Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Admininstrasi dan Manajemen Pendidikan
Dosen Pengampu:
Ahmad Sholihin, M.Pd.

Penyusun:

Muhammad Safri Jamal 211310003

Muhammad Raindra Bagaskoro 211310015

Azhar Kamil Pasya 211310035

Muh. Khaeril Ikhsan 211310040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

i
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN
JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan hidayah untuk berfikir sehingga dapat melaksanakan tugas
untuk pembuatan makalah dalam mata kuliah Admininstrasi dan
Manajemen Pendidikan yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah.

Ucapan terima kasih kami sampaikan pula kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Terutama kepada
Bapak Ahmad Sholihin, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah
Admininstrasi dan Manajemen Pendidikan yang telah membina dan
menuntun kami untuk bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami
minta maaf apabila masih ditemukan kesalahan dan kekeliruan dalam
penulisan makalah ini. Olehnya itu kami sangat berharap masukan dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, 27 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN 3

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 3

B. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 5

C. Ciri-Ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 7

D. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ……. 8


E. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) ……. 9
F. Faktor-Faktor yang perlu diperhatikan dalam Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) 10
G. Contoh Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 12
BAB III PENUTUP 15

A. Kesimpulan 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah
berimplikasi kepada otonomi Pendidikan dan otonomi sekolah,
menjadikan Indonesia menganut konsep “Manajemen Pendidikan
Berbasis Sekolah” atau biasa disingkat MBS. Sebelum adanya otonomi
daerah, pengelolaan pendidikan yang dianut Indonesia sangat bersifat
sentralistik .

MBS memberikan keluasan bagi sekolah untuk menentukan arah


dan kebijakan yang relevan dengan situasi dan kondisi lingkungannya.
MBS juga memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Penting bagi guru, calon guru maupun pemerhati pendidikan untuk


benar-benar memahami konsep-konsep MBS, agar nantinya dapat
menjalankan manajemen pendidikan disekolah sesuai denga napa yang
tertuang dalam MBS.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?
2. Mengapa penting adanya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?

3. Apa ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?

4. Apa tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?

5. Apa manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?

6. Faktor-faktor apa yang perlu diperhatikan dalam Manajemen


Berbasis Sekolah (MBS)?

7. Berikan contoh model-model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

2. Untuk mengetahui betapa penting adanya Manajemen Berbasis


Sekolah (MBS)

3. Untuk mengetahui ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

4. Untuk mengetahui tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

5. Untuk mengetahui manfaat Manajemen Berbasisi Sekolah (MBS)

6. Untuk mengetahui factor-faktor yang perlu diperhatikan dalam


Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

2
7. Untuk mengetahui model-model Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS)

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Secara leksikal, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari
tiga kata, yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah
proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran. Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau
asas. Sekolah adalah Lembaga untuk belajar dan mengajar serta
tempat menerima dan memberikan pelajaran. Olehnya itu dapat
disimpulkan bahwa MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber
daya yang berasakan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran
atau pembelajaran.

Defenisi yang mencakup makna yang lebih luas dikemukakan oleh

3
Wohlsetter dan Mohrman, MBS berarti pendekatan politis untuk
mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan
dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna
memajukan sekolahnya. Partisipan lokal sekolah antara lain kepala
sekolah, guru, siswa, konselor, pengembang kurikulum, admininstrator,
orang tua siswa dan masyarakat sekitar. Secara lebih sempit MBS
hanya mengarah kepada perubahan tanggung jawab pada bidang
tertentu seperti dikemukakan oleh Kubick, MBS meletakkan tanggung
jawab dalam pengambilan keputusan dari pemerintah daerah kepada
sekolah yang menyangkut bidang anggaran, personel dan kurikulum.
Oleh karena itu, MBS memberikan hak kontrol proses pendidikan
kepada kepala sekolah, guru, siswa dan orang tua.1

Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari


“school based mamagement” . Istilah ini pertama kali muncul di Amerika
Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan
dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS
merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengolah
sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai
dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih
memahami, membantu dan mengontrol pengelolaan pendidikan.
Olehnya itu, kebijakan nasional yang menjadi prioritas pemerintah harus
pula dilakukan oleh sekolah. Pada sistem MBS, sekolah dituntut secara
mandiri menggali, mengalokasikan, menentukann prioritas,
mengendalikan dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber-
sumber, baik kepada masyarakat maupun pemerintah.

1
Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta: Grasindo,
2006), h. 1.

