1. Pengertian kehamilan
Kehamilan ialah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai konswepsi dan
berakhir sampai permulaan persalinan. (Manuaba.Ida bagus gede, 1998;4)
2. Penyebab Kehamilan
Kehamilan dapat terjadi karena pertemuan ovum dan sperma. Pada coitus air mani terpancar
kedalam ujung dari vagina sebanyak 3CC. Dalam air mani terdapat spermatozoa atau sel-sel
mani sebanyak100-200 juta tiap cc.
Sel mani bentuknya seperti kecebong dengan kepala yang lonjong dan ekor yang panjang
seperti cambuk. Inti sel terdapat dikepala sedang ekor gunanya untuk bergerak maju. Karena
pergerakkan ini maka dalam sartu jam spermatozoa melalui canalis servikalis dan cavum
uteri kemudian kemudian berada dalam tuba. Disini sel mani menunggu kedatangan sel telur,
jika pada saat ini terjadi ovulasi maka mungkin terjadi fertilisasi, jadi kehamilan dapat
dihasilkan bila coitus dilaksanakan pada saat ovulasi. (Obtetrie fisiologi Padjajaran. 1983; 99)
3. Tanda-tanda Kehamilan
Tanda-tanda kehamilan meliputi tanda-tanda presumtif, tanda mungkin hamil, dan tanda
hamil pasti.
Tanda-tanda persumtif yaitu : Amenorrhoe, mual dan muntah, mengidam (ingin makan
khusus), tidak tahan suatu bau-bauan, pingsan bila berada ditempat ramai, sesak dan padat,
anorexia, lelah, payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri serta kelenjar montgomeri
terlihat lebih besar dan padat. Asanya konstipasi, pigmentasi kuliut, epulis (hypertropi dari
pupil gusi) dan pemekaran vena-vena.
Sedangkan tanda-tanda kemungkinan hamil yaitu : perut membesar, uterus membesar adanya
tanda hegar, tanda chadwick, tanda piskasek, adanya kontraksi kecil uterus bila dirangsang
(braxton hicks), teraba ballotement, dan reaksi kehamilan positif.
San tanda hamil pasti yaitu : adanya gerakan janin, denyut janin dapat didengar dengan
stetoskop, dopler, fero elektrocardiogram serta terlihat di USG, foto rontgen.
4. Pengertian primigravida
Primigravida ialah seorang wanita hamil untuk pertama kalinya. (Mochtar, Rustam,
1990;100)
Perut tegang, pusar menonjol, rahim tegang, payudara tegang, labia mayora tampak bersatu,
hypen seperti pada beberapa tempat, vagina sempit dengan rugae yang utuh, servicks licin
bulat dan tidak dapat dilalui oleh satu ujung jari, perineum utuh dan baik. Pada servix
terdapat pembukaan yang didahului dengan pendataran dan setelah itu baru pembukaan
(pembukaan rata-rata1 Cm dalam 2 jam). Pada bagian terbawah janin turun pada 4-6 minggu
akhir kehamilan, dan pada persalinan hampir selalu dengan episiotomi (Mochtar, Rustam,
1998; 46).
6. Perubahan-perubahan pada ibu hamil.
Penyesuaian dan proses psikologis sibagi dalam trimester I, II, dan III seperti tercantum
dalam tabel di bawah ini
Memerlukan dukungan
9. Pengkajian
Pemeriksaan pada ibu selama kehamilan penting sekali. Hasil pemeriksaan yang lengkap
akan memberikan gambaran yang menyeluruh untuk menilai kesejahteraan ibu,
mengidentifikasikan perubahan-perubahan normal serta mendeteksi keadaan-keadaan yang
mengandung resiko kehamilan dan massa persaklinan. Pengkajian dilakukan terhadap
keseluruhan aspek yang meliputi aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual ibu seperti
tercantum dalam tabel dibawah ini.
