Anda di halaman 1dari 33

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN.

1. Pengertian kehamilan
Kehamilan ialah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai konswepsi dan
berakhir sampai permulaan persalinan. (Manuaba.Ida bagus gede, 1998;4)

2. Penyebab Kehamilan

Kehamilan dapat terjadi karena pertemuan ovum dan sperma. Pada coitus air mani terpancar
kedalam ujung dari vagina sebanyak 3CC. Dalam air mani terdapat spermatozoa atau sel-sel
mani sebanyak100-200 juta tiap cc.
Sel mani bentuknya seperti kecebong dengan kepala yang lonjong dan ekor yang panjang
seperti cambuk. Inti sel terdapat dikepala sedang ekor gunanya untuk bergerak maju. Karena
pergerakkan ini maka dalam sartu jam spermatozoa melalui canalis servikalis dan cavum
uteri kemudian kemudian berada dalam tuba. Disini sel mani menunggu kedatangan sel telur,
jika pada saat ini terjadi ovulasi maka mungkin terjadi fertilisasi, jadi kehamilan dapat
dihasilkan bila coitus dilaksanakan pada saat ovulasi. (Obtetrie fisiologi Padjajaran. 1983; 99)

3. Tanda-tanda Kehamilan

Tanda-tanda kehamilan meliputi tanda-tanda presumtif, tanda mungkin hamil, dan tanda
hamil pasti.
Tanda-tanda persumtif yaitu : Amenorrhoe, mual dan muntah, mengidam (ingin makan
khusus), tidak tahan suatu bau-bauan, pingsan bila berada ditempat ramai, sesak dan padat,
anorexia, lelah, payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri serta kelenjar montgomeri
terlihat lebih besar dan padat. Asanya konstipasi, pigmentasi kuliut, epulis (hypertropi dari
pupil gusi) dan pemekaran vena-vena.
Sedangkan tanda-tanda kemungkinan hamil yaitu : perut membesar, uterus membesar adanya
tanda hegar, tanda chadwick, tanda piskasek, adanya kontraksi kecil uterus bila dirangsang
(braxton hicks), teraba ballotement, dan reaksi kehamilan positif.
San tanda hamil pasti yaitu : adanya gerakan janin, denyut janin dapat didengar dengan
stetoskop, dopler, fero elektrocardiogram serta terlihat di USG, foto rontgen.

4. Pengertian primigravida

Primigravida ialah seorang wanita hamil untuk pertama kalinya. (Mochtar, Rustam,
1990;100)

5. Tanda-tanda kehamilan primigravida meliputi :

Perut tegang, pusar menonjol, rahim tegang, payudara tegang, labia mayora tampak bersatu,
hypen seperti pada beberapa tempat, vagina sempit dengan rugae yang utuh, servicks licin
bulat dan tidak dapat dilalui oleh satu ujung jari, perineum utuh dan baik. Pada servix
terdapat pembukaan yang didahului dengan pendataran dan setelah itu baru pembukaan
(pembukaan rata-rata1 Cm dalam 2 jam). Pada bagian terbawah janin turun pada 4-6 minggu
akhir kehamilan, dan pada persalinan hampir selalu dengan episiotomi (Mochtar, Rustam,
1998; 46).
6. Perubahan-perubahan pada ibu hamil.

Kehamilan melibatkan perubahan fisik maupun emosional dari ibu hamil.

Di bawah ini terdapat perubahan sistem reproduksi dalam bentuk tabel.

Perubahan pada... Penyebab


1.Endometrium Pengaruh hormon estedrogen progesteron mempertahankan
implantasi di endometrium.
Proliferasi endometrium sebagai
persiapan terjadinya inplantasi
ovum.

Glukogen dihimpun dalam


lapisan endometrium untuk
mensuplai makanan pada
blastokis bila terjadi konsepsi
2. Ovarium bertanggung jawab Implatansi blatokist dan perkembangan plasenta dijamin oleh
terhadap pembentukan corpus sekresi progesteron. NCG mulai usia kehamilan 8 hari, yang
luteum berfungsi menyediakan nutrisi dan hormon untuk
mempertahankan corpus luteum 7-10 minggu sampai placenta
dapat berfungsi
3. Tuba falopii merupakan Dengan rangsangan hormon esterogen dan progesteron cairan
tempat mertemunya ovum dab dalam memberi isyarat tentang kondisi, peristiwa dan
sperma dan merupakan saluran kapasitas sperma dan pembelahan-pembelahan dalam gamet
telur kedalam uterus mengadakan persiapan yang memadai pada endometrium
untuk iumplantasi telur..
4. Cervix uteri Esterogen bertanggung jawab terhadap perubahan cervix
sehingga timbul tanda chadwick. Sumbatan disaluran cervix
Terdapat peningkatan dari
dapat berfungsi untuk janin, dari inovasi mekanik atau bakteri
vascularisasi, edema lembut dan
pada awal persalinan sumbatan ini twerpisah dan kencang.
pembesaran dari
Pembuluh darahnya terp[otong dan cairan kental dikeluarkan
glandula/kelenjarcervical
sebagai blood slym.
5. Payudara Di bawah rangsangan esterogen dan progesteron payudara
membesar ukurannya, puting susu juga membesar, warnanya
terdapat peningkatan dari
lebih gelap, menonjol, kelenjar montgomerinya membesar.
ukuran nodulus dan sensitifitas.
Produksi kolostrum berlangsung pada akhir kehamilan dan
Sistem saluran payudara telah
buah dada terus membesar.
tumbuh sejak usia kehamilan 3
bulan
6. Vagina Dibawah pengaruh esterogen terdapat proliferasi dari sel-sel
vagina yang menyebabkan dinding saluran vagina menjadi
Vascularisasi meningkat pada
lebih tebalberlipat-lipat dan membesar dalam mempersiapkan
vagina sehingga vagina menjadi
lewatnya kepala bayi.
lebih padat
7. Pertumbuhan uterus Pengaruh esterogen dan progesteron mempengaruhi
pertumbuhan dan berfungsinya uterus. Progesteron
Berat uterus meningkat dari 30-
mempersiapkan tempat implantasi dan menghalangi
50 gram menjadi 900-1000
kontraktifitas miometrium.
gram pada kehamilan aterm.
Volume uterus meningkat dari Uterus akan dapat teraba
10 ml menjadi 2-10 liter pada
3 bulan pada sekitar simpisis
kehamilan aterm