4
MBS merrupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan,
yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang
lebih baik dan memadai bagi peserta didik. Otonomi dalam manajemen
merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf,
menawarkan partisipasi langsung bagi kelompok-kelompok yang terkait
dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.

Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS


yang dipandang memiliki tingkat efektifitas tinggi serta memberikan
beberapa keuntungan, antara lain:

a. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh


langsung kepada peserta didik, guru dan orang tua.

b. Memiliki keleluasaan dalam memanfaatkan sumber daya lokal.

c. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran,


hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah moral guru
dan iklim sekolah.

d. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan,


memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah
dan perubahan perencanaan.

Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita


tidak harus meniru secara persis model-model MBS dari negara lain.
Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman
pelaksanaan MBS di negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan
dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi
setempat seperti sejarah, geografi, struktur masayrakat dan
pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan
yang telah dan sedang berlangsung selama ini.2

2
E. Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah , (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), h.
24.

5
B. Pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Pengelolaan Pendidikan yang dianut dan dijalankan di Indonesia
selama ini sangat bersifat sentralistik, di mana pusat sangat dominan
dalam pengambilan kebijakan. Sebaliknya, daerah dan sekolah bersifat
pasif, hanya sebagai penerima dan pelaksana perintah pusat. Pola kerja
sentralistik tersebut sering mengakibatkan adnya kesenjangan antara
kebutuhan riil sekolah dengan perintah atau apa yang digariskan oleh
pusat.

F. Korten menilai sistem sentralistik kurang bisa memberikan


pelayanan yang efektif, kelemahan-kelemahan pola sentralistik tersebut
selama ini tidak pernah di gubris. Ketika lahir Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang mengharuskan pelaksanaan
desentralisasi pendidikan, mau tidak mau pola sentralistik harus diubah.
Diperlukan formula baru dalam pengelolaan pendidikan di sekolah
sesuai dengan tuntutan masyarakat dan berkembangnya peraturan
baru. Tujuan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan efisiensi
pengelolaan serta mutu dan relevansi pendidikan di sekolah.

Inovasi yang diharapkan timbul di sekolah serta bertambahnya


prestasi masyarakat untuk mendukung dan mengawasi sekolah akan
memberikan nilai positif terhadap peningkatan mutu dan relevansi
pendidikan. Beberapa kegiatan pada tahap awal yang ditempuh dalam
pelaksanaan MBS antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemampuan personil sekolah dalam


pengelolaan sekolah, termasuk pengelolaan sumber daya dan
penyusunan program untuk mencapai tujuan sekolah.

b. Memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengelola


sumber daya dan mengatur rumah tangga sekolah untuk
mencapai tujuan sekolah dalam batas-batas peraturan.

6
c. Mendorong partisipasi masyarakat yang lebih besar untuk
mendukung pendidikan di sekolah.

d. Mendorong pemanfaatan anggaran sekolah sesuai kebutuhan


dan kondisi sekolah dengan memberikan “block grant” yang
dimanfaatkan bersama dengan anggaran dan sumber-sumber
lain.

e. Mendorong adanya transparasi dalam pengelolaan sekolah,


mulai dari perenccanaan sampai dengan evaluasi. Dalam hal
keuangan dengan membuat RAPBS yang melibatkan kepala
sekolah, guru serta pengurus BP3 dan juga tokoh masyarakat.

f. Mendorong dan memanfaatkan kemampuan personil sekolah


untuk meningkatkan kreatifitas dan kemampuan yang dapat
mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang aktif,
efektif dan menyenangkan serta tercipatanya kondisi sekolah
yang “sayang anak”.

g. Bekerja sama dengan pemerintah untuk mendukung upaya


pelaksanaan kegiatan rintisan MBS di sekolah yang di tunjuk.

Peluang keberhasilan dalam menerapkan MBS di sekolah pada


saat ini cukup besar karena adanya faktor pendukung berikut:

a. Tuntutan kehidupan demokratis yang cukup besar dari


masyarakat dalam era reforrmasi seperti sekarang ini.

b. Penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang


Pemerintah Daerah yang menekankan pada otonomi
pemerintah pada tingkat Kabupaten/Kota.

c. Adanya komite sekolah yang berfungsi untuk membantu


pelaksanaan program JPS pendidikan di banyak sekolah.

d. Adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi

7
masyarakat terhadap pendidikan di sekolah dengan
3
meningkatkan tugas, fungsi dan peran BP3.

