Oleh kelompok 9:
Saudah 21.88204.02072
Siti Mahfuzah 21.88204.02079
Zahratunnisa HM 21.88204.02096
Kelompok 9
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penerjemahan adalah kegiatan memahami teks dalam suatu bahasa, yang
di sebut sebagai bahasa sumber (BSu) dan menungkapkan pemahaman tentang
bacaan tersebyt ke dalam bahasa lain yang di sebut sebagai (BSa).Hasil dari
penerjemahan tersebut di sebut (TSa) yang sepadan dengan teks sumber
(TSu).
Nida dan Taber (1982: 12) menjelaskan bahwa proses dalam
menerjemahkan merupakan proses reproduksi ulang suatu bahasa sasaran
yang di mungkinkan senatural sama dengan bahasa sumber, baik dalam
halmakna maupun gaya bahasa.
Dalam hal penerjemahan juga tidak hanya mengalihkan atau mereproduksi
ulang suatu teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, melainkan juga
memperhatikan factor lain di luar bahasa. Hal ini di perlukan seorang
penerjemah yang kompeten di bidang terjemahan untuk melakukan proses
penerjemahan dan menghasilkan terjemahan yang baik dan di terima oleh
pembaca bahasa sasaran.
Salah satu aspek yang juga tentunya harus di perhatikan oleh seorang
penerjemah untuk menghasilkan terjemahan yang baik dan di terima adalah
aspek bentuk ekuivalensi dari BSu ke BSa. Ekuivalensi dalam sebuah
penerjemahan merupakan bentuk padanan atau kesetaraan dalam makna yang
terjadi dalam proses penerjemahan. Sangat banyak para ahli menjelaskan
mengenai ekuivalensi ini, namun pada kesempatan kali ini kami pemakalah
akan menguraikan bagaimana ekuivalensi dalam perspektif Eugene Abert
Nida.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ekuivalensi ?
2. Bagaimana Ekuivalensi Menurut Prespektif Eugene Albert Nida ?
3. Bagaimana Tahapan Pencarian Ekuivalensi Menurut Prespektif Eugene
Albert Nida ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Ekuivalensi
2. Mengetahui Ekuivalensi Menurut Prespektif Eugene Albert Nida
3. Mengetahui Dan Memahami Tentang Tahapan Pencarian Ekuivalensi
Menurut Eugene Albert Nida
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ekuivalensi
1
Andi Nur Aulia Edy, “Ekuivalensi Dalam Penerjemahan Komik Tintin Au Congo dan
Tintin Amerique” (Universitas Hasanuddin Makassar, 2022), Hlm 13.
3
Penerjemahan yang mengikuti konsep ekuivalensi formal akan
berupaya menghasilkan beberapa unsur formal [bentuk/form] yang
mencakup tiga hal berikut:
a. Unit-unit sintaksis yaitu :
1) Menerjemahkan isim dengan isim, fi'il dengan fi'il, dst.
2) Menjaga ketepatan ungkapan dan kalimat [maksudnya, tidak
membagi-bagi unit-unit sintaksis dan tidak pula menyusunnya
kembali sesuai bahasa sasaran]
3) Menjaga semua tanda baca yang ada di bahasa sumber.
b. Menjaga penggunaaan kata
c. Makna yang berkaitan dengan konteks BSu.2
Nida juga mengungkapkan bahwa konsep kesepadanan atau
ekuivalensi formal dalam proses penerjemahannya, TSa akan diterjemahkan
sedekat mungkin sesuai dengan struktur kata dari TSu. Dapat disimpulkan
bahwa ekuivalensi formal akan dibuat semirip mungkin sesuai dengan TSu
dan dapat dikatakan terjemahan ini lebih memerhartikan kata demi kata
sehingga bentuk dan makna yang tersampaikan akan tetap sama (Shakernia,
2013: 2).3
2. Ekunvalensi Dinamis
Nida menambahkan istilah dinamis di belakang kata ekuivalensi
sehingga menjadi ekuivalensi dinamis. Hal ini berarti bahwa satu kata dalam
bahasa sumber dapat diungkapkan dalam bahasa sasaran dengan padanan
yang beragam, yang penting ia selaras dengan tuntutan konteksnya.
