Anda di halaman 1dari 9

Nama : Angel Ika Br.

Marbun
NIM : 2263201087
Kelas : 3.3

Kebijakan Publik (Rangkuman pertemuan 1-12)

Formulasi Kebijakan (Konsep, dan Model Dalam Formulasi Kebijakan Publik)


*Formulasi kebijakan publik : Merupakan tahap awal dalam policy process. Secara umum
FKP
adalah proses menjadikan usulan kebijakan menjadi sebuah produk kebijakan. Proses yang
terjadi merupakan proses yang rumit karena melibatkan proses politik dan juga proses yang
rasional. Sangat besar kemungkinan terjadi konflik antar aktor. Formulasi yang baik harus
beorientasi pada implementasi.
*Konsep Formulasi Kebijakan Publik : Anderson : perumusan kebijakan merupakan upaya
menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Lindblom : perumusan kebijakan merupakan
proses politik yang sangat kompleks dan analitis dimana tidak mengenal kapan dimulai dan
diakhirinya.
*Proses Formulasi Kebijakan: Diawali dengan keberadaan suatu masalah. Penyusunan
agenda
kebijakan. Pengumpulan informasi, fakta dan data yg dilakukan dengan proses yg rasional.
Pada proses ini juga terjadi proses politik (kompromi, negosiasi, bergaining dsb). Proses
pengembangan alternatif dan seleksi alternatif. Diakhiri dengan proses legitimasi kebijakan.
*Hal yg penting dalam formulasi kebijakan publik yaitu mengidentifikasi masalah publik,
Mengetahui siapa aktor yang akan dilibatkan dalam formulasi kebijakan (baik aktor resmi
maupun tak resmi), Memprediksi kemungkinan terjadi diskresi maupun konflik yang sangat
tajam antar aktor, Pengembangan alternatif kebijakan, Dari berbagai sudat pandang bisa
muncul alternatif kebijakan, Seleksi alternatif dalam rangka mencari alternatif terbaik,
merupakan sesuatu yang sangat sulit, Sangat besar kemungkinan terjadi konflik kepentingan
dan konflik nilai, Untuk itu maka asumsi dasar, dan indikator, serta teknik pemberian bobot
harus dilakukan secara adil dan transparan
*Proses formulasi Kebijakan : Proses awal yang sangat penting dalam policy proses yaitu :
aktivitas terdiri dari perumusan masalah, agenda setting, penyusunan alternatif, seleksi
alternatif, penetapan alternatif terbaik, formulasi kebijakan yg baik harus berorientasi pada
implementasi dan evaluasi, perlu langkah yang hati-hati dalam formulasi kebijakan. Dalam
FKP proses yang terjadi sangatlah komplek, kompleksitas proses ini sangat tergantung pada
jenis kebijakan yang diambil dan sistem pemerintahan yang digunakan, lebih banyak terjadi
dinamika politik, dominasi kepentingan politik kadang-kadang mampu mengalahkan
rasionalitas. Formulasi kebijakan pada dasarnya merupakan uraian konseptual yang
menunjuk
kecermatan membaca realitas sosial yang terjadi di masyarakat, namun demikian FKP juga
merujuk pada keinginan dan kepentingan elit, realitas sosial sering menimbulkan konflik dan
perlu pendekatan dalam mengkaji proses formulasi kebijakan
*Model perumusan Kebijakan : Model institusional, Model Kelompok, Model Elit-massa,
Model Sistem, Model Rasional komprehensive, Bounded Ratinality/ Satisficing model,
Model
Inkremental, Mixed scanning model, Model Optimum/ Normative optimum model.
