Anda di halaman 1dari 12

MODUL REHABILITASI PSIKOSOSIAL

Oleh:

Mahasiswa Psikologi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Angkatan 2019

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS EKONOMI ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2022
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kesehatan seperti yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Kesehatan
adalah kunci dari produktifitas manusia. Masyarakat yang sehat akan mengurangi kemiskinan
sehinggah bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ekonomi jangka
panjang. Jika masyarakatnya sehat maka bangsa itu akan kuat.

Menuruh World Health Organization (WHO) kesehatan jiwa tidak hanya sebatas tidak
ditemukannya gangguan jiwa, tetapi juga termasuk didalamnya berbagai macam karakteristik
positif yang bisa memberi gambaran keselarasan dan keseimbangan kejiwaan sehingga dapat
mencerminkan seberapa dewasa pribadi tersebut, keadaan dimana terjadi kemungkinan
perkembangan fisik serta emosional yang optimal dari seseorang, tidak dapat menghindar dan
selalu siap dalam menghadapi tekanan yang akan timbul.

Gangguan jiwa sendiri sekarang diindentifikasi dan ditangani sebagai masalah medis.
Gangguan jiwa sebagai salah satu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress (gejala nyeri)
ataupun disabilitas (kerusakan pada satuan atau lebih pada area fungsi yang memiliki peran
penting) atau bisa juga disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, disabilitas,
nyeri, atau sangat kehilangan kebebasan.

Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seseorang dalam keadaan sehat secara kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku dan sosial sehingga ia bisa memenuhi tanggung jawab, berfungsi
secara secara efektif dilingkungannya dan puas dengan perannya sebagai individu maupun
dalam berhubungan secara interpersonal. Dalam Undang-Undang Kesehatan Jiwa No 18
Tahun 2014 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan jiwa yaitu kesehatan dimana
individu menyadari kemampuannya sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Kesehatan jiwa seseorang dibagi dua kategori yaitu Orang Dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). ODMK merupakan seseorang yang
memiliki permasalahan baik itu fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan,
kualitas hidup sehingga memiliki resiko untuk mengalami gangguan kejiwaan sementara
ODGJ merupakan orang yang memiliki gangguan pada perilakunya, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna,
serta juga bisa menyebabkan penderitaan dan kendala ketika menjalankan fungsi sebagai
manusia.

Menurut Semiun, gangguan jiwa atau yang bisa disebut sebagai psikis fungsional
dikelompokkan menjadi dua, yaitu psikosis organik dan psikosis fungsional. Psikosis organis
yang menjadi penyebabnya adalah kondisi patologi tubuh. Sedangkan untuk psikosis
fungsional yaitu gangguan mental yang berat dan menyertakan semua kepribadian tanpa
adanya kerusakan pada jaringan, stress selama bertahun-tahun dianggap mengakibatkan
gangguan-gangguan psikosis. Psikosis fungsional dibagai menjadi tiga kategori yaitu
gangguan bipolar, gangguan psikotik lainnya dan skizofrenia.

Gangguan mental memberikan beban yang cukup besar pada sistem perawatan
kesehatan dan ekonomi suatu negara, biaya yang ditimbulkan lebih dirasakan oleh individu
yang menderita gangguan mental dan orang yang mereka cintai. Individu dengan gangguan
mental tidak hanya menghadapi penurunan kesejahteraan psikologis secara langsung dari
gangguan mereka, tetapi juga merasakan konsekuensi tidak langsung melalui dampak negatif
tersebut pada karir, hubungan, dan peluang untuk pertumbuhan pribadi mereka.

Pada saat ini perawatan serta dukungan yang tepat untuk orang-rang yang mengalami
gangguan jiwa sangat dibutuhkan, sehingga mereka bisa sembuh dari penyakitnya dan bisa
menjalani kehidupan yang lebih produktif lagi. Pemulihan adalah sebuah proses dimana
seseorang bisa hidup, belajar, bekerja, serta berpartisipasi penuh dalam komunitasnya.
Rahabilitasi merupakan berbagai kegiatan dalam bentuk aktifitas fisik, penyesuaian
psikososial serta latihan vocational untuk mempersiapkan diri serta memperoleh fungsi dan
penyesuaian diri secara maksimal. Rehabilitasi gangguan jiwa adalah penggabungan dari
edukasi, okupasi, pelayanan sosial, perilaku serta kognitif yang memiliki tujuan untuk
pemulihan jangkan panjang dan agar bisa dimaksimalkan kecukupan diri.
Pertemuan I (Terapi Asertif)

