Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

“FRAKTUR MANDIBULA SEGMENTAL”

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik Madya
SMF GIGI & MULUT Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :
1. Anisa Q.A. Hamsah, S.Ked 0100840112
2. Kurnia Sari, S.Ked 0110840044

Pembimbing :
drg. Meiske E. Paoki, Sp.BM

SMF GIGI & MULUT RSUD JAYAPURA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Gigi & Mulut dengan judul :

“Fraktur Mandibula Segmental”

Telah diterima dan disetujui oleh drg. Meiske E. Paoki, Sp.BM

Hari :

Tanggal :

Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Kepaniteraan Klinik Madya


SMF GIGI & MULUT Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Jayapura, 2017

..................................................

drg. Meiske E. Paoki, Sp.BM

2
DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

1.1. Identitas........................................................................................... 1
1.2. Keluhan Utama................................................................................ 1
1.3. Riwayat Penyakit Sekarang............................................................. 1
1.4. Riwayat Penyakit Dahulu................................................................ 2
1.5. Riwayat Penyakit Keluarga............................................................. 2
1.6. Pemeriksaan Fisis............................................................................ 2
1.7. Pemeriksaan Penunjang................................................................... 4
1.8. Diagnosis Banding.......................................................................... 5
1.9. Penatalaksanaan.............................................................................. 5
1.10. Prognosis........................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 6

1.1. Anatomi ........................................................................................ 6


1.2. Definisi .......................................................................................... 6
1.3. Etiologi .......................................................................................... 7
1.4. Insidensi ........................................................................................ 8
1.5. Klasifikasi ..................................................................................... 8
1.6. Gejala Klinis ................................................................................. 12
1.7. Diagnosis ...................................................................................... 15
1.8. Penatalaksanaan ............................................................................ 17
2.10. Komplikasi.................................................................................... 24

BAB III PEMBAHASAN...................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 28

3
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. B. I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 20 Tahun

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Kamp. Buton Perumnas II Waena

No. DM : 43 48 35

1.2. KELUHAN UTAMA

Dilakukan auto dan alloanamnesis dengan keluarga pada tanggal 19 September 2017,
jam 13.30 WIT. Pasien datang ke Poliklinik Gigi dan Mulut RSUD Dok II Jayapura dengan
keluhan sulit kancing gigi.

1.3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan sulit kancing gigi sejak 2 hari yang lalu sebelum
masuk RS. Pasien mengaku ± 2 minggu yang lalu pasien di pukuli polisi dengan
menggunakan tangan dan sepatu laras pada bagian wajah karena sedang mabuk. Pasien
kemudian dibawa ke RSUD Abepura dan menjalani perawatan selama 3 hari. Awal masuk
pasien mengatakan rasa nyeri hebat saat menggerakkan rahang untuk berbicara, sulit
mengunyah atau menelan disertai bengkak serta perdarahan dari rongga mulut. Riwayat
pingsan saat kejadian sulit di evaluasi, muntah sulit di evaluasi. Keluhan nyeri di leher, dada,
perut, pinggang dan anggota gerak disangkal. Sesak disangkal. Keluhan kelemahan anggota
gerak disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan.

4
1.4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Gigi berlubang (+)
Alergi obat disangkal, Hipertensi disangkal, Diabetes mellitus disangkal, penyakit jantung
disangkal, merokok (+), alkohol (+), makan pinang (+).

1.5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti ini.

1.6. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 19 september 2017 di poliklinik Gigi dan
Mulut RSUD Dok II Jayapura.

a. Status Generalis
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Vital sign :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 98x/menit

Respirasi : 18X/menit

Suhu : afebris

- Kepala/ Leher : Tampak asimetris pada regio nasal, bruise (+) pada regio frontal
kiri, konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-). Pupil bulat,
isokhor, ukuran 3 mm/3 mm, letak di tengah, pipi kanan/kiri
simetris, pembesaran KGB (-).
- Thorax : dalam batas normal
- Abdomen : dalam batas normal
- Ekstremitas : dalam batas normal
- Lain-lain : dalam batas normal

5
b. Status Lokalis
Ekstra-oral
- Inspeksi : Asimetris wajah (+), long face (+) edema negatif (-), eritema
negatif (-), hematoma negatif (-), laserasi negatif (-), bruise (+)
pada regio frontal sinistra.
- Palpasi : Nyeri tekan (+) pada buccal sinistra, konsistensi lunak,
hipoestesi (+) pada bibir bawah

Gambar 1. Foto Klinis tampilan AP, Lateral kanan, dan Lateral kiri

Intra-Oral
- mukosa pipi : tidak ditemukan kelainan
- mukosa palatum : tidak ditemukan kelainan
- mukosa dasar mulut : tidak ditemukan kelainan
- gingiva atas : tidak ditemukan kelainan
- gingiva bawah : laserasi (+) gingiva 54 45
- gigi :
inspeksi : maloklusi open bite anteroposterior, step reg gigi 54 45 ,
dan bone exposed 45
palpasi : trismus (+) 2 jari
perkusi : tidak dilakukan
mobilitas : disabilitas (+)

6
Gambar 2. Foto Klinis Intraoral

1.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.7.1. Pemeriksaan Laboratorium