6 bulan setinggi pusat

4 bulan 3 jari dibawah pusat


Posisi uterus Perkembangan janin dapat dipantau , menyebabkan tekanan
pada ureter kanan. Berat uterus pada trimester III dapat
Memasuki rongga panggul pada
menekan vena kava dan aorta dapat menyebabkan tanda-tanda
minggu ke 12 dan mengadakan
hipertensi pada posisi terlentang
dextro rotasi kearah kanansesuai
pembesarannya
Uterusbertahan dalam posisi Pertumbuhan janin teraba. Kehilangan pusat gaya berat sesuai
longituginal terhadap garis aksis dengan pemberatan uterus.
panggul
Sokongan bagian depan oleh Penyempitan lumen rectum dapat terjadi
dinding abdomen
Uterus tidak begitu semsitif Kontraksi pada awal kehamilan dapat menyebabkan
untuk kontraksi sehingga keguguran. Kelahiran pre term merupakan resiko pada
sampai pertengahan kehamilan, kehamilan trimester III
ketika uterus menjadi lebih
sensitif akibat rangsangan
oksitosin
Pada akhir trimester II sampai Merupakan permulaan kelahiran pada kehamilan aterm.
trimester III, uterus lebih Menyebabkan kematangan, dilatasi,perdarahan cervix pada
sensitif untuk kontraksi kehamilan aterm.
Kontraksi Broxton hicks Esterogen menyebabkan peregangan myometrium. Wanita
merupakan kontraksi yang tidak hamil merasakan kontraksi terasa tegangandan tekanan pada
beraturan, datang sewaktu- uterus. Kontraksi ini dapat diraba pada pemeriksaan . Pada
waktu, tidak mempunyai irama trimester III kehamilan dalam masa persalinan.(Maternity
tertentu, kontraksi ini dapat Nursing W.B. Sauders, 1981)
timbul selama kehamilaan.

7. Penyesuaian dan proses psikologis

Penyesuaian dan proses psikologis sibagi dalam trimester I, II, dan III seperti tercantum
dalam tabel di bawah ini

Klasihikasi Periode Perusahan psikologis


Trimester I Periode penyesuaian Meningkatnya kebutuhan mencintai dan
terhadap kenyataan dicintai tanpa seks libido karena
bahwa ia hamil dipengaruhi oleh kelelahan, mual dan
payudara yang membesar.

Adanya kekhawatiran dan kecemasan.


Trimester II Periode kesehatan Ibu merasa sehat

Bebas dari ketidaknyamanan

Merupakan fase bathiniah, kehamilan untuk


membangkitkan identitas keibuannya.

Sebagai wanita merasa lebih erotik.


Trimester III Periode penggunaan Terdapat rasa gelisah
yang waspada
Adanya rasa ketakutan

Ketidak nyamanan fisik

Memerlukan dukungan

Seksualitas menurun karena perut


membesar sehingga menciptakan rasa
bersalah pada ibu.

Berbagi perasaan diantara pasangan sangat


penting untuk periode ini. (Varney.H.1997)

8. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Dalam memberikan Asuhan kebidanan dilakukan melalui langkah-langkah pengkajian,


menentukan diagnosa, merencanakan dan melaksanakan asuhan kebidanan serta melakukan
evaluasi hasil kegiatan.

