Anda di halaman 1dari 2

Aliran Asy-Ariyah

1. Pengertian
Dinamakan aliran Asy’ariyah karena dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali bin
Isma’il al-Asy’ari. Beliau lahir di Bashrah (Irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324
H/935 M. Al-Asy’ari mengawali belajar ilmu kalam dari ayah tirinya yang bernama Ali al-Jubbai yang
beraqidah Mu’tazilah. Dengan demikian maka al-Asy’ari mempunyai paham yang sama dengan
gurunya, yaitu Mu’tazilah. Aliran ini diyakininya sampai berusia 40 tahun.

Aliran teologinya disebut dengan Ahlus Sunah wal Jama’ah karena lebih banyak menggunakan al-
Sunnah dalam merumuskan doktrin kalamnya, dan memperoleh pengikut yang cukup besar (wal-
jama’ah) dari kalangan masyarakat.

2. Pendiri
Pendirinya adalah Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari. Beliau lahir di Bashrah (Irak) pada tahun

260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M.

3. Tokoh-Tokoh
Imam al-Ghazali (450-505 H/ 1058- 1111 M), Imam Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210 M), Abu Ishaq
al-Isfirayini (w 418 H/1027 M), Abu Bakar al-Baqilani (328-402 H/950-1013 M), dan Abu Ishaq Asy-
Syirazi (293-476 H/ 1003-1083 M).

4. Ajaran-Ajaran Pokok

a. Sifat Tuhan

Pandangan al-Asy’ari tentang sifat Tuhan terletak di tengah-tengah antara Mu’tazilah dan
Mujassimah. Mu’tazilah tidak mengakui sifat wujud, qidam, baqa’ dan wahdaniah (ke-Esaan)
dan sifat-sifat yang lain, seperti sama’, bashar dan lain-lain. Golongan Mujassimah
mempersamakan sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat makhluk. Al-Asy’ari mengakui adanya
sifat-sifat Allah sesuai dengan Zat Allah sendiri namun sama sekali tidak menyerupai sifat-
sifat makhluk. Jadi, Allah mendengar tetapi tidak seperti manusia mendengar, Allah dapat
melihat tetapi tidak seperti penglihatan manusia, dan seterusnya.
b. Kekuasaan Tuhan dan Perbuatan Manusia

Pendapat al-Asy’ari dalam soal ini juga di tengah-tengah antara Jabariyah dan Mu’tazilah.
Menurut Mu’tazilah, bahwa manusia itulah yang mengerjakan perbuatannya dengan suatu
kekuasaan yang diberikan Allah kepadanya. Menurut aliran Jabariyah, manusia tidak
berkuasa mengadakan atau menciptakan sesuatu, tidak memperoleh (kasb) sesuatu bahkan
ia laksana bulu yang bergerak kian kemari menurut arah angin yang meniupnya. Al-Asy’ari
mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa karena
memperoleh (kasb) dari Allah.

c. Keadilan Tuhan

Menurut al-Asy’ari, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat
manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak Tuhan sebab Tuhan Maha
Kuasa atas segalanya.

d. Melihat Tuhan di Akhirat

Menurut Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti,
walaupun di surga. Paham ini berlawanan dengan paham Asy’ariyah yang berpendapat
bahwa Tuhan akan dilihat oleh penduduk surga oleh hamba hambanya yang saleh yang
banyak mengenal Tuhan ketika hidup di dunia. Abu Hasan al-Asy’ari berpendapat bahwa
ketika orang mukmin dimasukkan ke surga, maka wajah mereka berseri-seri karena
kegembiraannya. Dan kegembiraan yang paling tinggi adalah ketika mereka melihat Tuhan.
Secara akliyah, setiap yang ada/wujud dapat dilihat, Tuhan itu ada maka bisa dilihat. Adapun
tentang bagaimana cara-caranya penghuni surga melihat Tuhan, maka diserahkan kepada
Tuhan.

e. Dosa besar

Aliran Asy’ariyah mengatakan, bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar dihukumi
fasik, terserah kepada Tuhan, apakah akan diampuni-Nya dan langsung masuk surga,
ataukah dijatuhi siksa karena kefasikannya, dan kemudian baru dimasukkan surga,
semuanya itu terserah tuhan.

Anda mungkin juga menyukai