Formulasi Kebijakan (Konsep, dan Model Dalam Formulasi Kebijakan Publik)
*Formulasi kebijakan publik : Merupakan tahap awal dalam policy process. Secara umum FKP adalah proses menjadikan usulan kebijakan menjadi sebuah produk kebijakan. Proses yang terjadi merupakan proses yang rumit karena melibatkan proses politik dan juga proses yang rasional. Sangat besar kemungkinan terjadi konflik antar aktor. Formulasi yang baik harus beorientasi pada implementasi. *Konsep Formulasi Kebijakan Publik : Anderson : perumusan kebijakan merupakan upaya menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Lindblom : perumusan kebijakan merupakan proses politik yang sangat kompleks dan analitis dimana tidak mengenal kapan dimulai dan diakhirinya. *Proses Formulasi Kebijakan: Diawali dengan keberadaan suatu masalah. Penyusunan agenda kebijakan. Pengumpulan informasi, fakta dan data yg dilakukan dengan proses yg rasional. Pada proses ini juga terjadi proses politik (kompromi, negosiasi, bergaining dsb). Proses pengembangan alternatif dan seleksi alternatif. Diakhiri dengan proses legitimasi kebijakan. *Hal yg penting dalam formulasi kebijakan publik yaitu mengidentifikasi masalah publik, Mengetahui siapa aktor yang akan dilibatkan dalam formulasi kebijakan (baik aktor resmi maupun tak resmi), Memprediksi kemungkinan terjadi diskresi maupun konflik yang sangat tajam antar aktor, Pengembangan alternatif kebijakan, Dari berbagai sudat pandang bisa muncul alternatif kebijakan, Seleksi alternatif dalam rangka mencari alternatif terbaik, merupakan sesuatu yang sangat sulit, Sangat besar kemungkinan terjadi konflik kepentingan dan konflik nilai, Untuk itu maka asumsi dasar, dan indikator, serta teknik pemberian bobot harus dilakukan secara adil dan transparan *Proses formulasi Kebijakan : Proses awal yang sangat penting dalam policy proses yaitu : aktivitas terdiri dari perumusan masalah, agenda setting, penyusunan alternatif, seleksi alternatif, penetapan alternatif terbaik, formulasi kebijakan yg baik harus berorientasi pada implementasi dan evaluasi, perlu langkah yang hati-hati dalam formulasi kebijakan. Dalam FKP proses yang terjadi sangatlah komplek, kompleksitas proses ini sangat tergantung pada jenis kebijakan yang diambil dan sistem pemerintahan yang digunakan, lebih banyak terjadi dinamika politik, dominasi kepentingan politik kadang-kadang mampu mengalahkan rasionalitas. Formulasi kebijakan pada dasarnya merupakan uraian konseptual yang menunjuk kecermatan membaca realitas sosial yang terjadi di masyarakat, namun demikian FKP juga merujuk pada keinginan dan kepentingan elit, realitas sosial sering menimbulkan konflik dan perlu pendekatan dalam mengkaji proses formulasi kebijakan *Model perumusan Kebijakan : Model institusional, Model Kelompok, Model Elit-massa, Model Sistem, Model Rasional komprehensive, Bounded Ratinality/ Satisficing model, Model Inkremental, Mixed scanning model, Model Optimum/ Normative optimum model. Isu-Isu Formulasi Kebijakan (Formulasi Kebijakan Perlindungan anak di kota Semarang) • Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat perlindungan yang rendah terhadap anak. Kasus yang termasuk kekerasan anak terbagi atas tiga hal yaitu kasus kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kasus kekerasan seksual. Berdasarkan UU no. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 ayat 1 atau UU no. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jawa tengah merupakan salah satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang memiliki kasus kekerasan terhadap anak yang tinggi. Kasus kekerasan terhadap anak di Jawa Tengah sudah berada dalam zona merah, artinya sudah mencapai titik yang harus diberi perhatian yang lebih oleh pemerintah. Dengan adanya kasus anak di Kota Semarang menunjukan bahwa masi rendahnya responsivitas Pemerintah Kota Semarang terkait permasalahan yang menyangkut perlindungan anak. • Permasalahan mengenai kekerasan terhadap anak yang diamati melalui proses isu kebijakan yang di dalamnya membahas mengenai masalah bersama dan tujuan bersama, Pembuatan agenda kebijakan diamati melalui penyiapan tim perumus kebijakan dan proses pra kebijakan yang didalamnya terdapat pembuatan naskah akademik, Perumusan dan penetapan kebijakan bersama aktor kebijakan melalui proses publik yang dilanjutkan dengan proses merumuskan kebijakan lalu diakhiri dengan penetapan kebijakan. • Proses formulasi kebijakan perlindungan anak yang terjadi di kota Semarang masih belum terlaksanakan dengan baik. Pada pelaksanaannya proses formulasi kebijakan perlindungan anak sempat mengalami penundaan dan ketidak sesuaian dalam pembuatannya, dikarenakan pelaksanaan kebijakan perlindungan anak di kota Semarang harus dilihat dari aspek tingginya tingkat kekerasan terhadap anak di kota Semarang. • Faktor Penghambat Proses Formulasi Kebijakan Perlindungan Anak di Kota Semarang Karena adanya kepentingan dari para aktor kebijakan dalam memproses formulasi kebijakan perlindungan anak menjadi terhambat dan mengalami penundaan, terhambatnya proses tersebut menjadikan konflik kepentingan antara pihak eksekutif dan legislatif. konflik tersebut yaitu keinginan legislatif untuk menentukan kerja sama dengan siapa saja tanpa memberitahu kepada eksekutif, dan koordinasi yang kurang baik dari kedua lembaga tersebut mengakibatkan terhambatnya pembuatan kebijakan perlindungan anak di kota Semarang Isu-isu Formulasi Kebijakan (Formulasi Kebijakan Komunikasi Untuk Pelaksanaan Program Pembangunan Kesehatan) • Identifikasi analisis situasi yang dilakukan pada kondisi internal dan eksternal, dengan tujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan organisasi, peluang dan hambatan yang ada, kebutuhan yang sebenarnya, serta memperhatikan tuntutan dan dinamika yang terjadi di lingkungan sekitar. Ini dilakukan agar kebijakan yang dihasilkan dapat tepat sasaran dan solutif. Secara umum pelaksanaan kebijakan dan program kesehatan telah mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, meskipun masih ada yang belum diselesaikan. Faktor komunikasi (sosialisasi) pada Kebijakan dan program yang diluncurkan pemerintah menjadi determinan yang menentukan program tersebut berhasil atau tidak. Seluruh informan berpendapat bahwa upaya komunikasi merupakan hal yang penting dalam proses implementasi kebijakan/program pemerintah termasuk bidang kesehatan. • Komponen terakhir dalam formulasi kebijakan adalah mampu mengendalikan semua kegiatan perumusan kebijakan dan memutuskan isi kebijakan yang akan dihasilkan (decision maker). sebagai aktor yang terlibat, baik dalam kapasitasnya memengaruhi pembuatan kebijakan maupun sebagai penerima manfaat (beneficiaries) tidak hanya dalam proses pembuatan kebijakan, tetapi juga pada implementasi kebijakan tersebut nantinya, yang dalam hal ini adalah kebijakan komunikasi/ kehumasan di Kemenkes. Dapat diidentifikasi bahwa aktor kebijakan komunikasi antara lain adalah: Para pejabat pembuat keputusan Menteri Kesehatan pemberi arahan, dukungan dan komitmen, Praktisi Humas di Kemenkes baik di pusat maupun di daerah, sebagai penggunaan langsung kebijakan, Kementerian PAN-RB dan Kementerian Kominfo, selaku lembaga pembina dan pengawas fungsi komunikasi yang dilakukan oleh seluruh kementerian/lembaga pemerintah, Para pakar dan akademisi, selain sebagai tim ahli juga sebagai pengguna, Perwakilan kelompok masyarakat, misalnya LSM, media atau komunitas pemerhati kesehatan, dan sebagainya. • Fungsi komunikasi yang dijalankan oleh Puskomblik Kementerian Kesehatan telah mengalami kemajuan, tetapi masih ada permasalahan dan tantangan internal maupun eksternal, antara lain belum memiliki pedoman komunikasi yang Dijadikan acuan dalam mengarahkan, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsinya sehari-hari dan mengatur hal-hal kehumasan yang mendasar dan menyeluruh. Saat penelitian ini dilakukan, Puskomblik Kemenkes sedang menginisiasi penyiapan kebijakan komunikasi yang