Pertemuan I
1. Definisi Perbandingan Politik:
a. Ilmu Perbandingan Politik adalah salah satu cabang dari ilmu politik (political
science).
b. Ilmu politik dan ilmu perbandingan politik berkaitan dalam hal teori dan
metode.
c. Teori, adalah serangkaian generalisasi yang tersusun secara sistematik
d. Metode, adalah suatu prosedur atau proses yang menggunakan teknik-teknik
dan perangkat tertentu dalam mengkaji sesuatu guna menelaah, menguji dan
mengevaluasi teori.
2. Ciri Metode Komparatif (Muliawan, 2014 : 86), yaitu:
a. Merupakan dua atau lebih objek.
b. Masing-masing berdiri sendiri dan bersifat terpisah.
c. Memiliki kesamaan pola atau cara kerja tertentu.
d. Objek yang diperbandingkan jelas dan spesifik.
e. Memakai standar dan ukuran perbandingan berbeda dari objek yang sama.
3. Ilmu Perbandingan Politik: Perbandingan Politik adalah suatu bidang dalam ilmu
politik yang ditandai dengan pendekatan empiris berdasarkan metode komparatif.
Ilmu perbandingan politik berkaitan dengan politik dalam negeri, lembaga-
lembaga politik, dan konflik dalam/antar negara.
4. Karakteristik Perbandingan Politik:
a. Arend Lijphart: "Perbandingan politik tidak didefinisikan oleh objek
penelitian, melainkan metode yang digunakan untuk mempelajari fenomena
politik."
b. Peter Mair dan Richard Rose: "Perbandingan politik merupakan kombinasi
dari fokus studi sistem politik negara-negara dan metode untuk
mengidentifikasi dan menjelaskan persamaan dan perbedaan antara negara-
negara."
c. Richard Rose: "Secara metodologis, perbandingan dibedakan oleh penggunaan
konsep-konsep yang berlaku di lebih dari satu negara."
5. Perbandingan Politik juga diartikan sebagai upaya untuk membandingkan segala
bentuk kegiatan politik, baik berkaitan dengan pemerintahan maupun yang tidak
berhubungan dengan pemerintahan. Para spesialis perbandingan politik cenderung
mengartikan perbandingan politik sebagai studi tentang segala sesuatu yang
berbau politik. Di Amerika Serikat sendiri istilah "comparative politics"
digunakan untuk merujuk kepada "politik dari negara-negara asing."
6. Istilah lain dari Perbandingan Politik
a. Perbandingan pemerintahan: Berfokus mengenai lembaga-lembaga beserta
segenap fungsinya di negara-negara, dengan penekanan pada lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta berbagai organisasi lain yang terkait
seperti partai politik dan pressure group.
b. Perbandingan kebijakan luar negeri: Membandingkan Kebijakan Luar
Negeri dari negara-negara yang berbeda dengan tujuan untuk membangun
hubungan empiris yang umum antara karakteristik negara dan karakteristik
kebijakan luar negerinya.
7. Sumber Pemikiran Perbandingan Politik
a. Hubungan ilmu politik dan perbandingan politik dengan bidang-bidang lain,
dilakukan oleh Ronald H. Chilcote, yang melihat bahwa teori maupun
metodenya banyak bersumber dari pemikiran para filsuf politik “klasik”
seperti Aristoteles dan Plato, Machiavelli dan Montesquieu, serta Hegel, Mark
dan Mill.
b. Perbandingan politik juga banyak bersumber dari pemikiran para tokoh di
awal abad 20 seperti Woodrow Wilson, James Bryce dan Carl Friedrich, yang
telaahannya mengarah ke studi tentang pemerintahan dan negara.
c. Karya dibidang lain yang turut mempengaruhi studi perbandingan politik,
antara lain karya A.R. Radcliffe-Brown dan Bronislaw Malinowski dibidang
Antropologi; Gaetano Mosca, Vilfredo Pareto, Mark Weber dan Emile
Durkheim dibidang sosiologi dan sosiologi politik; serta John M. Keynes, Karl
Marx dan V.I. Lenin dibidang ekonomi politik
8. Perkembangan Perbandingan Politik
a. Terjadinya PD II, telah meningkatkan minat para akademisi di AS untuk
mempelajari sistem politik negara-negara lain, khususnya di Eropa dan Asia.
