Anda di halaman 1dari 27

I.

Pertemuan I
1. Definisi Perbandingan Politik:
a. Ilmu Perbandingan Politik adalah salah satu cabang dari ilmu politik (political
science).
b. Ilmu politik dan ilmu perbandingan politik berkaitan dalam hal teori dan
metode.
c. Teori, adalah serangkaian generalisasi yang tersusun secara sistematik
d. Metode, adalah suatu prosedur atau proses yang menggunakan teknik-teknik
dan perangkat tertentu dalam mengkaji sesuatu guna menelaah, menguji dan
mengevaluasi teori.
2. Ciri Metode Komparatif (Muliawan, 2014 : 86), yaitu:
a. Merupakan dua atau lebih objek.
b. Masing-masing berdiri sendiri dan bersifat terpisah.
c. Memiliki kesamaan pola atau cara kerja tertentu.
d. Objek yang diperbandingkan jelas dan spesifik.
e. Memakai standar dan ukuran perbandingan berbeda dari objek yang sama.
3. Ilmu Perbandingan Politik: Perbandingan Politik adalah suatu bidang dalam ilmu
politik yang ditandai dengan pendekatan empiris berdasarkan metode komparatif.
Ilmu perbandingan politik berkaitan dengan politik dalam negeri, lembaga-
lembaga politik, dan konflik dalam/antar negara.
4. Karakteristik Perbandingan Politik:
a. Arend Lijphart: "Perbandingan politik tidak didefinisikan oleh objek
penelitian, melainkan metode yang digunakan untuk mempelajari fenomena
politik."
b. Peter Mair dan Richard Rose: "Perbandingan politik merupakan kombinasi
dari fokus studi sistem politik negara-negara dan metode untuk
mengidentifikasi dan menjelaskan persamaan dan perbedaan antara negara-
negara."
c. Richard Rose: "Secara metodologis, perbandingan dibedakan oleh penggunaan
konsep-konsep yang berlaku di lebih dari satu negara."
5. Perbandingan Politik juga diartikan sebagai upaya untuk membandingkan segala
bentuk kegiatan politik, baik berkaitan dengan pemerintahan maupun yang tidak
berhubungan dengan pemerintahan. Para spesialis perbandingan politik cenderung
mengartikan perbandingan politik sebagai studi tentang segala sesuatu yang
berbau politik. Di Amerika Serikat sendiri istilah "comparative politics"
digunakan untuk merujuk kepada "politik dari negara-negara asing."
6. Istilah lain dari Perbandingan Politik
a. Perbandingan pemerintahan: Berfokus mengenai lembaga-lembaga beserta
segenap fungsinya di negara-negara, dengan penekanan pada lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif, serta berbagai organisasi lain yang terkait
seperti partai politik dan pressure group.
b. Perbandingan kebijakan luar negeri: Membandingkan Kebijakan Luar
Negeri dari negara-negara yang berbeda dengan tujuan untuk membangun
hubungan empiris yang umum antara karakteristik negara dan karakteristik
kebijakan luar negerinya.
7. Sumber Pemikiran Perbandingan Politik
a. Hubungan ilmu politik dan perbandingan politik dengan bidang-bidang lain,
dilakukan oleh Ronald H. Chilcote, yang melihat bahwa teori maupun
metodenya banyak bersumber dari pemikiran para filsuf politik “klasik”
seperti Aristoteles dan Plato, Machiavelli dan Montesquieu, serta Hegel, Mark
dan Mill.
b. Perbandingan politik juga banyak bersumber dari pemikiran para tokoh di
awal abad 20 seperti Woodrow Wilson, James Bryce dan Carl Friedrich, yang
telaahannya mengarah ke studi tentang pemerintahan dan negara.
c. Karya dibidang lain yang turut mempengaruhi studi perbandingan politik,
antara lain karya A.R. Radcliffe-Brown dan Bronislaw Malinowski dibidang
Antropologi; Gaetano Mosca, Vilfredo Pareto, Mark Weber dan Emile
Durkheim dibidang sosiologi dan sosiologi politik; serta John M. Keynes, Karl
Marx dan V.I. Lenin dibidang ekonomi politik
8. Perkembangan Perbandingan Politik
a. Terjadinya PD II, telah meningkatkan minat para akademisi di AS untuk
mempelajari sistem politik negara-negara lain, khususnya di Eropa dan Asia.
b. Pudarnya pamor kerajaan-kerajaan besar setelah perang dan gemuruh
perjuangan kemerdekaan didunia ketiga mendorong akademisi untuk
mengalihkan perhatian dari sistem-sistem politik mapan ke negara-negara baru
tersebut. Konsekuaensi dari kejadian-kejadian tersebut cukup besar terhadap
studi perbandingan politik.
c. Menurut Braibanti (1968), disaat itulah terjadi lonjakan riset tentang negara-
negara baru ditopang oleh perkembangan teknologi riset dan melimpahnya
dana penelitian yang antara lain disediakan pemerintah yang menginginkan
masukan-masukan dari kalangan akademis untuk menyusun aneka program
luar negeri, termasuk program bantuan untuk negara berkembang.
9. Fenomena & Indikator Perkembangan Perbandingan Poltitik.
a. Pertama, munculnya negara-negara baru di Timur Tengah, Asia dan Afrika
menjadi daya tarik tersendiri untuk dipelajari oleh para ilmuwan yang
mendalami studi perbandingan politik.
b. Kedua, negara-negara kawasan Atlantik mengalami kemerosotan dominasi,
dekolonisasi pada negara-negara Dunia, serta penyebaran kekuasaan
internasional.
c. Ketiga, munculnya komunisme, pesaing dalam perebutan pengaruh di dalam
suatu negara yang membawa dan memperjuangkan kapitalisme dan
komunisme (Muzaqqi, 2015).
10. Perbandingan Politik dan Kepentingan Demokrasi AS
a. Kehadiran studi perbandingan politik adalah, untuk memenuhi tuntutan
kepentingan internasional Amerika yang semakin luas menjangkau negara-
negara di luar batas negara dan sifatnya yang semakin urgen.
b. Dalam perkembangannya, politik di era globalisasi lebih banyak mengacu
pada demokrasi dan ekonomi pasar, terutama setelah runtuhnya dominasi
komunisme.
c. Demokrasi kelihatannya sudah dapat menguasai dunia dengan ciri khas
lembaga eksekutif dipilih langsung melalui pemungutan suara dan harus
berbagi kekuasaan dengan lembaga perwakilan.
11. Asal-Usul Kajian Perbandingan
a. Sama tua-nya dengan Ilmu Politik itu sendiri
b. Adanya perhatian yg pesat dari sarjana-sarjana Ilmu Politik Barat terhadap
wilayah baru di luar Eropa dan Amerika: Tercermin dari banyaknya studi
mengenai perbandingan pada tahun 1940-an dan 1950-an. Studi ini didukung
adanya kepentingan AS menyebabkan perhatian kajian lebih luas ke wilayah
Asia, Afrika dan Amerika Latin. Sejak itu studi perbandingan diidentikkan
sebagai studi terhadap wilayah-wilayah “baru” yang kemudian berkembang
menjadi studi kawasan.
c. Adanya perkembangan yang pesat dalam studi tingkah-laku/perilaku politik
(behavioral revolution), yang ditandai dengan:
- Unit analisis dalam politik, bukan hanya lembaga/instistusi politik,
tetapi yang terpenting adalah perilaku individu dan kelompok sosial
dalam politik
- Untuk memahami tindakan politik seseorang harus juga dipahami
bagaimana perilaku sosial seseorang mempengaruhi perilaku
politiknya, maka lahirlah kemudian sub ilmu politik: sosiologi politik,
antropolgi politik, psikologi politik dll.