Durasi : 60 menit

A. Pembukaan
Terapi arsetif merupakan kegiatan untuk melatih dan mengajarkan individu
mengenai cara mengekspresikan perasaan positif dan negatif secara terbuka dan
langsung. Hal ini menjadi penting karena seorang individu memiliki hak untuk
mengekspresikan perasaannya secara terbuka. Awal kegiatan pemateri akan
memberikan pengarahan kepada pasien dan selanjutnya akan dilanjutkan dengan
kegiatan roleplay. Kegiatan bersifat kelompok sehingga cerita yang dibuat sesuai
dengan pemahaman pasien.
B. Tujuan : Melatih kemampuan berinteraksi sosial dan mengungkapkan
perasaan tanpa menyakiti orang lain dengan bahasa yang baik (secara positif)
C. Alat dan Bahan :
1. Cerita
2. Ruangan
3. Sound system

Prosedur :

1. Fasilitator membuka kegiatan dengan semangat.


2. Fasilitator memperkenalkan diri dan memberikan kesempatan kepada
beberapa pasien untuk memperkenalkan dirinya dan sedikit membagi cerita
yang ia alami.
3. Fasilitator menyampaikan materi tentang asertivitas.
4. Fasilitator membuat beberapa kelompok kepada pasien.
5. Fasilitator membacakan cerita dan menyuruh satu kelompok untuk
memperagakan cerita dari yang telah disampaikan tadi, dan begitu bergantian
dengan kelompok lainnya.
6. Fasilitator memberikan konklusi untuk penguatan pada pasien. Hal ini
diharapkan agar pasien memahami bagaimana caranya berinteraksi dengan
lingkungan, menggunakan kata-kata yang baik, dan mengungkapkan ekspresi
perasaannya dengan baik.
Pertemuan II (Terapi Mengelolah Emosi)

Durasi : 1 Jam (60 Menit)

A. Pembukaan
Materi ini merupakan materi pembuka dalam program “melatih kemampuan
mengelolah emosi” yang bertujuan untuk memberikan pengarahan awal kepada
pasien sebelum kegiatan dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar pasien dapat
memahami rangkaian program “melatih kemampuan mengelolah emosi” dan
menyepakati tentang hal-hal yang akan dicapai setelah program dilakukan. pasien
diharapkan dapat membuat kesepakatan bersama untuk mengikuti program secara
sungguh-sungguh sehingga pesien berkomitmen untuk serius mengikuti program ini.
Selain itu, Pasien juga saling kenal antar sesama pasien serta antara pasien dengan
mahasiswa, serta antara pasien dengan psikolog. Metode yang digunakan pada sesi ini
berupa game/permainan atau ice breaking, perkenalan serta kontrak awal.

Tujuan :

1. Saling mengenal antara sesama peserta dan antara pasien dengan mahasiswa.
2. Pasien memperoleh gambaran mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan.
3. Pasien memiliki semangat untuk mengikuti kegiatan dan nantinya
berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
4. Pasien mampu memahami manfaat yang didapatkan setelah mendapatkan
program “mengelolah emosi”.
5. Program ini memiliki kontrak yang jelas yang akan dilaksanakan selama
program berlangsung.
6. Suasana awal dibangun secara akrab sehingga memudahkan Mahasiswa untuk
menyampaikan materi selanjutnya.

Alat dan bahan : sound system

Prosedur :

1. Mahasiswa membuka pertemuan pertama ini dengan sapaan semangat.


2. Mahasiswa memperkenalkan dirinya, serta memberikan kesempatan pada
pasien untuk memperkenalkan dirinya sendiri dengan cara maju ke depan.
3. Mahasiswa menjelaskan berbagai hal mengenai program yang akan
dilaksanakan, yaitu mengenai tujuan dilakukannya program tersebut, metode
yang digunakan, materi yang akan diberikan dan manfaat program untuk
pasien.
4. Mahasiswa mengajak pasien untuk membuat kesepakatan kontrak program
yang akan dilaksanakan (mengikuti seluruh sesi dalam program dan menjadi
peserta aktif yaitu melakukan ketika diminta dan menjawab ketika ditanya).
5. Mahasiswa menutup sesi pertama ini dengan memberikan motivasi semangat
dan mengajak pasien untuk berteriak sekeras mungkin untuk semangat luar
biasa mereka.

D. Materi I : Melatih Kemampuan Mengelolah Emosi

Waktu : 20 Menit

Materi ini merupakan materi yang membahas secara singkat mengenai apa itu
emosi,penyebab emosi, jenis emosi dan cara mengelolah emosi. Sesi ini dimulai
dengan Tanya jawab bersama pasien dan memberikan materi pengantar dari
kesimpulan jawaban pasien.

Tujuan :

1. Pasien dapat memperoleh informasi lebih mengenai emosi.


2. Pasien lebih memahami cara mengelolah emosi setelah mendengarkan
penjelasan singkat dari psikolog atau mahasiswa.

Alat dan Bahan : Sound system

Prosedur:

1. Psikolog atau mahasiswa melakukan tanya jawab kepada pasien mengenai apa
itu emosi, penyebab, jenis dan cara mengelolah emosi.
E. Materi II : Menulis pengalaman dan mengungkapkan perasaan atau pengalaman
yang berkesan dihati yang sampai saat ini berkesan (sulit terlupakan)
Waktu : 20 Menit

Materi ini merupakan materi untuk menuliskan dan mengungkapkan segala


perasaaan atau pengalaman yang berkesan atau yang dirasakan oleh pasien. Pasien
juga diharapkan memiliki motivasi diri agar lebih semangat dalam menghadapi
kehidupan selanjutnya.

Tujuan :

1. Pasien dapat mengenali diri sendiri.


2. Peserta dapat menuliskan dan mengungkapkan perasaan serta motivasi diri
dan memberikan kepercayaan bahwa suatu hari nanti lebih baik dari
sebelumnya.

Alat dan Bahan : Kertas Hvs dan Pensil

Prosedur :

1. Mahasiswa membagikan kertas dan pensil yang digunakan peserta untuk


menulis.
2. Mahasiswa memberikan instruksi untuk menulis (apa yang harus mereka
tuliskan).
3. Pasien membacakan hasil tulisannya.
4. Sesi materi terakhir ditutup dengan pemberian motivasi dari mahasiswa untuk
pasien.
5. Fasilitator memberikan konklusi untuk penguatan pada pasien. Dapat berupa
menanyakan kembali materi yang telah diberikan secara singat mengenai
penegrtian emosi,penyebab emosi, jenis emosi dan cara mengelolah emosi
serta pada pertemuan ini diharapkan pasien dapat mengelolah emosi dan dapat
mengungkapkan perasaan atau pengalaman yang berkesan yang dirasakan
nya.
Pertemuan III (Terapi Supportif dengan Teknik Ressurance)

Waktu : 60 menit

A. Pembukaan
Terapi suportif merupakan psikoterapi yang ditujukan untuk klien baik secara
individu maupun secara kelompok yang ingin mengevaluasi diri, melihat kembali cara
menjalani hidup, mengeksplorasi pilihan-pilihan yang tersedia bagi individu maupun
kelompok dan bertanya kepada diri sendiri hal yang diingini di masa depan. Secara
umum, terapis tidak meminta klien untuk berubah, melainkan terapis bertindak
sebagai pendamping yang memungkinkan klien untuk merefleksikan situasi
kehidupan mereka dalam lingkungan di mana mereka diterima. Terapi suportif
dilakukan dengan beberapa pendekatan psikoterapi yaitu psikoterapi yang
mengintergrasikan psikodinamika, kognitif-perilaku dan interpersonal yang model
konseptual dan teknik.
Dalam terapi suportif terapis terlibat dalam hubungan penuh emosional
(empati), mendorong, dan mendukung terutama dalam hubungan interpersonal. Selain
itu, kepercayaan klien pada terapis dapat mempengaruhi hasil dari intervensi. Adapun
bentuk hubungan dalam terapi suportif adalah rasa saling percaya antara terapis
dengan klien begitu pula sebaliknya.
Dalam terapi suportif ini menggunakan teknik yang mana dalam tahap ini
terapis akan membuat pasien yakin bahwa pasien sedang berada dalam kondisi baik
dan memiliki harapan. Selain itu, pasien akan diyakikan bahwa ada orang-orang yang
sadar dan mengerti keadaanya, sehingga dapat dikatakan pada tahap ini terapis
menghibur pasien dan menguatkan pasien agar tidak menghukum dirinya sendiri.
Tahap reassurance ini dilakukan lebih direktif yaitu dengan memperlihatkan bahwa
pada kenyataannya perasaan dan pikiran tidak beralasan dan betapa tidak adilnya
apabila pasien menghukum dirinya sendiri secara terus menerus menggunakan
metode menonton film pendek.

Tujuan :

1. Membantu klien agar dapat berfungsi lebih baik dengan memberikan


dukungan secara pribadi.
2. Memperkuat fungsi psikologis yang sehat dan pola perilaku yang adaptif pada
klien.
3. Mengurangi konflik intra psikis yang menghasilkan gejala gangguan mental,
dan manajemen emosi negatif.
4. Memperkuat kemampuan klien untuk mengatasi stres melalui beberapa
kegiatan utama, termasuk mendengarkan dan mendorong ekspresi pikiran dan
perasaan, membantu individu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
tentang situasi dan alternatif mereka, membantu individu untuk meningkatan
harga diri dan ketahanannya serta bekerja untuk memenuhi harapannya.
5. Memahami perasaan putus asa atau rasa marah klien, mempertahankan
kepercayaan dalam kemampuan klien untuk pulih. Terapi suportif dapat
mengarah pada peningkatan adaptasi, fungsi interpersonal, kestabilan emosi,
ketahanan dalam mengatasi masalah, dan meningkatkan harga diri.

