Anda di halaman 1dari 75

1

Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Skenario :
Skenario 2 — Bisul di Samping Gigi

Tanggal diskusi :
DK 1 : Senin, 13 Februari 2023
DK 2 : Kamis, 16 Februari 2023

Jabaran Skenario
Pasien Perempuan usia 24 tahun datang ke RSKGM FKG UI dengan keluhan gigi bawah
kanan berlubang besar, sering terselip makanan dan terdapat bisul pada gusi area gigi
tersebut. Gigi pernah sakit berdenyut hingga ditambal sementara di klinik, namun saat ini
gigi sedang tidak terasa sakit. Pasien mengatakan banyak mengunyah pada sisi kiri karena
terkadang nyeri bila mengunyah di regio kanan Pada pemeriksaan ekstraoral ditemukan
wajah pasien simetris dan kelenjar submandibula tidak teraba dan tidak sakit. Pada
pemeriksaan intraoral skor OHIS pasien 1,8 (sedang), hubungan rahang pasien ortognati.
Pada gigi 46 terdapat karies sisi disto-oklusal, goyang derajat 2, tes vitalitas (-) perkusi dan
palpasi (+), fistula (+). Pemeriksaan radiografi menunjukkan lamina dura putus, ruang
periodonsium melebar, radiolusensi berbatas tidak jelas di periapeks gigi 46.
Gambaran klinis dan radiografis :

2
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Istilah Asing
Fistula

Capaian Pembelajaran
1. Gambaran anatomi dan histologi pulpo-periapikal kompleks.
2. Etiologi, imunologi dan histopatogenesis penyakit pulpa-periapeks sesuai dengan
klasifikasi menurut Grossman, AAE dan ICD10 pada gigi permanen.
3. Prosedur pemeriksaan secara holistik (keadaan umum, ekstraoral, dan intraoral);
pemeriksaan subjektif, objektif dan radiografik.
4. Diagnosis dan diagnosis banding penyakit pulpa periapeks pada gigi permanen
(Grossman, AAE dan ICD10) berdasarkan pemeriksaan.
5. Rencana perawatan dan prosedur perawatan saluran akar non-vital gigi permanen.
6. Prosedur perawatan saluran akar mulai dari isolasi daerah kerja, alat, bahan irigasi.
dan medikamen saluran akar, preparasi akses, pengukuran panjang kerja, preparasi
saluran akar sesuai dengan jenis alat yang digunakan.
7. Prosedur pengisian saluran akar mulai dari metode pengisian, material pengisi
saluran akar dan alat yang digunakan untuk pengisian saluran akar.
8. Proses penyembuhan pada jaringan pulpo-periapeks sesuai zona penyembuhan.
9. Hasil evaluasi perawatan saluran akar.

Identifikasi Masalah
1. Identitas pasien : perempuan usia 24 tahun
2. Keluhan :
a. Bisul pada gusi gigi RA kiri belakang, tidak nyeri,
b. Pernah ditambal 1 bulan yang lalu, lalu lepas sebagian,
c. Banyak mengunyah di sisi kanan karena nyeri di regio kiri
3. Pemeriksaan ekstraoral : wajah pasien simetris dan kelenjar submandibula tidak
teraba dan tidak sakit
4. Pemeriksaan intraoral :
a. Skor OHIS pasien 1,8 (sedang)
b. Hubungan rahang pasien ortognati
c. Gigi 46 hilang, gigi 14 sisa akar
5. Pemeriksaan radiografi : lamina dura putus, membran periodontal melebar,
radiolusensi berbatas tidak jelas di apeks gigi 26

Prior Knowledge
1. Fistula merupakan rongga atau saluran abnormal di sekitar gigi hingga ke dalam gigi
yang diakibatkan gigi berlubang atau peradangan gigi
2. Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisasi pada
daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal yang paling umum ditemui
adalah abses yang disebabkan oleh infeksi bakteri.

3
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Mind Map

Learning Issues
1. Anatomi dan Histologi Pulpa Periapikal
a. Ligamen Periodontal
b. Sementum
c. Tulang Alveolar
2. Penyakit Periapeks
a. Etiologi
b. Patogenesis
c. Histopathogenesis
d. Imunopatogenesis
e. Gambaran Radiografi (Recall)
3. Pemeriksaan Holistik (Keadaan Umum, Ekstraoral, Intraoral)
a. Subjektif,
b. Objektif Dan
c. Radiografis
4. Klasifikasi, Diagnosis, Diagnosis Banding Penyakit Periapeks Gigi Permanen
a. Grossman
b. AAE
c. ICD 10
5. Rencana & Prosedur Perawatan Saluran Akar Non Vital Pada Gigi Permanen
6. Teknik & Bahan Anestesi Lokal Perawatan Saluran Akar Vital Gigi Permanen
7. Mekanisme Penyembuhan Penyakit Pulpa Periapeks

Hasil Belajar Mandiri


1. Anatomi dan Histologi Pulpa Periapikal
a. Ligamen Periodontal
■ Ligamen periodontal merupakan jaringan ikat fibrosa padat yang
menempati ruang antara sementum dan tulang alveolar.

4
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

■ PDL mengelilingi servikal dan akar gigi, berlanjut ke pulpa dan gingiva
■ Merupakan jaringan ikat fibroblas padat
■ Menghubungkan sementum dan tulang alveolar
■ Merupakan kumpulan serat kolagen yang tersusun khusus untuk
berfungsi :
1. Mendukung gigi di soket
2. Meningkatkan kekuatan oklusi
3. Mencegah penularan ke tulang di sekitarnya apabila infeksi
4. Melindungi alveolar soket dari cedera
■ PDL utamanya terdiri dari kolagen sehingga tampak sebagai ruang
radiolusen antara akar gigi dan lamina dura
■ Ruang radiolusen dimulai dari puncak alveolar, meluas ke sekitar
bagian akar gigi dan kembali ke puncak alveolar pada sisi yang
berlawanan dari gigi

b. Sementum
■ Sementum merupakan bone-like calcified tissue yang menutupi akar
gigi, warnanya sedikit kuning berfungsi untuk melapisi akar gigi
■ Terbentuk dari sel mesenkim dari dental folikel yang berdiferensiasi
jadi sementoblas; cementoblast → cementoid → cementum aseluler
dan seluler. Sementoid menghasilkan 2 jenis sementum :
1. Sementum aselular
2. Sementum selular
■ Sementoblas menyimpan matrix yang bernama sementoid
■ Dapat dibedakan dari email dengan kurangnya kilau dan lebih gelap.
■ Ketebalan sementum :
1. 20–50 μm di CEJ
2. 20–150 μm di sepertiga apikal akar
■ Komposisi :
1. Sekitar 45% to 50% inorganic material (hydroxyapatite) by wt
2. Sekitar 50% to 55% organic matter by wt
3. Air

5
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

■ Fungsi :
1. Fungsi perbaikan
Fraktur dan resorpsi akar biasanya diperbaiki dengan
sementum. Penutupan akar yang belum matang dengan
prosedur apeksifikasi dilakukan melalui deposisi cementum or
cementum-like tissue.
2. Fungsi pelindung
Sementum lebih tahan terhadap resorpsi daripada tulang,
mungkin karena sifat avaskularisasi.
3. Fungsi lain
Pemeliharaan lebar periodontal melalui deposisi sementum
secara terus menerus. Penutupan foramen accessory dan
foramen apikal setelah terapi saluran akar.
■ Macam :
Sementum seluler Sementum aseluler

Melapisi ⅓ apikal akar Melapisi ⅓ servikal akar

Mengandung sel Tidak mengandung sel

Terbentuk setelah gigi mencapai Terbentuk sebelum gigi


bidang oklusal mencapai bidang oklusal

Mengandung sharpey’s fiber Banyak mengandung sharpey’s


lebih sedikit dari aseluler fiber.