- Penelitian politik tidak hanya bersifat kualitatif, juga bisa kuantitatif
dengan menggunakan statistik (contoh: penelitian perilaku pemilih)
- Pembentukan teori politik yang reliable, artinya sebuah penelitian bisa
diulang oleh peneliti yg berbeda pada waktu & tempat yg berbeda
dengan hasil yg kurang lebih sama; dan valid, artinya bisa
menggambarkan dan menjelaskan secara tepat kehidupan politik.
12. Tujuan Mempelajari Perbandingan Politik
a. Melihat dan mempelajari sistem politik di banyak negara, yang melahirkan
fenomena:
- Sistem politik yang sama tetapi implementasinya berbeda di banyak
negara.
- Mengapa sistem politik yang satu dianggap berhasil dibanding sistem
yang lainnya.
b. Sebagai dasar pertimbangan suatu negara dalam merumuskan kebijakan
terhadap negara lain:
- Merumuskan Kebijakan politik luar negeri sendiri terhadap negara
lain.
- Antisipasi terhadap perubahan politik luar negeri negara lain.
- Menetapkan kebijakan Perdagangan dan Investasi.
c. Ikut serta mempromosikan perkembangan demokrasi
- Perbandingan politik seringkali mempelajari perubahan-perubahan
atau transisi dari sistem politik satu ke sistem politik lainnya
- Umumnya transisi dari Otoriter ke demokrasi
- Mengawal langkah-langkah perkembangan demokrasi suatu negara,
apakah menjadi semakin demokratis atau malah sebaliknya kembali ke
otoriter.
13. Dasar Filosofis: Manusia memandang sebuah perbandingan menjadi sebuah sifat
yang sudah ada dan dimiliki setiap manusia. Namun, seiring berjalannya waktu
manusia menyadari bahwa perbandingan tidak hanya digunakan untuk
membandingkan suatu fenomena yang terjadi di kehidupan sehari-hari namun
mulai merambah pada perbandingan sistem negara. Perbandingan politik
digunakan untuk membandingkan apapun yang berkaitan dengan pemerintahan
maupun tidak.
14. Gabriel A Almond
a. Salah sorang ahli teori perbandingan politik adalah Gabriel A Almond, yang
pada awalnya menggunakan teori Easton untuk berfokus kepada politik mikro,
kemudian Almond memodifikasinya agar lebih fokus kepada politik makro.
b. Sistem politik memainkan peran penting dalam potensi dari suatu negara dan
diartikan bahwa ada interaksi antar aktor-aktor yang ada.
c. Sistem politik mempunyai struktur yang tersusun dari beberapa kategori
seperti: kelompok kepentingan, partai politik, badan peradilan, dewan
eksekutif dan legislatif, yudikatif.
d. Topik-topik yang dicakup mulai dari mengapa dan bagaimana caranya
membandingkan sistem politik sampai dengan negara, pemerintah dan
kebijakan publik.
15. Teori perbandingan politik-Almond
a. Dalam teori perbandingan politik terdapat budaya politik dan sosialisasi
politik, bagi Almond sosialisasi politik mendorong orang untuk berpartisipasi
dalam budaya politik masyarakat.
b. Sosialisasi terjadi di dalam keluarga, sekolah, pekerjaan, kelompok
keagamaan, perkumpulan sukarelawan, partai politik, dan bahkan institusi-
institusi pemerintah.
c. Budaya politik sendiri masuk sebagai cara pandang warga negara tentang
sistem politiknya dan setiap bagiannya.

II. Pertemuan II
1. Teori-teori dalam Perbandingan Politik
a. Teori-teori Sistem
b. Teori-teori Budaya:
c. Teori-teori Pembangunan
d. Teori-teori Kelas
2. Teori Sistem: Kepustakaan teori-teori sistem dalam perbandingan politik mulai mencuat
diawal tahun 50-an. Ada 3 penulis yang dapat dikemukakan sebagai wakil perintis dan
pengembang teori-teori sistem ini, yaitu:
a. David Easton (The Political System) menandai lahirnya konsep sistem politik
(political system) bersamaan dengan konsep-konsep input dan output, tuntutan
(demands) dan dukungan (support) serta umpan balik;
b. Gabriel Almond (Civic Culture). Ia mengklasifikasi sistem-sistem politik, termasuk
sistem politik di luar Barat, dan negara-negara yang baru merdeka. Ia merumuskan
kategori-kategori struktur dan fungsi, dan mengaitkannya dengan semua sistem politik
yang ada di dunia. Selain itu, ia juga mengaitkan konsepsinya tentang sistem dengan
budaya dan pembangunan;
c. Karl Deutsch (Nerves of Government) banyak bersumber dari teori sibernika yang
dirumuskan Norbert Wiener ketika berusaha mengembangkan model politik sistemik
(systemic model of politics).
3. Teori Budaya: Pendekatan kebudayaan dalam perbandingan politik marak selama tahun
1960-an bertolak dari karya-karya tradisional tentang budaya dalam antropologi, studi-
studi tentang sosialisasi dan kelompok-kelompok kecil dalam sosiologi, studi-studi
tentang kepribadian dalam psikologi.
a. Konsep budaya politik dikaitkan ke konsep negara, atau budaya-budaya nasional.
Dalam hal ini budaya politik dilihat sebagai penjelmaan kembali konsep lama
karakter nasional. Budaya politik juga berkaitan dengan sistem. Budaya politik terdiri
dari serangkaian keyakinan, simbol-simbol dan nilai-nilai yang melatarbelakangi
situasi dimana suatu peristiwa politik terjadi.
b. Jenis budaya politik merupakan ciri dari sistem politik yang bersangkutan, misalnya
saja budaya politik parokial, budaya politik subjek dan budaya politik partisipan.
Jenis-jenis budaya politik ini merefleksikan orientasi psikologis dan subjektif dari
orang-orang yang menjadi warga suatu negara/masyarakat terhadap sistem nasional
mereka. Tokoh berpengaruh dalam teori budaya adalah Gabriel Almond dan Sydney
Verba dalam buku mereka “Civic Culture.”
c. Budaya Politik adalah pola perilaku dan orientasi masyarakat dalam berpolitik, baik
itu penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat,
dan norma kebiasaan yang dihayati setiap individu di dalam masyarakat sehari-hari.
Budaya politik adalah persepsi masyarakat di suatu negara yang diwujudkan dalam
pola sikap terhadap peristiwa politik yang terjadi. Jadi, pengertian budaya politik
adalah nilai-nilai yang berkembang dan dipraktikkan oleh masyarakat tertentu dalam
berpolitik.
d. Dalam budaya politik, politik itu sendiri telah menyentuh semua tatanan masyarakat
sehingga mempengaruhi sikap dan tingkah laku masyarakat tersebut. Menurut Amind
dan Powel, ada beberapa hal yang termasuk di dalam ruang lingkup politik, yaitu:
- Cara pandang masyarakat terhadap politik yang didapatkan dari pengetahuan
yang luas atau sempit.
- Orientasi masyarakat terhadap politik yang dipengaruhi oleh keterikatan,
keterlibatan, dan penolakan.
- Orientasi yang sifatnya menilai objek dalam peristiwa politik.