PARAMETERS NILAI RUJUKAN

L : 13.3-16.6
HBG 12.1 gr/dL
P : 11.0-14.7

RBC 4.35 x 106 UL 3.69 – 5.46 x 106 UL

L : 41.3-52.1 %
HCT 35.7 %
P : 35.2-46.7 %

WBC 5.99 x 103 UL 3.37 – 8.35 x 103 UL

PLT 218 x 103 UL 172 -378 x 106 UL

DDR Negatif

7
1.7.2. Pemeriksaan Radiologi
Foto panoramik

Gambar 3. Foto Panoramik

Expertise : tampak garis radiolusen reg 54 dan oblique reg 567

1.8. DIAGNOSA KERJA

Fraktur mandibular segmental

1.9. PENATALAKSANAAN
- Cek laboratorium
- Foto thorax
- Pro refracturing + IMF + ORIF mandibula

1.10. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. ANATOMI MANDIBULA

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat
menempelnya gigi geligi.1 Mandibula berhubungan dengan basis kranii dengan adanya
temporomandibular joint dan disangga oleh otot otot mengunyah. Mandibula terdiri dari
korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Corpus mandibula bertemu dengan ramus
masing masing sisi pada angulus mandibulae (Gambar 4). Pada permukaan luar digaris
tengah corpus mandibulae terdapat sebuah rigi yang menunjukkan garis fusi dari kedua
belahan selama perkembangan, yaitu simfisis mandibulae. Foramen mental dapat dilihat di

bawah gigi premolar kedua. Dari lubang ini keluar a., v., n. alveolaris inferior.3

Gambar 4. Anatomi Mandibula

Fraktur mandibula sangat penting dihubungkan dengan adanya otot yang berorigo
atau berinsersio pada mandibula ini. Otot tersebut adalah otot elevator, otot depressor dan
otot protrusor.2

9
Mandibula dipersarafi oleh saraf mandibular, alveolar inferior, pleksus dental
inferior dan nervus mentalis. Sistem vaskularisasi pada mandibula dilakukan oleh arteri
maksilari interna, arteri alveolar inferior, dan arteri mentalis.3

1.2. DEFINISI FRAKTUR MANDIBULA

Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang yang biasanya disebabkan oleh
adanya kecelakaan yang timbul secara langsung.4 Fraktur mandibula adalah putusnya
kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), yang
diakibatkan trauma oleh wajah ataupun keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak
ditangani dengan benar.1

1.3. ETIOLOGI

Setiap pukulan keras pada wajah dapat mengakibatkan terjadinya suatu fraktur pada
mandibula. Daya tahan mandibula terhadap kekuatan impak adalah lebih besar dibandingkan
dengan tulang wajah lainnya. Meskipun demikian fraktur mandibula lebih sering terjadi
dibandingkan dengan bagian skeleton wajah lainnya.

Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik.


1) Fraktur traumatik disebabkan oleh :
a. Kecelakaan kendaraan bermotor (43%)
b. Kekerasan atau perkelahian (34%)
c. Kecelakaan kerja (7%)
d. Terjatuh (7%)
e. Kecelakaan berolahraga (4%)
f. Kecelakaan lainnya (5%)
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis, imperfecta,
osteomyeleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.

10
1.4. INSIDENSI

Fraktur mandibula lebih umum dibandingkan cedera pada bagian sepertiga tengah.
Schuchordt et al (1966) dalam serangkaian 2901 fraktur, menemukan 1997 fraktur terjadi
pada mandibula itu sendiri, sedangkan 156 kasus terjadi baik pada mandibula maupun pada
bagian sepertiga tengah dari skeleton fasial, sehingga terdapat 2103 fraktur mandibula.
Fraktur mandibula meliputi 40% – 62% dari seluruh fraktur wajah, perbandingan pria
dan wanita, yaitu 3 : 1 – 7 : 1 tergantung dari penelitian dan Negara. Fraktur subkondilar
banyak ditemukan pada anak-anak, sedangkan fraktur angulus lebih sering pada remaja dan
dewasa muda.

1.5. KLASIFIKASI 5,6

Banyak klasifikasi fraktur yang ditulis dalam berbagai buku, namun secara praktis
dapat dikelompokkan menjadi :

1.5.1. Menurut Penyebab Terjadinya Fraktur


1. Fraktur traumatik
 Trauma langsung (direk), Trauma tersebut langsung mengenai anggota
tubuh penderita.
 Trauma tidak langsung (indirek), Terjadi seperti pada penderita yang
jatuh dengan tangan menumpu dan lengan atas-bawah lurus, berakibat
fraktur kaput radii atau klavikula. Gaya tersebut dihantarkan melalui
tulang-tulang anggota gerak atas dapat berupa gaya berputar,
pembengkokan (bending) atau kombinasi pembengkokan dengan
kompresi yang berakibat fraktur butterfly, maupun kombinasi gaya
berputar, pembengkokan dan kompresi seperti fraktur oblik dengan garis
fraktur pendek. Fraktur juga dapat terjadi akibat tarikan otot seperti
fraktur patela karena kontraksi quadrisep yang mendadak.
2. Fraktur fatik atau stress
Trauma yang berulang dan kronis pada tulang yang mengakibatkan tulang
menjadi lemah. Contohnya pada fraktur fibula pada olahragawan.