C. Ciri-Ciri Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


Dalam MBS, peran serta masyarakat sangat penting, tidak seperti
masa lalu yang hanya terbatas memobilisasi sumbangan uang dan
sejenisnya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam model MBS
memiliki funsi dan benar yang sangat besar. Masalah keuangan,
kegiatan pembelajaran, sarana prasarana dan seluruh komponen
penunjang pendidikan di sekolah merupakan tanggung jawab sekolah
yang telah “di-result ” oleh masyarakat.

Dalam hal pembelajaran atau proses Kegiatan Belajar Mengajar


(KBM), maka model MBS ini menekankan kepada pembelajaran aktif,
pembelajaran efektif dan pembelajaran yang menyenangkan. Cara
pembelajaran seperti ini memungkinkan munculnya keberanian pada
siswa untuk mengemukakan pendapat, mengkritik dan mengakui
kelemahannya apabila memang mereka melakukan kesalahan.

Dengan semangat belajar yang tinggi, kondisi tempat dan iklim


belajar yang menyenangkan, dukungan dari masyarakat dan orang tua
yang cukup. Pada gilirannya pendekatan ini akan dapat mengurangi
bahkan mengikis habis masalah putus sekolah atau DO. Manajemen
sekolah yang menitik beratkan pada aspek kemandirian sekolah dengan
ciri utama pada adanya ketrerbukaan atau transparansi pelaksanaanya
dimulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan diselenggarakan
secara terbuka. Olehnya itu dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
manajemen berbasis sekolah, antara lain:

a) Ada upaya meningkatkan peran serta BP3 dan masyarakat


untuk mendukung kinerja sekolah.

3
Supriono, Sapari A,Manajemen Berbasis Sekolah , (Jawa Timur: SIC, 2001), h. 6

8
b) Program sekolah disusun dan dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan proses belajar mengajar
(kurikulum), bahkan kepentingan admininstratif.

c) Menerapkan prinsip efektifitas dan efesiensi dalam penggunan


sumber daya sekolah (anggaran, personil dan fasilitas).

d) Mampu mengambil keputusan yang sesuai dengan


kemampuan dan kondisi lingkungan sekolah walau berbeda
dari pola umum atau kebiasaan.

e) Menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab


kepada masyarakat, selain kepada pemerintah atau yayasan.

f) Meningkatkan profesionalisme personil sekolah.

g) Meningkatkan kemandirian sekolah di segala bidang.

h) Adanya keterlibatan semua unsur terkait dalam perencanaan


program sekolah, pelaksanaan sampai dengan evaluasi
(kepala sekolah, guru, BP3, tokoh masyarakat dan lain-lain).

i) Adanya keterbukaan dalam pengelolaan pendidikan sekolah,


baik yang menyangkut program, anggaran, ketenagaan,
prestasi, sampai dengan pelaporan.

j) Pertanggung jawaban sekolah dilakukan baik terhadap


4
pemerintah, yayasan maupun masyarakat.

D. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai
keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi,
yang dinyatakan dalam GBHN. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan
landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang

4
Supriono, Sapari A,Manajemen Berbasis Sekolah , (Jawa Timur: SIC, 2001), h. 7.

9
berkualitas dan berkelanjutan baik secara makro, meso maupun mikro.

MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan


masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala
yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efesiensi,
mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efesiensi, antara lain
diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya, partisipasi
masyarakat dan penyederhaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu
dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap
sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan
profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sisteme insentif
serta disinsetif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui
peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah
lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu. Hal ini dimungkinkan
karena pada sebagian masyarakat tumbuh rasa kepemilikan yang tinggi
terhadap sekolah.5

E. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)


MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada
sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi
yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan
pengembangan strategi MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah
dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih
berkonsentrasi pada tugas. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya
dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong
profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer
maupun pemimpin sekolah. Dengan diberiknnya kesempatan kepada
sekolah untuk menyusun kurikulum, guru di dorong untuk berinovasi
dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan

5
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002),
h. 25.

10
sekolahnya. Dengan demikian MBS mendorong profesionalisme guru
dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah. Melalui
penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap
kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan
sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Prestasi
peserta didik dapat dimaksimalkan melalui peningkatan partisipasi
orang tua, misalnya orang tua dapat mengawasi langsung proses
belajar anaknya.

MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti


pada sekolah-sekolah swasta, sehingga menjamin partisipasi staf,
orang tua, peserta didik dan masyarakat yang lebih luas dalam
perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan. Kesempatan
berpartisipasi tersebut dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap
sekolah. Selanjutnya, aspek-aspek tersebut pada akhirnya akan
mendukung efektivitas dalam pencapaian tujuan sekolah. Adanya
kontrol dari masyarakat dan monitoring dari pemerintah, pengelolaan
sekolah menjadi akuntabel, transparan, egaliter dan demokratis, serta
menghapuskan monopoli dalam pengelolaan pendidikan. Untuk
kepentingan tersebut diperlukan kesiapan pengelola pada berbagai
level untuk melakukan perannya sesuai dengan kewenangan dan
tanggung jawab.6

F. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Manajemen Berbasis


Sekolah (MBS)
Pada tahun 1999, BPPN bekerjasama dengan Bank Dunia telah
mengkaji beberapa faktor yang perlu diperhatikan sehubungan dengan
MBS, diantaranya:

a. Kewajiban Sekolah, MBS yang menawarkan keleluasaan


6
E. Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah , (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), h.
25.

11
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam
menciptakan kepala sekolah, guru dan pengelola sistem
pendidikan profesional. Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu
di sertai seperangkat kewajiban, monitoring dan tuntutan
pertanggaungjawaban yang tingi. Dengan demikian, sekolah di
tuntut mampu menampilkan pengelolaan sumberdaya secara
transparan, demokratis tanpa monopoli dan bertanggung
jawab baik terhadap masyarakat maupun pemerintah, dalam
rangka meningkatkan kapasitas pelayanan terhadap peserta
didik.

b. Kebijakan dan Prioritas Pemerintah, pemerintah sebagai


penanggung jawab pendidikan nasional berhak merumuskan
kebijakan-kebijakan yang menjadi prioritas-prioritas nasional
terutama yang berkaitan dengan program peningkatan melek
huruf dan angka, efesiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.
Pemerintah juga perlu merumuskan seperangkat pedoman
umum tentang pelaksanaan MBS untuk menjamin bahwa hasil
pendidikan terevaluasi dengan baik, kebijakan-kebijakan
pemerintah dilaksanakan secara efektif, sekolah dioperasikan
dalam kerangka yang disetujui pemerintah dan anggaran
dibelanjakan sesuai dengan tujuan.

c. Peranan Orangtua dan Masyarakat, MBS menuntut dukungan


tenaga kerja yang terampil dan berkualitas untuk
membangkitkan motivasi kerja yang lebih produktif dan
memberdayakan otoritas daerah setempat, serta
mengefesienkan sistem dan menghilangkan birokrasi yang
tumpang tindih yaitu melalui partisipasi masyarakat, orangtua
dan dewan sekolah.

d. Peranan Profesionalisme dan Manajerial, kepala sekolah, guru


dan tenaga admininstrasi harus memiliki pengetahuan yang

12
dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan
untuk menjamin bahwa segala keputusan penting yang dibuat
oleh sekolah, didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
pendidikan. Kepala sekolah perlu mempelajari kebijakan
pemerintahan maupun prioritas sekolah sendiri, ia harus:

1) Memiliki kemampuan utnuk berkolaborasi dengan guru dan


masyarakat sekitar sekolah;

2) Memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori


pendidikan dan pembelajaran;

3) Memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis


situasi sekarang berdasarkan apa yang seharusnya serta
mampu memperkirakan kejadian dimasa depan
berdasarkan situasi sekarang;

4) Memiliki kemampuan dan kemauan untuk mengidentifikasi


masalah dan kebutuhan yang berkaitan dengan efektfitas
pendidikan di sekolah;

5) Mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan


tantangan sebagai peluang serta mengkeonsepttualkan
arah baru untuk perubahan.

e. Pengembangan Profesi, agar sekolah dapat mengambil


manfaat yang ditawarkan MBS, perlu dikembangkan adanya
pusat pengembangan profesi, yang berfungsi sebagai penyadia
jasa pelatihan bagi tenaga kependidikan untuk MBS.7

7
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), h.
26.