4. Budaya Politik Menurut Para Ahli:
a. Alan R. Ball, suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi, dan
nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu
politik.
b. Austin Ranney, seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan
pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola oreintasi-
orientasi terhadap objek-objek politik.
c. Robert Dahl, aspek politik dari sistem nilai-nilai yang terdiri dari ide,
pengetahuan, adat istiadat, tahayul dan mitos yang dikenal dan diakui sebagain
besar masyarakat. Budaya ini tersebut memberi rasional untuk menolak atau
menerima nilai-nilai dan norma lain.
d. Moctar Mas’oed, sikap dan orientasi masyarakat di suatu negara terhadap
kehidupan pemerintahan negara dan politiknya.
e. Miriam Budiardjo, keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti
norma-norma, pola-pola orientasi terhadap politik dan pandangan hidup pada
umumnya.
5. Ciri-Ciri Budaya Politik.
Political culture di suatu negara dapat dikenali dengan memperhatikan karakteristiknya.
Secara umum, ciri-ciri budaya politik adalah sebagai berikut:
- Terdapat unsur pengaturan kekuasaan di pemerintahan, baik itu di pusat
maupun di daerah-daerah.
- Terdapat proses pembuatan kebijakan oleh pemerintah.
- Pola perilaku para pejabat dan aparat pemerintah suatu negara.
- Terdapat beberapa partai politik dan segala aktivitasnya di masyarakat.
- Tidak jarang ada gejolak di masyarakat dalam menyikapi kekuasaan
pemerintah.
- Terdapat political culture terkait masalah legitimasi.
6. Tipe-tipe Budaya Politik
a. Budaya Politik Parokial: suatu budaya dimana tingkat partisipasi politik
masyarakatnya masih rendah. Tipe ini sering ditemukan di masyarakat tradisional.
Menurut Moctar Masoed dan Colin Mc. Andrew, politik Parokial terjadi karena
masyarakat yang tidak mengetahui atau tidak menyadari tentang adanya pemerintahan
dan sistem politik. Ciri-ciri politik Parokial adalah sebagai berikut:
- Ruang lingkupnya kecil dan sempit.
- Masyarakatnya apatis.
- Pengetahuan masyarakat tentang politik masih sangat rendah.
- Masyarakat cenderung tidak perduli dan menarik diri dari wilayah politik.
- Masyarakatnya sangat jarang berhadapan dengan sistem politik.
- Rendahnya kesadaran masyarakat tentang adanya pusat kewenangan dan
kekuasaan di suatu negara.
b. Suatu budaya dimana masyarakatnya cenderung lebih maju di bidang ekonomi
maupun sosial. Meskipun masyarakatnya masih relatif pasif, namun sudah mengerti
tentang adanya sistem politik serta patuh terhadap undang-undang dan para aparat
pemerintahan. Ciri-ciri politik Kaula/ Subjek adalah:
- Adanya kesadaran penuh masyarakatnya terhadap otoritas pemerintahan.
- Masyarakatnya masih bersikap pasif terhadap politik.
- Beberapa warga memberikan masukan dan permintaan terhadap pemerintah,
namun telah mau menerima aturan dari pemerintah.
- Masyarakatnya mau menerima keputusan yang tidak dapat dikoreksi ataupun
ditentang.
- Masyarakatnya telah sadar dan memperhatikan sistem politik umum dan
khusus pada objek output, sedangkan kesadaran pada input dan sebagai aktor
politik masih cukup rendah.
c. Budaya Politik Partisipan
Suatu budaya dimana masyarakatnya telah memiliki kesadaran yang tinggi tentang
suatu sistem politik, struktur proses politik, dan administratif. Ciri-ciri politik
Partisipan adalah:
- Adanya kesadaran masyarakatnya tentang hak dan tanggungjawab terhadap
kehidupan berpolitik.
- Masyarakatnya tidak langsung menerima keadaan, namun memberikan
penilaian secara sadar terhadap objek-objek politik.
- Kehidupan politik di tengah-tengah masyarakat berperan sebagai sarana
transaksi.
- Masyarakatnya telah memiliki kesadaran tinggi sebagai warga negara yang
aktif dan berperan dalam politik.
7. Budaya Politik dan Demokrasi
a. Hubungan antara budaya politik dan demokratisasi sangat erat. Budaya politik
memiliki pengaruh penting dalam perkembangan demokrasi. Demokratisasi tidak
berjalan baik apabila tidak ditunjang oleh terbangunnya budaya politik yang sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam merespons tuntutan perubahan,
kemungkinan munculnya dua sikap yang secara diametral bertentangan, yaitu
"mendukung " (positif) dan kemungkinan pula "menentang " (negatif), sulit
dielakkan. Sebagai sebuah proses perubahan dalam menciptakan kehidupan politik
yang demokratis, realisasi demokratisasi juga dihadapkan pada kedua kutub yang
bertentangan itu, yaitu budaya politik masyarakat yang mendukung (positif) dan yang
menghambat (negatif) proses demokratisasi.

b. Budaya politik yang matang termanifestasi melalui orientasi, pandangan, dan sikap
individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang demokratis akan mendukung
terciptanya sistem politik yang demokratis. Budaya politik demokratis adalah suatu
kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang
terwujudnya partisipasi (Almond dan Verba). Budaya politik yang demokratis
merupakan budaya politik yang partisipatif, yang diistilahkan oleh Almond dan Verba
sebagai civic culture. Karena itu, hubungan antara budaya politik dan demokrasi
(demokratisasi) dalam konteks civic culture tidak dapat dipisahkan. Adanya fenomena
demokrasi atau tidak dalam budaya politik yang berkembang di suatu masyarakat
tidak hanya dapat dilihat dari interaksi individu dengan sistem politiknya, tetapi juga
interaksi individu dalam konteks kelompok atau golongan dengan kelompok dan
golongan sosial lainnya. Dengan kata lain, budaya politik dapat dilihat manifestasinya
dalam hubungan antara masyarakat dan struktur politiknya, dan dalam hubungan
antarkelompok dan golongan dalam masyarakat itu.

c. Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya
kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah "sub-budaya
etnik dan daerah " yang majemuk pula. Keanekaragaman tersebut akan membawa
pengaruh terhadap budaya politik bangsa. Dalam interaksi di antara sub-sub budaya
politik, kemungkinan terjadinya jarak tidak hanya antarbudaya politik daerah dan
etnik, tetapi juga antarbudaya politik tingkat nasional dan daerah. Apabila pada
tingkat nasional yang tampak lebih menonjol adalah pandangan dan sikap di antara
sub-subbudaya politik yang berinteraksi, pada tingkat daerah yang masih berkembang
adalah " sub-budaya politik " yang lebih kuat dalam arti primordial. Dari uraian di
atas bisa dibedakan kiranya antara budaya politik (political culture) dan perilaku
politik (political behaviour). Yang tersebut terakhir kadang-kadang bisa dipengaruhi
oleh budaya politik. Namun, budaya politik tidak selalu tergantung pada perilaku
politik. Apakah sistem budaya yang ada cenderung bersifat komunal/kolektif atau
individual Masalahnya adalah apakah nilai-nilai demokrasi kompatibel dengan nilai-
nilai budaya politik lokal dan sebaliknya. Agenda demokratisasi seharusnya
dipandang berdimensi horizontal (pengaturan hubungan antarinstitusi politik utama)
dan vertikal yang membuka ruang bagi akses warga untuk terlibat dalam proses
politik dan pemerintahan. Keduanya bisa saling memperkuat dan berjalan simultan.
Untuk itu, diperlukan upaya memupuk vitalitas demokrasi seperti pengembangan nilai
dan keterampilan demokrasi di kalangan warga, meningkatkan akuntabilitas dan
responsivitas terhadap kepentingan publik dan meningkatkan checks and balances dan
rasionalitas politik di antara lembaga-lembaga kekuasaan. Dengan melakukan hal
tersebut, jalan bagi demokrasi menjadi lebih terbuka.

8. Teori Pembangunan
Pendekatan penting ketiga dalam kepustakaan perbandingan politik adalah teori-teori
pembangunan (developmental theories). Perhatian terhadap pembangunan didorong oleh
kemunculan negara-negara baru di dunia ketiga. Almond memandang penting untuk
mengaitkan gagasan-gagasannya tentang hakikat sistem politik dan tentang budaya politik
pembangunan (political culture to development). Hasilnya adalah suatu artikel dalam
Jurnal World Politics tahun 1965 dan sebuah buku yang ditulisnya bersama G. Bingham
Powell, yakni “Comparative Politics: A Developmental Approach.” Dalam buku tersebut
Almond secara lebih terarah berusaha membangun sebuah model yang terdiri dari
serangkaian konsep dan tahapan-tahapan khas proses pembangunan. Kepustakaan
perbandingan politik tentang pembangunan sebenarnya dapat dipilah sekurang-kurangnya
menjadi lima kategori.
a. Kategori Pertama: Almond dkk (AFK.Organski, Walt Rostow) sebagai tokohnya,
mencoba memanfaatkan konsep-konsep tradisional seperti demokrasi dan
demokrasi politik, serta mengolah dan menampilkannya kembali dalam sosok
yang lebih canggih, dan terkadang abstrak;
b. Kategori Kedua: Berfokus pada konsepsi pembangunan bangsa (nation building).
Studi-studinya mencoba memadukan konsepsi lama seperti nasionalisme dengan
penafsiran baru tentang makna pembangunan itu sendiri. Nationalism and Social
Communication (Karl Deutsch), From Empire to Nation (Kalman Silvert),
merupakan contoh-contoh yang menerapkan konsep nasionalisme dan
pembangunan dalam kajian kawasan Afrika dan Amerika Latin;
c. Kategori Ketiga: Berfokus pada modernisasi. Contoh-contoh tulisan yang
menonjol adalah Modernization and the Structure of Societies (Marion J. Levy)
yang merupakan suatu upaya ambisius untuk menerapkan fungsionalisme
struktural terhadap teori modernisasi, serta The Politics of Modernization (David
Apter), sebuah upaya provokatif untuk membangun sebuah model;
d. Kategori Keempat: Mencakup studi-studi tentang perubahan. Contohnya tulisan
yang penting adalah Political Order in Changing Societies (Samuel P.
Huntington); Huntington telah menekankan tesisnya, bahwa sumber fundamental
dari konflik-konflik di dunia tidak lagi berlatarbelakang ideologis maupun
ekonomis, melainkan kultural (Huntington, 1993: 22). Menurutnya, pembagian
antara manusia yang dibawa oleh perbedaan kelompok-kelompok peradaban dan
kebangsaan menandai evolusi konflik dunia modern.
e. Kategori Kelima: Meliputi studi-studi kritis yang seperti telah disinggung diatas
kemudian memunculkan teori-teori pembangunan etnosentris. Studi-studi ini ini
berfokus pada keterbelakangan di negara-negara miskin, yang dilihat sebagai
korban pembangunan dan industrialisasi kapitalistik di negara-negara maju.
Contoh tulisan yang menonjol Capitalism and Underdevelopment in Latin
America (Andre Gunder Frank) dan How Europe Underdeveloped Afrika (Walter
Rodney). Para teoritisi ini menegaskan segala bentuk keterpurukan di negara
miskin bersumber dari ketergantungannya kepada negara-negara kaya.
9. Teori Kelas
• Sekitar pertengahan 1960-an, Komite Perbandingan Politik (Committee on Comparative
Politics) memutuskan untuk memberi perhatian kepada studi-studi tentang elite.
Munculnya para pemimpin kharismatik seperti Fidel Castro (Cuba), Kwame Nkrumah
(Ghana), Soekarno (Indonesia) melipatgandakan perlunya mempelajari sosok pemimpin
politik di dunia ketiga. Selain itu, kegagalan lembaga-lembaga politik standar seperti
parlemen dalam menciptakan stabilitas politik di berbagai negara di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, kian menekankan pentingnya studi tentang elite.
• Sebuah survai mengenai literatur perbandingan politik biasanya bermula dengan
Aristoteles dan lain-lain yang mengklasifikasikan tipe-tipe atau bentuk negara kemudian
menarik generalisasi kehidupan politik. Hingga abad 19, tipologi yang menonjol
mengklasifikasi politik menjadi monarkhi, aristokrasi dan demokrasi.
• Norman Furniss (1974) memberikan upaya untuk mensintesis literatur umum
perbandingan politik, dengan cara:
a. Menanggalkan pencarian teori dan kembali ke pendekatan negara per negara;
b. berfokus pada topik atau institusi dan studi pemerintahan-pemerintahan lintas
batas nasional;
c. menerapkan sebuah pendekatan lintas nasional makro menggunakan informasi
deskriptif seluruh negara;
d. berfokus pada konsep-konsep berjangkauan menengah dengan perhatian pada
apa yang relevan dengan politik;
e. menekankan trend-trend sejarah lintas nasional dan kekuatan-kekuatan yang
membentuk kehidupan politik.
10. Dua Gaya Pemikiran Yang Menjadi Landasan Analisis Perbandingan Politik
a. Historisisme
Historisisme, tumbuh dari perdebatan akademik Jerman diakhir abad ke 19. Pemikiran ini
dianut oleh tokoh politik seperti Hegel dan Marx. Historisisme berurusan dengan sejarah.
Historisisme, tumbuh dari perdebatan akademik Jerman diakhir abad ke 19. Pemikiran ini
dianut oleh tokoh politik seperti Hegel dan Marx. Historisisme berurusan dengan sejarah.
Selain itu, Tokoh Eugene Miler memandang historisisme sebagai wawasan bahwa tugas
utama ilmuan sosial adalah menemukan hukum-hukum dimana keseluruhan masyaraat
berkembang dengannya dan berdasarkan hukum-hukum perkembangan historis tersebut
membuat prediksi masa depan.
b. Positivisme

Positivisme, bertindak sebagai reaksi terhadap historisisme. David Hume merupakan


pelopor terkemuka positivisme yang tumbuh dari empirisisme inggris klasik dan
tampaknya menjadi basis positivisme didalam ilmu politik kontemporer. Sebagiannya lagi
dipengaruhi oleh Henri Saint-Simon yang menekankan pengetahuan ilmiah dan teknologi.
Serta Aguste Comte memperluas beberapa prinsip Positivisme, walaupun telah dipadukan
dalam tradisi kelompok historisisme. Para pemikir-pemikir ini dan pemikir yang lain
memberikan beberapa prinsip positivisme yang sekarang ini menekankan ilmu empiris
dengan konsep hukum dan teori yang mencerminkan peristiwa-peristiwa dalam dunia
nyata.
III. Membandingkan Sistem Politik: Mengapa dan Bagaimana?
Membuat perbandingan berarti mengobservasi perbedaan dan persamaan antar objek
(umumnya negara); keinginan untuk menguasai sesuatu dari objek; rasa kekhawatiran
terhadap kelangsungan dari apa yang diperbandingkan. Umumnya dalam
membandingkan terutama pada lingkup ilmu politik menggunakan inferensi
(membandingkan negara menggunakan fakta yang diketahui untuk mempelajari fakta
yang tidak diketahui dengan mengumpulkan bukti).
1. Alasan untuk Perbandingan
Menjelaskan fenomena politik, peristiwa di negara yang ingin diteliti, biasanya negara
peneliti dengan negara lain atau negara B dengan negara C, kemudian dibandingkan agar
dapat dideskripsikan.
2. Deskripsi Kontekstual/Hipotesis
Menjelaskan mengenai sistem politik negara-negara yang dibandingkan serta kondisi
negara-negara lain. Point penting deskripsi adalah apa yang diperdebatkan dikemas dalam
gambaran yang baik. Sedangkan bahan mentahnya adalah studi deskripsi murni yang
nantinya menjadi penjelasan yang lebih khusus.
3. Klasifikasi Konseptual
Mengelompokan negara, sistem politik, peristiwa-peristiwa berdasarkan karakteristik
umum agar lebih sederhana untuk dikaji, atau memberikan peneliti data empiris baik
kualitatif maupun kuantitatif secara efektif dengan syarat harus memiliki kategori yang
akan dikelompokan. Contoh: tipologi sistem pemerintahan Demokrasi atau
Authoritarianisme.
Dalam klasifikasi ini sedikit dibahas pemikiran deduktif Aristoteles dengan dasar
normatif dalam bukunya Politics kemudian diakomodasi ke realitas mengenai sistem
pemerintahan dibagi menjadi 6 bagian bentuk menurut:
a. Jumlah pemimpin/ orang yang mengatur yang memiliki andil besar dalam pembuatan
keputusan.
b. Tipe rezim pemerintahan (baik dan buruk).
c. Konsep tentang keadilan/representatif.
d. Jika dipimpin oleh satu orang dengan sistem pemerintahan yang “dianggap” baik,
maka dikategorikan ke dalam sistem pemerintahan monarki. Sebaliknya, jika sistem
pemerintahan dianggap buruk akan digolongkan ke dalam tirani.
e. Jika dipimpin oleh beberapa orang dengan sistem pemerintahan yang baik akan
digolongkan ke dalam aristokrasi. Sebaliknya, jika buruk akan digolongkan ke dalam
oligarki.
f. Jika dipimpin oleh banyak orang dengan sistem pemerintahan yang dinilai baik maka
akan digolongkan menjadi demokrasi. Jika sebaliknya, menjadi politea.
4. Pengajuan Hipotesis
Menguji hubungan tiap variabel dari deskripsi dan pengklasifikasian lalu dipaparkan
hubungan tiap variabel berupa hasil pemikiran komparatif dari negara-negara yang
dibandingkan hingga menjadi teori yang menyeluruh(generalisasi). Contoh: untuk
menggambarkan hubungan antara hak kewarganegaraan dan gerakan nasional, dilakukan
perbandingan kasus authoritarianisme di Brazil, Chile, Mexico dan Spanyol.
5. Prediksi
Membuat pernyataan tentang hasil perbandingan politik dari negara-negara yang diteliti
menggunakan teori kemungkinan/probability (sebab akibat) dan memprediksi
kemungkinan-kemungkinan di negara lain. Contoh: negara yang pemilunya bersistem
proporsional cenderung multipartai. Contoh prediksi yang kuat:
a. Konflik berikutnya banyak disebabkan perselisihan dari bertemunya dua budaya yang
berbeda yakni western dan islam dibuktikan oleh penyerangan gedung WTC di New
York.
b. Menurut Vanhanen tingkat demokrasi negara-negara di dunia diukur
berdasardistribusi sumber-sumber kekuatan [jumlah populasi, kualitas
penduduk,politik(sistem pemilu, partai-partai dan komponennya), ekonomi, dan
militer]
6. Peran Perbandingan Politik
Dalam dunia politik, studi perbandingan politik memiliki dua peran sekaligus yaitu:
a. Studi perbandingan politik sebagai teori. Studi perbandingan politik sebagai teori
lebih mengarah kepada kumpulan generalisasi yang dihubungkan secara sistematis.
Perbandingan politik sebagai teori. Teori diumpamakan sebagai “alat”. Alat yang
dimaksudkan sebagai kerangka berpikir yang dipakai untuk memahami suatu
fenomena agar dapat dipahami sebagai hal yang bermakna dan masuk akal atau logis.
Teori dibangun dengan menghubungkan sejumlah konsep melalui proposisi-proposisi
logis yang menjelaskan hubungan antara dua variabel atau lebih (Dugis, 2015).
Dengan kata lain, teori merupakan hubungan antara dua konsep atau variabel dengan
pola sebab-akibat yang berisi sejumlah kausalitas dan bisa diuji (Muzaqqi, 2015).
Penggunaan pengembangan teori yang positif sebagai batu loncatan yang digunakan
untuk memajukan pengetahuan tentang politik dan masyarakat. Fitur utama dari hal
ini yaitu, pendekatan ilmu pengetahuan sosial dengan hubungan antara pertanyaan
penelitian, desain penelitian dan analisis data empiris pada dasar metode statistik.
Pendekatan komparatif sebagai cara khas menganalisis dan menjelaskan sosial dan
perkembangan politik yang ada (Pennings, et.al, 2006: 19)
b. Peran studi perbandingan politik sebagai metode. Studi perbandingan politik dilihat
sebagai metode lebih mengarah kepada proses atau prosedur yang melibatkan
pemanfaatan teknik dan instrumen. Studi perbandingan politik yang dilihat sebagai
metode lebih terfokuskan pada soal “bagaimana?.” Studi perbandingan politik lebih
fokus kepada pertanyaan-pertanyaan yang membahas tentang bagaimana proses suatu
fenomena atau peristiwa yang terjadi (Muzaqqi, 2015). Perbandingan politik sebagai
sebuah metode, dapat digunakan untuk melakukan sebuah penelitian. Ada tiga proses
atau tahap penelitian menggunakan metode perbandingan:
- Pertama, menjelaskan tentang subjek inti dari inkuiri komparatif. Dengan kata
lain, rumuskan terlebih dahulu pertanyaan tentang apa sebenarnya yang harus
dijelaskan dan bagaimana kita mengenali kebutuhan untuk perbandingan dan
jelaskan fitur-fitur sistemik yang penting.
- Kedua, mengembangkan pandangan pada konsep teoritis yang dapat
mempercepat perbandingan dengan baik sebagaimana jika kita mengukur apa
yang dimaksudkan dengan validitas internal, sekaligus yang memiliki suatu
kapasitas pemersatu untuk menjelaskan proses politik dan sosial secara umum
atau validitas eksternal.
- Ketiga, mendiskusikan logika metode komparatif sebagai alat untuk mencapai
tujuan, daripada sebagai tujuan itu sendiri (Pennings, et.al, 2006: 19).
7. Cara Perbandingan Politik
Menurut Lane dan Ersson (1994); Dogan dan Pelassy (1990); serta Keman (1997)
penelitian perbandingan politik dan sosial secara umum didefinisikan dalam dua cara:
a. Atas dasar subjek inti seharusnya, yang hampir selalu didefinisikan pada
tingkat sistem politik dan sosial,
b. Dengan cara fitur deskriptif yang mengaku meningkatkan pengetahuan
tentang politik dan masyarakat sebagai suatu proses.
Pendekatan komparatif harus dijabarkan dalam hal yang teoritis dan strategi penelitian
atas dasar titik berorientasi tujuan referensi yaitu, apa yang sebenarnya harus dijelaskan.
Dalam mempertimbangkan hubungan antara kasus yang diteliti dan variabel yang
digunakan untuk menganalisisnya, ada lima langkah vital:
a. Mempelajari kasus tunggal (baik negara, suatu peristiwa atau fitur sistemik).
b. Meneliti kasus tunggal dari waktu ke waktu (yaitu studi analisis sejarah).
c. Membandingkan dua kasus atau lebih pada interval beberapa waktu.
d. Mengkaji semua kasus yang relevan mengenai pertanyaan penelitian dikaji.
e. Mengumpulkan semua kasus yang relevan di seluruh ruang dan waktu (misalnya
dikumpulkan analisis time series). Semakin banyak kasus yang diteliti, semakin
sedikit variabel yang tersedia (Pennings, et.al, 2006: 20).
8. Tipe Analisis
Menurut Janoski dan Hicks (1994), ada dua tipe analisis dalam penelitian komparatif
yaitu, analisis internal dan analisis eksternal. Analisis internal, mengacu pada
pengetahuan yang diperlukan untuk memahami kasus dikaji, sedangkan analisis eksternal
adalah analisis perjanjian atau perbedaan antara kasus. Analisis-analisis ini berguna
untuk memilih desain penelitian yang sesuai; dan yang kedua, untuk mengevaluasi
keandalan dan validitas data yang dikumpulkan. Oleh karena itu, dari perspektif bahwa
pendekatan komparatif adalah salah satu yang sangat penting dalam ilmu sosial dan ilmu
politik tergantung pada definisi subjek inti dan pertanyaan penelitian. Jenis internal
perbandingan dapat berguna untuk mengeksekusi analisis eksternal dari fenomena yang
sama (Pennings, et.al, 2006: 24)
9. Dimensi Politik Dalam Masyarakat
Politik dalam suatu masyarakat dapat dijelaskan atas dasar tiga dimensi yaitu, dimensi
politik, dimensi pemerintahan, dan dimensi kebijakan (Schmidt, 1996; Keman, 1997).
Kegiatan politik adalah apa yang biasa disebut dengan proses politik. Pada tingkat ini,
aktor yang merupakan sebagian agregat individu yang terorganisir dalam partai, gerakan
sosial dan kelompok kepentingan, saling berinteraksi satu sama lain jika dan ketika
mereka memiliki konflik kepentingan atau pandangan mengenai isu-isu sosial yang tidak
dapat dipecahkan oleh mereka yaitu kekurangan dalam hal self-regulation (Pennings,
2006: 25).
10. Istilah Yang Digunakan Ilmu Politik dalam Metode Perbandingan
a. Teori
Teori, ialah serangkaian generalisasi yang tersusun secara sistematik yang
bersifatlogis dan saling berkaitan mengenai sesuatu yang menjadi objek
penelitian.
- Teori normatif (spesifik mengenai apa yang seharusnya ada dalam
masyarakat),
- Teori empiris (membentuk hubungan sebab dalam menjelaskan fenomena),
- Teori deduktif (kesimpulan dengan alasan atas dasar pemikiran) contoh:
memilih secararasional pilihan alternatif yang mengutamakan kepentingan
pribadi,
- Teori induktif (kesimpulan melalui observasi fakta-fakta) contoh:
ketidaksamarataan pendapatanmenimbulkan pemberontakan.
b. Metode dan Metodologi
Metode yaitu cara untuk menguji hipotesis. Metodologi adalah mencakup
berbagai metode yang digunakan untuk menguji teori.
- Metode kualitatif: mengidentifikasi masalah lebih dalam dan lebih fokus pada
objek sehingga mendapat gambaran lebih akurat. Kesulitan dengan metode
kualitatif: membutuhkan banyak informasi, menarik kesimpulan lebih
mendalam dari metode kuantitatif, pengumpulan data memerlukan waktu
lama.
- Metode kuantitatif: memberikan gambaran numerik terhadap apa yang diteliti.
Kesulitan dengan metode kuantitatif: membutuhkan ketrampilan berhitung,
membutuhkan pemahaman matematika, mengerti pengoprasian dengan
komputer.
- Metode perbandingan ditentukan oleh level abstraksi (tinggi, rendah, sedang)
dan ruang lingkup negara yang dipelajari (satu(single N), sedikit (small N),
beberapa atau banyak negara (large N). Membandingkan beberapa atau
banyak negara dengan menggunakan abstraksi level tinggi, metode kuantitatif
dan kuantitatif, variabel umum, pembentukan teori lebih kuat, daya
penerapannya lebih global, mampu mengetahui negara yang
menyimpang(deviant). Misalnya negara Brazil tidak melakukan revolusi sosial
untuk distribusi pendapatan yang buruk.
- Ontologis: apa yang dipelajari atau diketahui, apa yang dibandingkan, apa
yang menghasilkan politik.
- Epistimologi: bagaimana cara mempelajari dunia politik, bagaimana aturan
untuk mengetahui dunia politik, dan bagaimana cara membandingkan.
- Kasus: negara-negara yang masuk dalam analisis perbandingan.
- Unit analisis: objek tempat mengumpulkan data. Contoh: sistem pemilihan,
gerakan sosial, dll.
c. Variabel
Variabel (unit penentu yang bervariasi dan berubah) contoh: pendapatan, parpol
dll. Dependen (hasil politik yang ingin dijelaskan “x”) atau independen
(menjelaskan variabel dependen(y)). Merupakan indikator untuk observasi (nilai
variabel tiap unit) contoh: nilai pendapatan menggunakan angka.
d. Level Analisis Ilmu Politik
- Level Mikro atau individual (menjelaskan aktivitas politik individu),
contoh:The Rational Peasent (gerakan revolusioner fokus pada individu
petani).
- Level Makro atau sistem secara keseluruhan (meneliti kelompok,
interaksiantar negara, proses ekonomi dll), contoh: Agrarian Revolution
(revolusi dibeberapa negara).
e. Membandingkan Sedikit Negara: menggunakan abstraksi level menengah, terdiri
dari penjelasan utama (x) dihubungkan dengan hasil yang harus dijelaskan(y).
Desain sistem sama (MSSD), contoh tipe petani di beberapa negara yang
cenderung mendukung gerilya. Desain sistem berbeda (MDSD), contoh:
penggabungan dan penguatan demokrasi di daerah terpisah Amerika Selatan,
Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
f. Membandingkan Negara Tunggal: secara implisit dapat disebut komparatif jika
menggunakan hubungan antar konsep yang dapat diterapkan di negara mana saja
asalkan representatif, melemahkan teori-teori (mampu bersaing dengan teori-teori
dominan dalam perbandingan politik yang diperoleh dari membandingkan
beberapa atau banyak negara), dan menyediakan klasifikasi baru misalnya
authoritarianisme baru yang membentuk negara birokratik-authoritarian(otoriter
yang ditopang olehbirokrasi).
- Metode jarang terjadi (teori yang diaplikasikan di sebuah negara hasilnya
tidak mungkin terjadi dan langsung dikonfirmasikan meskipun tidak diamati).
- Cenderung terjadi (teori yang diaplikasikan di sebuah negara
hasilnyakemungkinana akan terjadi tapi jika tidak diamati maka teorinya
lemah).
g. Kesimpulan
- Studi perbandingan politik memiliki dua peran yaitu studi perbandingan
politik sebagai metode, dan studi perbandingan politik sebagai teori.
- Studi perbandingan politik banyak berkembang di Amerika sekitar awal
hingga pertengahan abad ke-20. Studi perbandingan politik (comparative
politics) sering disalahartikan sebagai comparative government, padahal antara
comparative government dengan comparative politics memiliki perbedaan.
- Comparative government lebih fokus ke lembaga-lembaga formal suatu
negara, khususnya negara-negara yang sudah mapan.
- Comparative politics tidak hanya fokus pada lembaga-lembaga formal saja,
cakupannya lebih luas dan tidak hanya fokus pada negara-negara yang sudah
mapan, tetapi kenyataan pada negara-negara lain juga diteliti.
- Perbandingan politik mencari kejelasan dan pemahaman tentang fenomena
politik.
- Perbandingan politik merupakan ilmu sosial non eksperimental yang berusaha
menciptakan kesimpulan menurut bukti yang ada.
- Kalaupun menggunakan eksperimen, perbandingan politik mempertahankan
hal-hal tertentu agar tidak berubah saat meneliti dan mengamati perbedaan.
- Ilmu politik tidak mengabaikan kekuatan ilmu alam karena tetap
menggunakan proses inferensi yang sama.
IV. Pendekatan Perbandingan Politik
1. Pendekatan Tradisional
a. Pendekatan tradisional secara historis saling menghubungkan fakta dan nilai dalam
studi politik perbandingan.
b. Pendekatan ini memfokuskan analisis pada struktur negara, pemilihan umum, dan
partai-partai politik.
c. Cenderung menggambarkan institusi-institusi politik tanpa mencoba
memperbandingkannya
d. Tidak mengidentifikasi tipe-tipenya, misalnya institusi parlementer terhadap institusi
presidensial.
e. Studi-studi tradisional biasanya membatasi pengujian mereka pada institusi-institusi
Eropa Barat, khususnya apa yang disebut demokrasi-demokrasi perwakilan Inggris
Raya, Perancis, Jerman, dan Swiss.
2. Perspektif Tradisional
a. Membandingkan Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan yang utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan & lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif yang bekerja saling
bergantung dan saling mempengaruhi. Pemerintahan merupakan hasil dari kegiatan
produksi bersama (coproduction) antara lembaga pemerintahan dengan klien masing-
masing. Pola penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat pada intinya merupakan
proses koordinasi (coordinating), pengendalian (steering), pemengaruhan (infuencing)
dan penyeimbangan (balancing) dari setiap interaksi. Adapun tujuannya adalah untuk
menjaga kondisi kestabilan negara yang bersangkutan. Menjaga kestabilan cakupannya
luas , antara lain menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas, menjaga kekuatan
politik, ekonomi, keamanan dan pertahanan. Kalau sudah tercipta suatu kestabilan negara,
maka pembangunan diharapkan bisa berjalan dengan lancar. Dalam arti sempit, sistem
pemerintahan sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna
menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama. Tujuan sistem ini adalah mencegah
adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyat. Dalam arti luas, sistem
pemerintahan sebagai sebuah sistem yang menjaga kestabilan masyarakat dan menjaga
tingkah laku kaum mayoritas dan minoritas, pondasi pemerintahan, kekuatan politik,
pertahanan, ekonomi, dan keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu
dan demokratis. Pemerintahan di dalam suatu negara memiliki sistem yang berbeda-beda.
Sistem pemerintahan antara negara yang satu dengan negara yang satunya lagi bisa jadi
akan sama, bisa juga tidak. Semuanya tergantung dari bagaimana situasi dan kondisi dari
negara yang bersangkutan. Berikut di bawah ini diuraikan mengenai macam-macam
sistem pemerintahan yang ada di seluruh dunia:
- Sistem Pemerintahan Presidensial: Disebut juga dengan sistem kongresional,
merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif
dipilih melalui pemilu. Nantinya presiden akan menjalankan perannya sebagai
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Untuk disebut sebagai sistem
presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga unsur yaitu:
o Presiden dipilih rakyat
o Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat
pemerintahan yang terkait.
o Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau
konstitusi.
o Presiden memiliki posisi yang kuat dan sulit dijatuhkan. Namun jika
presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap
negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan.
Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia, Korea
Selatan, Venezuela, Bolivia dan sebagian besar negara-negara Amerika
Latin.
- Sistem Pemerintahan Parlementer: Sistem parlementer adalah sebuah sistem
pemerintahan yang parlemennya memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu
dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda dengan
sistem presidensiil, sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan
seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan,
tetapi dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara
saja.
- Sistem Pemerintahan Semi-Parlementer: Merupakan gabungan dari sistem
Presidensial dan Parlementer. Terkadang, sistem ini juga disebut dengan Dual
Eksekutif (Eksekutif Ganda). Karena presidennya dipilih oleh rakyat
menjadikannya memiliki kekuasaan yang luas dan kuat. Bersama-sama
dengan perdana menteri presiden menjalankan kekuasaannya. Yang menganut
sistem ini adalah negara Perancis.
- Sistem Pemerintahan Komunis: Dalam sistem komunis semua sistem
pemerintahan dikendalikan penuh oleh partai komunis. Partai komunis ini
bertindak anti kapitalis. Kekuasaan akan berlangsung secara penuh, tidak
mengakui kepemilikan akumulasi modal pada individu.
b. Membandingkan Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian menunjukkan format keberadaan antar partai politik dalam sebuah
sistem politik spesifik. Disebut sebagai spesifik, oleh sebab sistem politik berbeda-
beda di setiap negara atau di satu negara pun berbeda-beda dilihat dari aspek
sejarahnya. Sistem politik yang dikenal hingga kini adalah Demokrasi Liberal,
Kediktatoran Militer, Komunis, dan Otoritarian Kontemporer. Sistem kepartaian
adalah “pola kompetisi terus-menerus dan bersifat stabil, yang selalu tampak di setiap
proses pemilu tiap negara.” Sistem kepartaian bergantung pada jenis sistem politik
yang ada di dalam suatu negara. Selain itu, ia juga bergantung pada kemajemukan
suku, agama, ekonomi, dan aliran politik yang ada. Semakin besar derajat perbedaan
kepentingan yang ada di negara tersebut, semakin besar pula jumlah partai politik.
Selain itu, sistem-sistem politik yang telah disebutkan, turut mempengaruhi sistem
kepartaian yang ada. Sistem kepartaian belum menjadi seni politik yang mapan.
Artinya, tata cara melakukan klasifikasi sistem kepartaian belum disepakati oleh para
peneliti ilmu politik. Namun, yang paling mudah dan paling banyak dilakukan peneliti
adalah menurut jumlah partai yang berkompetisi dalam sistem politik. Peter Mair
memuatnya dalam tabel berikut:
 Sistem 2 Partai
 Sistem Multipartai
 Sistem Multipartai dengan 1 partai dominan.
c. Membandingkan Sistem Pemilu
Sistem pemilihan umum yakni metode atau cara dalam memilih seseorang untuk
mengisi jabatan politik yang diinginkan. Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim terdapat dua sistem pemilu, yakni sistem pemilihan mekanis dan sistem
pemilihan organis.
 Sistem Pemilihan Mekanis
Sitem pemilihan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu individu yang
sama. Sistem pemilihan ini digunakan oleh aliran liberalisme, sosialisme dan
komunisme. Menurut sistem pemilihan mekanis, partai-partai yang
mengorganisir pemilih-pemilih dan memimpin pemilih berdasarkan sistem bi-
party atau multi-party (liberalisme-sosialisme) atau uni-party (komunisme).
Badan perwakilan berfungsi untuk kepentingan seluruh rakyat. Sistem
pemilihan mekanis dapat dilaksanakan dengan dua cara, yakni sistem
distrik/mayoritas/single member constituencies dan sistem proporsional.
o Sistem Distrik: Sistem distrik merupakan sistem pemilu yang
didasarkan atas kesatuan geografis.setiap kesatuan geografis memiliki
satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Dinamakan sistem distrik
karena wilayah negara dibagi dalam distrik-distrik pemilihan yang
jumlahnya sama dengan jumlah anggota badan perwakilan rakyat yang
dikehendaki. Jadi, tiap distrik diwakili oleh satu orang yang
memperoleh suara mayoritas.
o Sistem Proporsional: Sistem proporsional ialah sistem dimana
persentase kursi di badan perwakilan rakyat yang dibagikan kepada
tiap-tiap partai politik disesuaikan dengan jumlah suara yang diperoleh
tiap-tiap partai politik. Dalam sistem ini, para pemilih akan memilih
partai politik, bukan calon perseorangan seperti dalam sistem ditrik.
Akibatnya hubungan antara pemilih dengan wakil-wakilnya di badan
perwakilan rakyat tidak seerat dalam sistem distrik.
o
 Sistem Pemilihan Organis
Sistem pemilihan organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu
yang hidup bersama dalam berbagai macam persekutuan hidup berdasarkan
geneologis (rumah tangga, keluarga), fungsi tertentu (ekonomi, industri),
lapisan-lapisan sosial (buruh, tani, cendekiawan) dan lembaga-lembaga sosial
(universitas). Menurut sistem pemilihan organis, partai-partai politik tidak
perlu dikembangkan karena pemilihan diselenggarakan dan dipimpin oleh
persekutuan hidup dalam lingkungannya sendiri. badan perwakilan berfungsi
mewakili kepentingan khusus persekutuan hidup itu.
o Sistem Perwakilan: Dalam pandangan Prof. Kacung Marijan,
berdasarkan sistem pemilu bagi negara-negara yang pernah
menyelenggarakannya, jumlah sistem pemilu yaitu sistem
pluralitas/mayoritas (plurality/majority system), sistem perwakilan
proporsional (proportional representation), sistem campuran (mixed
system), dan sistem-sistem yang lain (other system).
o Sistem campuran (mixed system) pada dasarnya berusaha
menggabungkan apa yang terbaik di dalam sistem distrik dan sistem
proporsional.
d. Karakteristik
- Saling mengaitkan fakta dan nilai
- Perspektif dan normatif
- Kualitatif
- Berkaitan dengan ketidakteraturan dan keteraturan
- Konfiguratif dan non komparatif, berfokus pada negara-negara individual
- Etnosentris, secara khusus berfokus pada demokrasi-demokrasi Eropa Barat
- Deskriptif, sempit dan statis
- Berfokus pada struktur-struktur formal (institusi dan pemerintah)
3. Pendekatan Behavioral
a. Jika ingin mempelajari sistem politik suatu negara, maka yang harus dilihat adalah
manusia/aktor/orang/elit/pejabat yang mengisi/mengelola/mengawaki organisasi
tersebut. Manusia/pejabat/ elit politik yang mengawaki organ/struktur politik tersebut
memiliki nilai (kepentingan, kebutuhan, & keinginan) yang bisa mempengaruhi
bekerjanya organ/ struktur politik tersebut. Dalam membandingkan sistem politik
antar negara, yg harus dilihat adalah perilaku/sikap/orientasi para pejabat/elit politik
yg mengisi organisasi/struktur politik 12.
- Fokus Pada Aktor/Manusia/Pejabat/Orang/Elit Politik.
- Prilaku aktor politik
- Sikap aktor politik
- Tindakan aktor politik
b. Behavioralisme: Pendekatan perilaku yang merupakan sebuah reaksi terhadap
spekulasi teori yang memberikan uraian penjelasan, kesimpulan, dan penilaian
berdasarkan norma-norma atau aturan-aturan dan standar-standar kekuasaan maupun
etnosentrisme, formalisme, dan deskripsi barat yang menjadi karakteristik pendekatan
tradisional kontemporer. Kecenderungan riset behavioral dalam politik telah menuju
pada pembentukan model-model yang konsisten secara logika di mana ‘kebenaran’
diturunkan secara deduktif. Dalam upaya untuk membedakan antara penelaahan
mode-mode behavioral dan tradisional, telah diidentifikasi adanya doktrin utama
‘kredo behavioral’, yaitu :
- Keteraturan atau keseragaman perilaku politik;
- Verifikasi atau pengujian validitas generalisasi atau teori tersebut;
- Teknik-teknik pencarian atau interpretasi data,
- Kuantifikasi dan pengukuran dalam rekaman data;
- Nilai-nilai yang membedakan antara dalil-dalil yang berhubungan dengan
evaluasi etis dan yang berkaitan dengan penjelasan empiris;
- Sistematisasi riset, ilmu murni, atau pencarian pemahaman dan penjelasan
perilaku sebelum menggunakan pengetahuan sebagai solusi permasalahan
sosial;
- Integrasi riset politik dengan riset-riset ilmu sosial lainnya.
c. Karakteristik
- Memisahkan fakta dan nilai
- Nonperspektif, Objektif dan empiris
- Kuantitatif
- Berkaitan dengan keseragaman dan keteraturan
- Komparatif, berfokus pada beberapa negara
- Etnosentris, secara khusus berkaitan dengan model Anglo-Amerika
- Abstrak, berideologi konservatif dan statis
- Berfokus pada struktur-struktur dan fungsi-fungsi (kelompok) formal dan
informal
4. Pendekatan Post-Behavioralism
a. Jika ingin mempelajari sistem politik suatu negara, maka yang harus dilihat adalah
struktur/organ/lembaga politik dan aktor/manusia/pejabat/elit politik. Struktur politik
yang didalamnya terdapat sistem, prosedur, dan mekanisme politik akan
mempengaruhi aktor politik/elit politik. Demikian pula sebaliknya, aktor politik/elit
politik akan menentukan bagaimana prosedur, sistem, dan mekanisme dibuat,
dilaksanakan dan dievaluasi. Dalam perbandingan sistem politik antar negara, yg
perlu diperhatikan adalah struktur politik dan aktor politik. Menjembatani antara
Tradisional & Behavioral, berkaitan dengan :
- Struktur Politik (Sistem)
- Aktor Politik (Orang)
Aktor Politik bisa mempengaruhi struktur politik. Struktur politik bisa mempengaruhi
aktor politik
b. Kredo pasca-behavioral terdiri dari sejumlah doktrin:
- Pertama, substansi mendahului teknik sehingga permasalahan sosial yang
mendesak menjadi lebih penting daripada peralatan investisigasi.
- Kedua, behavioralisme bersifat konservatif dan terbatas pada abstraksi,
bukannya kenyataan saat-saat krisis.
- Ketiga, ilmu tidak dapat bersikap netral ketika dilakukan evaluasi, fakta tidak
dapat dipisahkan dari nilai dan alasan-alasan nilai harus dikaitkan dengan
pengetahuan.
- Keempat, kaum intelektual harus mengemban tanggung jawab masyarakat
mereka, mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan dalam peradaban dan tidak
semata-mata menjadi sekelompok teknisi yang terisolisasi dan terlindung dari
isu-isu dan permasalahan yang melingkupi pekerjaan mereka.
- Kelima, para intelektual harus menerapkan pengetahuan dan terlibat dalam
pembentukan ulang masayarakat, dan keenam, para intelektual harus
memasuki kancah perjuangan mutakhir dan berpartisipasi dalam politisasi
institusi-institusi profesi dan akademik.
c. Karakteristik:
- Fakta dan nilai diikat pada tindakan dan relevansi
- Bersifat humanistik dan berorientasi masalah, normatif
- Kualitatif dan Kuantitatif
- Berkaitan dengan keteraturan dan ketidakteraturan
- Komparatif, berfokus pada beberapa negara
- Secara khusus berorientasi pada dunia ketiga
- Teoritis, radikal dan berorientasi hasil
- Berfokus pada hubungan dan konflik kelas serta kelompok

Anda mungkin juga menyukai