Isu-Isu Formulasi Kebijakan (Formulasi Kebijakan Perlindungan anak di kota
Semarang)
• Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat perlindungan yang
rendah terhadap anak. Kasus yang termasuk kekerasan anak terbagi atas tiga hal yaitu
kasus kekerasan fisik, kekerasan psikis dan kasus kekerasan seksual. Berdasarkan UU
no. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 1 ayat 1 atau UU no. 35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 menyatakan
bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Jawa tengah merupakan
salah satu dari beberapa provinsi di Indonesia yang memiliki kasus kekerasan terhadap
anak yang tinggi. Kasus kekerasan terhadap anak di Jawa Tengah sudah berada dalam
zona merah, artinya sudah mencapai titik yang harus diberi perhatian yang lebih oleh
pemerintah. Dengan adanya kasus anak di Kota Semarang menunjukan bahwa masi
rendahnya responsivitas Pemerintah Kota Semarang terkait permasalahan yang
menyangkut perlindungan anak.
• Permasalahan mengenai kekerasan terhadap anak yang diamati melalui proses isu
kebijakan yang di dalamnya membahas mengenai masalah bersama dan tujuan
bersama, Pembuatan agenda kebijakan diamati melalui penyiapan tim perumus
kebijakan dan proses pra kebijakan yang didalamnya terdapat pembuatan naskah
akademik, Perumusan dan penetapan kebijakan bersama aktor kebijakan melalui proses
publik yang dilanjutkan dengan proses merumuskan kebijakan lalu diakhiri dengan
penetapan kebijakan.
• Proses formulasi kebijakan perlindungan anak yang terjadi di kota Semarang masih
belum terlaksanakan dengan baik. Pada pelaksanaannya proses formulasi kebijakan
perlindungan anak sempat mengalami penundaan dan ketidak sesuaian dalam
pembuatannya, dikarenakan pelaksanaan kebijakan perlindungan anak di kota
Semarang harus dilihat dari aspek tingginya tingkat kekerasan terhadap anak di kota
Semarang.
• Faktor Penghambat Proses Formulasi Kebijakan Perlindungan Anak di Kota Semarang
Karena adanya kepentingan dari para aktor kebijakan dalam memproses formulasi
kebijakan perlindungan anak menjadi terhambat dan mengalami penundaan,
terhambatnya proses tersebut menjadikan konflik kepentingan antara pihak eksekutif
dan legislatif. konflik tersebut yaitu keinginan legislatif untuk menentukan kerja sama
dengan siapa saja tanpa memberitahu kepada eksekutif, dan koordinasi yang kurang
baik dari kedua lembaga tersebut mengakibatkan terhambatnya pembuatan kebijakan
perlindungan anak di kota Semarang
Isu-isu Formulasi Kebijakan (Formulasi Kebijakan Komunikasi Untuk Pelaksanaan
Program Pembangunan Kesehatan)
• Identifikasi analisis situasi yang dilakukan pada kondisi internal dan eksternal, dengan
tujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan organisasi, peluang dan hambatan
yang ada, kebutuhan yang sebenarnya, serta memperhatikan tuntutan dan dinamika
yang terjadi di lingkungan sekitar. Ini dilakukan agar kebijakan yang dihasilkan dapat
tepat sasaran dan solutif. Secara umum pelaksanaan kebijakan dan program kesehatan
telah mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, meskipun masih ada yang belum
diselesaikan. Faktor komunikasi (sosialisasi) pada Kebijakan dan program yang
diluncurkan pemerintah menjadi determinan yang menentukan program tersebut
berhasil atau tidak. Seluruh informan berpendapat bahwa upaya komunikasi merupakan
hal yang penting dalam proses implementasi kebijakan/program pemerintah termasuk
bidang kesehatan.
• Komponen terakhir dalam formulasi kebijakan adalah mampu mengendalikan semua
kegiatan perumusan kebijakan dan memutuskan isi kebijakan yang akan dihasilkan
(decision maker). sebagai aktor yang terlibat, baik dalam kapasitasnya memengaruhi
pembuatan kebijakan maupun sebagai penerima manfaat (beneficiaries) tidak hanya
dalam proses pembuatan kebijakan, tetapi juga pada implementasi kebijakan tersebut
nantinya, yang dalam hal ini adalah kebijakan komunikasi/ kehumasan di Kemenkes.
