adalah
orang tua atau guru berkewajiban menanamkan akhlak peserta didik, seperti adab,
sopan santun, tutur kata yang ramah, hormat kepada yang tua, kasih sayang
kepada yang lebih muda serta menghargai teman-temannya di sekolah.
Untuk mencetak peserta didik yang cerdas dan bermoral tidaklah mudah,
butuh pembinaan yang terus menerus, lebih-lebih guru mencontohkan akhlak
Rasulallah sebagai uswah dalam kehidupannya, Rasulallah yang cocok dijadikan
sebagai teladan. Di samping itu guru harus berprilaku yang baik serta dipraktekan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga guru dijadikan model atau contoh nyata.
Artinya guru adalah model tingkah laku yang harus dicontoh oleh peserta
didiknya baik di sekolah maupun luar sekolah, dan dimanapun guru berada
disitulah nilai-nilai akhlak tetap dilestarikan dalam kehidupan.
Tanggung jawab guru yang paling penting ialah merencanakan dan menuntut
peserta didik melakukan kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan
keterampilan yang diinginkan. Guru harus membimbing murid agar mereka dapat
17
Dedi Sahputra Napitupulu, Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, (Sukabumi: Haura
Utama, 2020), hlm. 76.
memperoleh keterampilanketerampilan, menambah pemahaman, perkembangan
berbagai kemampuan, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan perkembangan sikap
yang serasi.
18
Zainal Azman, “Urgensi Keteladanan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Akhlak
Siswa”, el-Ghiroh, (Vol. XIV, No. 01, 2018), hlm. 18.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika merupakan cabang ilmu yang membicarakan tingkah laku atau
perbuatan manusia dalam hubungannya dengan yang baik dan buruk. Guru
merupakan gabungan dua kata dalam bahasa Jawa, yakni digugu dan ditiru.
Peserta didik adalah orang yang mempunyai pilihan untuk menempuh ilmu sesuai
dengan citacita dan harapan masa depan.
Berikut ini akan dikemukakan tentang etika guru dalam pandangan Hadis
diantaranya yaitu:
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya dan
dari isi juga masih perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kepada para pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritik
dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qusyairi, Imam Abu al-Husain Muslim bin Hajjaj. 1998. Shahih Muslim.
Riyadh: Baitul Afkaar ad-Dauliyyah.
Siswanto. 2013. Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Pena
Salsabila.
Fauzi, Imron. 2018. Etika Profesi Keguruan. Jember: IAIN Jember Press.
Syar‟i, Ahmad. 2020. Filsafat Pendidikan Islam. Palangka Raya: Narasi Nara.
Askhabul Kirom. 2017. “Peran Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses
Pembelajaran Berbasis Multikultural”. Al-Murabbi (Vol. 3, No. 2)