11
3. Fraktur patologis
Pada tulang telah terjadi proses patologis yang mengakibatkan tulang tersebut
rapuh dan lemah. Biasanya fraktur terjadi spontan.

1.5.2. Menurut Hubungan dengan Jaringan Ikat Sekitarnya


1. Fraktur simple/tertutup, disebut juga fraktur tertutup, oleh karena kulit di
sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek.
2. Fraktur terbuka, kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan dengan dunia luar (bone expose) dan berpotensi untuk menjadi
infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh yang tidak
steril seperti rongga mulut.
3. Fraktur komplikasi, fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi.

1.5.3. Menurut Pola Fraktur


1. Fraktur komplit, Garis fraktur membagi tulang menjadi dua fragmen atau lebih.
Garis fraktur bisa transversal, oblik atau spiral. Kelainan ini dapat
menggambarkan arah trauma dan menentukan fraktur stabil atau unstabile.
2. Fraktur inkomplit, Kedua fragmen fraktur terlihat saling impaksi atau masih
saling tertancap.
3. Fraktur komunitif, Fraktur yang menimbulkan lebih dari dua fragmen.
4. Fraktur kompresi, Fraktur ini umumnya terjadi di daerah tulang kanselus.

1.5.4. Menurut Lokasi Fraktur

Gambar 5. Persentase
kejadian fraktur
mandibula menurut
lokasi anatomisnya.

12
Sumber : Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. Ed. Ke-
5.Mosby Elsevier. St. Louis. 2008.
a. Fraktur Dentoalveolar
Semua fraktur yang terbatas pada tooth-bearing area mandibula tanpa gangguan
pada underlying osseus structure.
b. Fraktur Symphysis
Fraktur pada regio incisivus mandibula yang memanjang dari processus alveolar
ke batas inferior secara vertikal.
c. Fraktur Parasymphysis
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal incisivus lateral
mandibula dan memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
d. Fraktur Body Mandibula
Fraktur yang muncul diantara foramen mentale dengan distal molar kedua dan
memanjang dari processus alveolar ke batas inferior.
e. Fraktur Angle
Fraktur distal ke molar kedua yang memanjang dibentuk dari titik temu body dan
ramus mandibula pada retromolar area dengan titik yang dibentuk dari titik
inferior body mandibula dan posterior border ramus mandibula.
f. Fraktur Ascending Ramus
Fraktur yang dibetntuk dari garis fraktur yang memanjang secara horizontal
melewati anterior-posterior ramus mandibula atau garis fraktur yang memanjang
secara vertikal dari sigmoid notch ke batas inferior mandibula.
g. Fraktur Processus Condylus
Fraktur yang memanjang dari sigmoid notch ke posterior border ramus
mandibula sepanjang aspect superior ramus; atau fraktur yang melibatkan
condylus bisa diklasifikasikan menjadi extracapsular atau intracapsular,
tergantung dari relasi fraktur dan capsular attachment.

1.5.5. Menurut ada tidaknya gigi


Klasifikasi berdasarkan gigi pasien penting diketahui karena akan menentukan
jenis terapi yang akan kita ambil. Dengan adanya gigi, penyatuan fraktur dapat

13
dilakukan dengan jalan pengikatan gigi dengan menggunakan kawat. Berikut
derajat fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi :
1) Fraktur kelas 1 : gigi terdapat di 2 sisi fraktur, penanganan pada fraktur
kelas 1 ini dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi)
2) Fraktur kelas 2 : gigi hanya terdapat di salah satu fraktur
3) Fraktur kelas 3 : tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukn melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw,
atau bisa juga dengan cara intermaxillary fixation.

Dengan melihat cara perawatan, maka pola fraktur mandibula dapat digolongkan
menjadi :

1. Fraktur Unilateral
Fraktur ini biasanya hanya tunggal, tetapi kadang terjadi lebih dari satu fraktur
yang dapat dijumpai pada satu sisi mandibula dan bila hal ini terjadi, sering
didapatkan pemindahan fragmen secara nyata. Suatu fraktur korpus mandibula
unilateral sering terjadi.
2. Fraktur Bilateral
Fraktur bilateral sering terjadi dari suatu kombinasi antara kecelakaan langsung
dan tidak langsung. Fraktur ini umumnya akibat mekanisme yang menyangkut
angulus dan bagian leher kondilar yang berlawanan atau daerah gigi kanius dan
angulus yang berlawanan.
3. Fraktur Multipel
Gabungan yang sempurna dari kecelakaan langsung dan tidak langsung dapat
menimbulkan terjadinya fraktur multipel. Pada umumnya fraktur ini terjadi
karena trauma tepat mengenai titik tengah dagu yang mengakibatkan fraktur pada
simpisis dan kedua kondilus.
4. Fraktur Comminuted
Fraktur ini hampir selalu diakibatkan oleh trauma langsung yang cukup keras
pada daerah fraktur. Fraktur ini sering terjadi pada simfisis dan parasimfisis.
Fraktur yang disebabkan oleh kontraksi muskulus yang berlebihan.

