MODUL PERKULIAHAN
W042100005 –
Cyber Culture
Pola Komunikasi di Era Cyber,
Generation Gap, Digital Divide
dan Digital Native
Abstrak Sub-CPMK
03
Engga Probi Endri, S.I.Kom., M.A
Ilmu Komunikasi Ilmu Komunikasi & Tim Teaching
Pola Komunikasi di Era Cyber
Munculnya teknologi internet yang memungkinkan manusia untuk terhubung
secara virtual telah melahirkan komunitas-komunitas virtual. Identitas manusia pun
muncul dalam berbagai macam identitas virtual yang dianggap lebih dapat
mengekspresikan dirinya dalam berkomunikasi dengan rekan virtual lainnya. Mereka yang
terlibat dalam komunikasi yang diperantarai oleh medium internet ini tidak hanya
didominasi oleh kaum muda, tetapi orang-orang yang dahulunya tidak mengenal teknologi
informasi maka seringkali mereka dituntut untuk merubah diri untuk menyesuaikan
dengan semakin menyebar dan meluasnya teknologi ini. Semakin berkembangnya
teknologi semakin cepat pula arus komunikasi yang tejadi di Era digital, komunikasi
semakin cepat, praktis dan efisien. Komunikasi online lebih banyak penggunanya dan
lebih sering berkomunikasi di dunia maya dibandingkan berkomunikasi di dunia nyata.
Tidak heran jika ditemui orang-orang yang sedang berkumpul berdekatan tapi masih
berkomunikasi lewat digital.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola di artikan sebagai bentuk (struktur)
yang tetap. Sedangkan komunikasi adalah proses penciptaan arti terhadap gagasan atau
ide yang di sampaikan. Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita
antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud
dapat dipahami. Dengan demikian, pola komunikasi disini dapat dipahami sebagai pola
hubungan dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara
yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Menurut Tubbs dan Moss
dalam Mulyana (2006:26) mengatakan bahwa pola komunikasi dapat diciptakan oleh
hubungan komplementaris atau simetri. Dalam hubungan komplementer, satu bentuk
perilaku akan diikuti oleh lawannya. Contohnya perilaku dominan dari satu partisipan
mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetri, tingkatan sejauh mana orang
berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi bertemu dengan dominasi, atau kepatuhan
dengan kepatuhan. Disini mulai dilibatkan bagaimana proses interaksi menciptakan
struktur sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan
yang mereka miliki
Komunikasi berarti mentransfer pesan dari satu ke yang lain dan memiliki
beberapa bentuk seperti intrapersonal, interpersonal, kelompok dan komunikasi massa.
Komunikasi memiliki peran yang sangat penting dalam semua kegiatan manusia, baik
individu maupun organiasasi. Peran komunikasi dalam organiasasi sangat diperlukan
guna tercapainya hubungan yang baik antar anggota dan demi tercapainya suatu tujuan
bersama. Seiring dengan terjadinya komunikasi yang terus dilakukan, pola komunikasi
dalam organisasi tersebut akan terbentuk dengan sendirinya, dan setiap organisasi pasti
memiliki pola komunikasi yang berbeda-beda. Cara penyampaian pesan, media yang
digunakan, serta aturan dalam berkomunikasi merupakan bagian dari pola komunikasi.
Pola komunikasi menentukan pembentukan alur dan suasana komunikasi. Suasana yang
bersifat kekeluargaan pada saat berkomunikasi diyakini dapat mendorong anggota
organisasi untuk dapat berkomunikasi secara lebih terbuka, tidak canggung (luwes)
dengan anggota organisasi lainnya.
Oleh karena itu, peranan komunikasi semakin tidak terelakan, untuk kepentingan
berinteraksi, memecahkan masalah, atau untuk menjalin hubungan baik dengan
sesamanya. Demikian pula bila dilihat dari sudut pandang organisasi sebagai suatu
kesatuan sosial yang terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama
lain untuk mencapai suatu tujuan bersama (Robbins, 1994:4), komunikasi memiliki
peranan penting, salah satunya dalam menjalin hubungan dengan para stakeholder.
Pola komunikasi kelompok yang biasanya dilakukan secara langsung atau tatap
muka, kini telah mengalami perubahan. Hal ini menunjukan adanya pergeseran pola
komunikasi yang beralih menggunakan teknologi atau media baru (New Media). New
Media atau media baru bukanlah media cetak, eletronik, maupun radio, media baru lebih
dikenal dengan sebutan intenet. Definisi new media dapat dibatasi sebagai ide, perasaan,
dan pengalaman yang diperoleh seseorang melalui keterlibatanya dalam medium dan
cara berkomunikasi yang baru, berbeda dan lebih menantang (Peter Ride & Andrew
Dewdney, 2006:4).