Fungsi utama untuk adaptasi Fungsi utama untuk perlekatan

■ Histologi

6
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Karena sementum bersifat avaskular, nutrisi datang dari PDL


Seiring lapisan inkremental/tambahan sementum didepositkan, PDL
dapat tergeser lebih jauh. Akibatnya, beberapa sementosit dapat mati
dan mungkin menyisakan lakuna yang kosong

Biasanya tidak terlihat secara radiografis karena kurangnya


perbedaan radiographic contrast antara sementum dan dentin
c. Tulang Alveolar
■ Terdiri dari osteosit, osteoblast, dan osteoclast
■ Terdiri dari 2 plates of compact bone, yaitu alveolar bone proper dan
supporting alveolar bone, yang dipisahkan oleh spongy bone
(space-nya terisi sumsum). Di beberapa area, tidak ada tulang spons.
■ Jenis :
1. Tulang Alveolar
Sumsum tulang tampak radiolusen
Dipisahkan trabekular yang radiopak seperti sarang lebah
2. Alveolar Crest

Puncak tulang rahang yang berada di antara gigi geligi


Gingival margin dari prosesus alveolar yang memanjang di
antara gigi terlihat pada radiografi sebagai garis radiopak
Ketinggian puncak terletak pada tingkat sekitar 1 sampai 1,5
mm di bawah tingkat cementoenamel junctions (CEJs) dari
gigi yang berdekatan. Di antara gigi anterior, puncak alveolar
biasanya runcing dan memiliki korteks yang padat

7
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

■ Tipe :
1. Alveolar Bone Proper
Tulang yang melapisi soket alveolar menjadi tempat akar gigi
Nama lain :
a. Cribriform plate → memiliki banyak foramen yang
mengandung banyak pembuluh darah dan saraf untuk
gigi, PDL, dan tulang
b. Lamina dura → pada radiograf
2. Supporting Alveolar Bone
a. Merupakan tulang spons (cancellous) yang terdiri dari
lamellated bone yang tersusun dalam cabang-cabang
yang disebut trabekula → terdapat medullary space
berisi sumsum (radiolusen pada radiograf)
b. Dilapisi oleh 2 outer tables tulang kompak → vestibular
dan lingual/palatal
c. Terletak di bawah lapisan alveolar bone proper

2. Penyakit Periapeks
a. Etiologi
■ Mikroorganisme
1. Penyebab inflamasi yang paling signifikan
2. Mikroorganisme pada karies gigi = sumber utama iritasi pulpa
3. Karies dentin dan email mengandung banyak spesies bakteri
seperti Streptococcus mutans, Lactobacilli, dan Actinomyces.
4. Mikroorganisme menghasilkan toksin, menembus ke pulpa
5. Sebagai respons terhadap keberadaan mikroorganisme pulpa
diinfiltrasi secara lokal (di dasar tubulus yang terlibat dalam
karies), terutama oleh sel inflamasi kronis seperti makrofag,
limfosit, dan sel plasma.
6. Paparan mikroorganisme pada rongga mulut dan karies →
pulpa mengandung bakteri → pulpa gigi biasanya tidak dapat
menghilangkan iritasi, hanya dapat melakukan pertahanan
sementara menghambat penyebaran infeksi dan kerusakan
jaringan.
7. Iritasi berlanjut → kerusakan meluas dan menyebar ke pulpa.
8. Selanjutnya, bakteri dan iritan lain dari pulpa nekrotik akan
berdifusi dari kanal periapikal, menghasilkan perkembangan
lesi inflamasi.
■ Mekanik
1. Preparasi kavitas yang dalam, trauma impak, trauma oklusal,
kuretase periodontal yang dalam, dan pergerakan gigi secara
ortodontik

8
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

2. Jaringan periradikular dapat teriritasi dan meradang secara


mekanis diakibatkan trauma benturan, hiperoklusi, prosedur
endodontik, ekstirpasi pulpa, instrumentasi saluran akar yang
berlebihan, perforasi akar, dan perpanjangan bahan pengisi
saluran akar yang berlebihan.
3. Iritasi mekanis dapat terjadi selama preparasi saluran akar.
4. Penentuan saluran yang tidak akurat biasanya akan menjadi
penyebab overinstrumentasi dan peradangan berikutnya.
5. Selain itu, kurangnya apikal yang memadai bentuk resistensi
yang dibuat selama pembersihan dan pembentukan →
menyebabkan perluasan bahan pengisi yang berlebihan ke
dalam jaringan periapikal → menyebabkan kerusakan
■ Kimia
1. Iritasi kimia pulpa meliputi berbagai bahan pembersih,
sterilisasi, dan desensitisasi dentin, serta beberapa zat yang
ada dalam bahan restorasi sementara dan permanen dan
pelapis kavitas.
2. Agen antibakteri, seperti silver nitrate, fenol dengan/tanpa
kampor, dan eugenol telah digunakan dalam upaya untuk
"mensterilkan" dentin setelah preparasi kavitas, sifat
sitotoksisitasnya dapat menyebabkan perubahan inflamasi
pada pulpa gigi yang mendasarinya.
3. Agen iritasi lainnya
a. Pembersih kavitas (alcohol, chloroform, H2O2)
b. Bahan kimia yang ada dalam desensitizer
b. Patogenesis
■ Penyakit Pulpoperiapikal
1. Lesi pulpoperiapikal → lesi yang disebabkan oleh pulpa yang
terinfeksi atau nekrosis
2. Inflamasi membran periapikal disekeliling apeks gigi biasanya
disebabkan oleh penyebaran infeksi setelah kematian pulpa
3. Penyakit pulpa = penyebab penyakit jaringan periradicular
4. Karena adanya hubungan antara pulpa dan jaringan
periradicular, inflamasi pulpa menyebabkan inflamasi juga
pada PDL bahkan sebelum pulpa seluruhnya nekrosis.
5. Bakteri dan toxinnya, agen imun, debri jaringan, dan produk
jaringan nekrosis dari pulpa sampai ke area periradikular
melalui beberapa foramina kanal akar dan berkembang
menjadi reaksi imun dan inflamasi
6. Neoplastic disorder, kondisi periodontal, faktor perkembangan
dan trauma dapat menyebabkan penyakit periradicular

