Anda di halaman 1dari 30

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kompetensi

2.1.1 Pengertian Kompetensi

Sutrisno (2010:202) menyatakan bahwa secara etimologi,

kompetensi diartikan “sebagai dimensi perilaku keahlian atau

keunggulan seorang pemimpin atau staf yang mempunyai keterampilan,

pengetahuan, dan perilaku yang baik”. Kompetensi adalah karakteristik

mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap,

atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik (Sedarmayanti,

2007). Dengan kata lain, kompetensi adalah apa yang outstanding

performers lakukan lebih sering, pada lebih banyak situasi, dengan hasil

yang lebih baik daripada apa yang dilakukan penilai kebijakan. Dari

beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi

adalah keahlian dan keterampilan dasar serta pengalaman seseorang,

staf atau pimpinan yang dapat memengaruhi mereka dalam

melaksanakan pekerjaan atau tugas lainnya secara efektif dan efisien

atau sesuai dengan standar perusahaan yang telah ditentukan.

2.1.2 Manfaat Kompetensi

Menurut Moeheriono (2012:54) kompetensi memberikan

beberapa manfaat kepada karyawan dan organisasi, yaitu :

1. Bagi Karyawan
2

a. Kejelasan relevansi proses pembelajaran sebagai

pemegang jabatan agar mampu untuk mentransfer

keterampilan, nilai, kualifikasi dan potensi pengembangan

karir.

b. Adanya kesempatan bagi karyawan untuk mendapatkan

program peningkatan kompetensi melalui program-

program pengembangan karyawan yang disusun oleh

perusahaan.

c. Penempatan sasaran sebagai sarana pengembangan karier.

d. Kompetensi yang ada sekarang dan manfaatnya akan dapat

memberikan nilai tambah pada pembelajaran dan

pengembangan karyawan itu sendiri.

e. Pilihan perubahan karier yang lebih jelas. Untuk berubah

pada jabatan baru, karyawan dapat membandingkan

kompetensinya dengan persyaratan kompetensi pada

jabatan yang baru.

f. Penilaian kinerja yang lebih objektif dan umpan balik

berbasis standar kompetensi yang ditentukan dengan jelas.


3

g. Meningkatkan keterampilan dan marketability sebagai

karyawan.

2. Bagi Organisasi

a. Pemetaan yang akurat dan objektif mengenai kompetensi

tenaga kerja yang dibutuhkan.

b. Meningkatkan efektifitas rekruitmen dengan cara

menyesuaikan kompetensi yang diperlukan dalam

pekerjaan dengan yang dimiliki pelamar kerja

c. Pendidikan dan pelatihan difokuskan pada kesenjangan

keterampilan dan persyaratan keterampilan perusahaan

yang lebih khusus.

d. Akses pada pendidikan dan pelatihan yang lebih efetif

dari segi biaya berbasis kebutuhan industri dan

identifikasi penyedia pendidikan dan pelatihan internal

dam eksternal berbasis kompetensi yang diketahui.

e. Pengambilan keputusan dalam organisasi akan lebih

percaya diri karena karyawan telah memiliki keterampilan

yang akan diperoleh dalam pendidikan dan pelatihan.

f. Penilaian pada pembelajaran sebelumnya serta penilaian

hasil pendidikan dan pelatihan akan lebih reliable dan

konsisten

g. Mempermudah terjadinya perubahan melalui identifikasi

kompetensi
4

yang diperlukan untuk mengelola perubahan.

Kemudian Sutrisno (2010:208) mengemukakan bahwa

konsep kompetensi menjadi semakin populer dan sudah banyak

digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar, dengan berbagai

alasan, yaitu :

a. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai.

Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua

pertanyaan mendasar : keterampilan, pengetahuan, dan

karakteristik apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan, dan

perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi

kerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam

mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam

bidang sumberdaya manusia.

b. Alat seleksi karyawan. Penggunaan kompetensi standar

sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih

calon karyawan yang terbaik. Dengan kejelasan terhadap

perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat

mengarahkan pada sasaran yang selektif serta mengurangi

biaya rekruitmen yang tidak perlu. Caranya dengan

mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap

fungsi jabatan serta memfokuskan wawancara seleksi pada

perilaku yang dicari.


5

c. Memaksimalkan produktivitas. Tuntutan untuk menjadikan

suatu organisasi ‘’ramping’’ mengharuskan kita untuk

mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah

untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga

mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun

horizontal.

d. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. Model

kompetensi digunakan untuk mengembangkan sistem

remunerasi (imbalan) yang akan dianggap lebih adil.

Kebijakan remunerasi akan lebih terarah dan transparan

dengan mengaitkan sebanyak mungkin keputusan dengan

suatu set perilaku yang diharapkan dapat ditampilkan oleh

seorang karyawan.

e. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. Dalam era

perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat

cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuaan baru terus

meningkat.

f. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi.

2.1.3 Komponen Kompetensi

Memiliki SDM adalah keharusan bagi perusahaan.

Mengelola sumber daya manusia berdasarkan kompetensi

diyakini bisa lebih menjamin keberhasilan mencapai tujuan.


6

Sebagian besar perusahaan memakai kompetensi sebagai dasar

dalam memilih orang, mengelola kinerja, pelatihan dan

pengembangan serta pemberian kompensasi.

Kesuksesan seseorang dalam bekerja atau dapat dikatakan

berkinerja lebih baik, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

baik dalam dirinya sendiri (internal) maupun dari luar

(eksternal). Namun demikian, banyak terjadi ditempat pekerjaan,

seseorang harus mempunyaikemampuan spesifik dan

profesional, tetapi belum tentu orang tersebut dapat bekerja atau

mempunyai kinerja yang lebih baik.

Menurut Moeheriono (2012:17) kompetensi seseorang

sangat besar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari

dalam (internal) maupun dari luar (eksternal), yaitu sebagai

berikut :

a. Bakat bawaan, bakat yang sudah ada dan melekat sejak

mereka dilahirkan.

b. Motivasi kerja yang tinggi.

c. Sikap, motif, dan nilai cara pandang.

d. Pengetahuan yang dimiliki baik dari pendidikan formal

maupun non formal (pelatihan, course, panel dan lain-lain)

e. Keterampilan dan keahlian yang dimiliki.

f. Lingkungan hidup dari kehidupan mereka sehari-hari.


7

2.1.4 Ciri-ciri Kompetensi

Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada di

belakang kinerja kompeten. Sering dinamakan kompetensi perilaku

karena dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana orang berperilaku

ketika mereka menjalankan perannya dengan baik. Perilaku apabila

didefinisikan sebagai kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai :

1. Memahami apa yang perlu dilakukan dalam bentuk alasan kritis,

kapabilitas strategi, dan pengetahuan bisnis.

2. Membuat pekerjaan dilakukan melalui dorongan prestasi,pendekatan

proaktif, percaya diri, control, fleksibilitas, berkepentingan dengan

efektifitas,persuasi dan pengaruh

3. Membawa serta orang dengan motivasi, keterampilan antar pribadi,

berkepentingan dengan hasil, persuasi dan pengaruh.

Menurut Hutapea dan Thoha (2008:91) bahwa ciri-ciri kompetensi

karyawan adalah memiliki pengetahuan, kapabilitas dan sikap, inisiatif, dan

inovatif berupa :

1. Keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang berorientasi

pada efisiensi, produktivitas, mutu dan kepedulian terhadap dampak

lingkungan.

2. Keterampilan dan sikap dalam pengendalian emosi diri, membangun

persahabatan, dan objektivitas persepsi.