Setidaknya ada empat generasi yang saat ini bekerja dalam sebuah perusahaan,
yaitu: Generasi Baby Boomer (1946-1967), Generasi X (1968-1980), Generasi Y, Millenial
(1981-1994) dan Generasi Z (1995-2010). Setiap generasi memiliki keunikannya masing-
masing yang didasari oleh values (nilai-nilai) yang mengasah pengalaman hidupnya. Ada
dua hal yang membuat “gap generation” itu terjadi, yaitu arus perubahan atau
modernisasi dan perkembangan teknologi.
Generasi baby boomers (1948–1963) adalah generasi dari hasil didikan keras
generasi traditionalist, tidak jarang generasi baby boomers merupakan orang-orang yang
optimis, idealis dan berani. Kemudian, generasi yang paling cepat mandiri dan
independen, generasi yang saat ini paling banyak menduduki kursi di manajemen
perusahaan yaitu Generasi X (1964 – 1979). Banyak sekali kreativitas dan inovasi yang
berkembang di era generasi X sehingga membuat perubahan yang cukup berpengaruh
dalam kehidupan sosial dan dunia korporasi.
Generasi millennial (1981-1994) atau yang juga dikenal dengan istilah the young
generation atau generasi Y bertumbuh menjadi para pengguna teknologi modern karena
didukung dari perkembangan teknologi yang semakin pesat. The young
generation adalah generasi yang saat ini banyak memenuhi kursi-kursi dikantor
sebagai team player. Sebagian orang mungkin merasa “kewalahan” dengan perilaku
generasi Y di tempat kerja karena mereka sering mengandalkan multitasking dengan
teknologi untuk mendukung pekerjaannya.
Tabel 2. Generational Behavioral Characteristics of Different Age-groups Bencsik and Machova, 2016
Penyebab utama terjadinya digital divide itu sendiri adalah kurang memadainya
infrastruktur yang ada seperti internet, listrik, komputer, dan sebagainya. Pemerataan
infrastruktur tidak dilakukan dengan baik oleh pemerintah sehingga masyarakat yang
berada di tempat yang tidak terjangkau oleh teknologi tidak turut merasakan infrastruktur
seperti di kota sehingga masyarakat tersebut tidak turut berkembang seperti masyarakat
kota. Kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimana seseorang itu mampu
mengoperasikan atau mengakses sebuah informasi terjadi dikarenakan kurangnya
pemerataan edukasi di seluruh daerah. Karena infrastruktur yang tidak memadai, hal ini
memicu proses edukasi untuk pengembangan SDM juga turut terhambat. Mereka juga
cenderung menerima berita-berita yang tidak benar (hoax) dikarenakan tidak mau
mencari tahu kebenaran dan langsung menerima informasi yang ada bulat-bulat.
Selain itu, kekurangan isi (konten) dalam Bahasa Indonesia dalam dunia teknologi
karena di Indonesia, masyarakatnya masih sangat kurang dalam menggunakan bahasa
asing seperti bahasa inggris. Hal ini menjadi penghambat untuk mempelajari segala
sesuatu yang sebenarnya sudah ada di Internet sehingga masyarakat Indonesia
cenderung untuk tidak mau tahu tentang perkembangan teknologi dan mengambil
manfaat dari hal tersebut.
Dampak negatif dari kesenjangan digital adalah bagi mereka yang mampu
menghasilkan teknologi dan sekaligus memanfaatkan teknologi memiliki peluang lebih
besar untuk mengelola sumber daya eknonomi sementara yang tidak memiliki teknologi
harus puas sebagai penonton saja. Akibatnya daerah yang maju semakin maju dan yang
tertinggal semakin tertinggal.
Kemajuan teknologi informasi itu terlahir dari sebuah kemajuan zaman. Digital
divide tidak bisa diselesaikan dengan peningkatan akses terhadap teknologi itu sendiri
karena kesenjangan dalam hal ini berpotensi melahirkan persoalan kesenjangan baru
dalam masyakarat atau memperparah persoalan kesenjangan yang ada, terutama di
negara berkembang seperti Indonesia atau kelompok masyarakat/daerah yang relatif
tertinggal.