b. Pudarnya pamor kerajaan-kerajaan besar setelah perang dan gemuruh
perjuangan kemerdekaan didunia ketiga mendorong akademisi untuk
mengalihkan perhatian dari sistem-sistem politik mapan ke negara-negara baru
tersebut. Konsekuaensi dari kejadian-kejadian tersebut cukup besar terhadap
studi perbandingan politik.
c. Menurut Braibanti (1968), disaat itulah terjadi lonjakan riset tentang negara-
negara baru ditopang oleh perkembangan teknologi riset dan melimpahnya
dana penelitian yang antara lain disediakan pemerintah yang menginginkan
masukan-masukan dari kalangan akademis untuk menyusun aneka program
luar negeri, termasuk program bantuan untuk negara berkembang.
9. Fenomena & Indikator Perkembangan Perbandingan Poltitik.
a. Pertama, munculnya negara-negara baru di Timur Tengah, Asia dan Afrika
menjadi daya tarik tersendiri untuk dipelajari oleh para ilmuwan yang
mendalami studi perbandingan politik.
b. Kedua, negara-negara kawasan Atlantik mengalami kemerosotan dominasi,
dekolonisasi pada negara-negara Dunia, serta penyebaran kekuasaan
internasional.
c. Ketiga, munculnya komunisme, pesaing dalam perebutan pengaruh di dalam
suatu negara yang membawa dan memperjuangkan kapitalisme dan
komunisme (Muzaqqi, 2015).
10. Perbandingan Politik dan Kepentingan Demokrasi AS
a. Kehadiran studi perbandingan politik adalah, untuk memenuhi tuntutan
kepentingan internasional Amerika yang semakin luas menjangkau negara-
negara di luar batas negara dan sifatnya yang semakin urgen.
b. Dalam perkembangannya, politik di era globalisasi lebih banyak mengacu
pada demokrasi dan ekonomi pasar, terutama setelah runtuhnya dominasi
komunisme.
c. Demokrasi kelihatannya sudah dapat menguasai dunia dengan ciri khas
lembaga eksekutif dipilih langsung melalui pemungutan suara dan harus
berbagi kekuasaan dengan lembaga perwakilan.
11. Asal-Usul Kajian Perbandingan
a. Sama tua-nya dengan Ilmu Politik itu sendiri
b. Adanya perhatian yg pesat dari sarjana-sarjana Ilmu Politik Barat terhadap
wilayah baru di luar Eropa dan Amerika: Tercermin dari banyaknya studi
mengenai perbandingan pada tahun 1940-an dan 1950-an. Studi ini didukung
adanya kepentingan AS menyebabkan perhatian kajian lebih luas ke wilayah
Asia, Afrika dan Amerika Latin. Sejak itu studi perbandingan diidentikkan
sebagai studi terhadap wilayah-wilayah “baru” yang kemudian berkembang
menjadi studi kawasan.
c. Adanya perkembangan yang pesat dalam studi tingkah-laku/perilaku politik
(behavioral revolution), yang ditandai dengan:
- Unit analisis dalam politik, bukan hanya lembaga/instistusi politik,
tetapi yang terpenting adalah perilaku individu dan kelompok sosial
dalam politik
- Untuk memahami tindakan politik seseorang harus juga dipahami
bagaimana perilaku sosial seseorang mempengaruhi perilaku
politiknya, maka lahirlah kemudian sub ilmu politik: sosiologi politik,
antropolgi politik, psikologi politik dll.
- Penelitian politik tidak hanya bersifat kualitatif, juga bisa kuantitatif
dengan menggunakan statistik (contoh: penelitian perilaku pemilih)
- Pembentukan teori politik yang reliable, artinya sebuah penelitian bisa
diulang oleh peneliti yg berbeda pada waktu & tempat yg berbeda
dengan hasil yg kurang lebih sama; dan valid, artinya bisa
menggambarkan dan menjelaskan secara tepat kehidupan politik.