13
G. Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
G.A Model MBS di Indonesia

Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu


Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah,
fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi secara
langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Di Indonesia, model MBS difokuskan pada peningkatan mutu,


tetapi tidak jelas dalam hal mutu apa. Mutu gurukah, mutu
kurikulumkah, mutu hasil pengajarankah, mutu proses belajar-
mengajarkah, mutu penilaiankah atau mutu manajemennya? Perspektif
mutu ini terlalu luas untuk dicakup semua dalam model MBS di
Indonesia. Pantaslah banyak pelaku pendidikan merasa bingung akan
sasaran MBS di Indonesia karena tidak ada fokus garapan. Hal yang
paling mendasar yang tidak di ungkap dalam target mutu yang ingin
dicapai dalam model MBS di Indonesia adalah mutu yang seperti apa?
Apa kriterianya, bagaimana cara mencapainya, kapan harus dicapainya
dan bagaimana peran sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan ini?

Dengan tidak ada sasaran dalam peningkatan mutu model MBS ini
serta kepongahan para pejabat pendidikan di pusat maupun di daerah
maka penerapan MBS di Indonesia masih menghadapi ganjalan besar.
Padahal, salah satu dasar pokok terlaksananya reformasi adalah
adanya perubahan struktural secara mendasar dan besar-besaran. Bila
tidak maka upaya reformasi pendidikan melalui MBS itu hanya
merupakan proyek pemborosan.

Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif masyarakat,


tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa di mengerti karena setelah 32 tahun

14
di Indonesia berada dalam cengkraman pemerintah otoriter yang
membuat warganya takut untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif.
Oleh karena itu, pendekatan yang digunakanpun berbeda dengan negara
-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di Indonesia,
penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU No. 25 tahun 2000
tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.8

G.B Model MBS di Amerika Serikat

Penerapan MBS secara serius di Amerika Serikat terjadi pada saat


adanya gelombang reformasi pendidikan tahap kedua, yaitu pada tahun
1980-an. Gelombang kedua ini sebagai kebangkitan kembali akan
adanya kesadaran dan pentingnya pengelolaan pendidikan pada tingkat
sekolah. Era itu merupakan kelanjutan reformasi yang terjadi pada
tahun 1970-an pada saat sekolah-sekolah di distrik menerapkan side-
Based Management.

Gelombang pertama ditandai dengan adanya sentralisasi fungsi-


fungsi pendidikan pada tingkat pusat, mencakup kurikulum dan ujian
nasional. Gelombang kedua terjadi karena adanya laporan dari The
National Commision on Excellentce in Education yang selanjutnya
dilakukan pengurangan keterlibatan pemerintah pusat dan pemerintah
federal.

Sistem pendidikan di Amerika Serikat, mula-mula secara


konstitusional pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan dan pemerintahan daerah hanya sebagai unit
pembuatan kebijakan dan admininstrasi. Pemerintah federal memiliki
peran yang terbatas bahkan makin berkurang perannya. Perannya
hanya dibatasi terutama pada area khusus, yaitu dukungan

8
Nurkolis,Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi , (Jakarta: Grasindo,
2006), h. 109.

15
9
pendapatan.

BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari
“School Based Management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika
Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan
dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS
merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas
pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional.

9
Nurkolis,Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi , (Jakarta: Grasindo,
2006), h. 91.

16
Model MBS di Indonesia tidak berasal dari inisiatif masyarakat,
tetapi dari pemerintah. Hal ini bisa di mengerti karena setelah 32 tahun
Indonesia berada dalam cengkeraman pemerintah otoriter yang
membuat warganya takut untuk mengeluarkan pendapat dan inisiatif.
Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan pun berbeda dengan
negara-negara lain yang peran serta masyarakatnya sudah tinggi. Di
Indonesia, penerapan MBS diawali dengan dikeluarkannya UU No. 25
Tahun 2000 tentang Rencana Strategis Pembangunan Nasional Tahun
2000-2004.

Dalam pelaksanaannya di Indonesia, perlu ditekankan bahwa kita


tidak harus meniru persis model-model MBS dari negara lain.
Sebaliknya Indonesia akan belajar banyak dari pengalaman-pengalaman
pelaksanaan MBS di negara lain, kemudian memodifikasi, merumuskan
dan menyusun model dengan mempertimbangkan berbagai kondisi
setempat seperti sejarah, geografi, struktur masyarakat dan
pengalaman-pengalaman pribadi di bidang pengelolaan pendidikan
yang telah dan sedang berlangsung selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

E. Mulyasa,Manajemen Berbasis Sekolah , (Bandung: PT Remaja Rosda


Karya, 2002)

Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori, Model dan Aplikasi (Jakarta:


Grasindo, 2006)

Supriono, Sapari A,Manajemen Berbasis Sekolah , (Jawa Timur: SIC, 2001)

17
18

Anda mungkin juga menyukai