Dampak positif dari kesenjangan digital adalah sebagian orang yang belum bisa
mengenal atau menerapkan teknologi yaitu masyarakat dapat termotifasi untuk ikut ambil
bagian dalam peningkatan teknologi informasi.
Beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk kesenjangan digital ini adalah
dimulai dengan menyiapkan masyarakat untuk bisa menangani, menilai, menerima,
memutuskan dan memilih informasi yang tersedia. Mereka juga harus diberi edukasi
untuk tidak menerima informasi itu secara langsung tanpa menyelidiki kebenarannya
sehingga masyarakat Indonesia tidak cenderung termakan oleh berita palsu. Penyiapan
kondisi psikologis bagi masyarakat ini bisa dilakukan dengan melakukan penyuluhan di
seluruh daerah Indonesia secara merata. Dengan persiapan ini, masyarakat akan
mengerti dengan baik tentang kemudahan akses untuk menggunakan dan memperoleh
informasi di era digital.
Mengingat Digital Native adalah seseorang yang lahir selama atau setelah digital
itu dikenalkan dengan lebih luas dan mereka mulai terbiasa berintrakasi dengan digital
sejak usia dini sehingga mereka sudah mulai memahami dari sejak dini tentang hal-hal
yang berhubungan dengan digital. Digital Native ini mempunyai karakter yaitu lahir
setelah tahun 1980, namun dengan catatan mereka hidup di tempat yang dikelilingi oleh
teknologi. Mengerjakan banyak tugas dalam satu waktu, contoh: mengerjakan paper di
komputer sambil mendengarkan musik dan lain-lain. Lebih menyukai membaca dari
screen atau layar.
Untuk hal ini, menurut penelitian yang dilakukan oleh Gary Small (2008) dalam
bukunya yang berjudul IBrain, ia mengatakan bahwa informasi yang dibaca melalui
screen akan lebih bertahan lama dalam memori. Selain itu juga, dengan membaca
melalui screen akan memperbanyak proses penyambungan neuron-neuron di otak. Lebih
menyukai multimedia daripada hanya sekedar teks, lebih cepat memahami konsep,
pengguna teknologi. Bagi mereka tidak ada perbedaan antara dunia offline dan online.
5. Mencari, Bukan Menunggu Instruksi. Mereka tidak suka diajari. Mereka lebih
memilih belajar dengan mencari sendiri konten di dunia digital. Mereka gunakan
mesin pencari. Mereka cari video tutorial di youtube dan belajar sendiri.
Instagram menyediakan posting edit foto snapgram (caption, filter, efek unik, dan
stiker lucu), instastories, video pendek, bumerang, superzoom, rewind, handsfree
dan slow motion, berita mutakhir, link informasi gosip dari akun, meme, video
tutorial, dan klip karaoke yang membuat digital native dapat berlama-lama
menikmati fitur fasilitas yang disediakan oleh Instagram.
• Line
Line merupakan pilihan utama digital native untuk melakukan video call, berbagi
stiker dan emoji, mengobrol di grup, multichat, dan mencari informasi di Linenews.
• Youtube
Youtube adalah media audio visual pilihan digital native untuk menonton film,
acara TV yang terlewat, video, dan vlog.
Facebook bagi digital native berfungsi sebagai media penunjukan identitas diri
melalui pembaruan status kalimat dan status background di newsfeed.
• Snapchat
Twitter menjadi rujukan berita dan informasi yang menjadi trending topic bagi
digital native.
• Ask.fm
Ask.fm adalah aplikasi untuk saling bertanya (question and answer) dengan
anggota ask.fm yang tergabung di dalamnya.
Mailing List (milis) adalah Aplikasi internet yang digunakan sebagai sarana diskusi
atau bertukar informasi dalam satu kelompok melalui e-mail. Setiap email yang
dikirim ke alamat milis akan dikirimkan ke seluruh alamat email yang terdaftar
sebagai anggota milis tersebut.
• Google Drive
Google Drive merupakan aplikasi yang menyimpan data secara online selayaknya
menyimpan ke dalam folder dalam komputer. Layanan ini juga terintregasi dengan
google mail dalam satu akun. Google Drive memberikan layanan penyimpnana
gratis sebesar 15 GB dan dapat ditambahkan dengan pembayaran tertentu.
Dengan fitur unggulan yang sama seperti dropbox, yaitu sinkronisasi data melalui
folder khusus didalam desktop atau dikenal dengan Desktop Sync Clients.
• Google Document
• Google Slide
Google Slide merupakan fasilitas presentasi layaknya power point pada microsoft
office. Fasilitas ini sangat memberikan kemudahan dalam membuat presentasi,
menampilkan presentasi, bahkan dapat berinteraksi antara presenter dengan
pemirsa secara online.