9
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

■ Periapical Pathosis
1. Nekrosis pulpa → perubahan patologis jar. Periradicular
2. Jaringan periradicular memiliki :
a. banyak undifferentiated cell → inflamasi dan pemulihan
b. suplai darah kolateral dan sistem drainase limfatik
3. Interaksi antara iritan yang berasal dari canal space dan host
defense → aktivasi reaksi protektif, reaksi ini juga berkaitan
dengan resorpsi tulang periradicular
4. Resorpsi tulang → memisahkan iritan dan tulang, mencegah
osteomyelitis
5. Penyakit periradicular → slight inflammation - extensive tissue
destruction
6. Reaksinya kompleks → dimediasi mediator inflamasi non
specific dan reaksi imun specific
7. Mediator non-spesifik :
a. neuropeptide
b. fibrinolytic peptides
c. kinins
d. complement fragments
e. vasoactive amines
f. lysosomal enzymes
g. arachidonic acid metabolites
h. berbagai sitokin
8. Mediator spesifik :
a. Potential antigen, IgE, sel mast

10
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

b. Antibodi spesifik
c. Sel immunocompetent (APC)
d. Makrofag
e. Leukosit PMN
f. Sel B dan T

c. Histopathogenesis

11
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

d. Imunopatogenesis
■ Jaringan periapikal memiliki banyak sumber sel yang berpartisipasi
dalam proses inflamasi dan repair, serta memiliki banyak suplai darah
dan sistem drainase limfatik.
■ Reaksi inflamasi merupakan interaksi antara :
1. Iritan (toksin bakteri, debris jaringan, immunologic agents, dan
produk dari nekrosis jaringan), dan
2. Host defense
■ Sehingga :
1. Memicu terjadinya reaksi imunologi & inflamasi
2. Salah satu bentuknya adalah resorpsi tulang untuk membatasi
irritant dengan tulang agar tidak menjadi osteomyelitis
■ Tingkat inflamasi dan kerusakan jaringan tergantung kepada tingkat
iritasi, durasi, dan respon host. Inflamasi pada periapikal diregulasi
oleh :
1. Non-specific mediators

a. Kerusakan pembuluh darah di PDL mengaktivasi


faktor koagulasi (Hageman Factors)
b. Hageman factor berkontak dengan kolagen (pada
basement membrane), enzim, atau endotoxin
c. Hageman factor mengaktivasi mekanisme pembekuan
(clotting cascade) dan sistem fibrinolitik
d. Sistem ini menghasilkan fibrin degradation products
yang berperan dalam proses inflamasi
e. Trauma saat PSA dapat mengaktivasi sistem kinin
f. Cidera fisik maupun kimia memicu pelepasan
vasoactive amines (histamin)

12
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

g. Histamin bersifat kemotaktik ( dapat stimulasi migrasi


leukosit dan makrofag) → terjadi reaksi inflamasi
h. Lysosomal enzim menyebabkan terbelahnya C5 dan
terbentuknya C5a (komponen kemotaktik kuat
2. Specific immune reactions
■ Reaksi Inflamasi
1. Antigen terakumulasi saat nekrosis pulpa
2. Adanya antigen di saluran akar tersebut, IgE, dan sel mast
pada penyakit periapikal menyebabkan Type I Immunologic
Reaction
3. Dalam penyakit periapikal, kehadiran sel-sel Immunoglobulin,
APC, PMN, makrofag, Sel T dan B memicu terjadinya reaksi
imunologi tipe II - IV dapat menginisiasi, memperkuat, atau
memperpanjang inflamasi lesi periapikal.

e. Gambaran Radiografi
Menilai Lesi Periapikal dari Radiografi

Nilai utama radiografis dalam mendiagnosis endodontik → kesehatan


jaringan periapikal. Inflamasi menyebabkan resorprsi tulang dan
terbentuknya radiolusensi (lesi) di sekitar apeks.
Karakteristik lesi periapikal dari endodontik :
1. Tidak terdapat lamina dura di apikal
2. Radiolusensi pada radiograf membuat sudut kerucut yang berbeda
3. Gigi menunjukkan kerusakan yang menyebabkan nekrosis pulpa
Apabila terdapat radiolusensi pada apikal gigi yang masih vital, itu berarti
bukan lesi yang berasal dari endodontik (struktur normal atau pathosis non
endodontik)

Perubahan Radiografi di Daerah Apikal


● Penyebaran Radang Lanjut (Abses Apikalis Kronis) - gbr. D
Resorpsi dan destruksi tulang alveolar yang luas di daerah apikal
Batas diffuse, ill defined
Tepi dapat radiolusen dapat radiopak
Apabila lebih dari ⅓ apikal akar = abses dentoalveolar

13
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Peradangan Kronis Lama (Granuloma, Kista Periapikal) - gbr. E


Granuloma → jaringan berisi sel inflamasi; sklerotik
Kista → sel epitel berisi cairan; terkortikasi
Radiolusensi membulat yang berbatas jelas di daerah apikal,
dikelilingi garis radiopak
● Inflamasi Ringan Kronis (Sclerosing / Condensing Osteitis) - gbr. F
Destruksi tulang minimal, tetapi terlihat reaksi pertahanan tubuh
berupa bertambah padatnya jaringan tulang di daerah apikal
Terbentuk jaringan tulang sklerotik di daerah apikal

3. Pemeriksaan Holistik (Keadaan Umum, Ekstraoral, Intraoral)


a. Subjektif
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada
pasien. Tujuan dari pemeriksaan subjektif antara lain menghindari terjadinya
proses tindakan yang tidak relevan dengan kondisi pasien.
Sifat pertanyaan:
■ Bahasa jelas, sederhana ,dan mudah dipahami.
■ Pertanyaan berupa keluhan, dan faktor-faktor yang berkaitan
Pengambilan anamnesis:
■ Chief complaint (keluhan utama)
■ Present illness (waktu, penyebab timbul penyakit, jenis sakit)
■ Past history (past dental history dan past medical history)
■ Family history (diagnosis penyakit turunan)
■ Personal & social status (kebiasaan buruk, akses faskes)
b. Objektif
■ Intraoral
1. Soft Tissue Examination
Adanya kelainan pada warna dan teksturnya. Pemeriksaan
dilakukan menyeluruh secara visual, probing, dan digital pada
bibir, mukosa oral, lidah, jar. periodontium, palatum, dan otot -
otot mastikasi.