12. Tujuan Mempelajari Perbandingan Politik
a. Melihat dan mempelajari sistem politik di banyak negara, yang melahirkan
fenomena:
- Sistem politik yang sama tetapi implementasinya berbeda di banyak
negara.
- Mengapa sistem politik yang satu dianggap berhasil dibanding sistem
yang lainnya.
b. Sebagai dasar pertimbangan suatu negara dalam merumuskan kebijakan
terhadap negara lain:
- Merumuskan Kebijakan politik luar negeri sendiri terhadap negara
lain.
- Antisipasi terhadap perubahan politik luar negeri negara lain.
- Menetapkan kebijakan Perdagangan dan Investasi.
c. Ikut serta mempromosikan perkembangan demokrasi
- Perbandingan politik seringkali mempelajari perubahan-perubahan
atau transisi dari sistem politik satu ke sistem politik lainnya
- Umumnya transisi dari Otoriter ke demokrasi
- Mengawal langkah-langkah perkembangan demokrasi suatu negara,
apakah menjadi semakin demokratis atau malah sebaliknya kembali ke
otoriter.
13. Dasar Filosofis: Manusia memandang sebuah perbandingan menjadi sebuah sifat
yang sudah ada dan dimiliki setiap manusia. Namun, seiring berjalannya waktu
manusia menyadari bahwa perbandingan tidak hanya digunakan untuk
membandingkan suatu fenomena yang terjadi di kehidupan sehari-hari namun
mulai merambah pada perbandingan sistem negara. Perbandingan politik
digunakan untuk membandingkan apapun yang berkaitan dengan pemerintahan
maupun tidak.
14. Gabriel A Almond
a. Salah sorang ahli teori perbandingan politik adalah Gabriel A Almond, yang
pada awalnya menggunakan teori Easton untuk berfokus kepada politik mikro,
kemudian Almond memodifikasinya agar lebih fokus kepada politik makro.
b. Sistem politik memainkan peran penting dalam potensi dari suatu negara dan
diartikan bahwa ada interaksi antar aktor-aktor yang ada.
c. Sistem politik mempunyai struktur yang tersusun dari beberapa kategori
seperti: kelompok kepentingan, partai politik, badan peradilan, dewan
eksekutif dan legislatif, yudikatif.
d. Topik-topik yang dicakup mulai dari mengapa dan bagaimana caranya
membandingkan sistem politik sampai dengan negara, pemerintah dan
kebijakan publik.
15. Teori perbandingan politik-Almond
a. Dalam teori perbandingan politik terdapat budaya politik dan sosialisasi
politik, bagi Almond sosialisasi politik mendorong orang untuk berpartisipasi
dalam budaya politik masyarakat.
b. Sosialisasi terjadi di dalam keluarga, sekolah, pekerjaan, kelompok
keagamaan, perkumpulan sukarelawan, partai politik, dan bahkan institusi-
institusi pemerintah.
c. Budaya politik sendiri masuk sebagai cara pandang warga negara tentang
sistem politiknya dan setiap bagiannya.
II. Pertemuan II
1. Teori-teori dalam Perbandingan Politik
a. Teori-teori Sistem
b. Teori-teori Budaya:
c. Teori-teori Pembangunan
d. Teori-teori Kelas
2. Teori Sistem: Kepustakaan teori-teori sistem dalam perbandingan politik mulai mencuat
diawal tahun 50-an. Ada 3 penulis yang dapat dikemukakan sebagai wakil perintis dan
pengembang teori-teori sistem ini, yaitu:
a. David Easton (The Political System) menandai lahirnya konsep sistem politik
(political system) bersamaan dengan konsep-konsep input dan output, tuntutan
(demands) dan dukungan (support) serta umpan balik;
b. Gabriel Almond (Civic Culture). Ia mengklasifikasi sistem-sistem politik, termasuk
sistem politik di luar Barat, dan negara-negara yang baru merdeka. Ia merumuskan
kategori-kategori struktur dan fungsi, dan mengaitkannya dengan semua sistem politik
yang ada di dunia. Selain itu, ia juga mengaitkan konsepsinya tentang sistem dengan
budaya dan pembangunan;
c. Karl Deutsch (Nerves of Government) banyak bersumber dari teori sibernika yang
dirumuskan Norbert Wiener ketika berusaha mengembangkan model politik sistemik
(systemic model of politics).