Puluhan tahun yang lalu, seseorang akan lebih banyak mengekspresikan dirinya
melalui pakaian, perhiasan, barang-barang pribadi yang melekat pada diri dan gaya
hidupnya. Mereka mengomunikasikan kepada orang lain, siapa mereka dan apa
kepribadiannya melalui hal-hal ini. Demikian pula, mereka menjadi bagian dari sistem
sosial yang memiliki identitas. Mereka memiliki kontribusi untuk mengubah identitas
sosial, tetapi harus melakukan secara bersama-sama dengan anggota komunitasnya.
Para digital native ini juga memiliki substansi yang sama, tetapi dengan cara dan
kecepatan yang berbeda. Mereka mampu mengekspresikan diri melalui online dan offline.
Mereka memiliki lebih banyak akses, terutama melalui internet dan mobile. Dalam hal
identitas, beberapa perbedaan penting adalah dalam hal personal information.
Para immigrant sangat hati-hati dalam memberikan informasi yang bersifat
personal. Digital native justru sangat terbuka dan cenderung menebar informasi tentang
hobi mereka, apa yang mereka lakukan, dan apa pandangan mereka. Ini dilakukan
karena mereka memiliki keinginan untuk mencapai goal dan tujuan hidup
seperti friendship, social acceptance, popularitas atau sekedar pelepas stres. Kalau
mereka mengundang kawan-kawannya untuk menjadi bagian dari Facebook, maka yang
ingin mereka dapatkan adalah untuk melihat berapa kawan yang menerima respons
mereka.
Digital native ini memiliki kemampuan untuk membentuk identitas mereka lebih
cepat dan lebih beragam. Di sisi lain, mereka tidak memiliki kontrol atau lebih sedikit
kontrol dalam hal persepsi orang lain terhadap identitas mereka. Ini adalah paradoks.
Di masa lalu, kita lebih mudah mengubah identitas sosial atau bagaimana orang
lain mempersepsi kita. Dengan komunikasi yang konvensional, orang-orang di sekitar kita
akan memiliki persepsi seperti yang kita inginkan. Saat ini, identitas sosial justru lebih sulit
karena tidak adanya kekuatan untuk menciptakan maupun mengubah hal ini.
Reebok, di beberapa outletnya yang besar, sudah memiliki sebuah tempat bagi
para digital native untuk mendesain sepatu mereka sendiri. Mereka boleh memilih
modelnya, warnanya, coraknya dan kemudian ukuran sepatunya. Sepatu mereka terasa
pas dengan keinginan dan ini sesuai dengan harapan mereka agar identitas mereka bisa
diekspresikan. Dalam jangka panjang, hal-hal ini akan booming. Perusahaan yang tidak
mampu melihat keinginan para digital native ini pasti akan ditinggalkan.
Daftar Pustaka
Djamarah, Bahri Syaiful. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam keluarga.
Jakarta: PT. Reneka Cipta
Generasi Digital. Swaracinta Edisi 65, Juli – Agustus 2016. Diakses melalui laman
website http://kbknews.id/SC65JULI2016.pdf diakses pada 06/09/2021 pukul 11.02
WIB
Harry, Angiola. 2015. Mengelola Gen Y, Gen X dan Baby Boomers di Perusahaan di
https://www.kompasiana.com/harrystbagindo/55d00f3e0e9373ce10176c8a/mengelola-
gen-y-gen-x-dan-baby-boomers-di-perusahaan?page=all (diakses pada 06/09/2021)
Hasugian J. (2011). Perpustakaan digital dan digital natives. Disampaikan pada Seminar dan
Workshop Nasional Pemberdayaan Repositori. 1 Desember 2011. Medan: Universitas
Nommensen.
Kolnhofer, Anita. Regina Reicher. Agnes Szeghegyi. 2017. The X and Y Generations Characteristic
Comparison. Acta Polytchnica Hungarica (Vol 14, N0 8, 2017)
Prensky, M., (2001). Digital natives, digital immigrant. On the Horizon, 9 (5). Retrieved
from http://www.marcprensky.com/writing/Prensky%20%20Digital%20Natives,%20Digital%
20Immigrants%20-%20Part1.pdf
https://medium.com/@putriisilaban/perkembangan-dan-cara-untuk-mengatasi-digital-divide-di-
indonesia-e43f4a2cd7a8 (diakses pada 06/09/2021 pukul 10.35 WIB)