Dapat diidentifikasi bahwa aktor kebijakan komunikasi antara lain adalah: Para pejabat
pembuat keputusan Menteri Kesehatan pemberi arahan, dukungan dan komitmen,
Praktisi Humas di Kemenkes baik di pusat maupun di daerah, sebagai penggunaan
langsung kebijakan, Kementerian PAN-RB dan Kementerian Kominfo, selaku lembaga
pembina dan pengawas fungsi komunikasi yang dilakukan oleh seluruh
kementerian/lembaga pemerintah, Para pakar dan akademisi, selain sebagai tim ahli
juga sebagai pengguna, Perwakilan kelompok masyarakat, misalnya LSM, media atau
komunitas pemerhati kesehatan, dan sebagainya.
• Fungsi komunikasi yang dijalankan oleh Puskomblik Kementerian Kesehatan telah
mengalami kemajuan, tetapi masih ada permasalahan dan tantangan internal maupun
eksternal, antara lain belum memiliki pedoman komunikasi yang Dijadikan acuan
dalam mengarahkan, mengendalikan dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan
fungsinya sehari-hari dan mengatur hal-hal kehumasan yang mendasar dan
menyeluruh. Saat penelitian ini dilakukan, Puskomblik Kemenkes sedang menginisiasi
penyiapan kebijakan komunikasi yang berisi materi kehumasan secara umum.
Legitimasi dan Anggaran
*Pengertian legitimasi : Legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat
terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan
politik.
*Obyek Legitimasi : Obyek legitimasi meliputi masyarakat politik, hukum, lembaga politik,
pemimpin politik, serta kebijakan.
*Kadar legitimasi : Sehubungan dengan kadar legitimasi atau jumlah dukungan terhadap
Kewenangan maka kewenangan dikelompokan menjadi empat tipe, Keempat kadar legitimasi
itu meliputi: Pralegitimasi, Berlegitimasi, Tak berlegitimasi, Pasca legitimasi.
*Tipe-tipe legitimasi : Berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap
pemerintah maka legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu: legitimasi tradisional,
legitimasi ediologi, legitimasi kualitas pribadi, legitimasi prosedural, legitimasi instrumentral
*Pengertian penganggaran : Penganggaran adalah suatu proses menyusun rencana keuangan
yaitu pendapatan dan pembiayaan, kemudian mengalokasikan dana ke masing-masing
kegiatan
sesuai dengan fungsi dan sasaran yang hendak dicapai. Anggaran sektor publik dibuat untuk
membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya agar terjamin secara layak. Anggaran sektor publik
penting karena beberapa alasan, yaitu: Anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk
mengarahkan pembangunan ekonomi nasional, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat.
*Fungsi anggaran sektor publik : Sebagai alat perencanaan, alat pengendalian, alat kebijakan
fiskal, alat politik, alat koordinasi dan komunikasi, alat penilaian kerja, alat motivasi
Anggaran sangat penting dalam kebijakan publik karena memainkan peran kunci dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan kegiatan pemerintah. Berikut adalah beberapa
alasan mengapa anggaran sangat penting dalam kebijakan publik: Sumber Daya Terbatas,
Transparansi dan Akuntabilitas, Pengawasan dan Evaluasi, Perencanaan Jangka Panjang.
Legitimasi dan anggaran merupakan dua aspek penting dalam kebijakan publik. Berikut
adalah
contoh bagaimana keduanya saling terkait: Legitimasi melalui Partisipasi Publik dalam
Proses
Anggaran, Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran, Evaluasi dan Pengawasan Anggaran
Implementasi Kebijakan (Definisi Dan Konsep Implementasi Kebijakan, Model-model
Implementasi)
*Pengertian Implementasi Kebijakan : Implementasi kebijakan adalah sebuah konsep yang
bukan sekedar pelaksanaan dari sebuah kegiatan. Implementasi adalah sebuah proses yang
rumit dan kompleks karena sesuatu yang sudah dilaksanakan tepat waktu dan sesuai dengan
prosedur tidak berarti sudah terimplementasi dengan baik.
*Konsep Implementasi Kebijakan : Konsep implementasi hanya berusaha mengkaji dan
menjelaskan mengapa suatu kebijakan bisa berjalan efektif atau sebaliknya dianggap gagal
dalam mencapai tujuan atau misinya. Menurut para ahli : Dari pendapat Ripley dan Franklin
tersebut, terungkap bahwa implementasi kebijakan merujuk pada serangkaian kegiatan atau
tindakan yang menyertai pernyataan tentang tujuan dan hasil program yang ingin dicapai oleh
penjabat pemerintah. Lane (1995:99) menguraikan konsep implementasi kebijakan menjadi
dua bagian penting. Pertama, implementasi dianggap sama dengan fungsi dari intention,
output, and outcome. Kedua, implementasi juga dapat dianggap sebagai persamaan dengan
fungsi dari policy, formator, implementor, initator and time. Menurut Lester James P.
(1987:19)
implementasi kebijakan publik dapat dikonseptualisasi sebagai suatu proses suatu hasil
(output) dan sebagai suatu akibat (outcomes) sebagai proses atau suatu rangkaian keputusan
atributif awal dari legislatif pusat kedalam suatu akibat.
*Model-model Implementasi : Model top down, Model Bottom up, Model analisis kegagalan,
Model sintesis, Model Van Meter dan Van Horn, Model Edward III, Model grindle, Model
Sabatier dan Mazmanian.
Ruang Lingkup Analisis Kebijakan Publik & Proses Analisis Kebijakan Publik
*Pengertian Kebijakan Publik: Kebijakan adalah suatu hasil analisis yang mendalam terhadap
berbagai alternatif yang bermuara kepada keputusan tentang alternatif terbaik. Untuk itu,
berbagai keputusan yang diamanatkan pada suatu kebijakan haruslah memiliki tujuan yang
menjunjung kepentingan publik, bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan
pemerintah semata. Dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu rangkaian
pilihan
alternatif yang diambil berdasarkan analisis mendalam terhadap kesulitan-kesulitan pada
sekelompok orang atau pemerintahan di lingkungan tertentu untuk menyelesaikan persoalan
dan memperhatikan kepentingan masyarakat yang contohnya meliputi penyusunan undang-
undang dan peraturan-peraturan yang memayungi bidang-bidang kepentingan publik seperti
keamanan,energi,pendidikan,kesehatan,dan lain lain. Secara terminology, pengertian
kebijakan
publik itu memliki banyak arti. Semua itu tergantung dari sudut mana seseorang
mengartikannya.
*Tingkatan Kebijakan Publik : Kebijakan umum (strategi) yaitu tingkat kebijakan umum
adalah tingkat kebijakan yang lingkupnya adalah penggarisan mengenai masalah-masalah
makro strategis. Digunakan untuk mencapai tujuan nasional. Baik di dalam sebuah situasi
maupun kondisi tertentu, Kebijakan manajerial adalah penggarisan terhadap sebuah bidang
utama atau major area pemerintahan. Gunanya untuk merumuskan strategi dan administrasi
publik serta prosedur di dalam bidang utama tersebut. Wewenang kebijakan manajerial
berada
di tangan menteri. Hal itu berdasarkan kebijakan pada tingkat di atasnya. Hasil akan
dirumuskan di dalam beberapa bentuk, Kebijakan teknis operasional adalah kebijakan yang
meliputi sebuah penggarisan di dalam satu publik. Penggarisan tersebut dilakukan di dalam
satu bidang utama di atas. Bentuknya adalah sebuah posedur, serta teknik untuk
mengimplementasikan sebuah rencana, kegiatan dan program.