14
1.5. GEJALA 6,7
Tanda dan gejala adanya fraktur mandibula yaitu:
1) Perubahan oklusi.
Perubahan oklusi sebagian besar disebabkan oleh fraktur mandibula. Klinisi harus
menanyakan pada pasien apakah gigitannya terasa berbeda. Perubahan pada oklusi dapat
disebabkan oleh fraktur gigi, fraktur prosessus alveolaris, fraktur mandibula pada
beberapa lokasi dan trauma pada TMJ dan otot mastikasi. Open bite anterior disebabkan
karena fraktur bilateral pada kondilus atau angulus mandibula dan fraktur maksilla
dengan perpindahan inferior dari posterior maksilla. Open bite posterior disebabkan oleh
fraktur pada prosessus alveolaris atau fraktur parasimfiseal. Open bite unilateral
disebabkan oleh fraktur parasimfiseal. Crossbite posterior disebabkan oleh fraktur
kondilus dan midline simfiseal. Oklusi retrognatik berhubungan dengan fraktur angulus
atau kondilus. Oklusi prognatik disebabkan oleh karena pergerakan berlebih dari TMJ.
Contoh di atas merupakan beberapa kelainan oklusi karena fraktur mandibula.

Kelainan Oklusi Daerah yang diduga mengalami fraktur


 Kontak prematur gigi post.
 Openbite anterior Kondilus atau sudut mandibula (bilateral)

Prosesus alveolar anterior atau daerah


Openbite posterior
Parasymphyseal
Kondilus dan midline symphyseal
denganmiringnya segmen posterior dari
Posterior crossbite
mandibula

Retrognatik Kondilus dan sudut mandibula


Unilateral openbite Sudut ipsilateral dan parasymphyseal
Prognatik Efusi TMJ
Tabel 1. Kelainan Oklusi yang Terjadi, dibandingkan dengan Daerah yang diduga Mengalami Fraktur

15
2) Anesthesia, Paresthesia, atau Diesthesia pada Bibir Bawah.
Hal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior dimana nervus
ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa, mungkin saja terjadi fraktur
pada daerah distal foramen mandibula. Untuk memeriksa adanya perubahan sensasi pada
bibir bawah dan dagu, klinisian harus menggunakan anesthesi.

3) Pergerakan Abnormal Mandibula


Beberapa pasien dengan fraktur mandibula mempunyai pembukaan mulut yang terbatas
dan trismus. Contohnya deviasi pada salah satu sisi karena fraktu kondilaris karena
ketidakseimbangan kerja pada otot pterigoideus lateralis. Ketidakmampuan mandibula
untuk membuka disebabkan karena fraktur ramus yang mengenai prosessus koronoideus
pada arkus zygomatikus atau depresi pada fraktur arkus zygomatikus. Ketidakmampuan
rahang untuk menutup disebabkan oleh fraktur pada prosessus alveolaris, angulus, ramus
atau simfisis karena kontak prematur gigi.
Daerah yang Kemungkinan
Kelainan Pergerakan Mandibula Mengalami
Fraktur

Ketidakmampuan membuka rahang Prosesus koroniod, ramus dan lengkung


Zigomatikum

Prosesus alveolaris, ramus, sudut atau


Ketidak mampuan menutup rahang
Symphysis

Kondilus (bilateral), ramus dengan


Pergerakan lateral
displacement tulang
Tabel 2. Kelainan Pergerakan Mandibula, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami
Fraktur

4) Perubahan pada Kontur dan Bentuk Lengkung Mandibula.

16
Walaupun kontur wajah tertutuoi oleh bengkak, klinisi harus memeriksa wajah
dan mandibula untuk kontur yang abnormal. Tampilan datar pada bagian lateral wajah
mungkin disebabkan oleh fraktur corpus, angulus atau ramus. Tampilan memanjang
pada muka mungkin disebabkan oleh fraktur bilateral pada subkondilar angulus atau
corpus, asimetris wajah, merupakan tanda bagi klinisi kemungkinanadanya fraktur
mandibula. Jika ada deviasi dari bentuk U yang normal pada kurva mandibula, adanya
fraktur harus dicurigai.

Perubahan pada wajah Daerah yang Kemungkinan Mengalami


Fraktur
Bagian lateral yang lebih datar Korpus, ramus, sudut mandibula

Parasymphyseal (bilateral)
Retruded chin Subkondilar (bilateral), sudut, korpus 
Pemanjangan wajah menyebabkan posisi mandibula lebih ke
bawah
Tabel 3. Perubahan pada Wajah, dibandingkan dengan Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur

5) Laserasi, Hematoma, dan Ekimosis.


Trauma menyebabkan hilangnya kontinuitas kulit atau mukosa secara
signifikan atau perdarahan subkutaneus-submukosal karena trauma pada mandibula.
Adanya luka harus diinspeksi secara hati-hati sebelum penutupan. Arah dan tipe fraktur
dapat dilihat melalui luka. Namun, klinisi perlu pemeriksaan radiografi untuk
mendiagnosis. Adanya kimosis pada dasar mulut mengindikasikan terjadinya fraktur
korpus mandibula atau fraktur simfiseal.