3. Keterampilan dalam berkomunikasi, membangun persahabatan.

4. Sikap untuk mau belajar secara berkelanjutan.


8

5. Keterampilan dan sikap dalam mengembangkan diri.

6. Keterampilan dan sikap maju untuk mencari cara-cara baru dalam

mengoptimumkan pelayanan mutu kepada pelanggan.

7. Keterampilan dan sikap saling mempererat hubungan antar karyawan

untuk meningkatkan mutu produk/pelayanan pada pelanggan.

2.2 Gaya Kepemimpinan

2.2.1 Definisi Kepemimpinan

Nilai penting kepemimpinan (leadership) dalam organisasi memegang

peranan yang sangat penting dalam manajemen organisasi. Kepemimpinan

dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri

manusia. Dari sinilah timbul kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin.

Menurut Sutrisno (2010:213) “kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan

seseorang untuk menggerakkan orang lain dengan memimpin, membimbing,

memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil yang

diharapkan”. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi “proses memengaruhi

dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk

mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya”.

Selain itu juga memengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para

pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran,

memelihara hubungan kerja sama dan kelompok kerja, perolehan dukungan dan
9

kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Rivai dan

Mulyadi, 2013:2).

2.2.2 Teori-teori Kepemimpinan

Untuk mengetahui teori-teori kepemimpinan, dapat dilihat dari berbagai

literatur yang pada umumya membahas hal-hal yang sama. Dari literatur itu

diketahui ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan

dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya

kelompok-kelompok orang dan dia melakukan pertukaran dengan yang

dipimpin. Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin timbul karena situasinya

memungkinkan dia ada. Dan teori paling mutakhir melihat kepemimpinan

lewat perilaku organisasi.

Berikut ini akan diuraikan beberapa teori yang tidak asing lagi bagi

literatur-literatur kepemimpinan pada umumnya (Thoha, 2010:284) :

1. Teori Sifat (Trait Theory)

Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani

kuno dan zaman Romawi. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin

itu dilahirkan, bukan dibuat. Setelah mendapat pengaruh dari aliran

perilaku pemikir psikologi, bahwa sifat-sifat kepemimpinan itu tidak

seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dihasilkan lewat suatu pendidikan

dan pengalaman.Menyadari hal seperti ini, bahwa tidak ada kolerasi sebab

akibat antara sifat dan keberhasilan, maka Keith Davis dalam Thoha

(2010:287) merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempunyai


10

pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan, yaitu : kecerdasan,

kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan

berprestasi, serta sikap-sikap hubungan kemanusiaan.

2. Teori Kelompok

Teori Kelompok ini beranggapan bahwa agar kelompok dapat mencapai

tujuan-tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di

antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Dengan perkataan lain,

beberapa penemuan nampaknya menunjukkan bahwa para bawahan

dapat memengaruhi pemimpinnya seperti para pemimpin yang dapat

memengaruhi para bawahannya.

3. Teori Situasional dan Model Kontijensi

Model kontinjensi memfokuskan pentingnya situasi dalam menetapkan

gaya kepemimpinan yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi.

Sehingga model tersebut berdasarkan kepada situasi untuk efektifitas

kepemimpinan. Fred Fiedlerdalam Thoha (2010:290) mengembangkan

suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya kepemimpinan pada tahun

1967. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yang

dapat menunjukkan Dugaan Kesamaan di antara Keberlawanan

(Assumed Similiarity between Opposites, ASO) dan Teman Kerja yang

Paling Sedikit Disukai (Least PreferedCoworker,LPC). ASO

memperhitungkan derajat kesamaan di antarapersepsi-persepsi

pemimpin mengenai kesenangan yang paling banyak dan paling sedikit

tentang kawan-kawan kerjanya.


11

Lewat usaha yang bertahun-tahun Fiedler menyimpulkan bahwa harus

diberikan perhatian yang besar terhadap variabel-variabel situasional.

Maka sadarlah ia bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan

dengan situasi akan mampu menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja

4. Model Kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler

Untuk menguji hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitiaan-

penelitiannya yang terdahulu, Fiedler mengembangkan suatu model

yang dinamakan (A Contigency Model of Leadership Effectiveness).

Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan

situasi yang menyenangkan. Lewat hasil-hasil penemuannya Fiedler

menyatakan bahwa dalam situasi yang sangat menyenangkan dan sangat

tidak menyenangkan, maka gaya kepemimpinan yang beriorentasi pada

tugas atau yang Hard Nosed adalah sangat efektif.

Dan ketika situasinya di tengah-tengah atau moderat antara

menyenangkan dan tidak menyenangkan, maka gaya kepemimpinan

yang menekankan pada hubungan kemanusiaan atau yang lunak

(Lenient) sangat efektif.

5. Teori (Path-Goal Theory)

Seperti telah diketahui secara luas pengembangan teori kepemimpinan

selain berdasarkan pendekatan kontijensi, dapat pula didekati dari teori

Path-Goal yang mempergunakan kerangka teori motivasi. Secara pokok

teori Path-Goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku


12

pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan

bawahannya.

6. Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan

Penekanan pendekatan Social Learning ini terletak pada peranan

perilaku kepemimpinan, kelangsungan, dan interaksi timbal balik di

antara semua variabel-variabel yang ada. Aplikasi dari kepemimpinan

ini secara lebih spesifik ialah bawahan secara aktif ikut terlibat dalam

proses kegiatan organisasi, dan bersama-sama dengan pimpinan

memusatkan padaperilakunya sendiri dan perilaku lainnya, serta

memperhitungan kemungkinan-kemungkinan lingkungan dan kognisi-

kognisi yang bisa memperagakan.

Dengan demikian pendekatan Social Learning ini antara pemimpin dan

bawahan mempunyai kesempatan untuk bisa memusyawarahkan semua

perkara yang timbul. Keduanya, pemimpin dan bawahan mempunyai

hubungan interaksi yang hidup dan mempunyai kesadaran untuk

menemukan bagaimana cara menyempurnakan perilaku masing-masing

dengan memberikan penghargaan-penghargaan yang diinginkan.

2.2.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah suatu gaya yang dapat

memaksimumkan produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan

mudah menyesuaikan dengan segala situasi.


13

Gaya kepemimpinan merupakan dasar dalam

mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan

memiliki tiga pola dasar, yaitu yang mementingkan pelaksanaan

tugas, yang mementingkan hubungan kerja sama dan yang

mementingkan hasil yang dapat dicapai. Seorang pemimpin

harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola

bawahannya, karena seorang pemimpin akan sangat

memengaruhi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya

(Guritno, 2005).

Pada 1960-an berkembang teori kepemimpinan yang

dinamakan “pola manajerial“. Kepemimpinan dipengaruhi oleh

dua perhatian manajerial yang mendasar, yaitu perhatian

terhadap produksi/tugas dan perhatian terhadap manusia.

Menurut teori ini ada empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu

(Rivai dan Mulyadi, 2013:43) :

1. Gaya Manajemen Tugas

Pemimpin menunjukkan perhatian tinggi terhadap produksi,

tetapi perhatian rendah terhadap manusia.

2. Gaya Manajemen Country Club

Pemimpin memperlihatkan perhatian yang tinggi terhadap

manusia, tetapi perhatian rendah terhadap produksi.

3. Gaya Manajemen Miskin


14

Pemimpin tidak terlalu menunjukkan perhatian, baik terhadap

produksi maupun manusia.

4. Gaya Manajemen Tim

Pemimpin menunjukkan perhatian tinggi baik terhadap produksi

maupun terhadap manusia.

Menurut teori ini gaya manajemen tim, yang pada

dasarnya sama dengan gaya demokratis merupakan gaya

kepemimpinan yang terbaik untuk semua orang dalam segala

situasi.

Gaya kepemimpinan menurut Malayu, S.P., Hasibuan

(2005:205), adalah sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Otoriter

Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau

wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan

atau menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan

keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh

pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan

saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan

keputusan.

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam

kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif,


15

menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas,

dan partisipasi para bawahan agar merasa ikut memiliki

perusahaan.

3. Kepemimpinan Delegatif

Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin

mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak

lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil

keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam

melaksanakan pekerjaan.

4. Kepemimpinan Kharismatik

Gaya kepemimpinan ini memiliki daya tarik dan pembawaan

yang luar biasa, sehingga ia mempunyai pengikut dan

jumlahnya yang sangat luar biasa. Sampai sekarang pun orang

tidak mengetahui sebab-sebab secara pasti mengapa seseorang

itu memiliki kharisma yang begitu besar.

5. Kepemimpinan Demokratik

Kepemimpinan demokratik menitikberatkan pada bimbingan

yang efisien pada para anggotanya. Koordinasi pekerjaan

terjalin dengan baik dengan semua lini, terutama penekanan

pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan

kerja sama yang baik. Kepemimpinan demokratik menghargai

potensi setiap individu, mau mendengarkan nasihat dan


16

sugesti bawahan, bersedia mengakui keahlian para spesialis

dengan bidangnya masing-masing, pada saat-saat kondisi

yang tepat.

2.3 DisiplinKerja

Disiplin merupakan bagian dari fungsi operasional MSDM yang

terpenting karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi

kerja yang dapat dicapainya.Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi

organisasi perusahaan atau instansi mencapai hasil yang optimal.

2.3.1 Pengertian DisiplinKerja

Kedisiplinan merupakan fungsi operasional manajemen sumber

daya manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin kerja pegawai,

semakin baik kinerja yang dapat dicapai.Tanpa disiplin yang baik, sulit

bagi organisasi untuk mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan

merupakan faktor yang utama yang diperlukan sebagai alat peringatan

terhadap pegawai yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Sehingga

seorang pegawai dikatakan memiliki disiplin yang baik jika pegawai

tersebut memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan

kepadanya.
17

Menurut Simamora (2004:234) disiplin adalah prosedur yang

mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau

prosedur. Hasibuan (2006: 444) bahwa: “Disiplin kerja adalah kesadaran

dan kerelaan seseorang dalam menaati semua peraturan perusahaan dan

norma-norma sosial yang berlaku”.

Rivai (2011:825) bahwa: “Disiplin kerja adalah suatu alat yang

dipergunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan

karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku

serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan

kesedian seorang dalam memenuhi segala peraturan

perusahaan.” Singodimenjo dalam Sutrisno (2009:86) bahwa:

“Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk

mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di

sekitarnya”.

2.3.2 Faktor DisiplinKerja

Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2009: 89)

faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai adalah:

1. Besar kecilnya pemberiankompensasi

Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya

disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan

yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa


18

yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah

dikontribusikannya bagi perusahaan.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalamperusahaan.

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam

lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu

memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan

disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat

mengendalikandirinya sendiriucapan, perbuata, dan sikap

yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah

ditetapkan.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikanpegangan.

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam

perusahaan, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk

dapat dijadikan pegangan bersama.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambiltindakan.

Bila ada seseorang karyawan yang melanggar disiplin,

maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil

tindakan yang sesuai dengan pelanggaran yang dibuatnya.

5. Ada tidaknya pengawasanpimpinan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan

perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para

karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat

dan sesuai dengan yang telah ditetapkan.


19

6. Ada tidaknya perhatian kepadakaryawan

Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan

karakter antara yang satu dengan yang lain.

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya

disiplin

Singodimejo (2002), mengatakan disiplin

adalahsikapkesedian dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan

menaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya.

Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan

perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi

penghalang dan memperhambat pencapaian tujuan perusahaan.

Disiplin sangat diperlukan baik individu yang bersangkutan

maupun oleh organisasi.

Setiyawan dan Waridin (2006:101), ada 5 faktor dalam

penilaian disiplin kerja terhadap pemberian layanan pada

masyarakat, yaitu:

1) Kualitas kedisiplinan kerja, meliputi datang dan pulang

yang tepat waktu, pemanfaatan waktu untuk pelaksanaan

tugas dan kemampuan mengembangkan potensi diri

berdasarkan motivasi yangpositif.

2) Kuantitas pekerjaan meliputi volume keluaran dankontribusi.

3) Kompensasi yang diperlukan meliputi: saran, arahanatau


20

perbaikan.

4) Lokasi tempat kerja atau tempat tinggal.

5) Konservasi meliputi penghormatan terhadap aturan dengan

keberanian untuk selalu melakukan pencegahan terjadinya

tindakan yang bertentangan denganaturan.

2.3.3 Indikator DisiplinKerja

Menurut Sudarmanto (2009) indikator dari disipilin kerja

yaitu:

1. Ketepatan waktu: para pegawai datang ke kantor tepat

waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat dikatakan

disiplin kerjabaik.

2. Menggunakan peralatan kantor dengan baik: sikap hati-

hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat

menunjukan bahwa seseorang memiliki disiplin kerja

baik, sehingga peralatan kantor dapat terhindar

darikerusakan.

3. Tanggung jawab tinggi: pegawai yang senantiasa

menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai

dengan prosedur dan tanggung jawab atas hasil kerja,

dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yangbaik.

4. Ketaatan terhadap aturan kantor: pegawai memakai

seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/

identitas, membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga


21

merupakan cerminan disiplin yang tinggi.

2.3.4 Efek DisiplinKerja

Disiplin menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat yang

ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan

perusahaan. Menurut Siagian (2011:230) bentuk disiplin yang baik

akan berdampakpada:

1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian

tujuan perusahaan.

2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para

karyawan dalam melakukan pekerjaan. Dimana karyawan

dengan semangat kerja yang tinggi cenderung akan bekerja

dengan lebih baik, tepat waktu, dan tidak pernah membolos.

Karyawan akan semangat untuk berangkat kerja sehingga

disiplin kerja nya menjaditinggi.

3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk

melaksanakan tugas dengan sebaikbaiknya.

4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi

dikalangankaryawan.

5. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja parakaryawan.

Disiplin kerja yang baik akan meningkatkan efisiensi kerja

semaksimal mungkin, tidak menghabiskan waktu yang banyak

bagi perusahaan untuk sekedar melakukan pembenahan di


22

aspek kedisplinan tersebut dan waktu dapat digunakan untuk

mencapai tujuan perusahaan.

Displin kerja akan berpengaruh besar pada kinerja

perusahaan. Ketika tingkat disiplin kerja suatu perusahaan itu tinggi

maka diharapkan karyawan akan bekerja lebih baik, sehingga

produktivitas perusahaan meningkat. Selain itu disiplin kerja yang

baik akan meningkatkan efisiensi kerja semaksimal mungkin, tidak

menghabiskan waktu yang banyak bagi perusahaan untuk sekedar

melakukan pembenahan diaspek kedisplinan tersebut dan waktu

dapat digunakan untuk mencapai tujuanperusahaan.

2.4 Kinerja

2.4.1 Definisi Kinerja

A. Anwar Prabu (2009:9) arti kinerja sebenarnya berasal

dari kata-kata job performance dan disebut juga actual performance

atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai

oleh seseorang karyawan. Banyak sekali definisi atau pengertian

dari kinerja yang dikatakan oleh para ahli, namun semuanya

mempunyai beberapakesamaan arti dan makna dari kinerja tersebut.

Pengertian kinerja menurut Benardin dan Russell

(1998:239) adalah “pencatatan outcome yang dihasilkan pada


23

fungsi atau aktivitas pekerjaan secara khusus selama periode waktu

tertentu”.

