Kelompok 6 & 7
1. Ariyadi (2203021006)
2. Cahyani Wulandari (2203020005)
3. Elis Yalil Yanti Citra (2203021008)
4. M. Fajar Rizky Heryanto (2203020022)
5. Nindy Latifatuniswa (2203021016)
6. Shila Aprilia (2203020033)
KATA PENGANTAR...........................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan Penulisan...........................................................................
D. Manfaat Penulisan.........................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................
A. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen..................................
B. Konsep pengendalian harga (Ceiling Price, Floor Price)...........
C. Pajak Dan Subsidi..........................................................................
D. Tas’ir (penetapan harga dalam islam).........................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ekonomi mikro menjelaskan sebuah pengambilan
keputusan dalam setiap unit ekonomi. Pandangan ekonomi islam
terhadap permintaan, penawaran ini relatif sama dengan ekonomi
konvensional, namun terdapat batasan batasan dari hukum islam
untuk berperilaku yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam
ekonomi islam, norma dan moral islami yang merupakan prinsip
islam dalam berekonomi merupakan faktor yang menentukan
suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan
ekonominya.
Dalam ilmu ekonomi sehari hari terdapat permintaan (demand)
dan penawaran (supply) yang saling mempengaruhi satu sama lain
antara pembeli dan penjual di pasar. Pada zaman sekarang ini
orang menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu yang hanya
dimulai dan diakhiri dengan hukum permintaan dan penawaran.
Tentu saja anggapan ini terlalu mengandalkan ilmu ekonomi
sebagai ilmu yang sangat sederhana. Namun sebenarnya hukum
yang dikenal dengan hukum penawaran dan permintaan memang
merupakan bagian yang terpenting dalam pemahaman kita
mengenai pasar. Dimana permintaan adalah jumlah barang yang
diminta pada jumlah dalam waktu tertentu, sedangkan penawaran
adalah jumlah barang atau jasa yang tersedia dan dapat ditawarkan
oleh produsen kepada konsumen pada setiap tingkat harga selama
periode waktu tertentu
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud Surplus konsumen dan produsen?
2. Bagaimana konsep pengendalian harga (Celling price, Floor
price)
3. Bagaimana pengaruh pajak dan subsidi terhadap
keseimbangan pasar
4. Bagaimana konsep penetapan harga menurut perspektif islam
(tas'ir) ?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui Surplus konsumen dan Produsen
2. Untuk mengetahui konsep pengendalian harga
3. Untuk mengetahui pengaruh pajak dan subsidi terhadap
keseimbangan pasar
4. Untuk mengetahui penetapan harga menurut perspektif
islam(ta`sir)
BAB II
PEMBAHASAN
1
Kusunmawardani, Gumila, and Rostini, “ANALISIS SURPLUS KONSUMEN DAN
SURPLUS PRODUSEN IKAN SEGAR DIKOA BANDUNG,” hal 143.
2
Beni and Manggu, “ANALISIS SURPLUS PRODUSEN DAN KONSUMEN
SAYURAN LOKAL DI PASAR TERATAI BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT.”
1. Kelompok penjual supermarginal, yaitu penjual yang berani
menjual produknya di bawah harga pasar. Produsen ini
memproduksi komoditi 39 sebanyak-banyaknya lalu
menjualnya dengan harga yang semurah-murahnya tapi masih
menguntungkan.
2. Kelompok penjual marginal, yaitu produsen yang hanya
mampu menjual produknya sama dengan harga pasar.
3. Kelompok penjual submarginal, yaitu kelompok produsen
yang sanggup menjual produknya di atas harga pasar.3
2. Ceiling Price
3
Iskandar Putong, “PENGANTAR MIKRO DAN MAKRO,” hal 74-75.
4
M.Nur Rianto Al Arif and Euis Amalia, “TEORI MIKRO EKONOMI,” hal 289.
5
Wicaksena, “Analisis Rentang Harga Gula Kristal Rafinasi Pada Pasar Lelang
Komoditas Dengan Pendekatan Harga Paritas,” hal 172.
Harga Jual dalam kamus lengkap Ekonomi (1997:297) adalah
harga pada waktu menjual. Harga Jual adalah harga yang
diperoleh dari penjumlahan biaya produksi total ditambah dengan
mark up yang digunakan untuk menutup biaya overhead pabrik
perusahaan.
Menurut Gregory Lewis (1994:5) harga jual adalah sejumlah
uang yang bersedia dibayar oleh pembeli dan bersedia diterima
oleh penjual. Menurut Soemarso SR (1990:12) Harga jual adalah
nilai yang tercermin dalam daftar harga, harga eceran, dan harga
adalah nilai akhir yang diterima oleh perusahaan sebagai
pendapatan atan net price.
Menurut Basu Swastha (1984:14) harga jual merupakan
penjumlahan dari harga pokok barang yang dijual, biaya
administrasi, biaya penjualan, serta keuntungan yang diinginkan.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa harga
jual yang dimaksud adalah nilai akhir barang yang merupakan
penjumlahan dari biayabiaya produksi dan biaya lain untuk
memproduksi suatu barang ditambah dengan sejumlah keuntungan
yang diinginkan.6
7
Fikri, “ANALISIS PENERAPAN MATEMATIKA PADA ILMU EKONOMI FUNGSI
PAJAK DAN SUBSIDI TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR,” hal 4-5.