*Proses dan Analisis Kebijakan : Proses kebijakan publik dapat dipahami sebagai
serangkaian
tahap atau fase kegiatan untuk membuat kebijakan publik. Umumnya proses pembuatan
kebijakan publik dapat dibedakan ke dalam lima tahapan, sebagai berikut: Penentu agenda,
Perumusan alternatif kebijakan, Penetapan kebijakan, Pelaksanaan atau implementasi
kebijakan, Penilaian atau evaluasi kebijakan. Proses analisis kebijakan pada dasarnya adalah
proses untuk menghasilkan rekomendasi bagi pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat.
Sebagai suatu proses, analisis kebijakan dipahami terdiri dari serangkaian kegiatan. Proses
analisis kebijakan pada dasarnya terdiri dari 3 langkah utama, yaitu perumusan masalaah
kebijakan, perumusan alternatif kebijakan, dan pemilihan alternatif kebijakan. Hasil dari
ketiga
langkah utama tersebut kemudian didokumentasikan dalam wujud makalah kebijakan.
Studi Kasus Implementasi Kebijakan Publik (Implementasi Kebijakan Beasiswa
Bidikmisi Studi Kasus Universitas Diponegoro 2018)
• Penelitian ini berlokasi di Universitas Diponegoro. Beberapa informasi yang dijelaskan
dalam penelitian ini didapatkan dari sumber primer dan sekunder. Beberapa informan
yang dimintai keterangan adalah Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kemenristekfikti, Wakil Rektor 1 Undip, Kepala Biro Administrasi Kesejahteraan
Mahasiswa Undip, Direktorat Bidang Kemahasiswaan Undip, Perwakilan mahasiswa
dan Kamdiksi Undip. Selain itu juga didukung dengan studi pustaka dan literature yang
pernah membahas engenai beasiswa bidikmisi secara khusus. beasiswa bidikmisi di
Universitas Diponegoro, penulis menggunakan pendekatan kebijakan, dengan spesifik
implementasi kebijakan.
• Variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan beasiswa
bidikmisi di universitas dipenogoro: Komunikasi, Sumberdaya, Struktur birokrasi
• Proses implementasi kebijakan beasiswa bidikmisi di universitas diponegoro
mempunyai tanggung jawab besar sebagai penyelenggara bidikmisi sebagaimana
prinsip yang tertuang pada pedoman penyelenggaraan bidikmisi yaitu 3T (Tepat
Sasaran, Tepat Waktu, dan Tepat Jumlah). Penerima beasiswa bidikmisi di Undip
tercatat berasal dari berbagai daerah di lndonesia. Meskipun mayoritas penerima
bidikmisi Undip pada tahun 2017 berasal dari Provinsi Jawa Tengah yaitu sekitar 75,50
%. Jumlah penerima bidikmisi pada tahun 2019 dipastikan mengalami peningkatan,
Hal itu berpengaruh pada kompleksitas pengorganisasian implementasi beasiswa
bidikmisi seperti monitoring, efektivitas dan lambatnya proses pencairan uang saku
bulanan di lingkungan Universitas Diponeoro.
• Kebijakan beasiswa bidikmisi merupakan program nasional yang mempunyai tujuan
mulia yaitu memutus mata rantai kemiskinan melalui akses pendidikan tinggi.
Diharapkan para penerima bidikmisi ini selepas melanjutkan pendidikan bisa
mengangkat perekonomian dan taraf kehidupan di lingkungan sekitar. Namun terlepas
dari itu semua dalam implementasi di perguruan tinggi negeri atau swasta ada beberapa
kendala yang sering terjadi. Implementasi beasiswa bidikmisi di Undip kurang berjalan
dengan baik. Tim pengelola dan pelaksana beasiswa bidikmisi di lingkungan Undip
masih menjadi satu dengan Bagian Kesejahteraan Mahasiswa sehingga hal ini
menyebabkan tumpang tindih tupoksi. Selain itu bentuk komunikasi yang ada juga
belum berjalan secara optimal. Sehingga hal ini berdampak pada proses pencairan uang
bulanan bidikmisi.
Studi Kasus Implementasi Kebijakan Publik (Implementasi Kebijakan Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) di Kota Gorontalo)
• Implementasi kebijakan program penanggulangan kemiskinan di Kota Gorontalo
dilaksanakan dalam bentuk pendidikan dan keterampilan berupa pelatihan bagi
kelompok usaha masyarakat, kursus komputer, pemberian bantuan modal atau dana
bergulir bagi kelompok usaha ekonomi produktif masyarakat, dan program
pembangunan rumah layak huni, serta kegiatan pendampingan teknis telah
dilaksanakan sesuai tahapan kebijakan P2KP.
• Responsivitas pemerintah Kota Gorontalo dalam implementasi kebijakan program
penanggulangan kemiskinan menunjukkan adanya sikap kepedulian dan daya tanggap
pemerintah, berupa dukungan sharing cost melalui APBD Kota Gorontalo, dan
dukungan aparatur terhadap semua tahapan implementasi kebijakan P2KP di Kota
Gorontalo.
• Keberterimaan masyarakat terhadap kebijakan program penanggulangan kemiskinan di
Kota Gorontalo ditunjukkan oleh adanya pemahaman dan penerimaan serta pastisipasi
aktif masyarakat warga sasaran dalam menyukseskan kegiatan dan program yang
tertuang dalam kebijakan P2KP, baik bidang sosial, bidang fisik lingkungan, maupun
bidang ekonomi produktif.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program penanggulangan
kemiskinan di Kota Gorontalo, meliputi faktor komunikasi, sumber daya, sikap
pelaksana dan struktur birokrasi merupakan faktor yang didalami dalam penelitian, dan
pada realitasnya dapat mendukung terhadap pelaksanaan seluruh tahapan program dan
kegiatan dalam kebijakan P2KP di Kota Gorontalo
Evaluasi Kebijakan Publik (Definisi dan Konsep Evaluasi Kebijakan Publik dan Model
Evaluasi)
*Definisi : Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan
dan kegagalan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Oleh karena itu, evaluasi merupakan
kegiatan pemberian nilai atas sesuatu “fenomena” di dalamnya terkandung pertimbangan
nilai
(valuejudgment) tertentu. (Mustopadidjaja, 2002:45). Evaluasi kebijakan publik adalah suatu
tahap yang sangat urgen dalam kebijakan publik, dikarenakan untuk mengukur implementasi
dari kebijakan publik tersebut, apakah sudah tecapai dan sesuai dengan harapan atau masih
menimbulkan banyak masalah pada target group itu sendiri.
*Konsep Evaluasi : Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektivan
kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan
dicapai serta untuk melihat sejauhmana kesenjangan antara harapan dengan kenyataan.
Menurut Anderson dalam Winarno (2008:166), secara umum evaluasi kebijakan dapat
dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang
mencakup
substansi, implementasi dan dampak pelaksanaan kebijakan tersebut.
*Model Evaluasi Kebijakan : Model CIPP (context, input, proses and product), Model
UCLA,
Model Beinkerhoff, Model Stake atau Model Countenance, Model Helmut Wollman, Model
William N. Dunn, Model Lester dan Steward, Jr (2000), Model Ernest R. House (1980),
Model
James Anderson, Model Jones, Model Edward A Suchman, Howlet dan Ramesh (1995)
Dimensi Evaluasi Kebijakan
Menurut Anderson dalam winamo ( 2008:166), secara umum evaluasi kebijakan dapat
dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang
mencakup
substansi, implementasi dan dampak pelaksanaan kebijakan tersebut. Menurut Lester dan
Stewart (Winarno, 2008:166) evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang
berbeda, tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan
oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya.
*Tipe-Tipe Evaluasi Kebijakan : James Anderson dalam Winarno (2008 : 229) membagi
evaluasi kebijakan dalam tiga tipe, masing-masing tipe evaluasi yang diperkenalkan ini
didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi, sebagai berikut: Tipe pertama
yaitu evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Bila evaluasi kebijakan
dipahami sebagai kegiatan fungsional, evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang
sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri, tipe kedua yaitu yang memfokuskan diri pada
bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi ini lebih membicarakan
sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam melaksanakan program, Tipe ketiga yaitu
tipe
evaluasi kebijakan sistematis, tipe kebijakan ini melihat secara obyektif program-program
kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh
mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.
*Fungsi Fungsi dimensi kebijakan publik : Eksplanasi yaitu melalui evaluasi dapat dipotret
realitas pelaksanaan program dandapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan
antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya. Dari evaluasi ini evaluator dapat
mengidentifikasi masalah, kondisi, dan aktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan
program, Kepatuhan : Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukanoleh
para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainya sesuai dengan standar dan prosedur yang
ditetapkan oleh kebijakan, Audit: Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-
benar
sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan, atau justru ada kebocoran atau penyimpangan,
Akunting : Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi darikebijakan tersebut.
*Kriteria Evaluasi Dampak Kebijakan : Efektifitas, Efisiensi, kecukupan, perataan,
Responsivitas, ketepatan, Evaluasi terhadap dampak kebunakan
Isu-isu dalam Evaluasi Kebijakan (Isu dan Masalah Dalam Analisis Evaluasi dan
Pengembangan Kebijakan Pendidikan Agama Islam)
• Kajian menunjukkan bahwa terdapat isu tentang dikotomi dan diskriminatif pesantren.
Padahal dengan adanya integrasi antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum
dan dengan mengembangkan pesantren maka proses internalisasi nilainilai karakter
terutama nilai-nilai karakter Islami akan lebih mudah dilakukan. Selain isu, terdapat
pula masalah mengenai kebijakan Pendidikan Agama Islam, seperti kurang solidnya
koordinasi antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, modernisasi
Pendidikan Agama Islam, dan masalah lainnya. Masalah-masalah kebijakan tersebut
dapat diatasi jika para pemangku kepentingan bisa saling bersinergi untuk mewujudkan
pendidikan yang menyeluruh.
• Selain isu dikotomi, isu lainnya adalah mengenai posisi pesantren dalam sistem
pendidikan nasional. Pesantren merupakan lembaga Pendidikan tertua di Indonesia dan
telah memberikan kontribusi yang nyata dalam membangun moral dan akhlak generasi
bangsa Indonesia (Erfandi, 2020; Zaini, 2021). Badrudin et al. (2017) menyebutkan
bahwa kebijakan terhadap pesantren didominasi oleh pemerintah karena pesantren
menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional sejak dimasukkannya dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003, namun pesantren diperlakukan diskriminatif oleh
pemerintah yang ditandai dengan implementasi regulasi pesantren yang belum efektif
dan alokasi anggaran untuk pesantren dari Pemerintah sangat terbatas sehingga
pesantren belum dapat diberdayakan dan dikembangkan secara komprehensif.
Begitupun yang diungkapkan oleh Erfandi (2020) bahwa negara belum maksimal
dalam memberdayakan pesantren yang dibuktikan dengan belum adanya pengakuan
yang kuat oleh negara sehingga pesantren masih diposisikan sebagai lembaga non
formal, keberadaannya seakan dikesampingkan dan negara pun terkesan hanya fokus
pada pendidikan formal.
• Selain isu, terdapat pula masalah terkait Pendidikan Agama Islam yaitu terkait
kewenangan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
terkait penyelenggaraan pendidikan keagamaan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Pasal 11 ayat
(2) disebutkan bahwa hasil pendidikan keagamaan nonformal dan/atau informal dapat
dihargai sederajat dengan hasil pendidikan keagamaan/umum/kejuruan formal setelah
lulus dari ujian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi dan dipilih
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Menurut (Walid, 2017), berdasarkan
penjelasan pada pasal tersebut maka pendidikan keagamaan akan mendapatkan hak
yang sama dengan pendidikan formal, baik perhatian pemerintah maupun pengakuan
kesetaraan ijazah sehingga dapat melahirkan sebuah bentuk baru tentang kependidikan
di negara Indonesia yang sarat dengan muatan keagamaan yang resmi di akui oleh
pemerintah dan lulusannya punya kesempatan yang sama dalam berkarir dan mencari
penghidupan dunia tanpa harus terganjal masalah ijasah.
• Walaupun pemerintah telah menerbitkan undang-undang bahwa terdapat beberapa isu
dan masalah terkait tentang pesantren, namun pemerintah harus segera kebijakan
Pendidikan Agama Islam. Isu yang ada menerbitkan peraturan pemerintah sebagai
tindak lanjut dari salah satunya adalah mengenai dikotomi atauundang-undang tersebut
sehingga pelaksanaan pendidikan pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan
di pesantren menjadi lebih jelas. Selain isu, terdapat pula keagamaan. Dilihat dari isu
tersebut, jika memang masalah mengenai kebijakan Pendidikan Agama Islam,
Indonesia sedang melakukan penguatan pendidikan karakter, seharusnya tidak perlu
ada pemisahan seperti kurang solidnya koordinasi antara Kementerian Agama
pendidikan keagamaan dan pendidikan umum dan Kementerian Pendidikan,
modernisasi Pendidikan Agama karena dengan adanya pendidikan keagamaan Islam,
dan masalah lainnya. Masalah-masalah kebijakan maka proses internalisasi nilai-nilai
karakter terutamatersebut dapat diatasi jika para pemangku kepentingan bisa nilai-nilai
karakter Islami akan lebih mudah dilakukan. saling bersinergi untuk mewujudkan
pendidikan yang menyeluruh.

Kinerja Kebijakan Publik


Kebijakan publik merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara
langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam dan manusia demi
kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara. Jadi
kebijakan merupakan persaingan, sinergi dan kompromi dari berbagai gagasan para aktor
pembuat kebijakan yang mewakili kepentingan-kepentingan yang menyangkut issue publik.
Sedangkan implementasi merupakan suatu kajian kebijakan yang mengarah pada proses
pelaksanaan dari suatu kebijakan. Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya yaitu dengan langsung mengimplementasikan
dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan.
*Implementasi Kebijakan Public : Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa
yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan,sebagai output kebijakan publik
biasanya dalam bentuk konret yaitu seperti dokumen, Gedung, jalan, manusia dsb sedangkan
dalam bentuk outcomenya adalah adanya rumusan target-target,tercapainya kesepahaman
antara pemerintah dan masyarakat atau Lembaga masyarakat dsb.
*Dimensi Kinerja Kebijakan Public : Konsistensi yaitu pelaksanaan kebijakan berlangsung
dengan baik apabila pelaksanaan kebijakan dilakukan secara konsisten dengan berpegang
teguh pada prosedur dan norma yang berlaku (Mutiasari, Yamin, & Alam, 2016).
Transparansi
yaitu merupakan kebebasan akses atas informasi yang patut diketahui oleh public dan/ atau
pihak-pihak yang berkepentingan (Coryanata, 2012). Akuntabilitas yaitu setiap aktivitas
pelaksanaan kebijakan publik harus dapat di pertanggungjawabkan baik secara administratif
maupun substantif, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan (Rohman, 2016).
Keadilan yaitu sebagai kebaikan, kebajikan, dan kebenaran, yang mengikat antara anggota
masyarakat dalam mewujudkan keserasian antara penggunaan hak dan pelaksanaan
kewajiban.
Partisipasi yaitu keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan.
Partisipasi masyarakat disamping menopang percetapan pelaksanaan kebijakan, pada sisi lain
akan berdampak pada proses evaluasi/ kontrol atas kinerja pemerintah dan dapat mampu
menimalisir penyalahgunaan wewenang (Nasution, 2016).

Anda mungkin juga menyukai