Alat dan Bahan :

LCD, laptop, sound system, kertas, dan alat tulis.

Prosedur :

1. Fasilitator membuka kegiatan dan ice breaking.


2. Fasilitator menayangkan film yang berisikan motivasi hidup.
3. Fasilitator membagikan kertas yang digunakan peserta untuk menuliskan
harapan di pohon harapan.
4. Ditutup dengan pemberian motivasi dari fasilitator untuk peserta meraih
harapan yang sudah dibuatnya.
5. Fasilitator memberikan konklusi mengenai harapan dan motivasi untuk
penguatan pada pasien.
Pertemuan IV (Terapi Perilaku Kognitif)

Waktu : 30-60 menit

A. Pembukaan
Terapi perilaku kognitif memiliki fokus untuk mengolah cara berpikir,
kepercayaan dan perilaku seseorang yang dapat mempengaruhi perasan dan
tindakannya. Pada terapi perilaku kognitif ini dapat digunakan untuk melatih
kemampuan berfikir realistis yang dapat mengatasi waham yang dimiliki pasien.
Terapi ini bertujuan menggali pikiran-pikiran yang non realistis, respon emosional
atau perilaku yang salah dan menggantikannya ke arah yang lebi realistis dan positif.
Terapi perilaku positif yang akan dilakukan dengan beberapa potongan gambar yang
nantinya akan disusun membentuk suatu cerita.

Tujuan : Untuk melatih kemampuan realistis.

Alat dan Bahan : Potongan gambar, kertas, pensil

Prosedur :

1. Kegiatan bersifat kelompok.


2. Fasilitator membagikan potongan kertas di setiap kelompok.
3. Pasien menyusun kertas menjadi sebuah cerita.
4. Pasien menulis cerita yang sudah tersusun.
5. Perwakilan kelompok maju untuk menceritakan cerita yang sudah tersusun
dan dikaitkan denga napa yang di yakini dalam dirinya saat ini.
6. Fasilitator memberikan konklusi untuk penguatan pada pasien seperti dengan
melakukan kegiatan positif dapat dan menggali pemikiran yang non realistis
dan mengalihkan perilaku emosi serta mengatasi waham yang dimiliki pasien.
Pertemuan V (Terapi Perilaku Kognitif dan Kepercayaan Diri)

Waktu : 30-60 menit

A. Pembukaan
Terapi perilaku kognitif dan kepercayaan diri ini memiliki focus untuk
mengolah cara berpikir, kepercayaan dan perilaku seseorang yang dapat
mempengaruhi perasan dan tindakannya. Pada terapi ini dapat digunakan untuk
melatih kemampuan berfikir dan mencari solusi atau cara yang dapat mengatasi
waham yang dimiliki pasien. Terapi ini bertujuan menggali pikiran-pikiran yang atau
suatu ide kemampuan pada diri seseorang yang dimiliki, kemudain merespon
emosional atau perilaku yang yang seharusnya dikeluarkan atau dilakukan oleh
seseorang. Yang tentunya pada terapi ini dapat menimbulkan suatu tindakan atau
perilaku positif yang akan dilakukan dengan bakat atau kemapuan potensi pada diri
seseorang tersalurkan.

Tujuan :

Untuk melatih kemampuan atau bakat yang mungkin terpendam pada diri
seseorang agar menjadikan dia lebih percaya diri dengan kemampuan atau bakat yang
dia miliki.

Alat dan Bahan : Menyesuaikan

Prosedur :

1. Kegiatan bersifat individu atau kelompok.


2. Pasien memilih menjukan bakatnya individu atau berkelompok.
3. Fasilitator menyediakan tempat dan alat yang dibutuhkan pasien.
4. Psien menuliskan terlebih dahulu kelebihannya minimal 2
5. Kemudian di urutkannya mana yang paling menonjol dan kurang menonjol
6. Menampikan kelebihannya atau keterampilan bakatnya.
7. Fasilitator memberikan konklusi untuk penguatan pada pasien seperti
pentingnya mengenal diri sendiri mengenai kemampuan dan bakat yang
dimiliki serta berusaha untuk menjukan kemampuannya dengan penuh percaya
diri. Disamping itu dengan kita mengetahui kemampuan bakat pada diri
sendiri kita dapat menghindari hal-hal yang negative seperti fikiran-fikiran
yang tidak baik.

Anda mungkin juga menyukai