8
Qusthoniah, “TAS’IR ALJABARI (PENETAPAN HARGA OLEH NEGARA) DALAM
KORIDOR FIQH DENGAN MEMPERTIMBANGKAN REALITAS EKONOMI,” hal 82.
1. Hukum Tas’ir dalam Fiqih Islam
Para Fuqaha terbelah menjadi dua pendapat. Pertama, al-tas’ir
hukumnya haram dan ini merupakan pendapat jumhur.Sayyid
Sabiq mengutarakan, bahwa pembatasan (penetapan) harga dapat
mengakibatkan tersembunyinya barang-barang, hal mana
membuat barang menjadi mahal. Meningginya harga berarti
menyusahkan orang-orang miskin, dikarenakan daya beli mereka
yang menurun. Sementara orang kaya dapat membeli barang dari
pasar gelap yang penuh dengan tipu daya. Hal ini semua
menyebabkan tidak terwujudnya kemaslahatan pada Masyarakat.
Kedua, at-tas’ir diperbolehkan, akan tetapi pembolehan ini
tidak secara mutlak. Menurut Hanafiyah, diperbolehkan tas’ir
apabila terjadi kenaikan harga-harga barang, yang mana
kenaikannya melewati batas kewajaran. Sedangkan menurut
Malikiyah, al-Tas’ir ada dua bentuk, diperbolehkan al-tas’ir
apabila sebagian penjual menurunkan harga barang, maka tas’ir
pada bentuk ini diperbolehkan agar penjual yang menurunkan
harga tersebut menyesuaikan dengan harga pedagang kebanyakan.
Ini bentuk pertama menurut Malikiyah.
Bentuk kedua dari tas’ir adalah membatasi para pedagang
dengan harga tertentu, sehingga mereka tidak boleh menjual
melebihi harga yang telah ditetapkan. Maka bentuk ini
diperbolehkan juga menurut Malikiyah dalam riwayat Asyhab dari
Malik, walaupun Al-Afdhal menurutnya adalah meninggalkannya
(tarakahu). Menurut Syafi’iyah, diperbolehkan tas’ir pada saat
kekeringan atau saat manusia sedang dalam kesusahan.9
9
Baharuddin, “TAS’IR (PRICE FIXING) DALAM PERSPEKTIF MAQASHID AL-
SYARI’AH,” Hal 144.
2. Pembagian
Para ulama fiqh membagi tas’ir kepada dua macam, yaitu:
a. Pertama, harga yang berlaku secara alami, tanpa campur tangan
dan ulah para pedagang. Harga seperti ini, para pedagang bebas
menjual barangnya sesuai dengan harga yang wajar, dengan
mempertimbangkan keuntungannya. Pemerintah, dalam harga
yang berlaku secara alami ini, tidak boleh campur tangan,
karena campur tangan pemerintah dalam kasus seperti ini akan
membatasi hak para pedagang.
b. Kedua, harga suatu komoditi yang ditetapkan pemerintah
setelah mempertimbangkan modal dan keuntungan bagi para
pedagang dan keadaan ekonomi masyarakat. Penetapan harga
dari pemerintah ini disebut dengan at-tas’ir al-jabari. Menurut
Abd. Karim Ustman, pakar fiqh dari Mesir, dalam perilaku
ekonomi, harga suatu komoditi akan stabil apabila stok barang
tersedia banyak di pasar, karena antara penyediaan barang dan
dengan permintaan konsumen terdapat keseimbangan. Akan
tetapi, apabila barang yang tersedia sedikit, sedangkan
permintaan konsumen banyak, maka dalam hal ini akan terjadi
fluktuasi harga. Dalam keadaan yang disebutkan terakhir ini,
menurutnya, pihak pemerintah tidak boleh ikut campur dalam
masalah harga itu. Cara yang boleh menstabilkan harga itu
adalah pemerintah berupaya menyediakan komoditi dimaksud
dan menyesuaikannya dengan permintaan pasar. Sebaliknya,
apabila stok barang cukup banyak di pasar, tetapi harga
melonjak naik, maka pihak pemerintah perlu melakukan
pengawasan yang ketat. Apabila kenaikan harga ini disebabkan
ulah para pedagang, misalnya dengan melakukan penimbunan
dengan tujuan menjualnya setelah melonjaknya harga (ihtikar),
maka kasus seperti ini pemerintah berhak untuk menetapkan
harga. Penetapan harga dalam fiqh disebut dengan at-tas’ir al-
jabari.10
10
Qusthoniah, “TAS’IR ALJABARI (PENETAPAN HARGA OLEH NEGARA) DALAM
KORIDOR FIQH DENGAN MEMPERTIMBANGKAN REALITAS EKONOMI,” hal 86.
11
Wahyu, “PEMIKIRAN EKONOMI IBNU QAYYIM TENTANG KONSEP TAS’IR,” hal
242.
BAB III
PENUTUP
E. KESIMPULAN
Dalam ekonomi islam, norma dan moral islami yang
merupakan prinsip islam dalam berekonomi merupakan faktor
yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam
melakukan kegiatan ekonominya. Dimana permintaan adalah
jumlah barang yang diminta pada jumlah dalam waktu tertentu,
sedangkan penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang
tersedia dan dapat ditawarkan oleh produsen kepada konsumen
pada setiap tingkat harga selama periode waktu tertentu
DAFTAR PUSTAKA