9. Pengkajian

Pemeriksaan pada ibu selama kehamilan penting sekali. Hasil pemeriksaan yang lengkap
akan memberikan gambaran yang menyeluruh untuk menilai kesejahteraan ibu,
mengidentifikasikan perubahan-perubahan normal serta mendeteksi keadaan-keadaan yang
mengandung resiko kehamilan dan massa persaklinan. Pengkajian dilakukan terhadap
keseluruhan aspek yang meliputi aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual ibu seperti
tercantum dalam tabel dibawah ini.
10. Pengkajian data subyektif

Pengkajian
Hal-hal yang dikaji Tujuan
Tentang
1. Identitas/Bio Nama DX/suami, umur, agama, status Untuk mengetahui atau mengenal
data perkawinan, pendidikan, pekerjaan, penderita dan menentukan status
alamat, penghasilan sdosial ekonominya yang harus
diketahui misal : untuk menentukan
Anjuran apa yang diberikan selain itu
umur penting untuk prognosa
kelahiran.
2. Keluhan Apa yang px rasakan/penderita rasakan Agar diketahui apakah penderita
utama saat ini datng untuk pemeriksaan kehamilan
atau kalau ada keluhan-keluhan lain
yang penting
3. Riwayat Usia hamil, HDHT, siklus haid, Anamnesa haid serta siklusnya dapat
kehamilan perdarahan pervaginam, fluor, diperhitungkan tanggal persalinan
ini mual/muntah, masalah kelainan pada serta memantau perkembangan
kehamilan sekarang, pemakaian obat- kehamilannya serta dengan anamnesa
obatan/jamu ini dapat diketahui dengan segera
adanya kelainan / masalah dalam
kehamilan dan dapat ditangani
dengan segera.
4. Riwayat Jumlah kehamilan, jumlah persalinan, Pertanyaan ini mempengaruhi
obstetri jumlah persalinan cukup bulan, jumlah prognosa persalinan dan persiapan
yang lalu persalinan prematur, jumlah anak persalinan yang lampau adalah hasil
hidup, jumlah keguguran. Perdarahan ujian—ujian dari segala faktor yang
pada kehamilan, persalinan, nifas mempengaruhi persalinan.
terdahulu, berat bayi <> 4 kg. Adanya
masalah-masalah persalinan kehamilan
dan nifas yang lalu
5. Riwayat Jantung, tekanan darah tinggi, TBC, Data ini penting diketahui untuk
penyakit pernah operasi, alergi obat/makanan, melihat adanya kemungkinan
ginjal, asma, epilepsi, penyakit hati, penyakit-penyakit yang menyertai
pernah kecelaakaan. dan dapat mempengaruhi kehamilan.
6. Riwayat - Anak kembar Data ini untuk melihat kemungkinan
kesehhatan terjadi terhadap ibu hamil dan
- Penyakit menular yang dapat
keluarga mengupayakan pencegahan dan
mempengaruhi persalinan (TBC)
penanggulangannya.

- Penyakit keluarga yang dapat


diturunkan CDM
7. Riwayat KB - Metode KB apa yang dipakai dan lama Data ini untuk menentukan rencana
pemakaian tindakan dalam mengambil keputusan
bila diperlukan dan membantu dalam
mengkaji keadaan psikologis ibu.
8. Riwayat - Status soosial ekonomi Data ini untuk mengetahui adanya
sosial kebiasaan-kebiasaan sehari-hari ibu
- Responibu dan keluarga terhadap
ekonomi kehamilan yang akan mempengaruhi kehamilan.

- Jumlah
kelluarga di rumah yang
membantu

- Siapayang membuat keputusan dalam


keluarga.

- Pendidikan, pekerjaan, penghasilan.


9. Pola - Makan dan minum Data ini untuk mengetahui adakah
kegiatan kebiasaan sehari-hari ibu yang akan
- Pola eliminasi
sehari-hari mempengaruhi kehamilan.
- Keberhasilan diri

- Aktifitas sehari-hari

- Tidur dan istirahat

- Olahraga.
11. Pengkajian data obyektif

Pengkajian Hal yang dikaji Rasionalisasi


Pemeriksaan umum - Kesadaran Untuk menilai kesan pertama kepadda klien
dan menentukan tindakan
- Tinggi badan
Untuk memberikan gambaran menganai
- Berat badan
ukuran panggul

- Tanda-tanda vital; suhu,


Untuk mengetahui status gizi ibu & dapat
nadi, tensi, respirasi
dipantau perkembangannya.

Untuk mengatahui adanya kelainan pada


sistem tubuh.
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi - Rambut : bersih/kotor Untuk mengetahui keadaan setiap bagian
apakah mudah tubuh dan pengaruhnya terhadap kehamilan
dicabut.

- Muka adakah cloasma


gravidarum

- Mulut dan gigi :


kebersihan,
stomatitis, caries
leher : addakah
pembesaran kelenjar
limfe.

- Dada : bentuk payudara


pigmentasi areola
pappila mamae
- Perut apakah
pembesaran perut
sesuai umur
kehamilan, adakah
strie gravidarum atau
bekass operasi

- Vulva : keadaan
perineum.

- Ekstremitas : adakah
varices, oedema, luka
2. Palpasi - Leopold I Menentukan TFU dan tuanya kehamilan
serta bagian apa yang di fundus
- Leopold II
Menentukan letak punggung anak dengan
- Leopold III
presentasi membujur dan menentukan
kepala anak pada letak lintang.
- Leopold IV

Menentukan apa yang terddapat dibagian


bawah dan apakah bagian anak sudah
masuk PGP atau belum.

Menentukan bagiaan bawah dan seberapa


masuknya.
3. Auscultasi - Denyut jantung janin
4. Perkusi - Reflek patella Untuk mengetahui keadaan janin
mengetahui reflek patela bila kemungkinan
mengalami kekurangan Vit B1.
- Distantia spinarum
5. Ukuran panggul luar Untuk mengetahui keadaan panggul yang
akan berpengaruh pada proses persalinan.
- Distantia cristorum

- Bordelogue

- Lingkar panggul

- Albumin
6. Pemeriksaan Untuk mengetahui faktor resiko ibu hamil,
laboratorium misal : pre eklamsi
- Reduksi

Untuk mengetahui apakah ibu mengidap


- Hb
DM
- HBSAg
Untuk mengetahui faktor resiko terhadap
anemia

Untuk mengetahui faktor resiko terhadap


hepatitis
12. Pengkajian

Data Dasar Diagnosa / Masalah


S Ibu mengatakan hamil ...... bulan G............., P.............mgg
kehamilan ke berraapa, gerakan anak
O T/H, intra/ekstra uterin, letak, k/u ibu.......
mulai dirasakan kapan HDHT, keluhan
saat ini.

K/u ibu kesadaran ..........

BB........, TB......cm, , T......., S.........,


N......., R.........

Hasil inspeksi............

Hasil palpasi............

Hasil auscultasi.............

Hasil perkusi..............

Hasil pemeriksaan laboratorium

13. Perencanaan

Diagnosa : G........, D........., ..........mgg, T/H, inttra uterin panggul.........k/u ibu.............


Tujuan : kehamilan berjalan normal
Kriteria : - Keadaan ibu dan janin baik
- TFU sesuai umur kehamilan

Perencanaan Rasionalisasi
1. Lakukan komunikasi therapeutik Dengan komunikasi therapeutik diharapkan
dengan klien tercipta hubungan/ kerja sama yang baik antara
klien dan petugas
2. Berikan penjelasan pada px tentang
kondisi kehamilannya Pemberian informasi pada klien tentang kondisi
kehamilannya akan menambah pengetahuan klien
3. Berikan KIE dan membuat klien tenang dan tidak cemas.

- Tanda-tanda persalinan Dengan penjelasan ibu akan lebih menngerti dan


tidak akan bingung dalam menghadapi masalah.
- Persiapan persalinan
Konvoi yang teratur akan dapat mempermudah
- Tanda-tanda bahaya
kita untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang ada
secara dini.
- Tempat melahirkan

- Penolong

4. Anjurkan klien kontrol 1 bulan lagi

14. Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan didalam pelaksanaan kemungkinan


bidan melakukan tindakan secara langsung pada klien atau bekerjasama (kolaborasi ) dengan
tenaga lain.
Kegiatan pelaksanaan perlu dikendalikan agar tetap menuju sasaran. Setiap tindakan yang
dilakukan memberikan perubahan pada sasaran.

15. Evaluasi

Tahap ini menentukan tingkat keberhasilan dari tindakan. Bila tindakan yang dilakukan
mencapai tujuan perlu dipertimbangkan kemungkinan masalah baru yang timbul akibat
keberhasilan. Dan sebaliknya bila tindakan tidak mencapai tujuan maka lanngkah-langkah
sebelumnya perlu diteliti kembali.
Asuhan Keperawatan Pada Lansia
PENDAHULUAN

Dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia :
1. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59
2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5. Lansia tidak potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain(Depkes RI, 2003).

Tugas Perkembangan Lansia :


1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

KONSEP TUJUAN DAN FUNGSI PELAYANAN

Tujuan pedoman pelayanan ini adalah memberi arah dan memudahkan petugas dalam
memberikan pelayanan sosial, kesehatan dan perawatan lanjut usia di PSTW, serta
meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia.
Tujuan pelayanannya adalah:
1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia.
3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tenteram, bahagia, dan
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tugas pelayanan meliputi: 1.Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi
pemenuhan kebutuhan hidup, pembinaan fisik, mental, dan sosial, member pengetahuan serta
bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna.
2.Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan mampu
menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia. Fungsi pelayanan dapat berupa pusat
pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat
pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan pusat pemberdayaan lanjut usia. Sasaran
pelayanan ini adalah lanjut usia potensial, yaitu lanjut usia yang berusia 60 tahhun ke atas,
masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.
Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas, tidak berdaya
mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain, keluarga lanjut usia,
masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial. Kebutuhan Lansia Dengan memperhatikan
keanekaragaman latar belakang boipsiko-sosial dan spiritual lanjut usia, kebutuhan dan
tindakan dalam pelayanan untuk lanjut usia dapat diidentifikasi.
Dalam tindakan ini, petugas berkewajiban memotivasi, mengarahkan, mengajarkan, dan
membantu melaksanakan kegiatan lanjut usia.
1. Kebutuhan Biologis
a. Makan dan minum
b. Pakaian
c. Tempat tinggal
d. Olahraga
e. Istirahat/tidur
2. Kebutuhan Psikologis
a. Sering marah
b. Rasa aman dan tenang
c. Ketergantungan
d. Sedih dan kecewa
e. Kesepian
3. Kebutuhan Sosial
a. Aktifitas yang bermanfaat
b. Kesulitan menyesuaikan diri
c. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
d. Bersosialisasi dengan sesama lansia
e. Kunjungan keluarga
f. Rekreasi/hiburan
g. Mengikuti pendidikan usia ketiga
h. Tabungan/simpanan bagi lansia yang berpenghasilan
4. Kebutuhan Spiritual
a. Bimbingan kerohanian
b. Akhir hayat yang bermartabat

Tujuan pembinaan kesehatan lansia dipanti meliputi tujuan umum dan khusus :
1.Tujuan Umum, Meningkatnya derajat kesehatan danmutu kehidupan lansia dipanti agar
mereka dapat hidup layak.
2.Tujuan khusus
a . Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dipanti, baik oleh petugas
kesehatan maupun petugas panti.
b. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti dalam
memelihara kesehatan diri sendiri.
c. Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan
lansia dipanti.

Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif,


preventif, kuratif dan rehabilitative.
1. Upaya promotif yaitu untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat
kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.
Kegiatan tersebut dapat berupa :
a. Penyuluhan, demonstrasi dan pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini :
• Masalah gizi dan diet
• Perawatan dasar kesehatan
• Keperawatan kasus darurat
• Mengenal kasus gangguan jiwa
• Olahraga
• Teknik-teknik berkomunikasi
• Bimbingan rohani
b. Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan.
c. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti
d. Rekreasi
e. Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti
f. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas
melalui berbagai macam media.
2. Upaya preventif yaitu pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatanya dapat berupa kegiatan
berikut ini:
a. Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dip anti oleh petugas kesehatan yang datang ke
panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.
b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun
petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang
menggunakan buku catatan pribadi.
d. Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.
e. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya
masing-masing.
f. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
h. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya
agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu,
tempat, dan orang secara optimal.
3. Upaya kuratif yaitu pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti
terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:
a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah
dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
b. Pengobatan jalan di puskesmas.
c. Perawatan dietetic.
d. Perawatan kesehatan jiwa.
e. Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
f. Perawatan kesehatan mata.
g. Perawatan kesehatan melalui kegiatan di puskesmas.
h. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.
4. Upaya rehabilitative yaitu untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin. Kegiatn ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (keterampilan/kejuruan),
dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah
dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat). Pakar psikologi Dr.
Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan dip anti pada
dasarnya memiliki sisi negative dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat
memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia
sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian
yang biasanya mereka alami. Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa nyaman berada
di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal
dipanti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apapun alasannya. Tinggal di rumah
masih jauh lebih baik daripada dipanti. Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya,
maka muncul perasaan tidak berguna (usless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua
masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat
mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai
ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.

10 kebutuhan lansia (10 needs of theelderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai
berikut :
1. Makanan cukup dan sehat (healty food)
2. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories
3. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay)
4. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities
5. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum (technical, judicial assistance)
6. Transportasi umum (facilities for public transportations)
7. Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations
8. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic)
9. Rasa aman dan tentram (safety feeling)
10. Bantuan alat-alat pancaindra (other assistance/aids).

Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subside and facilities) Hal-hal
yang Perlu Diperhatikan Lansia Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia
berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik (maladaptif).
1. Perilaku yang kurang baik
a. Kurang berserah diri
b. Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa
c. Sering menyendiri
d. Kurang melakukan aktivitas fisik/olahraga/kurang gerak
e. Makan tidak teratur dan kurang minum
f. Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras
g. Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan
h. Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan
i. Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi
j. Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur 2. Perilaku yang baik
a. Mendekatkan diri pada Tuhan YangMaha Esa
b. Mau menerima keadaan, sabar danoptimis, serta meningkatkan rasa percaya diri dengan
melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
c. Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat
d. Melakukan olahraga ringan setiap hari
e. Makan dengan porsi sedikit tetapi sering, memilih makanan yang sesuai,serta banyak
minum
f. Berhenti merokok dan meminum minuman keras
g. Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan
h. Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
i. Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks
j. Memeriksakan kesehatan secara teratur 3. Manfaat perilaku yang baik
a. Lebih takwa dan tenang
b. Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang
c. Keberdayaannya tetap diakui oleh keluarga dan masyarakat
d. Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung, paru-
paru, diabetes, kanker, dan lain-lain
e. Mencegah keracunan obat dan efek samping lainnya
f. Mengurangi stress dan kecemasan
g. Hubungan harmonis tetap terpelihara
h. Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin Sifat Penyakit pada
Lansia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang
dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini
1. Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena
pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan
sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan
untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah
terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama
lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia)
sering kali didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit
sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak
perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi) Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka
dalam pengobatannya memerlukan obat beranekaragam dibandingkan dengan orang dewasa.
Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang
berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hail ini
menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi
keracunan obat dengan segala komplikasinya jika diberikan dengan dosis yang sama dengan
orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat
sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat
pemberian obat tadi (iatrigenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretic
(obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat
penurunan tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia
biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat , ketidak patuhan meminum obat, serta
penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering
mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya
gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering
tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan
penyakitnya. Manajemen stress. Apa itu stress? Stress tidak lain dari suatu ancaman nyata
atau dirasakan yang tertuju pada kondisi fisik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya
dapat menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan tentang stress ini, namun yang
mengaitkannya dengan lansia dan penuaan hampir tidak ada (miller, 1995). Pengertian
tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa:
a. Stress adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang membebani kemampuan
adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan; sedangkan
b. Koping adalah cara berfikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau
transaksi yang menyakitkan itu (stressor). Pembaca dapat merujuk pada teori-teori tentang
stress antara lain sindrom adaptasi umum menurut selye (1956)serta jumlah pakar terkemuka
mengenai stress ini.

Berikut ini disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia. Pengaruh dari
berbagai pengalaman hidup beserta koping.
• Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara unik
• Fakor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila berbagai kejadian menimpa dalam selang
waktu yang singkat
• Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya
• Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang
koping untuk suatu tragedi Sumber-sumber koping:
• Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia
• Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress
Gaya koping:
• Hal ini lebih dipengaruhi oleh lsegi usia/kematangan
• Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif
terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi di ubah
• Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih berfokus pada masalah dikatakan cukup efektif
terhadap kejadian-kejadian yang masihdapat di ubah
• Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktivitas tertentu merupakan perilaku
yang efektif
• Aktifitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu Dalam penghujung usia,
seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian dengan resiko stroke yang tinggi,
misalnya : penyakit akut atau kronis, pension, kematian kerabat, kesulitan keuangan atau
perpindahan tempat domisili (lansia yang akan dimasukkan ke panti), serta masih banyak
lagi. Walaupun mereka penyebab stress cukup beragam, namun dampak siologis pada
umumnya berupa, yaitu dalam benyuk rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan
dikeluarkannya hormon-hormon dengan segenap akibat yang ditimbulkannya. Stress yang
berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius, termasuk kemungkinan munculnya
penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker, penyakit maag, sampai pada
kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain, termasuk masalah sosial dan
emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi terhadap stress sangat dipengaruhi oleh tipe
kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang telah digunakan sepanjang hidupnya.
Mencari teman serta menjaga persahabatan merupakan bentuk strategi yang penting.
Persahabatan dapat memberi dukungan bagi lansia, terutama disaat stress meningkatkan rasa
percaya diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar
berespon terhadap stress dengan cara yang sehat. Salain itu perlu menjaga keseimbangan
nutrisi, istirahat yang cukup, serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi,
sebagai contoh di Negara maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, latihan relaksasi
sampai pada melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi
stress. Akhirnya, pada table 2 adalah strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka
tantangan yang dihadapi lansia. Tabel 2 Strategi koping yang digunakan Penyesuaian
psikososial Strategi koping
• Stereoptip lansia
• Pension
• Pengurangan pendapatan
• Kemunduran kesehatan
• Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari)
• Kemunduran kognitif
• Kematian anggota keliarga
• Perpindahan hunian
• Tantangan kejiwaan lainnya
• Peril dipertimbangkan identitas diri yang kuat percaya diri)
• Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktifdalam kegiatan-
kegiatan yang bermakana
• Manfaatkan fasilitas discount yang tersedia
• Gaya hidup sehat(gizi, olahraga, dan istirahat secukupnya)
• Penyesuaian diri terhadap longkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu
• Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal lain yang
kreatif
• Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina
keakraban yang baru
• Di Negara maju, bagi para lansia tersedia berbagai pilihan hunian
• Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh stress, dan berpartisipasi dalam
aktivitas kelompok. Sumber : Miller 1995
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA (LANSIA)
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam Lokakarya Nasional Keperawatan di Jakarta (1983) telah disepakati bahwa


keperawatan adalah “suatu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual
yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar manusia”. Dalam hal ini asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh
kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuian-bantuan kepada
pasien karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemampuan dan atau kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri.

Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing
diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan
keperawatan (Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada
beberapa alasan timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :

1. Pensiunan dan masalah-masalahnya


2. Kematian mendadak karena penyakit jantung dan stroke
3. Meningkatnya jumlah lanjut usia
4. Pencemaran pelayanan kesehatan
5. Kewajiban Pemerintahterhadap orang cacat dan jompo
6. perkembangan ilmu
7. Program PBB
8. Konfrensi Internasional di WINA tahun 1983
9. Kurangnya jumlah tempat tidur di rumah sakit
10. Mahalnya obat-obatan

PEMBAHASAN

1. A. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia

Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut
usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda
maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih
dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan
melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
1 Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan
tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan
diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti
tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan
mudah dicerna, dan kesegaran jasmani.

2 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang
perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada
dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga
atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).

Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit
berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:

1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan


2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh
4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya dekubitus.

1. B. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia


1. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang


dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang yang dapat
dicegah atau ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia
dapat dibagi atas dua bagian yaitu:

1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini
terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan,


mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang mendapat perhatian.

Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia
yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan
kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya,
hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya.
Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang
ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada
dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya
gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu
pengamatan secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau
membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu
berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan
menukar pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi
terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2
yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan.

Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan
makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi
dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera
makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan
diet yang dianjurkan.

Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan,


mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Oleh
karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu
mendapat perhatian perawatan karena semua itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut
usia.

Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien
lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan
kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan
kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian
mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus
mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil
bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah
dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman
tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.

1. Pendekatan psikis

Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan
service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari
lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu
menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan
dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari
ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya
ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu
siang, dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung
mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan
bahagia.

1. Pendekatan sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain

Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan
lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran,
dan rasa kecemasan.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian
perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap
petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia di Panti Werda.

1. Pendekatan spiritual

Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.

Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian,
DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa
semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan
sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun
kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain
yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

1. C. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia

Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:

1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien
lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik kronis
maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang
tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).

1. D. Fokus Keperawatan Lanjut Usia

Keperawatan lanjut usia berfokus pada :

1. Peningkatan kesehatan (helth promotion)


2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Mengoptimalkan fungsi mental
4. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

1. E. Diagnosa Keperawatan
1. Aspek fisik atau biologis
1. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak
mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena factor biologi.

NOC I : Status nutrisi

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:

1. Asupan nutrisi tidak bermasalah


2. Asupan makanan dan cairan tidak bermasalah
3. Energy tdak bermasalah
4. Berat badan ideal
NIC I : Manajemen ketidakteraturan makan (eating disorder management)

1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai.
2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien
5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan
berat badan.

b Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas

NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :

1 Mengatur jumlah jam tidurnya

2 Tidur secara rutin

3 Miningkatkan pola tidur

4 Meningkatkan kualitas tidur

5 Tidak ada gangguan tidur

NIC : Peningkatan Tidur

1 Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien

2 Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya

3 Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik

4 Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum jam tidurnya

c Dx. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular


yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk menahan
pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mampu :
1 Kontinensia Urin

2 Merespon dengan cepat keinginan buang air kecil (BAK).

3 Mampu mencapai toilet dan mengeluarkan urin secara tepat waktu.

4 Mengosongkan bladde dengan lengkap.

5 Mampu memprediksi pengeluaran urin.

NIC : Perawatan Inkontinensia Urin

1 Monitor eliminasi urin

2 Bantu klien mengembangkan sensasi keinginan BAK.

3 Modifikasi baju dan lingkungan untuk memudahkan klien ke toilet.

4 Instruksikan pasien untuk mengonsumsi air minum sebanyak 1500 cc/hari.

d Dx. Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan


memori sekunder

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :

1 Mengingat dengan segera informasi yang tepat

2 Mengingat inormasi yang baru saja disampaikan

3 Mengingat informasi yang sudah lalu

NIC : Latihan Daya Ingat

1 Diskusi dengan pasien dan keluarga beberapa masalah ingatan

2 Rangsang ingatan dengan mengulang pemikiran pasien kemarin dengan cepat

3 Mengenangkan tentang pengalaman di masalalu dengan pasien

e Dx. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang


ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.

TUJUAN

NOC : Fungsi Seksual

1 Mengekspresikan kenyamanan

2 Mengekspresikan kepercayaan diri


NIC : Konseling Seksual

1 Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.

2 Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.

f Dx. Kelemahan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular

Yang ditandai dengan :

1 Perubahan gaya berjalan

2 Gerak lambat

3 Gerak menyebabkan tremor

4 Usaha yang kuat untuk perubahan gerak

NOC : Level Mobilitas ( Mobility Level )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1 Memposisikan penampilan tubuh

2 Ambulasi : berjalan

3 Menggerakan otot

4 Menyambung gerakan/mengkolaborasikan gerakan

NIC : Latihan dengan Terapi Gerakan ( Exercise Therapy Ambulation )

1 Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan
kebutuhan

2 Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman

3 Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)

g Dx. Kelelahan b.d kondisi fisik kurang

Yang ditandai dengan:

1 Peningkatan kebutuhan istirahat

2 Lelah

3 Penampilan menurun
NOC Activity Tolerance

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

1 Memonitor usaha bernapas dalam respon aktivitas

2 Melaporkan aktivitas harian

3 Memonitor ECG dalam batas normal

4 Memonitor warna kulit

NIC Energy Management

1 Monitor intake nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat

2 Tentukan keterbatasan fisik pasien

3 Tentukan penyebab kelelahan

4 Bantu pasien untuk jadwal istirahat

h Dx. Risiko kerusakan integritas kulit

NOC : Kontrol Risiko ( risk control )

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1 Kontrol perubahan status kesehatan

2 Gunakan support system pribadi untuk mengontrol risiko

3 Mengenal perubahan status kesehatan

4 Monitor factor risiko yang berasal dari lingkungan

NIC : penjagaan terhadap kulit ( skin surveillance )

1 Monitor area kulit yang terlihat kemerahan dan adanya kerusakan

2 Monitor kulit yang sering mendapat tekanan dan gesekan

3 Monitor warna kulit

4 Monitor suhu kulit

5 Periksa pakaian, jika pakaian terlihat terlalu ketat

1. Dx. Kerusakan Memori b.d gangguan neurologis


Yang ditandai dengan :

1 Tidak mampu mengingat informasi factual

2 Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau

3 Lupa dalam melaporkan atau menunjukkan pengalaman

4 Tidak mampu belajar atau menyimpan keterampilan atau informasi baru

NOC : Orientasi Kognitif

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :

1 Mengenal diri sendiri

2 Mengenal orang atau hal penting

3 Mengenal tempatnya sekarang

4 Mengenal hari, bulan, dan tahun dengan benar

NIC : Pelatihan Memori ( Memory Training )

1 Stimulasi memory dengan mengulangi pembicaraan secara jelas di akhir pertemuan


dengan pasien.

2 Mengenang pengalaman masa lalu dengan pasien.

3 Menyediakan gambar untuk mengenal ingatannya kembali

4 Monitor perilaku pasien selama terapi

1. Aspek psikososial
1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,
dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.

NOC I : koping (coping)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten
diharapkan mampu:

1. Mengidentifikasi pola koping efektif


2. Mengedentifikasi pola koping yang tidak efektif
3. Melaporkan penurunan stress
4. Memverbalkan control perasaan
5. Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan
6. Beradaptasi dengan perubahan perkembangan
7. Menggunakan dukungan social yang tersedia
8. Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis
NIC I : coping enhancement

1. Dorong aktifitas social dan komunitas


2. Dorong pasien untuk mengembangkan hubungan
3. Dorong berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama
4. Dukung pasein untuk menguunakan mekanisme pertahanan yang sesuai.
5. Kenalkan pasien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang pengalaman yang sama.
6. Dx. Isolasi social b.d perubhaan penampilan fisik, peubahan keadaan sejahtera, perubahan
status mental.

NOC I : Lingkungan keluarga : internal ( family environment: interna)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten
diharapkan mampu:

1. Berpatisipasi dalam aktifitas bersama


2. Berpatisipasi dala tradisi keluarga
3. Menerima kujungan dari teman dan anggota keluarga besar
4. Memberikan dukungan satu sama lain
5. Mengekspresikan perasaan dan masalah kepada yang lain.
6. Mendorong anggota keluarga untuk tidak ketergantungan
7. Berpatisipasi dalam rekreasi dan acara aktifitas komunitas
8. Memecahkan masalah

NIC I : Keterlibatan keluarga (Family involvement)

1. Mengidentifikasikan kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien.


2. Menentukan sumber fisik, psikososial dan pendidikan pemberi pelayanan kesehatan yang
utama.
3. Mengidentifkasi deficit perawatan diri pasien
4. Menentukan tinggat ketergantungan pasien terhadap keluarganya yang sesuai dengan
umur atau penyakitnya.
5. Dx. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

NOC :

Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan akan
bisa memperbaiki konsep diri dengan criteria :

1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya terhadap
penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan
3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat pnyakitnya
4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual

NIC : Peningkatan harga diri

1. Kuatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien mengndalikan situasi


2. Menguatkan tenaga pribadi dalam mengenal dirinya
3. Bantu pasien untuk memeriksa kembali persepsi negative tentang dirinya
4. Dx. Cemas b.d perubahan dalam status peran, status kesehatan, pola interaksi , fungsi
peran, lingkungan, status ekonomi

Yang ditandai dengan:

1. Ekspresi yang mendalam dalam perubahan hidup


2. Mudah tersinggung
3. Gangguan tidur

NOC Anxiety Control

1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
2. Memonitor intensitas cemas
3. Melaporkan tidur yang adekuat
4. Mengontrol respon cemas
5. Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress

NIC Anxiety Reduction

1. Bantu pasien untuk menidentifikasi situasi percepatan cemas


2. Dampingi pasien untuk mempromosikan kenyamanan dan mengurangi ketakutan
3. Identifikasi ketika perubahan level cemas
4. Instuksikan pasien dalam teknik relaksasi
5. Dx. Resiko Kesendirian

NOC Family Coping

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:

1. Mendemontrasikan fleksibelitas peran


2. Mengatur masalah
3. Menggunakan strategi penguranagn stress
4. Menghadapi masalah

NIC Family Support

1. Bantu pekembangan harapan yang realistis


2. Identifikasi alami dukungan spiritual bagi keluarga
3. Berikan kepercayaan dalam hubungan dengan keluarga
4. Dengarkan untuk berhubungan dengan keluarga, perasan dan pertanyaan
5. Dx. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
(ketidakseimbangan mobilitas) serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi

NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24jam pasien diharapkan


meningkatkan citra tubuhnya dengan criteria :

1. Merasa puas dengan penampilan tubuhnya


2. Merasa puas dengan fungsi anggota badannya
3. Mendiskripsikan bagian tubuh tambahan
NIC : Peningkatan Citra Tubuh

1. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan karena penyakit atau pembedahan


2. Memutuskan apakah perubahan fisik yang baru saja diterima dapat masuk dalam citra tubuh
pasien
3. Memudahkan hubungan dengan individu lain yang mempunyai penyakit yang sama
4. Aspek spiritual

Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.

NOC I : pengaharapan (hope)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:

1. Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif


2. Mengekspresikan arti kehidupan
3. Mengekspresikan rasa optimis
4. Mengekspresikan perasaan untuk mengontrol diri sendiri
5. Mengekspresikan kepercayaan
6. Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain

NIC I : penanaman harapan (hope instillation)

1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup
2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri
3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan
4. Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group.
5. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. http://askep- askeb.cz.cc/ diakses tanggal 10 maret 2010.

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise,


Missouri : Mosby, Inc.

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia :


NANDA International

Anda mungkin juga menyukai