3. Teori Budaya: Pendekatan kebudayaan dalam perbandingan politik marak selama tahun
1960-an bertolak dari karya-karya tradisional tentang budaya dalam antropologi, studi-
studi tentang sosialisasi dan kelompok-kelompok kecil dalam sosiologi, studi-studi
tentang kepribadian dalam psikologi.
a. Konsep budaya politik dikaitkan ke konsep negara, atau budaya-budaya nasional.
Dalam hal ini budaya politik dilihat sebagai penjelmaan kembali konsep lama
karakter nasional. Budaya politik juga berkaitan dengan sistem. Budaya politik terdiri
dari serangkaian keyakinan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang melatarbelakangi
situasi dimana suatu peristiwa politik terjadi.
b. Jenis budaya politik merupakan ciri dari sistem politik yang bersangkutan, misalnya
saja budaya politik parokial, budaya politik subjek dan budaya politik partisipan.
Jenis-jenis budaya politik ini merefleksikan orientasi psikologis dan subjektif dari
orang-orang yang menjadi warga suatu negara/masyarakat terhadap sistem nasional
mereka. Tokoh berpengaruh dalam teori budaya adalah Gabriel Almond dan Sydney
Verba dalam buku mereka “Civic Culture.”
c. Budaya Politik adalah pola perilaku dan orientasi masyarakat dalam berpolitik, baik
itu penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat,
dan norma kebiasaan yang dihayati setiap individu di dalam masyarakat sehari-hari.
Budaya politik adalah persepsi masyarakat di suatu negara yang diwujudkan dalam
pola sikap terhadap peristiwa politik yang terjadi. Jadi, pengertian budaya politik
adalah nilai-nilai yang berkembang dan dipraktikkan oleh masyarakat tertentu dalam
berpolitik.
d. Dalam budaya politik, politik itu sendiri telah menyentuh semua tatanan masyarakat
sehingga mempengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat tersebut. Menurut Amind
dan Powel, ada beberapa hal yang termasuk di dalam ruang lingkup politik, yaitu:
- Cara pandang masyarakat terhadap politik yang didapatkan dari pengetahuan
yang luas atau sempit.
- Orientasi masyarakat terhadap politik yang dipengaruhi oleh keterikatan,
keterlibatan, dan penolakan.
- Orientasi yang sifatnya menilai objek dalam peristiwa politik.
4. Budaya Politik Menurut Para Ahli:
a. Alan R. Ball, suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi, dan
nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu
politik.
b. Austin Ranney, seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan
pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola oreintasi-
orientasi terhadap objek-objek politik.
c. Robert Dahl, aspek politik dari sistem nilai-nilai yang terdiri dari ide,
pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos yang dikenal dan diakui sebagain
besar masyarakat. Budaya ini tersebut memberi rasional untuk menolak atau
menerima nilai-nilai dan norma lain.
d. Moctar Mas’oed, sikap dan orientasi masyarakat di suatu negara terhadap
kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
e. Miriam Budiardjo, keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti
norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada
umumnya.
5. Ciri-Ciri Budaya Politik.
Political culture di suatu negara dapat dikenali dengan memperhatikan karakteristiknya.
Secara umum, ciri-ciri budaya politik adalah sebagai berikut:
- Terdapat unsur pengaturan kekuasaan di pemerintahan, baik itu di pusat
maupun di daerah-daerah.
- Terdapat proses pembuatan kebijakan oleh pemerintah.
- Pola perilaku para pejabat dan aparat pemerintah suatu negara.
- Terdapat beberapa partai politik dan segala aktivitasnya di masyarakat.
- Tidak jarang ada gejolak di masyarakat dalam menyikapi kekuasaan
pemerintah.
- Terdapat political culture terkait masalah legitimasi.
6. Tipe-tipe Budaya Politik
a. Budaya Politik Parokial: suatu budaya dimana tingkat partisipasi politik
masyarakatnya masih rendah. Tipe ini sering ditemukan di masyarakat tradisional.