2.4.2 Kriteria Pengukuran Kinerja

Dalam mengukur kinerja, masalah yang paling pokok adalah

menetapkan kriterianya. Kriteria pekerjaan adalah faktor yang

terpenting dari apa yang dilakukan orang di pekerjaannya. Dalam

arti, kriteria pekerjaan menjelaskan apa-apa yang sudah dibayar oleh

organisasi untuk dikerjakan oleh para karyawannya. Oleh karena itu,

kriteria-kriteria ini penting.

Kinerja individual dalam kriteria pekerjaan haruslah diukur,

dibandingkan dengan standar yang ada dan hasilnya harus

dikomunikasikan kepada setiap karyawan. Tidak semua

kriteria pekerjaan dapat digunakan dalam suatu penilaian kinerja

karyawan, hal ini tentunya harus sangat disesuaikan dengan jenis

pekerjaan yang akan dinilai. Menurut Benardin & Russell (1998:383)

ada enam kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur

kinerja :

1. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil

pelaksanaankegiatan mendekati kesempurnaan atau

mendekati tujuan yang diharapkan.


24

2. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya

jumlah rupiah,jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang

diselesaikan.

3. Timeliness adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan

diselesaikanpada waktu yang dikehendaki dengan

memerhatikan koordinasi output lain serta waktu yang

tersedia untuk kegiatan lain.

4. Cost-Effectiviness adalah tingkat sejauh mana penggunaan

dayaorganisasi (manusia, keuangan, teknologi, dan material)

dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau

pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber

daya.

5. Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana

seseorangpekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan

tanpa memerlukanpengawasan seorang supervisor untuk

mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6. Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana

karyawanmemelihara harga diri, nama baik dan kerjasama di

antara rekan kerja dan bawahan.


25

2.4.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Armstrong (1998:32) mengemukakan tentang bagaimana

mengelola kinerja dan bagaimana menempatkannya dalam praktik.

Terdapat empat faktor pokok dalam manajemen kinerja, yaitu :

1. Input

Hal ini menyangkut atribusi individual, seperti keahlian dan

pengetahuan.

2. Process

Bagaimana individu percaya dalam melaksanakan pekerjaan

mereka: kompetensi perilaku membawa penuh akuntabilitas

mereka. Hal ini menyangkut perilaku kemampuan yang

dibawa dalam pekerjaan untuk mengisi tanggung jawab.

3. Output

Hasil terukur yang dicapai oleh individu sesuai dengan

tingkat kinerja yang dicapai dalam melaksanakan tugas-tugas

mereka. Hal ini merupakan ukuran kinerja yang dicapai

seseorang.

4. Outcomes

Dampak apa yang telah dicapai oleh kinerja individu dari

hasil tim mereka, departemen, unit atau organisasi.


26

Menurut Sopiah (2008:23) kinerja dapat dipengaruhi

oleh effort (usaha), ability (kemampuan) dan situasi

lingkungan.

a. Effort

Usaha individu diwujudkan dalam bentuk motivasi.

Motivasi adalah kekuatan yang dimiliki seseorang dan

kekuatan tersebut melahirkan intensitas dan ketekunan

yang dilakukan sukarela.

b. Kemampuan (Ability)

Ability individu diwujudkan dalam bentuk kompetensi.

c. Situasi Lingkungan

Lingkungan bisa memiliki dampak yang positif atau

sebaliknya. Menurut model partner-lawywer, kinerja

individu pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu (Wulandari, 2013) :

1. Harapan mengenai imbalan

2. Dorongan

3. Kebutuhan

4. Eksternal

5. Imbalan internal

6. Presepsi terhadap tugas

7. Presepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasaan kerja


27

2.4.4 Penilaian Kinerja

Kinerja adalah penentuan secara periodik keefektifan

operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya

berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah

ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 1997:419). Pengukuran

kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi

organisasi. Menurut Daft (2011:124) Penilaian

kinerja(performance appraisal) merupakan proses

pengamatan danpengevaluasian kinerja seorang pegawai,

pencatatan penilaian, dan pemberian umpan balik pada

pegawai, sedangkan menurut Mondy (2008:257)

mendefenisikan penilaian kinerja sebagai suatu sistem formal

untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas karyawan, baik

individu maupun tim.

Kata penilaian sering diartikan dengan kata assessment.

Sedangkan kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang

dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam periode tertentu

dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Dengan

demikian penilaian kinerja perusahaan (Companies

performance assessment) mengandung makna suatu proses

atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja

suatu perusahaan (organisasi) berdasarkan standar tertentu.


28

Sistem penilaian kinerja merupakan suatu mekanisme yang

memperbaiki kemungkinan untuk perusahaan agar strategi

yang dijalankan dapat berhasil (Anthony dan Govindarajan,

2005).

Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi

personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam

mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya,

agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh

organisasi. Penilaian kinerja digunakan untuk menekan

perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behaviour) dan

untuk mendorong perilaku yang semestinya diinginkan melalui

umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta imbalan balik

yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik (Mulyadi, 2001).

2.4.5 Metode Penilaian Kinerja

Perusahaan sangat penting melakukan penilaian terhadap

kinerja setiap karyawan mereka. Tanpa penilaian kinerja untuk

karyawan, maka perusahaan tidak akan tahu apa perkembangan

maupun kesulitan yang sedang perusahaan hadapi, Kinerja dapat

dinilai dengan menggunakan beberapa metode seperti berikut :

1. Graphic Rating Scale. Pada metode ini, pegawai dinilai

atasannya padabeberapa faktor yang berbeda untuk setiap


29

perusahaan, tergantung pada kepentingan setiap perusahaan.

Sebenarnya ada dua tipe skala penilaian grafik yang digunakan

saat ini. Kadang-kadang keduanya digunakan untuk menilai

orang yang sama. Jenis pertama dan yang paling umum

digunakan adalah mendata seluruh kriteria pekerjaan (kuantitas

pekerjaan, kualitas pekerjaan). Jenis kedua lebih bersifat

perilaku, karena perilaku lebih spesifik untuk di data dan efektif

untuk dinilai. Jelas ada beberapa kelemahan dalam skala

penilaian grafik. Kadangkala, ciri dan faktor yang terpisah

dijadikan dalam satu kelompok, dan penilai diberikan hanya

satu kotak untuk diperiksa.

2. Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS) merupakan variasi

metodeskala penilaian grafik, yang tiap faktor dan dimensi

penilaian diberi uraian penjelasan, sehingga semua penilai yang

menggunakan alat ukur ini memiliki standar penilaian yang

sama. Behaviorally Anchored RatingScale berusaha untuk

mengukur perilaku karyawan dan bukannyakarakteristik

lainnya. Beberapa dari pendekatan perilaku yang berbeda-beda

adalah skala penilaian yang berdasarkan perilaku BARS

(behavioral anchored rating scales), skala observasi perilaku

BOS (behavioralobservation scales), dan skala harapan

terhadap perilaku BES (behavioral espectation scales).


30

3. Management by Objectives (MBO) merupakan metode

mengukurkontribusi pegawai pada kesuksesan perusahaan.

Mengkhususkan pada tujuan kinerja yang diharapkan dapat

dicapai oleh individu dalam jangka waktu tertentu. Tujuan

yang ditetapkan oleh masing-masing manajer dikumpulkan

untuk menjadi sasaran dan tujuan menyeluruh dari organisasi,

meskipun MBO tidak boleh menjadi tujuan tersamar dari para

atasan yang ingin mendiktekan tujuan dari manajer atau

karyawan itu sendiri.

4. Work Planning and Review Serupa dengan MBO, yang lebih

menekankan review secara periodik dari atasan kepada

bawahannya mengenaiperencanaan kerja, mengidentifikasi

pencapaian tujuan, permasalahan yang dialami serta kebutuhan

untuk pelatihan.

Anda mungkin juga menyukai