14
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

2. Intraoral Swelling

Dilihat dan dipalpasi apakah pembengkakan menyebar (difus)


atau terlokalisasi, apakah tekstur jaringannya keras atau
berfluktuasi. Biasanya terjadi di attached gingiva, alveolar
mucosa, mucobuccal fold, palatum, atau jaringan sublingual
3. Intraoral Sinus Tract
Infeksi endodontik kronis akan mengalir melalui jalur intraoral
ke permukaan gingiva. Kadang-kadang dilapisi dengan epitel,
meluas langsung dari sumber infeksi ke permukaan (stoma)
pada attached gingiva = fistula. Sinus tract dapat dideteksi
dengan menyisipkan stoma dengan gutta-percha point untuk
menemukan sumber infeksi.
4. Tes Palpasi

Dilakukan dengan ujung jari, menggunakan tekanan ringan


untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit.
Respon positif terhadap palpasi dapat mengindikasikan
periradikular aktif dalam proses inflamasi apakah proses
inflamasi berasal dari endodontik atau periodontal Tes ini tidak
dapat menunjukkan apakah peradangan berasal dari masalah
endodontik atau periodontal
5. Perkusi
Mengetuk permukaan insisal atau oklusal gigi dengan jari atau
instrumen tumpul. Mengindikasi ada atau tidaknya inflamasi
periradikular (jika respon +) → mengevaluasi status jaringan
periodontal di sekitar gigi. Pengujian awal dilakukan dengan
lembut, dengan tekanan ringan (dengan ketukan jari)

15
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

6. Mobilitas Gigi

Mengindikasikan adanya kerusakan periodontal.


Mobilitas gigi menandakan berkurangnya integritas PDL atau
meluasnya inflamasi PDL. Cara :
i. Tekanan jari sederhana atau menggunakan ujung dari
pegangan kaca mulut, satu pada aspek bukal dan satu
pada aspek lingual.
ii. Tekanan diterapkan dalam arah fasial dan lingual gigi
serta dalam arah vertikal dan mobilisasi gigi.
iii. Mobilitas yang melebih +1 harus dianggap abnormal.
iv. Gigi dievaluasi berdasarkan pergerakan terhadap gigi
yang berdekatan dan kontralateral
7. Pemeriksaan Periodontal

Menentukan kedalaman sulkus gingiva (jarak di antara free


gingival margin dengan permukaan gigi) atau kedalaman
poket periodontal. Kedalaman poket periodontal merupakan
indikasi dari dalamnya sulkus gingiva, yang sesuai untuk jarak
antara ketinggian free gingival margin dan tinggi attachment
apparatus di bawahnya.
Menggunakan probe untuk memeriksa kedalaman poket pada
bagian mesial, tengah, distal pada aspek bukal dan lingual.
c. Ekstraoral
■ Observasi (Pemeriksaan Visual)
1. Apakah ada pembengkakan atau perubahan warna, seperti
pembengkakan di rahang bawah daerah submandibular atau
mandibular. Selain itu perhatikan juga apakah ada
pembengkakan kelenjar limfe.

16
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

a. Dapat dilihat dari penampilan luar, tone warna kulit,


kesimetrisan wajah, pembengkakan, diskolorasi,
kemerahan, luka ekstraoral atau sinus tract, dan
lymphadenopathy
■ Palpasi

Mengetahui apakah ada pembengkakan (inflamasi) dan rasa sakit.


Dilakukan di daerah wajah, leher, sinus tracts, TMJ, dan nodus
limfatik.
↪ Palpasi otot masseter, temporalis, medial pterygoid, digastric,
dan mylohyoid. Perhatikan apakah ada pergerakan terbatas,
menyimpang, gerakan menyentak, atau clicking pada TMJ
Hasil pemeriksaan :
1. Apakah jaringan terasa berfluktuasi atau membesar
2. Ada rasa sakit atau tidak, intensitas dan lokasinya
3. Ada tidaknya adenopathy dan lokasinya
4. Ada tidaknya krepitasi tulang
d. Radiografis
Intraoral Indikasi 1. Mendeteksi infeksi atau inflamasi apikal
Periapical 2. Jumlah, bentuk, panjang, tebal kanal
pulpa
3. Keberadaan calcified material dalam
kamar pulpa atau kanal pulpa
4. Resorpsi dentin baik yang berasal dari
saluran akar (resorpsi internal) maupun
yang berasal dari permukaan akar
(resorpsi eksternal)
5. Kalsifikasi atau obliterasi ruang pulpa
6. Penebalan ligamen periodontal
7. Resorpsi sementum
8. Destruksi tulang alveolar

Jenis Teknik Periapikal Paralel

17
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Film ditempatkan pada holder dan diposisikan


dalam mulut secara paralel dengan sumbu
panjang gigi. X-ray tube head diarahkan pada
sudut yang tepat (secara vertikal maupun
horizontal).

Kelebihan
● Gambar geometris, akurat
● Jaringan periapikal akurat dengan
foreshortening atau elongation minimal
● Ketinggian tulang periodontal ditampilkan
dengan baik
● Mahkota gigi terlihat jelas
● Reproducible
● Sudut horizontal dan vertikal x-ray tube
head ditentukan secara otomatis jika
pemosisian perangkat tepat

Kekurangan
● Kurang nyaman bagi pasien dan dapat
menyebabkan gag reflex
● Susah memposisikan holder
● Sulit digunakan pada palatum dangkal
● Terkadang bagian apeks gigi sangat dekat
dengan tepi gambar
● Sulit untuk gigi M3 mandibula
● Holder harus disterilisasi

Teknik Periapikal Bisecting

18
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Film diletakkan sedekat mungkin pada gigi


yang diinvestigasi tanpa tertekuk. Sudut yang
dibentuk antara sumbu panjang gigi dan
sumbu panjang film dibagi dua sama besar
yang selanjutnya disebut garis bagi. X-ray tube
head diletakkan tegak lurus pada garis bagi
dengan titik pusat sinar X diarahkan pada
apikal gigi
Penentuan sudut vertikal tabung sinar : sudut
yang dibentuk dengan menarik garis lurus titik
sinar terhadap bidang oklusal
Penentuan sudut horizontal tabung sinar :
bentuk lengkung rahang dan posisi gigi

Kelebihan
● Nyaman bagi pasien
● Penentuan posisi sederhana dan cepat
● Jika semua sudut benar, gambar gigi akan
memiliki panjang yang sama dengan asli
● Tidak membutuhkan sterilisasi khusus

Kekurangan
● Sering terjadi distorsi dan cone cutting
● Angulasi vertikal kepala tabung salah,
dapat terjadi foreshortening atau elongasi
● Angulasi horizontal kepala tabung salah;
overlapping mahkota dan akar

19
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Ketinggian tulang periodontal tidak


ditampilkan dengan baik
● Sulit mendeteksi karies proksimal
● Tidak reproducible

CBCT Indikasi ● Diagnosis lesi periradikuler


● Visualisasi kanal
● Penilaian resorpsi internal dan eksternal
● Deteksi fraktur akar dan trauma
dentoalveolar lainnya
● Persiapan untuk operasi endodontik
● Deteksi metamorfosis kalsifikasi

Tahap ● Konfigurasi akuisisi


● Deteksi gambar
● Rekonstruksi gambar
● Display gambar

Kelebihan ● Meningkatkan resolusi dari hasil gambar


dan interpretasi yang lebih akurat kondisi
patologi dan struktur anatomi
● Visualisasi inferior tulang cancellous tanpa
superimposisi dengan tulang kortikal
● Efisien dalam menggambarkan anatomi,
densitas tulang, kehilangan tulang, lesi
periapikal, akar yang retak, root
perforation dan resorpsi akar
● Dapat mendemonstrasikan struktur
kondisi patologi
● Scan time lebih singkat, radiasi lebih
rendah, lebih akurat, 3D