Padanan itu tidak statis, yaitu satu kata atau frase dalam bahasa
sumber harus berpadanan dengan satu kata atau frase di dalam bahasa
penerima. Kata al-din dalam bahasa Arab, misalnya, dapat saja diartikan
agama, syari'at, hari akhir, dan ketaatan. Kata al-din tidak harus berarti
2
Mohammad Kholison, Panduan Praktis menerjemahkan teks Arab - Indonesia Berbasis
Ekuivalensi (Malang Jawa Timur: Lisan Arabi, 2020), Hlm 35.
3
Edy, “Ekuivalensi Dalam Penerjemahan Komik Tintin Au Congo dan Tintin
Amerique,” Hlm 14.
4
agama saja. Keragaman makna seperti itulah yang dimaksud dengan istilah
dinamis.
5
berbagai tataran bahasa, seperti frasa, klausa, tataran kalimat dan kata.
Analisis pada tataran tataran itu dianggap perlu karena pada
hakekatnya setiap teks dibentuk dari tataran tataran tersebut." Jadi untuk
mendapatkan hasil terjemahan yang baik semua aspek kebahasaannya harus
dianalisis, mulai dari kata, frase, klausa, kalimat, makna semantik, makna
pragmatik dan lain sebagainya.
Selanjutnya yang juga perlu diperhatikan adalah konteks kalimat,
karena bisa saja kata yang sama berbeda artinya bila muncul dalam konteks
yang berbeda.
2. Tahap Transfer
Setelah melakukan analisis pada teks Bsu dan memahami makna
yang terdapat di dalamnya, maka langkah selanjutnya yang perlu dilakukan
penerjermah adalah mengalihkan pesan atau makna yang terdapat dalam
teks BSu ke dalam dengan padanan yang tepat. Tahap transfer adalah proses
pengalihan materi-materi yang sudah Dianalisis dari bahasa sumber ke
dalam bahasa sasaran. Pada tahap ini penerjemah fokus kepada transfer
konten analisis (analisis isi) pada tingkat semi kalimat (quast phrastique)
dimana letak perbedaan atau inhiraf (kesenjangan) antara ke dua bahasa
pada tingkat struktur luar (surface structure).
Biasanya dalam proses pengalihan pesan ini terdapat beberapa
persoalan mendasar yang kiranya perlu diperhatikan oleh penerjemah,
terutama bagi para penerjemah pemula. Diantara persoalan-persoalan
mendasar tersebut adalah sebagai berikut:
a. Too much knowledge of the subject matter (terlalu banyak pengetahuan
tentang topik yang akan dia terjemahkan)
b. Taking translationese for granted (mengambil translationese dengan
begitu saja).
c. Insecurity about one's own language (kerawanan terjebak pada salah satu
bahasa).
d. A desire to preserve the mystery of language (Sebuah keinginan untuk
melestarikan misteri bahasa)
6
e. Ignorance of the nature of translation (Ketidaktahuan sifat terjemahan)
3. Tahap Restrukturasi
Pada tahap ini penerjemah merekonstruksi bentuk dan mengkreasi
teks sedemikian rupa, yang disesuaikan dengan mayoritas pembaca hasil
terjemahan. Penerjemah menyusun teks secara keseluruhan hingga pesan
teks tersebut berterima bagi reseptor. Artinya, Tahap ini harus dilakukan
dengan cara menyusun materi-materi yang telah dialihkan oleh penerjemah,
yang bertujuan untuk menjadikan pesan bahasa sumber bisa diterima secara
keseluruhan oleh masyarakat bahasa sasaran (pembaca hasil terjemahan).
Secara garis besar, proses dan tahapan penerjemahan menurut
pandangan Albert A. Nida bisa diringkas dalam gambar berikut:
A. (Bsu) B. (Bsa)
(Analisis) (Restrukturisasi)
X (Transfer) Y
7
pembaca, gaya bahasa lisan dan tertulis, dialek dan sebagainya. Dalam tahap
ini penerjemah menghasilkan struktur bahasa baru yakni Bsa.4
4
Kholison, Panduan Praktis menerjemahkan teks Arab - Indonesia Berbasis Ekuivalensi,
Hlm 35-40.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
Edy, Andi Nur Aulia. “Ekuivalensi Dalam Penerjemahan Komik Tintin Au Congo
dan Tintin Amerique.” Universitas Hasanuddin Makassar, 2022.
Kholison, Mohammad. Panduan Praktis menerjemahkan teks Arab - Indonesia
Berbasis Ekuivalensi. Malang Jawa Timur: Lisan Arabi, 2020.
10