6) Kehilangan Gigi dan Krepitasi Saat Palpasi.


Pemeriksaan pada gigi dan tulang pendukung dapat membantu diagnosis
fraktur pada prosessus alveolaris, korpus dan simfiseal. Gaya yang kuat dapat
menyebabkan fraktur gigi juga pada tulang yang mendasarinya. Fraktur gigi multiple
mengindikasikan bahwa rahang clenching akibat trauma. Klinisi harus melakukan

17
palpasi pada mandibula dengan menggunakan dua tangan dengan ibu jari pada gigi dan
jari lain pada mandibula dengan perlahan dan hati-hati.

7) Rubor, Kalor, Tumor, dan Dolor.


Kemerahan, panas yang terlokalisasi, bengkak, dan rasa sakit merupakan
tanda-tanda sejak jaman Yunani kuno. Jika semua hal tersebut ditemukan merupakan
tanda-tanda primer dari dugaan adanya fraktur mandibula. Pemeriksaan radiologis juga
diperlukan untuk memperkuat diagnosa, beberapa teknik foto yang bisa digunakan pada
kasus fraktur mandibula ini antara lain, panoramik, lateral oblique, posteroanterior,
occlusal view,periaphical view, reverse towne’s, foto TMJ, dan CT scan.

1.6. DIAGNOSIS 8,9


1.6.1. Anamnesis
Diagnosis pasien dengan fraktur mandibula dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setiap fraktur mempunyai riwayat
trauma. Posisi waktu kejadian merupakan informasi yang penting sehingga dapat
menggambarkan tipe fraktur yang terjadi. Bila trauma ragu-ragu atau tidak ada maka
kemungkian fraktur patologis tetap perlu dipikirkan. Riwayat penderita harus
dilengkapi apakah ada trauma daerah lain (kepala, torak, abdomen, pelvis dll).
Pertanyaan-pertanyaan kepada penderita maupun pada orang yang lebih
mengetahui harus jelas dan terarah, sehingga diperoleh informasi menganai; keadaan
kardiovaskuler maupun sistem respirasi, apakah penderita merupakan penderita
diabetes, atau penderita dengan terapi steroid yang lama maupun meminum obat-obat
lain, alergi terhadap obat, makan atau minum terakhir dengan penggunaan obat-obat
anestesi.
1.6.2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : deformitas angulasi medial, lateral, posterior atau anterior,
diskrepensi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan, apakah ada bengkak atau
kebiruan, pada luka yang mengarah ke fraktur terbuka harus diidentifikasi
dan ditentukan menurut derajatnya menurut klasifikasi Gustillo et. Al.

18
 Palpasi : Nyeri tekan pada daerah faktur, nyeri bila digerakkan. Krepitasi :
biasanya penderita sangat nyeri oleh sebab itu pemeriksaan ini harus gentle
dan bila perlu dapat ditiadakan.
 Gerakan : gerakan luar biasa pada daerah fraktur. Gerakan sendi di sekitarnya
terbatas karena nyeri, akibatnya fungsi terganggu.
 Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, torak, abdomen, traktus,
urinarius dan pelvis.
 Pemeriksaan komplikasi fraktur seperti neurovaskuler bagian distal fraktur
yang berupa: pulsus arteri, warna kulit, temperatur kulit, pengembalian darah
ke kapiler
1.6.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan sinar-X A-P, lateral. Bila perlu dilakukan foto waters. Untuk
pencitraan wajah digunakan proyeksi Waters sehingga bayangan bagian wajah tidak
terganggu atau disamarkan oleh struktur tulang dasar tengkorak olah struktur tulang
dasar tengkorak dan tulang servikal. Identitas penderita dan tanggal pemeriksaan
dengan sinar penting dikerjakan sesudah tindakan atau pada tindak lanjut (folow up)
penderita guna menentukan apakah sudah terlihat kalus, posisi fragmen dan
sebagainya. Jadi pemeriksaan dapat berfungsi memperkuat diagnosis, menilai hasil
dan tindak lanjut penderita.
Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukkan dengan adanya : rasa sakit,
pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya
gigi, tidak simetrisnya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar
dan krepitasi menunujukkan kemungkinan adanya fraktur mandibula. Selain hal itu
mungkin juga terjadi trismus (nyeri waktu rahang digerakkan). Evaluasi radiografis
pada mandibula mencakup foto polos, scan dan pemeriksaan panoramiks. Tapi
pemeriksaan yang baik, yang dapat menunjukkan lokasi serta luas fraktur adalah
dengan CT Scan (Gambar 3). Pemeriksaan panoramix juga dapat dilakukan, hanya
saja diperlukan kerja sama antara pasien dan fasilitas pemeriksaan yang memadai.
1.6.4. Studi Imaging6
Penelitian radiologis yang paling informatif digunakan dalam mendiagnosis
fraktur mandibula adalah radiograf panoramik.

19
 Panoramik menyediakan kemampuan untuk melihat seluruh mandibula dalam
satu radiograf.
 Panoramik membutuhkan pasien tegak, dan tidak memiliki kemampuan
melihat secara detail area TMJ, simfisis dan gigi / daerah proses alveolar.
Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan
periapikal, dapat membantu.
 Pandangan lateral-obliq membantu mendiagnosis ramus, angel, fraktur pada
corpus posterior. Bagian kondilus, bicuspid dan daerah simfisis seringkali
tidak jelas.
 Tampilan oklusal mandibula menunjukkan perbedaan di posisi tengah dan
lateral fraktur body.
 Tampilan Caldwell posteroanterior menunjukkan setiap perpindahan medial
ataulateral ra mus, sudut, tubuh, atau fraktur simfisis.
CT scan juga dapat membantu :
 CT scan juga memungkinkan dokter untuk survei fraktur wajah daerah lain,
termasuk tulang frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan seluruh
sistem horizontal dan vertical yang menopang kraniofasial.
 Rekonstruksi kerangka wajah sering membantu untuk konsep cedera.
 CT scan juga ideal untuk fraktur condylar, yang sulit untuk
memvisualisasikan (gambar 3).

1.7. PENATALAKSANAAN6,7
A. Tujuan dan Prinsip Perawatan
Tujuan :
1. Memperbaiki bagian yang fraktur sehingga mendapatkan kembali fungsi fisiologis
mandibula dan estetika wajah pasien
2. Mendapatkan oklusi yang stabil
3. Mengembalikan bukaan interincisal dan gerakan-gerakan ekskursif mandibula yang
baik
4. Deviasi mandibula minimal

20
5. Mendapatkan aparatus artikular yang bebas dari rasa nyeri baik saat berfungsi
maupun istirahat
6. Tidak terjadi kelainan TMJ pada sisi yang terkena trauma ataupun sisi
kontralateralnya
7. Menghindari komplikasi jangka panjang pertumbuhan tulang.

Prinsip Perawatan :
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan
seperti jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan
syok (circulaation), penaganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta
evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur
secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction)
dan secara terbuka (open reduction).

1. Reduksi
Proses mengembalikan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Bisa dilakukan
dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.
2. Fiksasi
Ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak/fixed) pada posisi yang
tereduksinya. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect, yaitu dengan intermaxillary
fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup-sekrup dan bone plate.
3. Imobilisasi

Fragmen tulang yang sudah direduksi dan difiksasi selama beberapa waktu tertentu
diimobilisasi agar proses penyembuhan berjalan baik.

21
B. Jenis Perawatan
Jenis Perawatan :
1. Perawatan Konservatif
Ketika terlihat garis fraktur pada tampilan radiografis tapi tidak terlihat
displacement.
a. Kontrol rasa sakit dengan obat analgesik yang cukup kuat seperti pentazosin,
karena pasien fraktur mandibula measakan derajat sakit yang ekstrem, hingga
bisa terjadi syok.
b. Kontrol infeksi untuk mencegah infeksi maka antibiotik profilaksis perlu
diberikan.
c. Stabilisasi sementara bagian yang terkena fraktur dengan perban barrel.
d. Diet
e. Instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut
f. Instruksi untuk menggerakkan rahangnya dengan pelan
g. Follow – up

2. Perawatan Aktif
a. Reduksi Tertutup6
Pada reduksi tertutup perawatan dilakukan tanpa operator/dokter
melihat frakturnya secara langsung / tidak dilakukan pembukaan jaringan
Adapun indikasi untuk reposisi tertutup di antaranya:
 Fraktur displace atau terbuka derajat ringan sampai sedang.
 Fraktur kondilus
 Fraktur pada anak
 Fraktur komunitif berat atau fraktur dimana suplai darah menurun.
 Fraktur eduntulous mandibula
 Fraktur mandibula yang terdapat hubungan dengan fraktur panfacial
 Fraktur patologis

22
Gambar 7. Raduksi Tertutup

Reduksi tertutup kemudian dibantu dengan :


- Intermaxillary Fixation (IMF)
Yaitu proses fiksasi yang dibantu dengan aplikasi kawat-kawat atau karet
elastik antara rahang atas dan rahang bawah. Fiksasi ini dipertahankan 3-4
minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari
mandibula. Metode utama fiksasi ini adalah wiring, arch bars, dan splints.
 Wiring
Beberapa macam teknik wiring yang dapat dilakukan untuk proses
fiksasi, tapi kedua jenis teknik wiring dibawah ini paling sering
digunakan.
Multiple loop wiring
Teknik wiring dimana 4 gigi posterior dikawat bersama.

 Ivy loop wiring


Ivy loop hanya meliputi 2 gigi yang berlawanan. Ivy loop dapat lebih
mudah diaplikasikan dan lebih singkat waktu pengerjaannya

23
dibandingkan multiple loop, walaupun kadang sejumlah ivy loop
diperlukan di beberapa area lengkung gigi.

Gambar 9. Ivy Loop Wiring

 Arch Bars
Penggunaan arch bars dianggap metode yang paling ideal untuk
perawatan IMF. Arch bars ada yang sudah tersedia dari pabrik dan bisa

juga dibuat sendiri.


Gambar 10. Arch Bars

 Splints
Splint digunakan apabila wiring dianggap tidak memberikan fiksasi
yang adekuat, atau ketika splint horizontal di sepanjang zona fraktur

24
memang diperlukan, seperti pada kasus dimana imobilisasi yang
dibutuhkan tidak dalam keadaan mulut tertutup.
Splint diindikasikan untuk kasus yang sangat simpel atau yang
sangat sulit. Apabila dokter dihadapkan pada kasus fraktur mandibula
yang sederhana di area lengkung gigi, maka dokter biasanya akan lebih
memilih menggunakan splint sehingga bukaan rahang tidak perlu ditutup
rapat dengan kawat atau karet elastik.
Jika kasusnya sangat sulit, sehingga diperlukan cangkok tulang atau

pada kasus dimana perawatan penggabungan rahang tertunda, splint


diindikasikan untuk memberikan fiksasi jangka panjang.
Gambar 11. Splint Akrilik
- Skeletal pin
Fiksasi dengan skeletal pin digunakan pada kasus dimana manajemen
dengan IMF kurang memuaskan. Fraktur pada angulus mandibula terutama

dapat diimobilisasi dengan fiksasi skeletal pin tanpa harus mengekspos


fragmen fraktur.
Gambar 12. Skeletal Pin

25
Setelah dilakukan fiksasi, maka rahang diimobilisasi dalam jangka
waktu tertentu untuk memberikan fase penyembuhan. Lamanya waktu
imobilisasi tergantung pada lokasi fraktur, ada atau tidaknya gigi di daerah
fraktur, usia pasien, dan ada atau tidaknya infeksi.

b. Reduksi Terbuka6
Reduksi terbuka pada fraktur mandibula memiliki pendekatan intra dan
ekstraoral. Pendekatan ekstraoral dapat dilakukan melalui submandibula,
submental, atau preaurikular.
Indikasi reposisi terbuka di antaranya:
1. Fraktur terbuka atau displace derajat sedang sampai berat
2. Fraktur yang tidak tereduksi dengan reposisi tertutup

3. Unfavorable fracture
Gambar 13. Approach ekstraoral Gambar 14. Insisi retromandibular

Dengan pendekatan intraoral, regio mandibula dicapai melalui insisi


vestibular di mukosa. Jika dibandingkan dengan pendekatan
ekstraoral, .pendekatan intraoral lebih cepat dilakukan, tidak memiliki parut
ekstraoral, dan risiko lebih kecil untuk mengenai saraf wajah.

Adapun material yang bisa digunakan pada reposisi terbuka diantaranya


wire, wire mesh, plat dan screw, dll.

26
 Wiring (kawat)
Kawat dibuat seperti mata, kemudian mata tadi dipasang disekitar dua
buah gigi atau geraham dirahang atas ataupun bawah. Rahang bawah yang
patah difiksasi pada rahang atas melalui mata di kawat atas dan bawah.
Jika perlu ikatan kawat ini dipasang di berbagai tempat untuk memperoleh
fiksasi yang kuat.

 Plating
Pemasangan plat bertujuan untuk memberi tahanan pada daerah fraktur,
sehingga dapat menyatukan bagian fraktur dengan alveolus superior.
Setelah plat tepasang, maka tidak dibutuhkan lagi fiksasi maksila. Dengan
catatan pemasangan screw pada plat tidak dengan penekanan yang terlalu
kuat. Karena dengan pemasangan screw yang terlalu kuat akan
mengkibatkan terjadinya kesulitan pada saat pelepasan, oleh karena itu,
pemasangan dengan teknik yang tidak terlalu menekan lebih dipilih dalam
pemasangan plat pada fraktur mandibula.

1.7. KOMPLIKASI 1,9,11

Tulang mandibula merupakan daerah yang paling sering mengalami gangguan


penyembuhan fraktur baik itu malunion ataupun non-union, hal ini akan memberi keluhan
berupa rasa sakit dan tidak nyaman (discomfort) yang berkepanjangan pada sendi rahang
temporo mandibular joint (TMJ) oleh karena perubahan posisi dan ketidakstabilan antara
sendi rahang kiri dan kanan. Hal ini tidak hanya berdampak pada sendi tetapi otot-otot
pengunyahan dan otot sekitar wajah juga dapat memberikan respon nyeri (myofascial pain)
Terlebih jika pasien mengkompensasikan atau memaksakan mengunyah dalam hubungan
oklusi yang tidak normal. Kondisi inilah yang banyak dikeluhkan oleh pasien patah rahang
yang tidak dilakukan perbaikan atau penangnanan secara adekuat.9

Ada beberapa faktor risiko yang secara spesifik berhubungan dengan fraktur
mandibula dan berpotensi untuk menimbulkan terjadinya malunion ataupun non-union.

27
Faktor risiko yang paling besar adalah infeksi atau osteomyelitis, kemudian aposisi yang
kurang baik, kurangnya imobilisasi segmen fraktur, adanya benda asing, tarikan otot yang
tidak menguntungkan pada segmen fraktur. Malunion yang berat pada mandibula akan
mengakibatkan asimetri wajah dan dapat juga disertai gangguan fungsi. Kelainan-kelainan
ini dapat diperbaiki dengan melakukan perencanaan osteotomi secara tepat untuk
merekonstruksi bentuk lengkung mandibula.11

28
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sulit kancing gigi. Pasien mengaku ± 2 minggu yang
lalu pasien di pukuli polisi dengan menggunakan tangan dan sepatu laras pada bagian wajah
karena sedang mabuk. Pasien kemudian dibawa ke RSUD Abepura dan menjalani perawatan
selama 3 hari. Awal masuk pasien mengatakan rasa nyeri hebat saat menggerakkan rahang
untuk berbicara, sulit mengunyah atau menelan disertai bengkak serta perdarahan dari
rongga mulut. Riwayat pingsan saat kejadian disangkal, muntah disangkal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya asimetris pada wajah, long face (+) CA
(+/+), nyeri tekan (+) pipi kiri, dan hipoestesi (+) pada bibir bawah. Selain itu, pada
pemeriksaan mulut juga ditemukan adanya maloklusi pada rahang, nyeri tekan pada
mandibula, laserasi, step gigi kiri bawah, bone exposed dan trismus.

Berdasarkan teori, tanda dan gejala yang dialami pasien sesuai dengan tanda dan
gejala yang terdapat pada fraktur mandibula yaitu asimetris wajah, maloklusi, hipoestesia,
dan trismus.

Untuk mengetahui letak fraktur, maka dilakukan pemeriksaan penunjang radiologi.


Dari pemeriksaan tersebut didapatkan adanya garis patah pada lebih dari satu segmen tetapi
tidak berhubungan yaitu pada daerah reg gigi 45 dan garis patahan oblique pada reg gigi
567 .

Berdasarkan teori, jenis fraktur mandibula dapat diklassifikasikan menurut lokasi


fraktur yaitu fr.dentoalveolar, fr.simfisis, fr.parasimfisis, fr.body mandibula, fr.angulus,
fr.ramus, dan fr.condylus. Pada kasus ini didapatkan dua lokasi fraktur yaitu fr.dentoalveolar
pada reg gigi 45 dan pada reg gigi 567 , dimana fraktur yang muncul terbatas pada tooth-
bearing area mandibula tanpa gangguan pada underlying osseus structure. Berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dapat disimpulkan
diagnosis kerja pasien ini adalah fraktur mandibula segmental.

29
Adapun penatalaksanaan dari pasien ini adalah penanganan fraktur secara definitif.
Penatalaksanaan definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close
reduction) dan secara terbuka (open reduction). Dimana menurut teori, reposisi
merupakan proses mengembalikkan fragmen yang fraktur ke posisi normalnya. Serta
dilakukan perawatan secara fiksasi, yaitu ujung tulang yang fraktur konstan (tidak bergerak
atau fixed) pada posisi yang tereduksi. Fiksasi bisa dilakukan secara indirect yaitu dengan
intermaxillary fixation (IMF) atau secara direct, yaitu dengan sekrup atau bone plate.

Pada kasus ini perawatan yang digunakan reduksi tertutup kemudian dibantu dengan
Intermaxillary Fixation (IMF), yaitu proses fiksasi yang dibantu dengan aplikasi kawat-
kawat atau karet elastik antara rahang atas dan rahang bawah. Selain itu juga dilakukan
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) dengan tujuan membantu keterbatasan fungsi
selama penyembuhan terjadi. Fiksasi tersebut kemudian dipertahankan sekitar 2-3 minggu.
Oleh karena itu, asupan nutrisi selama masa penyembuhan perlu diperhatikan.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Thapliyal C. G, Sinha C. R, Menon C. P, Chakranarayan S. L. C. A. (2007). Management


of Mandibular Fractures. Available at http://medind.nic.in/maa/t08/i3/maat08i3p218.pdf.
Diakses pada tanggal 19 September 2017
2. Soepardi E A, Iskandar N. (2006). Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala Leher. Bab VII, hal 132-156. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia. Jakarta.
3. Snell R. S. (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.
4. Sjamsuhidajat, Jong W D. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2, penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.
5. Banks Peter, Fraktur Pada Mandibula Menurut Killey, Alih Bahasa Wahyono, Edisi
Ketiga, Gajah Mada University Press, 1992, 1-79
6. Barrera J. E, Batuello T. G. (2010). Mandibular Angle Fractures: Treatment. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/868517-treatment. Diakses pada tanggal 20
September 2017
7. Soule William., Mandible Fractures, http://www.emedicine...o/topic423.htm. Diakses
pada tanggal 19 September 2017
8. Ajmal S, Khan M. A, Jadoon H, Malik S. A. (2007). Management Protocol of
Mandibular Fractures at Pakistan Institute of Medical sciences, Islamabad, Pakistan. J
Ayub Med Coll Abbottabad. Volume 19, issue 3. Available at
http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/19-3/13%20Samira%20Ajmal.pdf. Diakses
pada tanggal 19 September 2017
9. Laub D, R. (2009). Facial Trauma, Mandibular Fractures. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1283150-overview. Diakses pada tanggal 20
September 2017
10. Balaji, SM. (2007). Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi : Elsevier.
India.
11. Miloro, Michael. (2004). Peterson’s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd
Ed. London: BC Decker Inc.

31

Anda mungkin juga menyukai