Kekurangan ● Artifacts (x-ray beam related, patient


related, scanner related)
● Image noise
● Poor soft tissue contrast

4. Klasifikasi, Diagnosis, Diagnosis Banding Penyakit Periapeks Gigi Permanen


a. Grossman
Berdasarkan klasifikasi Grossman’s Lesi Periapikal terbagi menjadi :
■ Acute periradicular disease
1. Acute apical periodontitis (vital/nonvital)

20
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

2. Acute alveolar abscess


3. Phoenix abscess
■ Chronic periradicular disease with areas of rarefaction :
1. Chronic apical periodontitis
2. Chronic alveolar abscess
3. Periapical granuloma
4. Cystic apical periodontitis
5. Persistent apical periodontitis
■ Condensing osteitis
■ External root resorption
■ Disease of the periradicular tissues of non endodontic origin.

Symptomatic Apical Periodontitis

Definisi Inflamasi yang menyakitkan di area periodontium karena


trauma, iritasi, infeksi pada saluran akar, terlepas dari pulpa
vital atau non vital, menghasilkan clinical symptoms berupa
respons nyeri terhadap mastikasi dan perkusi.

Etiologi Trauma Oklusi Gigi Vital


● Kontak oklusal abnormal
● Restorasi overcontour
● Impaksi benda asing di interdental

21
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Pukulan trauma pada gigi

Gigi Non Vital


● Gejala sisa penyakit pulpa
● Penyebab iatrogenik :
○ Instrumentasi saluran akar
○ Medikamen yang mengiritasi foramen apikal
○ Pengisian material obturasi berlebihan
○ Perforasi akar
○ Overinstrumentation

Gejala ● Gigi mungkin sedikit sakit, mungkin ketika diperkusi


ke arah tertentu, atau mungkin rasa sakitnya bisa
parah.
● Gigi mungkin terasa seperti ekstrusi dan pasien
mungkin mengalami nyeri saat penutupan dan
pengunyahan

Diagnosis Non vital : pembesaran di apical PDL, hilang lamina dura


Vital : tidak ada perubahan radiografis jar. periradikular

Diagnosis Acute alveolar abscess → memperlihatkan perkembangan


Banding dari penyakitnya dengan breakdown of periradicular
tissue, bukan hanya reaksi inflamasi dari periodontal
ligament

Histopatologi

● Pembuluh darah melebar


● Terdapat leukosit polimorfonuklear, dan akumulasi
eksudat serosa sehingga melebarkan ligamentum
periodontal dan sedikit mengekstrusi gigi.

22
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Jika iritasi parah dan berlanjut, osteoklas aktif dan


menghancurkan tulang periradikuler
● Abses alveolar akut

Perawatan ● Menentukan penyebab dan menghilangkan gejala.


● Sangat penting untuk menentukan apakah
periodontitis apikal berhubungan dengan gigi vital
atau gigi nonvital.
● Pengangkatan iritan (dalam kasus pulpa yang
terinfeksi nonvital) adalah jalur penanganan langsung.
Ketika fase akut telah mereda, gigi dirawat dengan
cara konservatif.

Prognosis Baik

Acute Alveolar Abscess

Definisi Abses alveolar akut adalah reaksi inflamasi terhadap


infeksi pulpa dan nekrosis yang ditandai dengan :
→ onset cepat,
→ nyeri spontan,
→ nyeri tekan pada gigi,
→ pembentukan nanah/pus, dan
→ pembengkakan jaringan

Etiologi ● Disebabkan oleh trauma, iritasi kimiawi atau mekanis.


● Invasi bakteri pada jaringan pulpa yang mati.

Gejala ● Nyeri tekan pada gigi yang dapat hilang dengan


sedikit menekan gigi yang ekstrusi terus menerus
● Nyeri hebat berdenyut, disertai pembengkakan
● Gigi lebih sakit, memanjang, dapat bergerak.
● Berkembang menjadi abses apikal kronis
● Berkembang lebih jauh menjadi osteitis, periostitis,
selulitis, atau osteomielitis.
● Pembengkakan biasanya terlihat di jaringan yang
berdekatan dengan gigi yang terkena.
● Ketika pembengkakan menjadi luas, selulitis yang
dihasilkan dapat mengubah penampilan pasien.
● Kadang-kadang, pembengkakan tersebut meluas di
luar sekitar jaringan periradikuler yang terinfeksi.

23
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Jika gigi anterior rahang atas terkena, terutama pada


canine → pembengkakan pada bibir atas dapat
meluas ke salah satu atau kedua kelopak mata.
● Saat gigi posterior rahang atas terkena → pipi bisa
membengkak hingga sangat besar, merusak fitur
wajah pasien.
● Pada gigi anterior rahang bawah, → pembengkakan
dapat terjadi pada bibir bawah dan dagu, dan pada
kasus yang parah, pada leher.
● Ketika gigi posterior rahang bawah terkena →
pembengkakan di pipi dapat meluas ke telinga atau
bahkan di sekitar batas rahang ke daerah
submaxillary.

Diagnosis

● Pada tahap awal, mungkin sulit untuk menemukan


gigi karena tidak adanya tanda-tanda klinis namun
ada nyeri yang menyebar dan mengganggu.
● Gigi mudah ditemukan bila infeksi telah berkembang
ke titik periodontitis dan ekstrusi gigi; radiografi
membantu dokter untuk menentukan gigi yang
terkena dengan menunjukkan adanya kavitas,
restorasi tidak baik, atau sedikit pelebaran ruang
ligamen periodontal apikal dari gigi yang terlibat.
● Diagnosis dapat dipastikan dengan uji pulpa elektrik
dan uji termal. Pulpa yang nekrotik → tidak
merespons arus listrik atau aplikasi dingin.
● Gigi mungkin sakit saat di perkusi, atau pasien
mungkin merasa sakit saat mengunyah dengan gigi,
mukosa apikal sakit saat di palpasi, gigi mungkin
bergerak dan ekstrusi.

Diagnosis Abses Periodontal


Banding ● Abses periodontal adalah akumulasi pus di
sepanjang permukaan akar gigi yang berasal dari
infeksi pada struktur pendukung gigi.

24
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Hal ini terkait dengan poket periodontal dan


dimanifestasikan oleh pembengkakan & nyeri ringan.
● Jika diberi tekanan, pus bisa keluar di dekat jaringan
edematosa atau melalui sulkus.
● Abses periodontal umumnya berhubungan dengan
gigi vital daripada gigi tanpa pulpa, berbeda dengan
abses alveolar akut, di mana pulpa sudah mati.