berisi materi kehumasan secara umum. Legitimasi dan Anggaran *Pengertian legitimasi : Legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan politik. *Obyek Legitimasi : Obyek legitimasi meliputi masyarakat politik, hukum, lembaga politik, pemimpin politik, serta kebijakan. *Kadar legitimasi : Sehubungan dengan kadar legitimasi atau jumlah dukungan terhadap Kewenangan maka kewenangan dikelompokan menjadi empat tipe, Keempat kadar legitimasi itu meliputi: Pralegitimasi, Berlegitimasi, Tak berlegitimasi, Pasca legitimasi. *Tipe-tipe legitimasi : Berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah maka legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu: legitimasi tradisional, legitimasi ediologi, legitimasi kualitas pribadi, legitimasi prosedural, legitimasi instrumentral *Pengertian penganggaran : Penganggaran adalah suatu proses menyusun rencana keuangan yaitu pendapatan dan pembiayaan, kemudian mengalokasikan dana ke masing-masing kegiatan sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai. Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan sebagainya agar terjamin secara layak. Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu: Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan ekonomi nasional, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. *Fungsi anggaran sektor publik : Sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, alat kebijakan fiskal, alat politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kerja, alat motivasi Anggaran sangat penting dalam kebijakan publik karena memainkan peran kunci dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kegiatan pemerintah. Berikut adalah beberapa alasan mengapa anggaran sangat penting dalam kebijakan publik: Sumber Daya Terbatas, Transparansi dan Akuntabilitas, Pengawasan dan Evaluasi, Perencanaan Jangka Panjang. Legitimasi dan anggaran merupakan dua aspek penting dalam kebijakan publik. Berikut adalah contoh bagaimana keduanya saling terkait: Legitimasi melalui Partisipasi Publik dalam Proses Anggaran, Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran, Evaluasi dan Pengawasan Anggaran Implementasi Kebijakan (Definisi Dan Konsep Implementasi Kebijakan, Model-model Implementasi) *Pengertian Implementasi Kebijakan : Implementasi kebijakan adalah sebuah konsep yang bukan sekedar pelaksanaan dari sebuah kegiatan. Implementasi adalah sebuah proses yang rumit dan kompleks karena sesuatu yang sudah dilaksanakan tepat waktu dan sesuai dengan prosedur tidak berarti sudah terimplementasi dengan baik. *Konsep Implementasi Kebijakan : Konsep implementasi hanya berusaha mengkaji dan menjelaskan mengapa suatu kebijakan bisa berjalan efektif atau sebaliknya dianggap gagal dalam mencapai tujuan atau misinya. Menurut para ahli : Dari pendapat Ripley dan Franklin tersebut, terungkap bahwa implementasi kebijakan merujuk pada serangkaian kegiatan atau tindakan yang menyertai pernyataan tentang tujuan dan hasil program yang ingin dicapai oleh penjabat pemerintah. Lane (1995:99) menguraikan konsep implementasi kebijakan menjadi dua bagian penting. Pertama, implementasi dianggap sama dengan fungsi dari intention, output, and outcome. Kedua, implementasi juga dapat dianggap sebagai persamaan dengan fungsi dari policy, formator, implementor, initator and time. Menurut Lester James P. (1987:19) implementasi kebijakan publik dapat dikonseptualisasi sebagai suatu proses suatu hasil (output) dan sebagai suatu akibat (outcomes) sebagai proses atau suatu rangkaian keputusan atributif awal dari legislatif pusat kedalam suatu akibat. *Model-model Implementasi : Model top down, Model Bottom up, Model analisis kegagalan, Model sintesis, Model Van Meter dan Van Horn, Model Edward III, Model grindle, Model Sabatier dan Mazmanian. Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Publik & Proses Analisis Kebijakan Publik *Pengertian Kebijakan Publik: Kebijakan adalah suatu hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai alternatif yang bermuara kepada keputusan tentang alternatif terbaik. Untuk itu, berbagai keputusan yang diamanatkan pada suatu kebijakan haruslah memiliki tujuan yang menjunjung kepentingan publik, bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah semata. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan alternatif yang diambil berdasarkan analisis mendalam terhadap kesulitan-kesulitan pada sekelompok orang atau pemerintahan di lingkungan tertentu untuk menyelesaikan persoalan dan memperhatikan kepentingan masyarakat yang contohnya meliputi penyusunan undang- undang dan peraturan-peraturan yang memayungi bidang-bidang kepentingan publik seperti keamanan,energi,pendidikan,kesehatan,dan lain lain. Secara terminology, pengertian kebijakan publik itu memliki banyak arti. Semua itu tergantung dari sudut mana seseorang mengartikannya. *Tingkatan Kebijakan Publik : Kebijakan umum (strategi) yaitu tingkat kebijakan umum adalah tingkat kebijakan yang lingkupnya adalah penggarisan mengenai masalah-masalah makro strategis. Digunakan untuk mencapai tujuan nasional. Baik di dalam sebuah situasi maupun kondisi tertentu, Kebijakan manajerial adalah penggarisan terhadap sebuah bidang utama atau major area pemerintahan. Gunanya untuk merumuskan strategi dan administrasi publik serta prosedur di dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan manajerial berada di tangan menteri. Hal itu berdasarkan kebijakan pada tingkat di atasnya. Hasil akan dirumuskan di dalam beberapa bentuk, Kebijakan teknis operasional adalah kebijakan yang meliputi sebuah penggarisan di dalam satu publik. Penggarisan tersebut dilakukan di dalam satu bidang utama di atas. Bentuknya adalah sebuah posedur, serta teknik untuk mengimplementasikan sebuah rencana, kegiatan dan program. *Proses dan Analisis Kebijakan : Proses kebijakan publik dapat dipahami sebagai serangkaian tahap atau fase kegiatan untuk membuat kebijakan publik. Umumnya proses pembuatan kebijakan publik dapat dibedakan ke dalam lima tahapan, sebagai berikut: Penentu agenda, Perumusan alternatif kebijakan, Penetapan kebijakan, Pelaksanaan atau implementasi kebijakan, Penilaian atau evaluasi kebijakan. Proses analisis kebijakan pada dasarnya adalah proses untuk menghasilkan rekomendasi bagi pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat. Sebagai suatu proses, analisis kebijakan dipahami terdiri dari serangkaian kegiatan. Proses analisis kebijakan pada dasarnya terdiri dari 3 langkah utama, yaitu perumusan masalaah kebijakan, perumusan alternatif kebijakan, dan pemilihan alternatif kebijakan. Hasil dari ketiga langkah utama tersebut kemudian didokumentasikan dalam wujud makalah kebijakan. Studi Kasus Implementasi Kebijakan Publik (Implementasi Kebijakan Beasiswa Bidikmisi Studi Kasus Universitas Diponegoro 2018) • Penelitian ini berlokasi di Universitas Diponegoro. Beberapa informasi yang dijelaskan dalam penelitian ini didapatkan dari sumber primer dan sekunder. Beberapa informan yang dimintai keterangan adalah Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekfikti, Wakil Rektor 1 Undip, Kepala Biro Administrasi Kesejahteraan Mahasiswa Undip, Direktorat Bidang Kemahasiswaan Undip, Perwakilan mahasiswa dan Kamdiksi Undip. Selain itu juga didukung dengan studi pustaka dan literature yang pernah membahas engenai beasiswa bidikmisi secara khusus. beasiswa bidikmisi di Universitas Diponegoro, penulis menggunakan pendekatan kebijakan, dengan spesifik implementasi kebijakan. • Variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan beasiswa bidikmisi di universitas dipenogoro: Komunikasi, Sumberdaya, Struktur birokrasi • Proses implementasi kebijakan beasiswa bidikmisi di universitas diponegoro mempunyai tanggung jawab besar sebagai penyelenggara bidikmisi sebagaimana prinsip yang tertuang pada pedoman penyelenggaraan bidikmisi yaitu 3T (Tepat Sasaran, Tepat Waktu, dan Tepat Jumlah). Penerima beasiswa bidikmisi di Undip tercatat berasal