10. Pengkajian data subyektif
Pengkajian
Hal-hal yang dikaji Tujuan
Tentang
1. Identitas/Bio Nama DX/suami, umur, agama, status Untuk mengetahui atau mengenal
data perkawinan, pendidikan, pekerjaan, penderita dan menentukan status
alamat, penghasilan sdosial ekonominya yang harus
diketahui misal : untuk menentukan
Anjuran apa yang diberikan selain itu
umur penting untuk prognosa
kelahiran.
2. Keluhan Apa yang px rasakan/penderita rasakan Agar diketahui apakah penderita
utama saat ini datng untuk pemeriksaan kehamilan
atau kalau ada keluhan-keluhan lain
yang penting
3. Riwayat Usia hamil, HDHT, siklus haid, Anamnesa haid serta siklusnya dapat
kehamilan perdarahan pervaginam, fluor, diperhitungkan tanggal persalinan
ini mual/muntah, masalah kelainan pada serta memantau perkembangan
kehamilan sekarang, pemakaian obat- kehamilannya serta dengan anamnesa
obatan/jamu ini dapat diketahui dengan segera
adanya kelainan / masalah dalam
kehamilan dan dapat ditangani
dengan segera.
4. Riwayat Jumlah kehamilan, jumlah persalinan, Pertanyaan ini mempengaruhi
obstetri jumlah persalinan cukup bulan, jumlah prognosa persalinan dan persiapan
yang lalu persalinan prematur, jumlah anak persalinan yang lampau adalah hasil
hidup, jumlah keguguran. Perdarahan ujian—ujian dari segala faktor yang
pada kehamilan, persalinan, nifas mempengaruhi persalinan.
terdahulu, berat bayi <> 4 kg. Adanya
masalah-masalah persalinan kehamilan
dan nifas yang lalu
5. Riwayat Jantung, tekanan darah tinggi, TBC, Data ini penting diketahui untuk
penyakit pernah operasi, alergi obat/makanan, melihat adanya kemungkinan
ginjal, asma, epilepsi, penyakit hati, penyakit-penyakit yang menyertai
pernah kecelaakaan. dan dapat mempengaruhi kehamilan.
6. Riwayat - Anak kembar Data ini untuk melihat kemungkinan
kesehhatan terjadi terhadap ibu hamil dan
- Penyakit menular yang dapat
keluarga mengupayakan pencegahan dan
mempengaruhi persalinan (TBC)
penanggulangannya.
- Jumlah
kelluarga di rumah yang
membantu
- Aktifitas sehari-hari
- Olahraga.
11. Pengkajian data obyektif
- Vulva : keadaan
perineum.
- Ekstremitas : adakah
varices, oedema, luka
2. Palpasi - Leopold I Menentukan TFU dan tuanya kehamilan
serta bagian apa yang di fundus
- Leopold II
Menentukan letak punggung anak dengan
- Leopold III
presentasi membujur dan menentukan
kepala anak pada letak lintang.
- Leopold IV
- Bordelogue
- Lingkar panggul
- Albumin
6. Pemeriksaan Untuk mengetahui faktor resiko ibu hamil,
laboratorium misal : pre eklamsi
- Reduksi
Hasil inspeksi............
Hasil palpasi............
Hasil auscultasi.............
Hasil perkusi..............
13. Perencanaan
Perencanaan Rasionalisasi
1. Lakukan komunikasi therapeutik Dengan komunikasi therapeutik diharapkan
dengan klien tercipta hubungan/ kerja sama yang baik antara
klien dan petugas
2. Berikan penjelasan pada px tentang
kondisi kehamilannya Pemberian informasi pada klien tentang kondisi
kehamilannya akan menambah pengetahuan klien
3. Berikan KIE dan membuat klien tenang dan tidak cemas.
- Penolong
14. Implementasi
15. Evaluasi
Tahap ini menentukan tingkat keberhasilan dari tindakan. Bila tindakan yang dilakukan
mencapai tujuan perlu dipertimbangkan kemungkinan masalah baru yang timbul akibat
keberhasilan. Dan sebaliknya bila tindakan tidak mencapai tujuan maka lanngkah-langkah
sebelumnya perlu diteliti kembali.
Asuhan Keperawatan Pada Lansia
PENDAHULUAN
Dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia :
1. Pralansia (prasenilis) Seseorang yang berusia antara 45-59
2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5. Lansia tidak potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain(Depkes RI, 2003).
Tujuan pedoman pelayanan ini adalah memberi arah dan memudahkan petugas dalam
memberikan pelayanan sosial, kesehatan dan perawatan lanjut usia di PSTW, serta
meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia.
Tujuan pelayanannya adalah:
1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia.
3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tenteram, bahagia, dan
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tugas pelayanan meliputi: 1.Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi
pemenuhan kebutuhan hidup, pembinaan fisik, mental, dan sosial, member pengetahuan serta
bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna.
2.Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan mampu
menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia. Fungsi pelayanan dapat berupa pusat
pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat
pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan pusat pemberdayaan lanjut usia. Sasaran
pelayanan ini adalah lanjut usia potensial, yaitu lanjut usia yang berusia 60 tahhun ke atas,
masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.
Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun ke atas, tidak berdaya
mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain, keluarga lanjut usia,
masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial. Kebutuhan Lansia Dengan memperhatikan
keanekaragaman latar belakang boipsiko-sosial dan spiritual lanjut usia, kebutuhan dan
tindakan dalam pelayanan untuk lanjut usia dapat diidentifikasi.
Dalam tindakan ini, petugas berkewajiban memotivasi, mengarahkan, mengajarkan, dan
membantu melaksanakan kegiatan lanjut usia.
1. Kebutuhan Biologis
a. Makan dan minum
b. Pakaian
c. Tempat tinggal
d. Olahraga
e. Istirahat/tidur
2. Kebutuhan Psikologis
a. Sering marah
b. Rasa aman dan tenang
c. Ketergantungan
d. Sedih dan kecewa
e. Kesepian
3. Kebutuhan Sosial
a. Aktifitas yang bermanfaat
b. Kesulitan menyesuaikan diri
c. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
d. Bersosialisasi dengan sesama lansia
e. Kunjungan keluarga
f. Rekreasi/hiburan
g. Mengikuti pendidikan usia ketiga
h. Tabungan/simpanan bagi lansia yang berpenghasilan
4. Kebutuhan Spiritual
a. Bimbingan kerohanian
b. Akhir hayat yang bermartabat
Tujuan pembinaan kesehatan lansia dipanti meliputi tujuan umum dan khusus :
1.Tujuan Umum, Meningkatnya derajat kesehatan danmutu kehidupan lansia dipanti agar
mereka dapat hidup layak.
2.Tujuan khusus
a . Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dipanti, baik oleh petugas
kesehatan maupun petugas panti.
b. Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti dalam
memelihara kesehatan diri sendiri.
c. Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan
lansia dipanti.
10 kebutuhan lansia (10 needs of theelderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai
berikut :
1. Makanan cukup dan sehat (healty food)
2. Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories
3. Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay)
4. Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities
5. Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hukum (technical, judicial assistance)
6. Transportasi umum (facilities for public transportations)
7. Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations
8. Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic)
9. Rasa aman dan tentram (safety feeling)
10. Bantuan alat-alat pancaindra (other assistance/aids).
Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subside and facilities) Hal-hal
yang Perlu Diperhatikan Lansia Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia
berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik (maladaptif).
1. Perilaku yang kurang baik
a. Kurang berserah diri
b. Pemarah, merasa tidak puas, murung, dan putus asa
c. Sering menyendiri
d. Kurang melakukan aktivitas fisik/olahraga/kurang gerak
e. Makan tidak teratur dan kurang minum
f. Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras
g. Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan
h. Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan
i. Menganggap kehidupan seks tidak diperlukan lagi
j. Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur 2. Perilaku yang baik
a. Mendekatkan diri pada Tuhan YangMaha Esa
b. Mau menerima keadaan, sabar danoptimis, serta meningkatkan rasa percaya diri dengan
melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan.
c. Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat
d. Melakukan olahraga ringan setiap hari
e. Makan dengan porsi sedikit tetapi sering, memilih makanan yang sesuai,serta banyak
minum
f. Berhenti merokok dan meminum minuman keras
g. Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan
h. Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
i. Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks
j. Memeriksakan kesehatan secara teratur 3. Manfaat perilaku yang baik
a. Lebih takwa dan tenang
b. Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang
c. Keberdayaannya tetap diakui oleh keluarga dan masyarakat
d. Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung, paru-
paru, diabetes, kanker, dan lain-lain
e. Mencegah keracunan obat dan efek samping lainnya
f. Mengurangi stress dan kecemasan
g. Hubungan harmonis tetap terpelihara
h. Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin Sifat Penyakit pada
Lansia
Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang
dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini
1. Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen),
sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena
pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan
sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormon, enzim, dan zat-zat yang diperlukan
untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah
terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama
lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.
2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas Misalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia)
sering kali didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit
sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak
perlu berobat.
3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi) Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka
dalam pengobatannya memerlukan obat beranekaragam dibandingkan dengan orang dewasa.
Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang
berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hail ini
menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi
keracunan obat dengan segala komplikasinya jika diberikan dengan dosis yang sama dengan
orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat
sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat
pemberian obat tadi (iatrigenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretic
(obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat
penurunan tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia
biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat , ketidak patuhan meminum obat, serta
penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.
4. Sering mengalami gangguan jiwa Pada lansia yang telah lama menderita sakit sering
mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya
gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering
tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan
penyakitnya. Manajemen stress. Apa itu stress? Stress tidak lain dari suatu ancaman nyata
atau dirasakan yang tertuju pada kondisi fisik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya
dapat menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan tentang stress ini, namun yang
mengaitkannya dengan lansia dan penuaan hampir tidak ada (miller, 1995). Pengertian
tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa:
a. Stress adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang membebani kemampuan
adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan; sedangkan
b. Koping adalah cara berfikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau
transaksi yang menyakitkan itu (stressor). Pembaca dapat merujuk pada teori-teori tentang
stress antara lain sindrom adaptasi umum menurut selye (1956)serta jumlah pakar terkemuka
mengenai stress ini.
Berikut ini disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia. Pengaruh dari
berbagai pengalaman hidup beserta koping.
• Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara unik
• Fakor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila berbagai kejadian menimpa dalam selang
waktu yang singkat
• Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya
• Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang
koping untuk suatu tragedi Sumber-sumber koping:
• Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia
• Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress
Gaya koping:
• Hal ini lebih dipengaruhi oleh lsegi usia/kematangan
• Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif
terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi di ubah
• Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih berfokus pada masalah dikatakan cukup efektif
terhadap kejadian-kejadian yang masihdapat di ubah
• Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktivitas tertentu merupakan perilaku
yang efektif
• Aktifitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu Dalam penghujung usia,
seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian dengan resiko stroke yang tinggi,
misalnya : penyakit akut atau kronis, pension, kematian kerabat, kesulitan keuangan atau
perpindahan tempat domisili (lansia yang akan dimasukkan ke panti), serta masih banyak
lagi. Walaupun mereka penyebab stress cukup beragam, namun dampak siologis pada
umumnya berupa, yaitu dalam benyuk rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan
dikeluarkannya hormon-hormon dengan segenap akibat yang ditimbulkannya. Stress yang
berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius, termasuk kemungkinan munculnya
penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker, penyakit maag, sampai pada
kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain, termasuk masalah sosial dan
emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi terhadap stress sangat dipengaruhi oleh tipe
kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang telah digunakan sepanjang hidupnya.
Mencari teman serta menjaga persahabatan merupakan bentuk strategi yang penting.
Persahabatan dapat memberi dukungan bagi lansia, terutama disaat stress meningkatkan rasa
percaya diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar
berespon terhadap stress dengan cara yang sehat. Salain itu perlu menjaga keseimbangan
nutrisi, istirahat yang cukup, serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi,
sebagai contoh di Negara maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, latihan relaksasi
sampai pada melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi
stress. Akhirnya, pada table 2 adalah strategi koping yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka
tantangan yang dihadapi lansia. Tabel 2 Strategi koping yang digunakan Penyesuaian
psikososial Strategi koping
• Stereoptip lansia
• Pension
• Pengurangan pendapatan
• Kemunduran kesehatan
• Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari)
• Kemunduran kognitif
• Kematian anggota keliarga
• Perpindahan hunian
• Tantangan kejiwaan lainnya
• Peril dipertimbangkan identitas diri yang kuat percaya diri)
• Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktifdalam kegiatan-
kegiatan yang bermakana
• Manfaatkan fasilitas discount yang tersedia
• Gaya hidup sehat(gizi, olahraga, dan istirahat secukupnya)
• Penyesuaian diri terhadap longkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu
• Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal lain yang
kreatif
• Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina
keakraban yang baru
• Di Negara maju, bagi para lansia tersedia berbagai pilihan hunian
• Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh stress, dan berpartisipasi dalam
aktivitas kelompok. Sumber : Miller 1995
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANJUT USIA (LANSIA)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada makalah ini akan dibahas secara singkat asuhan keperawatan pada pasien lanjut usia di
tatanan klinik (clinical area), dimanan pendekatan yang digunakan adalah proses keperawatan
yang meliputi pengkajian (assessment), merumuskan diagnosa keperawatan (Nursing
diagnosis), merencanakan tindakan keperawatan (intervention), melaksanakan tindakan
keperawatan (Implementation) dan melakukan evaluasi (Evaluation). Dibawah ini ada
beberapa alasan timbulnya perhatian kepada lanjut usia, yaitu :
PEMBAHASAN
Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar Bagi Lansia menurut Depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut
usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga, Panti Werda
maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih
dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan
melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia,
apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain:
1 Untuk lanjut usia yang masih aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan
tentang personal hygiene: kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan
diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti
tempat tidur dan ruangan : makanan yang sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariai dan
mudah dicerna, dan kesegaran jasmani.
2 Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang
perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada
dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga
atau petugas. Khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi dekubitus (lecet).
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi dekubitus karena perubahan kulit
berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:
1. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa
bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri.
2. Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien usia lanjut ini
terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut usia
yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan
kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya,
hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya.
Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala yang
ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada
dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya
gangguan serebrovaskuler mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu
pengamatan secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan atau
membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum, melakukan
eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga sikap, tubuh waktu
berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan
menukar pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit dan kecelakaan.Toleransi
terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2
yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan
melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan menerima
makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan
hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan
makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi
dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang menyenangkan dapat menambah selera
makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan mereka sesuai dengan
diet yang dianjurkan.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan kepada klien
lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala bila memperlihatkan
kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan
kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari penyebabnya, kemudian
mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara pemecahannya. Perawat harus
mendekatkan diri dengan klien lanjut usia membimbing dengan sabar dan ramah, sambil
bertanya apa keluhan yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah
dimminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman
tangan) terkadang sangat berarti buat mereka.
1. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada
klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia
merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan
service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang dari
lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat harus selalu
menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan
dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan
mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari
ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin
lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya
ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu
siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan
menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan kesalahan . Harus diingat
kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung
mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka puas dan
bahagia.
1. Pendekatan sosial
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien usia
berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social ini merupakan suatu pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk
mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan
lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran,
dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi
dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian
perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap
petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia di Panti Werda.
1. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan
Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi kematian,
DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa
semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian akan pengalaman
selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan
sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi
yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun
kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus dapat
meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain
yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik saja,
melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.
Agar lanjut usia dapat melaukan kegiatan sehari –hari secara mandiri dengan:
1. Mempertahankan kesehatan serta kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut
dengan jalan perawatan dan pencegahan.
2. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau semangat hidup klien
lanjut usia (life support)
3. menolong dan merawat klien lanjut usia yang menderita penyakit atau gangguan baik kronis
maupun akut.
4. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang
tepat dan dini, bila mereka menjumpai kelainan tertentu
5. Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu
penyakit, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
1. E. Diagnosa Keperawatan
1. Aspek fisik atau biologis
1. Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak
mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena factor biologi.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien diharapkan mampu:
1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk memuat perencanaan perawatan jika
sesuai.
2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk membuat target berat badann, jika berat badan
pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan asupan kalori setiap hari supaya mencapai
dan atau mempertahankan berat badan sesuai target.
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baik pada pasien
5. Kembangkan hubungan suportif dengna pasien
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan tingkah laku yang mendukung peningkatan
berat badan.
b Dx. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai dengan
penuaan perubahan pola tidur dan cemas
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
memperbaiki pola tidurnya dengan criteria :
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pasien
mampu :
1 Kontinensia Urin
NOC : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan dapat
meningkatkan daya ingat dengan criteria :
TUJUAN
1 Mengekspresikan kenyamanan
1 Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ seksual
seiring dengan bertambahnya usia.
2 Gerak lambat
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
2 Ambulasi : berjalan
3 Menggerakan otot
1 Kosultasi kepada pemberi terapi fisik mengenai rencana gerakan yang sesuai dengan
kebutuhan
2 Dorong untuk bergerak secara bebas namun masih dalam batas yang aman
3 Gunakan alat bantu untuk bergerak, jika tidak kuat untuk berdiri (mudah goyah/tidak
kokoh)
2 Lelah
3 Penampilan menurun
NOC Activity Tolerance
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
2 Tidak mampu mengingat kejadian yang baru saja terjadi atau masa lampau
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat :
1. Aspek psikososial
1. Dx. Coping tidak efektif b.d percaya diri tidak adekuat dalam kemampuan koping,
dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari karakteristik atau hubungan.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten
diharapkan mampu:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara konsisten
diharapkan mampu:
NOC :
Setelah dilakukan tindakan intervensi keperawatan selama 2×24 jam pasien diharapkan akan
bisa memperbaiki konsep diri dengan criteria :
1. Mengidentifikasi pola koping terdahulu yang efektif dan pada saat ini tidak mungkin lagi
digunakan akibat penyakit dan penanganan (pemakaian alkohol dan obat-obatan;
penggunaan tenaga yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan dan reaksinya terhadap
penyakit dan perubahan hidup yang diperlukan
3. Mencari konseling profesional, jika perlu, untuk menghadapi perubahan akibat pnyakitnya
4. Melaporkan kepuasan dengan metode ekspresi seksual
1. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
2. Memonitor intensitas cemas
3. Melaporkan tidur yang adekuat
4. Mengontrol respon cemas
5. Merencanakan strategi koping dalamsituasi stress
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2X24 jam diharapkan pasien dapat:
Dx : Distress spiritual b.d peubahan hidup, kematian atau sekarat diri atau orang lain, cemas,
mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social, kurang sosiokultural.
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam pasien secara luas diharapkan
mampu:
1. Pengkaji pasian atau keluarga untuk mengidentifikasi area pengharapan dalam hidup
2. Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri
3. Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan
4. Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam support group.
5. Mengembangkan mekanisme paran koping pasien
DAFTAR PUSTAKA
Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.