Histopatologi

● Infiltrasi leukosit polimorfonuklear yang ditandai dan


akumulasi eksudat inflamasi yang cepat sebagai
respons terhadap infeksi aktif → melebarkan
ligamentum periodontal → memperpanjang gigi.
● Jika proses berlanjut, serat periodontal akan terpisah
dan gigi akan bergerak.
● Meskipun beberapa sel mononuklear dapat
ditemukan, sel inflamasi utama adalah leukosit
polimorfonuklear.

Perawatan

Drainase dan kontrol reaksi sistemik


Perawatan endodontik

Prognosis Baik, bisa disembuhkan dengan perawatan endodontik

25
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Acute Exacerbation Of Apical Periodontitis (Phoenix Abscess)

Etiologi Stimulus berbahaya dari pulpa yang sakit menyebabkan


respons inflamasi akut pada lesi yang tidak aktif ini.
Menurunkan pertahanan tubuh karena masuknya racun
bakteri dari iritasi atau saluran akar selama instrumentasi
saluran akar

Gejala Gigi lunak saat palpasi. Gigi terangkat dari soket dan jadi
sensitif. Mukosa pada daerah radikular terlihat merah dan
membengkak

Diagnosis Sering dikaitkan dengan permulaan perawatan saluran akar

Radiografi menunjukan lesi periradikular yang jelas. Pasien


memberikan riwayat trauma yang menyebabkan perubahan
warna gigi selama periode tertentu atau nyeri pasca
operasi yang telah mereda. Pulpa nekrotik tes vitalitas (-).
Pada kasus yang jarang terjadi, gigi dapat berespons
terhadap tes pulpa elektrik karena adanya cairan di saluran
akar atau di gigi yang memiliki banyak akar.

Diagnosis Eksaserbasi akut dari lesi kronis menyebabkan gejala yang


Banding mirip dengan acute alveolar abscess atau abses alveolar
akut.

Histopatologi ● Dapat diamati area nekrosis likuifaksi dengan neutrofil


polimorfonuklear yang disintegrasi serta seluler debris
(pus)
● Area ini dikelilingi oleh infiltrasi makrofag, beberapa
limfosit dan sel plasma.

26
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Perawatan Sama dengan Acute Alveolar Abscess yaitu perawatan


dengan drainase dan mengendalikan reaksi sistemik

Prognosis Prognosis gigi akan baik setelah gejalanya mereda

Asymptomatic Apical Periodontitis (Chronic Apical Periodontitis)

Definisi Merupakan sekuel tidak bergejala dari simptomatik apikal


periodontitis dan dengan ditandai secara radiografi oleh
perubahan radiolusen periradikuler dan secara histologis
lesi didominasi oleh makrofag, limfosit, dan sel plasma

Etiologi Kematian pulpa, diikuti dengan lanjutan dari infeksi ringan


atau iritasi pada jaringan periradikuler yang merangsang
reaksi seluler produktif.

Gejala Tidak ada gejala yang subjektif kecuali pada kasus langka
yang berpus

Diagnosis Umumnya ditemukan dengan radiografi rutin. Area patosis


well-defined, dengan kurangnya kontinuitas lamina dura.
Saat palpasi mukosa pada apeks akar tidak lunak saat
palpasi. Gigi tidak merespon uji termal atau electrical pulp
testing

Diagnosis Tidak dapat dibedakan dari penyakit periradikuler lainnya


Banding kecuali jaringan diperiksa secara histologis.

Histopatologi ● Jaringan granulomatosa, yang menggantikan tulang


alveolar dan ligamen periodontal dapat memiliki
diameter yang berbeda-beda mulai dari sepersekian
dari satu milimeter hingga sentimeter atau bahkan
lebih besar.
● Terdiri dari kapsul luar fibrosa, yang bersambung
dengan ligamen periodontal, dan bagian dalam atau
sentral yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan
pembuluh darah.
○ Terbuat dari jaringan vaskular yang kaya,
fibroblas dari ligamen periodontal, dan infiltrasi
moderat dari limfosit dan sel plasma.
○ Makrofag dan foreign-body giant cells juga
dapat terlihat.

27
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Kluster dari sel epitel yang memiliki nama cell rests of


Malassez dapat diam di dalam ligamen periodontal
dekat batas semental.
○ Cell rests of Malassez berasal dari Hertwig’s
sheath dan mewakili sisa-sisa dari enamel organ.

Perawatan Terapi saluran akar, eliminasi penyebab peradangan


dilanjutkan dengan resorpsi jaringan granulomatosa dan
diperbaiki dengan tulang trabekula

Prognosis Prognosis untuk gigi jangka panjang baik

Chronic Alveolar Abscess

Definisi

Merupakan infeksi periradikuler tingkat rendah yang


berlangsung lama, pada tulang alveolar tanpa gejala dan
ditandai dengan adanya abses yang mengalir melalui
saluran sinus

Etiologi Sumber infeksinya ada di saluran akar. Abses alveolar


kronis adalah gejala sisa kematian pulpa yang ekstensif,
atau mungkin hasil dari abses akut yang sudah ada
sebelumnya

Gejala Gigi dengan abses alveolar kronis umumnya asimtomatik


atau hanya nyeri ringan. Terkadang, hanya terdeteksi
dengan pemeriksaan radiografi rutin atau adanya saluran
sinus (bisa intraoral atau ekstraoral)

Diagnosis ● Rusaknya osseus terlihat pada radiograf atau


diskolorasi mahkota gigi
● Radiograf diambil setelah gutta percha dimasukan
pada sinus tract untuk melihat asalnya
● Jika kavitas terbuka pada gigi, pengaliran dilakukan
pada saluran akar
● Pada radiograf menunjukkan area diffuse tulang, tetapi
radiograf dari lesi tidak terdiagnosis
● Ligamen periodontal menebal

28
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Pemeriksaan klinis menunjukkan , kavitas, restorasi


komposit atau logam, atau full crown tanpa gejala
● Pasien merasa sakit saat mengunyah
● Gigi tidak bereaksi pada tes pulpa termal/elektrik

Diagnosis ● Keberadaan abses yang berbatas tegas diindikasikan


Banding asymptomatic apical periodontitis, dan sklerotik
outline tulang ditandai dengan kista
● Diagnosis akurat dilakukan dengan pemeriksaan
secara histologi

Histopatologi ● Saat proses infektif meluas ke jaringan periradikuler,


berdifusi melalui foramen apikal, beberapa serat
periodontal di puncak akar terlepas atau hilang, diikuti
oleh kerusakan ligamentum periodontal apikal
● Limfosit dan sel plasma umumnya ditemukan menuju
pinggiran area abses, dengan jumlah variabel leukosit
polimorfonuklear di tengah. Adanya peninggian
mukosa yang disebut “Gumboil” oleh orang awam

Perawatan Eliminasi infeksi saluran akar. Setelah saluran akar terisi →


perbaikan jar. periradikular

Prognosis ● Prognosis bergantung pada cleaning, shaping, dan


obturation saluran akar
● Status periodontal, restorasi, dan potensi rehabilitasi
fungsi dapat menentukan prognosis

Radicular Cyst (Cystic Apical Periodontitis)