Menurut Moctar Masoed dan Colin Mc. Andrew, politik Parokial terjadi karena
masyarakat yang tidak mengetahui atau tidak menyadari tentang adanya pemerintahan
dan sistem politik. Ciri-ciri politik Parokial adalah sebagai berikut:
- Ruang lingkupnya kecil dan sempit.
- Masyarakatnya apatis.
- Pengetahuan masyarakat tentang politik masih sangat rendah.
- Masyarakat cenderung tidak perduli dan menarik diri dari wilayah politik.
- Masyarakatnya sangat jarang berhadapan dengan sistem politik.
- Rendahnya kesadaran masyarakat tentang adanya pusat kewenangan dan
kekuasaan di suatu negara.
b. Suatu budaya dimana masyarakatnya cenderung lebih maju di bidang ekonomi
maupun sosial. Meskipun masyarakatnya masih relatif pasif, namun sudah mengerti
tentang adanya sistem politik serta patuh terhadap undang-undang dan para aparat
pemerintahan. Ciri-ciri politik Kaula/ Subjek adalah:
- Adanya kesadaran penuh masyarakatnya terhadap otoritas pemerintahan.
- Masyarakatnya masih bersikap pasif terhadap politik.
- Beberapa warga memberikan masukan dan permintaan terhadap pemerintah,
namun telah mau menerima aturan dari pemerintah.
- Masyarakatnya mau menerima keputusan yang tidak dapat dikoreksi ataupun
ditentang.
- Masyarakatnya telah sadar dan memperhatikan sistem politik umum dan
khusus pada objek output, sedangkan kesadaran pada input dan sebagai aktor
politik masih cukup rendah.
c. Budaya Politik Partisipan
Suatu budaya dimana masyarakatnya telah memiliki kesadaran yang tinggi tentang
suatu sistem politik, struktur proses politik, dan administratif. Ciri-ciri politik
Partisipan adalah:
- Adanya kesadaran masyarakatnya tentang hak dan tanggungjawab terhadap
kehidupan berpolitik.
- Masyarakatnya tidak langsung menerima keadaan, namun memberikan
penilaian secara sadar terhadap objek-objek politik.
- Kehidupan politik di tengah-tengah masyarakat berperan sebagai sarana
transaksi.
- Masyarakatnya telah memiliki kesadaran tinggi sebagai warga negara yang
aktif dan berperan dalam politik.
7. Budaya Politik dan Demokrasi
a. Hubungan antara budaya politik dan demokratisasi sangat erat. Budaya politik
memiliki pengaruh penting dalam perkembangan demokrasi. Demokratisasi tidak
berjalan baik apabila tidak ditunjang oleh terbangunnya budaya politik yang sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam merespons tuntutan perubahan,
kemungkinan munculnya dua sikap yang secara diametral bertentangan, yaitu
"mendukung " (positif) dan kemungkinan pula "menentang " (negatif), sulit
dielakkan. Sebagai sebuah proses perubahan dalam menciptakan kehidupan politik
yang demokratis, realisasi demokratisasi juga dihadapkan pada kedua kutub yang
bertentangan itu, yaitu budaya politik masyarakat yang mendukung (positif) dan yang
menghambat (negatif) proses demokratisasi.
b. Budaya politik yang matang termanifestasi melalui orientasi, pandangan, dan sikap
individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang demokratis akan mendukung
terciptanya sistem politik yang demokratis. Budaya politik demokratis adalah suatu
kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang
terwujudnya partisipasi (Almond dan Verba). Budaya politik yang demokratis
merupakan budaya politik yang partisipatif, yang diistilahkan oleh Almond dan Verba
sebagai civic culture. Karena itu, hubungan antara budaya politik dan demokrasi
(demokratisasi) dalam konteks civic culture tidak dapat dipisahkan. Adanya fenomena
demokrasi atau tidak dalam budaya politik yang berkembang di suatu masyarakat
tidak hanya dapat dilihat dari interaksi individu dengan sistem politiknya, tetapi juga
interaksi individu dalam konteks kelompok atau golongan dengan kelompok dan
golongan sosial lainnya. Dengan kata lain, budaya politik dapat dilihat manifestasinya
dalam hubungan antara masyarakat dan struktur politiknya, dan dalam hubungan
antarkelompok dan golongan dalam masyarakat itu.
c. Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya
kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah "sub-budaya
etnik dan daerah " yang majemuk pula. Keanekaragaman tersebut akan membawa
pengaruh terhadap budaya politik bangsa. Dalam interaksi di antara sub-sub budaya
politik, kemungkinan terjadinya jarak tidak hanya antarbudaya politik daerah dan
etnik, tetapi juga antarbudaya politik tingkat nasional dan daerah. Apabila pada
tingkat nasional yang tampak lebih menonjol adalah pandangan dan sikap di antara
sub-subbudaya politik yang berinteraksi, pada tingkat daerah yang masih berkembang
adalah " sub-budaya politik " yang lebih kuat dalam arti primordial. Dari uraian di
atas bisa dibedakan kiranya antara budaya politik (political culture) dan perilaku
politik (political behaviour). Yang tersebut terakhir kadang-kadang bisa dipengaruhi
oleh budaya politik. Namun, budaya politik tidak selalu tergantung pada perilaku
politik. Apakah sistem budaya yang ada cenderung bersifat komunal/kolektif atau
individual Masalahnya adalah apakah nilai-nilai demokrasi kompatibel dengan nilai-
nilai budaya politik lokal dan sebaliknya. Agenda demokratisasi seharusnya
dipandang berdimensi horizontal (pengaturan hubungan antarinstitusi politik utama)
dan vertikal yang membuka ruang bagi akses warga untuk terlibat dalam proses
politik dan pemerintahan. Keduanya bisa saling memperkuat dan berjalan simultan.
Untuk itu, diperlukan upaya memupuk vitalitas demokrasi seperti pengembangan nilai
dan keterampilan demokrasi di kalangan warga, meningkatkan akuntabilitas dan
responsivitas terhadap kepentingan publik dan meningkatkan checks and balances dan
rasionalitas politik di antara lembaga-lembaga kekuasaan. Dengan melakukan hal
tersebut, jalan bagi demokrasi menjadi lebih terbuka.
8. Teori Pembangunan
Pendekatan penting ketiga dalam kepustakaan perbandingan politik adalah teori-teori
pembangunan (developmental theories). Perhatian terhadap pembangunan didorong oleh
kemunculan negara-negara baru di dunia ketiga. Almond memandang penting untuk
mengaitkan gagasan-gagasannya tentang hakikat sistem politik dan tentang budaya politik
pembangunan (political culture to development). Hasilnya adalah suatu artikel dalam
Jurnal World Politics tahun 1965 dan sebuah buku yang ditulisnya bersama G. Bingham
Powell, yakni “Comparative Politics: A Developmental Approach.” Dalam buku tersebut
Almond secara lebih terarah berusaha membangun sebuah model yang terdiri dari
serangkaian konsep dan tahapan-tahapan khas proses pembangunan. Kepustakaan
perbandingan politik tentang pembangunan sebenarnya dapat dipilah sekurang-kurangnya
menjadi lima kategori.
a. Kategori Pertama: Almond dkk (AFK.Organski, Walt Rostow) sebagai tokohnya,
mencoba memanfaatkan konsep-konsep tradisional seperti demokrasi dan
demokrasi politik, serta mengolah dan menampilkannya kembali dalam sosok
yang lebih canggih, dan terkadang abstrak;
b. Kategori Kedua: Berfokus pada konsepsi pembangunan bangsa (nation building).
Studi-studinya mencoba memadukan konsepsi lama seperti nasionalisme dengan
penafsiran baru tentang makna pembangunan itu sendiri. Nationalism and Social
Communication (Karl Deutsch), From Empire to Nation (Kalman Silvert),
merupakan contoh-contoh yang menerapkan konsep nasionalisme dan
pembangunan dalam kajian kawasan Afrika dan Amerika Latin;
c. Kategori Ketiga: Berfokus pada modernisasi. Contoh-contoh tulisan yang
menonjol adalah Modernization and the Structure of Societies (Marion J. Levy)
yang merupakan suatu upaya ambisius untuk menerapkan fungsionalisme
struktural terhadap teori modernisasi, serta The Politics of Modernization (David
Apter), sebuah upaya provokatif untuk membangun sebuah model;
d. Kategori Keempat: Mencakup studi-studi tentang perubahan. Contohnya tulisan
yang penting adalah Political Order in Changing Societies (Samuel P.
Huntington); Huntington telah menekankan tesisnya, bahwa sumber fundamental
dari konflik-konflik di dunia tidak lagi berlatarbelakang ideologis maupun
ekonomis, melainkan kultural (Huntington, 1993: 22). Menurutnya, pembagian
antara manusia yang dibawa oleh perbedaan kelompok-kelompok peradaban dan
kebangsaan menandai evolusi konflik dunia modern.
e. Kategori Kelima: Meliputi studi-studi kritis yang seperti telah disinggung diatas
kemudian memunculkan teori-teori pembangunan etnosentris. Studi-studi ini ini
berfokus pada keterbelakangan di negara-negara miskin, yang dilihat sebagai
korban pembangunan dan industrialisasi kapitalistik di negara-negara maju.
Contoh tulisan yang menonjol Capitalism and Underdevelopment in Latin
America (Andre Gunder Frank) dan How Europe Underdeveloped Afrika (Walter
Rodney). Para teoritisi ini menegaskan segala bentuk keterpurukan di negara
miskin bersumber dari ketergantungannya kepada negara-negara kaya.
9. Teori Kelas
• Sekitar pertengahan 1960-an, Komite Perbandingan Politik (Committee on Comparative
Politics) memutuskan untuk memberi perhatian kepada studi-studi tentang elite.
Munculnya para pemimpin kharismatik seperti Fidel Castro (Cuba), Kwame Nkrumah
(Ghana), Soekarno (Indonesia) melipatgandakan perlunya mempelajari sosok pemimpin
politik di dunia ketiga. Selain itu, kegagalan lembaga-lembaga politik standar seperti
parlemen dalam menciptakan stabilitas politik di berbagai negara di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, kian menekankan pentingnya studi tentang elite.
• Sebuah survai mengenai literatur perbandingan politik biasanya bermula dengan
Aristoteles dan lain-lain yang mengklasifikasikan tipe-tipe atau bentuk negara kemudian
menarik generalisasi kehidupan politik. Hingga abad 19, tipologi yang menonjol
mengklasifikasi politik menjadi monarkhi, aristokrasi dan demokrasi.
• Norman Furniss (1974) memberikan upaya untuk mensintesis literatur umum
perbandingan politik, dengan cara:
a. Menanggalkan pencarian teori dan kembali ke pendekatan negara per negara;
b. berfokus pada topik atau institusi dan studi pemerintahan-pemerintahan lintas
batas nasional;
c. menerapkan sebuah pendekatan lintas nasional makro menggunakan informasi
deskriptif seluruh negara;
d. berfokus pada konsep-konsep berjangkauan menengah dengan perhatian pada
apa yang relevan dengan politik;
e. menekankan trend-trend sejarah lintas nasional dan kekuatan-kekuatan yang
membentuk kehidupan politik.
10. Dua Gaya Pemikiran Yang Menjadi Landasan Analisis Perbandingan Politik
a. Historisisme
Historisisme, tumbuh dari perdebatan akademik Jerman diakhir abad ke 19. Pemikiran ini
dianut oleh tokoh politik seperti Hegel dan Marx. Historisisme berurusan dengan sejarah.
Historisisme, tumbuh dari perdebatan akademik Jerman diakhir abad ke 19. Pemikiran ini
dianut oleh tokoh politik seperti Hegel dan Marx. Historisisme berurusan dengan sejarah.
Selain itu, Tokoh Eugene Miler memandang historisisme sebagai wawasan bahwa tugas
utama ilmuan sosial adalah menemukan hukum-hukum dimana keseluruhan masyaraat
berkembang dengannya dan berdasarkan hukum-hukum perkembangan historis tersebut
membuat prediksi masa depan.
b. Positivisme