dari berbagai daerah di lndonesia. Meskipun mayoritas penerima bidikmisi Undip pada tahun 2017 berasal dari Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 75,50 %. Jumlah penerima bidikmisi pada tahun 2019 dipastikan mengalami peningkatan, Hal itu berpengaruh pada kompleksitas pengorganisasian implementasi beasiswa bidikmisi seperti monitoring, efektivitas dan lambatnya proses pencairan uang saku bulanan di lingkungan Universitas Diponeoro. • Kebijakan beasiswa bidikmisi merupakan program nasional yang mempunyai tujuan mulia yaitu memutus mata rantai kemiskinan melalui akses pendidikan tinggi. Diharapkan para penerima bidikmisi ini selepas melanjutkan pendidikan bisa mengangkat perekonomian dan taraf kehidupan di lingkungan sekitar. Namun terlepas dari itu semua dalam implementasi di perguruan tinggi negeri atau swasta ada beberapa kendala yang sering terjadi. Implementasi beasiswa bidikmisi di Undip kurang berjalan dengan baik. Tim pengelola dan pelaksana beasiswa bidikmisi di lingkungan Undip masih menjadi satu dengan Bagian Kesejahteraan Mahasiswa sehingga hal ini menyebabkan tumpang tindih tupoksi. Selain itu bentuk komunikasi yang ada juga belum berjalan secara optimal. Sehingga hal ini berdampak pada proses pencairan uang bulanan bidikmisi. Studi Kasus Implementasi Kebijakan Publik (Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kota Gorontalo) • Implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan keterampilan berupa pelatihan bagi kelompok usaha masyarakat, kursus komputer, pemberian bantuan modal atau dana bergulir bagi kelompok usaha ekonomi produktif masyarakat, dan program pembangunan rumah layak huni, serta kegiatan pendampingan teknis telah dilaksanakan sesuai tahapan kebijakan P2KP. • Responsivitas pemerintah Kota Gorontalo dalam implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan menunjukkan adanya sikap kepedulian dan daya tanggap pemerintah, berupa dukungan sharing cost melalui APBD Kota Gorontalo, dan dukungan aparatur terhadap semua tahapan implementasi kebijakan P2KP di Kota Gorontalo. • Keberterimaan masyarakat terhadap kebijakan program penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo ditunjukkan oleh adanya pemahaman dan penerimaan serta pastisipasi aktif masyarakat warga sasaran dalam menyukseskan kegiatan dan program yang tertuang dalam kebijakan P2KP, baik bidang sosial, bidang fisik lingkungan, maupun bidang ekonomi produktif. • Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo, meliputi faktor komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana dan struktur birokrasi merupakan faktor yang didalami dalam penelitian, dan pada realitasnya dapat mendukung terhadap pelaksanaan seluruh tahapan program dan kegiatan dalam kebijakan P2KP di Kota Gorontalo Evaluasi Kebijakan Publik (Definisi dan Konsep Evaluasi Kebijakan Publik dan Model Evaluasi) *Definisi : Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Oleh karena itu, evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai atas sesuatu “fenomena” di dalamnya terkandung pertimbangan nilai (valuejudgment) tertentu. (Mustopadidjaja, 2002:45). Evaluasi kebijakan publik adalah suatu tahap yang sangat urgen dalam kebijakan publik, dikarenakan untuk mengukur implementasi dari kebijakan publik tersebut, apakah sudah tecapai dan sesuai dengan harapan atau masih menimbulkan banyak masalah pada target group itu sendiri. *Konsep Evaluasi : Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektivan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai serta untuk melihat sejauhmana kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Menurut Anderson dalam Winarno (2008:166), secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak pelaksanaan kebijakan tersebut. *Model Evaluasi Kebijakan : Model CIPP (context, input, proses and product), Model UCLA, Model Beinkerhoff, Model Stake atau Model Countenance, Model Helmut Wollman, Model William N. Dunn, Model Lester dan Steward, Jr (2000), Model Ernest R. House (1980), Model James Anderson, Model Jones, Model Edward A Suchman, Howlet dan Ramesh (1995) Dimensi Evaluasi Kebijakan Menurut Anderson dalam winamo ( 2008:166), secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak pelaksanaan kebijakan tersebut. Menurut Lester dan Stewart (Winarno, 2008:166) evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda, tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya. *Tipe-Tipe Evaluasi Kebijakan : James Anderson dalam Winarno (2008 : 229) membagi evaluasi kebijakan dalam tiga tipe, masing-masing tipe evaluasi yang diperkenalkan ini didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi, sebagai berikut: Tipe pertama yaitu evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Bila evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri, tipe kedua yaitu yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi ini lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam melaksanakan program, Tipe ketiga yaitu tipe evaluasi kebijakan sistematis, tipe kebijakan ini melihat secara obyektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai. *Fungsi Fungsi dimensi kebijakan publik : Eksplanasi yaitu melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dandapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan program, Kepatuhan : Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukanoleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainya sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan, Audit: Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar- benar sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan, Akunting : Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi darikebijakan tersebut. *Kriteria Evaluasi Dampak Kebijakan : Efektifitas, Efisiensi, kecukupan, perataan, Responsivitas, ketepatan, Evaluasi terhadap dampak kebunakan Isu-isu dalam Evaluasi Kebijakan (Isu dan Masalah Dalam Analisis Evaluasi dan Pengembangan Kebijakan Pendidikan Agama Islam) • Kajian menunjukkan bahwa terdapat isu tentang dikotomi dan diskriminatif pesantren. Padahal dengan adanya integrasi antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum dan dengan mengembangkan pesantren maka proses internalisasi nilainilai karakter terutama nilai-nilai karakter Islami akan lebih mudah dilakukan. Selain isu, terdapat pula masalah mengenai kebijakan Pendidikan Agama Islam, seperti kurang solidnya koordinasi antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, modernisasi Pendidikan Agama Islam, dan masalah lainnya. Masalah-masalah kebijakan tersebut dapat diatasi jika para pemangku kepentingan bisa saling bersinergi untuk mewujudkan pendidikan yang menyeluruh. • Selain isu dikotomi, isu lainnya adalah mengenai posisi pesantren dalam sistem pendidikan nasional. Pesantren merupakan lembaga Pendidikan tertua di Indonesia dan telah memberikan kontribusi yang nyata dalam membangun moral dan akhlak generasi bangsa Indonesia (Erfandi, 2020; Zaini, 2021). Badrudin et al. (2017) menyebutkan bahwa kebijakan terhadap pesantren didominasi oleh pemerintah karena pesantren menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional sejak dimasukkannya dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003, namun pesantren diperlakukan diskriminatif oleh pemerintah yang ditandai dengan implementasi regulasi pesantren yang belum efektif dan alokasi anggaran untuk pesantren dari Pemerintah sangat terbatas sehingga pesantren belum dapat diberdayakan dan dikembangkan secara komprehensif. Begitupun yang diungkapkan oleh Erfandi (2020) bahwa negara belum maksimal dalam memberdayakan pesantren yang dibuktikan dengan belum adanya pengakuan yang kuat oleh negara sehingga pesantren masih diposisikan sebagai lembaga non formal, keberadaannya seakan dikesampingkan dan negara pun terkesan hanya fokus pada pendidikan formal. • Selain isu, terdapat pula masalah terkait Pendidikan Agama Islam yaitu terkait kewenangan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait penyelenggaraan pendidikan keagamaan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Pasal 11 ayat (2) disebutkan bahwa hasil pendidikan keagamaan nonformal dan/atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil pendidikan keagamaan/umum/kejuruan formal setelah lulus dari ujian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi dan dipilih oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Menurut (Walid, 2017), berdasarkan penjelasan pada pasal tersebut maka pendidikan keagamaan akan mendapatkan hak yang sama dengan pendidikan formal, baik perhatian pemerintah maupun pengakuan kesetaraan ijazah sehingga dapat melahirkan sebuah bentuk baru tentang kependidikan di negara Indonesia yang sarat dengan muatan keagamaan yang resmi di akui oleh pemerintah dan lulusannya punya kesempatan yang sama dalam berkarir dan mencari penghidupan dunia tanpa harus terganjal masalah ijasah. • Walaupun pemerintah telah menerbitkan undang-undang bahwa terdapat beberapa isu dan masalah terkait tentang pesantren, namun pemerintah harus segera kebijakan Pendidikan Agama Islam. Isu yang ada menerbitkan peraturan pemerintah sebagai tindak lanjut dari salah satunya adalah mengenai dikotomi atauundang-undang tersebut sehingga pelaksanaan pendidikan pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan di pesantren menjadi lebih jelas. Selain isu, terdapat pula keagamaan. Dilihat dari isu tersebut, jika memang masalah mengenai kebijakan Pendidikan Agama Islam, Indonesia sedang melakukan penguatan pendidikan karakter, seharusnya tidak perlu ada pemisahan seperti kurang solidnya koordinasi antara Kementerian Agama pendidikan keagamaan dan pendidikan umum dan Kementerian Pendidikan, modernisasi Pendidikan Agama karena dengan adanya pendidikan keagamaan Islam, dan masalah lainnya. Masalah-masalah kebijakan maka proses internalisasi nilai-nilai karakter terutamatersebut dapat diatasi jika para pemangku kepentingan bisa nilai-nilai karakter Islami akan lebih mudah dilakukan. saling bersinergi untuk mewujudkan pendidikan yang menyeluruh.
Kinerja Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara. Jadi kebijakan merupakan persaingan, sinergi dan kompromi dari berbagai gagasan para aktor pembuat kebijakan yang mewakili kepentingan-kepentingan yang menyangkut issue publik. Sedangkan implementasi merupakan suatu kajian kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya yaitu dengan langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan. *Implementasi Kebijakan Public : Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan,sebagai output kebijakan publik biasanya dalam bentuk konret yaitu seperti dokumen, Gedung, jalan, manusia dsb sedangkan dalam bentuk outcomenya adalah adanya rumusan target-target,tercapainya kesepahaman antara pemerintah dan masyarakat atau Lembaga masyarakat dsb. *Dimensi Kinerja Kebijakan Public : Konsistensi yaitu pelaksanaan kebijakan berlangsung dengan baik apabila pelaksanaan kebijakan dilakukan secara konsisten dengan berpegang teguh pada prosedur dan norma yang berlaku (Mutiasari, Yamin, & Alam, 2016). Transparansi yaitu merupakan kebebasan akses atas informasi yang patut diketahui oleh public dan/ atau pihak-pihak yang berkepentingan (Coryanata, 2012). Akuntabilitas yaitu setiap aktivitas pelaksanaan kebijakan publik harus dapat di pertanggungjawabkan baik secara administratif maupun substantif, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (Rohman, 2016). Keadilan yaitu sebagai kebaikan, kebajikan, dan kebenaran, yang mengikat antara anggota masyarakat dalam mewujudkan keserasian antara penggunaan hak dan pelaksanaan kewajiban. Partisipasi yaitu keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan. Partisipasi masyarakat disamping menopang percetapan pelaksanaan kebijakan, pada sisi lain akan berdampak pada proses evaluasi/ kontrol atas kinerja pemerintah dan dapat mampu menimalisir penyalahgunaan wewenang (Nasution, 2016).