Definisi Radicular cyst adalah kantung epitel yang tumbuh perlahan


di puncak gigi yang melapisi rongga patologis di tulang
alveolar. Lumen kista diisi dengan cairan berprotein
konsentrasi

29
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Etiologi ● Teori kekurangan nutrisi → adanya perubahan


periradikuler menjadi inflamasi yang menyebabkan
epitel untuk berkembang biak
● Teori abses → rongga abses terbentuk di jaringan ikat
dan dikelilingi oleh jaringan epitel sehingga
menghasilkan kista
● Dua kategori berbeda kista radikuler Nai r:
a. Kista poket periapikal

Kista mengandung rongga berlapis epitel yang


terbuka ke arah saluran akar gigi terinfeksi.
b. Kista sejati periapikal

Kista ditandai dengan rongga yang tertutup


sepenuhnya pada lapisan epitel dan benar-benar
tidak bergantung pada saluran akar gigi yang
terinfeksi (Gbr. 6.19)

30
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Gejala Tidak ada gejala yang terkait dengan perkembangan suatu


kista, kecuali yang berhubungan dengan nekrosis pulpa.
Tekanan kista mungkin cukup untuk menyebabkan
pergerakan gigi karena akumulasi cairan kistik.

Diagnosis Tidak bereaksi terhadap rangsangan listrik atau termal,


hasil uji klinis lainnya negatif, kecuali radiograf. Pasien
mungkin melapor adanya riwayat nyeri. Radiografi
menunjukkan hilangnya kontinuitas dari lamina dura

Diagnosis Sulit untuk dibedakan dengan kista asimtomatik


Banding periodontitis apikal

Histopatologi ● Kista radikuler terdiri dari rongga yang dilapisi epitel


skuamosa bertingkat yang berasal dari sisa sel epitel
Malassez yang ada di ligamen periodontal
● Sel imunoglobulin hadir dalam cairan kista
● Sel epitel Malassez bisa menjadi dikenali sebagai
antigen dan dapat menghasilkan reaksi imunologis,
yang nantinya dapat menyebabkan lisis dinding kistik
● Lesi adalah rongga berlapis bertingkat epitel
skuamosa
● Kista dikelilingi oleh jaringan ikat yang diinfiltrasi oleh
limfosit, sel plasma, dan neutrofil polimorfonuklear
● Rongga kistik berisi puing-puing dan bahan eosinofilik

Perawatan Non surgical root canal therapy


Surgical treatment diindikasi pada lesi dengan
perkembangan gejala

Prognosis Prognosis tergantung dari gigi yang terkena, tulang, dan


aksesibilitas dari perawatan

Condensing Osteitis

Definisi Osteitis kondensasi adalah lesi radiopak difus yang diyakini


mewakili localized bony reaction terhadap rangsangan
inflamasi tingkat rendah, biasanya terlihat di apeks gigi
yang telah ditemukan patosis pulpa yang

Etiologi Iritasi ringan dari pulpa patosis yang merangsang aktivitas


osteoblas di tulang alveolar

31
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Gejala Biasanya asimtomatik. Dideteksi dengan pemeriksaan


radiografi rutin

Diagnosis Diagnosis dibuat dari radiografi. Kondensasi osteitis


muncul sebagai area terlokalisasi radiopasitas yang
mengelilingi akar yang terpengaruh. Gigi posterior
mandibula yang paling banyak terpengaruh

Diagnosis Secara mikroskopis, osteitis yang memadat tampak


Banding sebagai area tulang padat dengan batas trabekular yang
berkurang dilapisi dengan osteoblas. Sel inflamasi kronis,
sel plasma, dan limfosit terlihat sedikit di sumsum tulang.

Perawatan Dianjurkan untuk menghilangkan stimulus iritan. Perawatan


endodontik harus dimulai jika tanda dan gejala pulpitis
irreversible terdiagnosis

Prognosis Prognosis untuk jangka panjang sangat baik jika dilakukan


PSA dan apabila gigi direstorasi dengan baik

External Root Resorption

Definisi Resorpsi eksternal adalah proses litik terjadi di sementum


atau sementum dan dentin dari akar gigi

Etiologi Meski belum diketahui penyebabnya, diduga adalah


peradangan periradikuler akibat trauma, tekanan
berlebihan, granuloma, kista, sentral tumor rahang,
penanaman kembali gigi, pemutihan gigi, impaksi gigi, dan
penyakit sistemik. Jika tidak ada penyebab yang jelas,
kelainan ini disebut resorpsi idiopatik.

Gejala

Sepanjang perkembangannya, resorpsi akar eksternal tidak


menunjukkan gejala. Jika resorpsi akar eksternal meluas ke
mahkota, akan memberikan tampilan “gigi merah muda”
terlihat dalam resorpsi internal. Resorpsi ankilosis, dimana
akar secara bertahap digantikan oleh tulang, membuat gigi
tidak bergerak

32
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Diagnosis Muncul sebagai daerah cekung atau tidak rata pada


permukaan akar atau sebagai apeks tumpul

Diagnosis Resorpsi eksternal perlu dibedakan resorpsi internal.


Banding Dalam resorpsi eksternal, radiograf menunjukkan tumpul
dari apeks, area yang compang-camping. Dalam resorpsi
internal, akan terlihat sebuah kanal akar dengan area
resorpsi yang berbatas tegas dan membesar.

Histopatologi Secara mikroskopis, ini bervariasi dari area kecil resorpsi


sementum diganti dengan jaringan ikat atau diperbaiki
dengan sementum yang baru, ke area resorpsi yang luas
diganti oleh jaringan tulang.

Perawatan Perawatan resorpsi eksternal bervariasi tergantung


etiologinya. Jika disebabkan oleh perpanjangan penyakit
pulpa, terapi saluran akar biasanya akan menghentikan
proses resorptif.

Prognosis Jika faktor etiologi diketahui dan dihilangkan, proses


resorptif akan berhenti, tetapi mungkin menyebabkan gigi
menjadi lemah dan tidak dapat menopang kekuatan
fungsional

Persistent Apical Periodontitis

Definisi Periodontitis apikal pasca perawatan pada gigi yang


dirawat secara endodontik

Penyebab Kompleksitas pulpa sehingga ada daerah yang tidak


terjangkau dengan instrumen/ irigasi/ intracanal medikaen
(area ini tidak bisa di obturasi dengan teknik konvensional)
Faktor ekstraradikuler tertentu yang berkontribusi pada
periodontitis apikal yang persisten (Nair):

33
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

● Apical biofilms (periapical plaque)


● Actinomycosis infection
● Cholesterol crystals
● Foreign body reaction to gutta-percha
● Cellulose granuloma
● Periapical scar tissue

Diseases Of The Periradicular Disease Of Non Endodontic Origin

Lesi periradikuler tidak hanya muncul sebagai perluasan penyakit pulpa,


tetapi juga dapat berasal dari sisa-sisa epitel odontogenik. Lesi tersebut
mungkin merupakan manifestasi dari penyakit sistemik, seperti
neurofibromatosis atau mungkin memiliki penyebab lain, seperti penyakit
periodontal.

Lesi yang berasal dari non-endodontik dengan pulpa vital :


1. Periapikal semental dysplasia atau cementoma
2. Cementoblastoma
3. Kista odontogenik
4. Kista fisura
5. Central giant cell granuloma
Contoh lesi non-endodontik lainnya : the apical scar
● Bersifat asymptomatic
● Telah menjalani terapi endodontik atau prosedur bedah
periradikuler sebelumnya.
● Radiografi menunjukkan radiolusensi berbatas tegas dengan
lamina dura utuh dan saluran akar telah diobturasi dengan baik

b. AAE
■ Normal Apical Tissues
1. Tidak sensitif terhadap tes perkusi atau palpasi.
2. Secara radiografi, lamina dura yang mengelilingi akar masih
utuh dan ruang ligamen periodontal seragam.

34
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

■ Symptomatic Apical Periodontitis


1. Adanya inflamasi atau peradangan, biasanya pada
periodonsium apikal
2. Gejala klinis yang melibatkan respons nyeri terhadap gigitan
dan/atau perkusi atau palpasi
3. Secara radiografi, mungkin ada atau tidak disertai dengan
perubahan radiografi (tergantung pada stadium penyakit),
mungkin normal atau tampak radiolusensi periapikal.
4. Nyeri hebat pada perkusi dan/atau palpasi merupakan indikasi
dari degenerasi pulpa dan perawatan saluran akar yang
diperlukan
■ Asymptomatic Apical Periodontitis
1. Inflamasi dan destruksi periodonsium apikal berasal dari pulpa
2. Tampak sebagai radiolusensi apikal
3. Tidak menunjukkan gejala klinis (tidak nyeri perkusi/palpasi)
■ Chronic Apical Abscess
1. Reaksi inflamasi terhadap infeksi pulpa dan nekrosis yang
ditandai dengan onset bertahap, sedikit atau tanpa rasa tidak
nyaman, dan keluarnya pus secara intermiten melalui saluran
sinus yang terkait.
2. Secara radiografi, biasanya ada tanda-tanda kerusakan tulang
seperti radiolusensi.
■ Acute Apical Abscess
1. Reaksi inflamasi terhadap infeksi pulpa dan nekrosis yang
ditandai dengan onset yang cepat, nyeri spontan, nyeri tekan
yang ekstrim pada gigi, pembentukan pus, dan
pembengkakan jaringan terkait
2. Mungkin tidak ada tanda-tanda kerusakan radiografi dan
pasien sering mengalami malaise, demam dan limfadenopati.
■ Condensing Osteitis
Merupakan lesi radiopak difus yang menunjukkan reaksi tulang
terlokalisasi terhadap stimulus inflamasi tingkat rendah yang biasanya
terlihat di apeks gigi.
c. ICD 10
K04 Diseases of Pulp and Periapical Tissues
■ K04.0 Pulpitis
1. K04.01 Reversible Pulpitis
2. K04.02 Irreversible Pulpitis
■ K04.2 Necrosis of Pulp
■ K04.3 Pulp Degeneration
■ K04.4 Abnormal Hard tissue in Formation in Pulp
■ K04.5 Chronic Apical Periodontitis

35
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

1. Penyebaran inflamasi pada jaringan periodonsium apikal


2. Umumnya terjadi karena bakteri anaerob pada saluran akar
3. Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat
digolongkan menjadi menjadi granuloma

■ K04.6 Periapical Abscess with Sinus


1. Kumpulan pus yang terlokalisasi dibatasi oleh jaringan tulang
2. Disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan/atau periodontal
■ K04.7 Periapical Abscess without Sinus
■ K04.8 Radicular Cyst

Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah periapikal yang


berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil
dari peradangan/inflamasi akibat nekrosis pulpa
■ K04.9 Other and Specified Diseases Of Pulp and Periapical Tissue
1. K04.90 Unspecified Diseases Of Pulp and Periapical Tissues
2. K04.99 Other Diseases Of Pulp and Periapical Tissue
5. Rencana & Prosedur Perawatan Saluran Akar Non Vital Pada Gigi Permanen
a. Isolasi
■ Penggunaan rubber dam menjadi kewajiban dalam perawatan
endodontik. Tujuannya adalah memenuhi prinsip utama perawatan
endodontik “a safe and aseptic operating technique”.
■ Manfaat penggunaan rubber dam:
1. Area kerja yang kering dan aseptik
2. Melindungi jaringan lunak dari irigasi NaOCl dan obat kaustik
3. Mencegah kontaminasi bakteri dari saliva
4. Mencegah aspirasi instrumen endodontik

36
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

37
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

b. Preparasi Akses
■ Preparasi gigi anterior

1. Bentuk outline eksternal


a. Memotong permukaan lingual membentuk bukaan
outline eksternal setelah karies/restorasi diangkat.

38
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

b. Menggunakan round bur #2 atau #4 atau tapered


fissure → penetrasi email ke dentin sedalam 1mm.
c. Dimulai dari titik tengah permukaan lingual mahkota.
d. Bur diposisikan tegak lurus terhadap permukaan
lingual.
e. Hasil outline akan mirip secara geometri dengan
bentuk akses ideal serta berukuran ½ - ¾ dari ukuran
akhir.
2. Penetrasi atap kamar pulpa
a. Ubah posisi bur paralel terhadap sumbu panjang gigi.
b. Lakukan sehingga atap pulpa terpenetrasi
c. Limitasi penetrasi dan mencegah perforasi dapat
dilakukan dengan cara mengukur jarak dari incisal
edge ke kamar pulpa pada radiografi sebelum mulai
penetrasi
d. Endodontic explorer digunakan untuk probe
kedalaman akses/mencari orifice
3. Membuang atap kamar pulpa
a. Menggunakan bur bulat dengan withdrawal stroke
b. Periksa hasil dengan explorer atau sonde berkait. Jika
tidak menyangkut, roof removal sudah cukup.
4. Membuang bahu lingual dan pelebaran koronal
a. Bahu lingual (lingual shoulders) = Bagian dentin yang
memanjang dari cingulum hingga 2mm ke apikal dari
orifice
b. Bertujuan meningkatkan straight line access, kontak
yang baik antara file dengan dinding saluran untuk
shaping dan cleaning yang efektif.
c. Instrumen untuk pelebaran koronal:
i. Rotary Ni-Ti orifice opener
ii. Safety tip diamond bur (safe ended bur)
iii. Gates glidden drill
5. Determinasi straight line access
a. Idealnya, file intrakanal yang kecil dapat mencapai
foramen apikal/titik lengkungan kanal yang pertama
tanpa hambatan
b. Jika lingual shoulder sudah dibuang, tetapi file
menyangkut di incisal edge, buang sedikit bagian
insisal sampai file tidak bengkok lagi
6. Inspeksi visual kavitas akses
a. Memerlukan magnifikasi dan iluminasi utk eval kavitas

39
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

b. