Penyusun:
i
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada
Bapak Ahmad Sholihin, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah
Admininstrasi dan Manajemen Pendidikan yang telah membina dan
menuntun kami untuk bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami
minta maaf apabila masih ditemukan kesalahan dan kekeliruan dalam
penulisan makalah ini. Olehnya itu kami sangat berharap masukan dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Kesimpulan 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah
berimplikasi kepada otonomi Pendidikan dan otonomi sekolah,
menjadikan Indonesia menganut konsep “Manajemen Pendidikan
Berbasis Sekolah” atau biasa disingkat MBS. Sebelum adanya otonomi
daerah, pengelolaan pendidikan yang dianut Indonesia sangat bersifat
sentralistik .
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
2. Mengapa penting adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
2
7. Untuk mengetahui model-model Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS)
BAB II
PEMBAHASAN
3
Wohlsetter dan Mohrman, MBS berarti pendekatan politis untuk
mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan
dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna
memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah antara lain kepala
sekolah, guru, siswa, konselor, pengembang kurikulum, admininstrator,
orang tua siswa dan masyarakat sekitar. Secara lebih sempit MBS
hanya mengarah kepada perubahan tanggung jawab pada bidang
tertentu seperti dikemukakan oleh Kubick, MBS meletakkan tanggung
jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada
sekolah yang menyangkut bidang anggaran, personel dan kurikulum.
Oleh karena itu, MBS memberikan hak kontrol proses pendidikan
kepada kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua.1
1
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo,
2006), h. 1.
4
MBS merrupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan,
yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang
lebih baik dan memadai bagi peserta didik. Otonomi dalam manajemen
merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf,
menawarkan partisipasi langsung bagi kelompok-kelompok yang terkait
dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
2
E. Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah , (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), h.
24.
5
B. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Pengelolaan Pendidikan yang dianut dan dijalankan di Indonesia
selama ini sangat bersifat sentralistik, di mana pusat sangat dominan
dalam pengambilan kebijakan. Sebaliknya, daerah dan sekolah bersifat
pasif, hanya sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat. Pola kerja
sentralistik tersebut sering mengakibatkan adnya kesenjangan antara
kebutuhan riil sekolah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh
pusat.
6
c. Mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar untuk
mendukung pendidikan di sekolah.
7
masyarakat terhadap pendidikan di sekolah dengan
3
meningkatkan tugas, fungsi dan peran BP3.
3
Supriono, Sapari A,Manajemen Berbasis Sekolah , (Jawa Timur: SIC, 2001), h. 6
8
b) Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar
(kurikulum), bahkan kepentingan admininstratif.
4
Supriono, Sapari A,Manajemen Berbasis Sekolah , (Jawa Timur: SIC, 2001), h. 7.
9
berkualitas dan berkelanjutan baik secara makro, meso maupun mikro.
5
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002),
h. 25.
10
sekolahnya. Dengan demikian MBS mendorong profesionalisme guru
dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui
penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap
kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan
sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi
peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi
orang tua, misalnya orang tua dapat mengawasi langsung proses
belajar anaknya.
11
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam
menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola sistem
pendidikan profesional. Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu
di sertai seperangkat kewajiban, monitoring dan tuntutan
pertanggaungjawaban yang tingi. Dengan demikian, sekolah di
tuntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya secara
transparan, demokratis tanpa monopoli dan bertanggung
jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam
rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta
didik.
12
dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan
untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat
oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
pendidikan. Kepala sekolah perlu mempelajari kebijakan
pemerintahan maupun prioritas sekolah sendiri, ia harus:
7
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), h.
26.
13
G. Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
G.A Model MBS di Indonesia
Dengan tidak ada sasaran dalam peningkatan mutu model MBS ini
serta kepongahan para pejabat pendidikan di pusat maupun di daerah
maka penerapan MBS di Indonesia masih menghadapi ganjalan besar.
Padahal, salah satu dasar pokok terlaksananya reformasi adalah
adanya perubahan struktural secara mendasar dan besar-besaran. Bila
tidak maka upaya reformasi pendidikan melalui MBS itu hanya
merupakan proyek pemborosan.
14
di Indonesia berada dalam cengkraman pemerintah otoriter yang
membuat warganya takut untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif.
Oleh karena itu, pendekatan yang digunakanpun berbeda dengan negara
-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia,
penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2000
tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.8
8
Nurkolis,Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi , (Jakarta: Grasindo,
2006), h. 109.
15
9
pendapatan.
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari
“School Based Management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika
Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan
dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS
merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional.
9
Nurkolis,Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi , (Jakarta: Grasindo,
2006), h. 91.
16
Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif masyarakat,
tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa di mengerti karena setelah 32 tahun
Indonesia berada dalam cengkeraman pemerintah otoriter yang
membuat warganya takut untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif.
Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan pun berbeda dengan
negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di
Indonesia, penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU No. 25
Tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional Tahun
2000-2004.
DAFTAR PUSTAKA
17
18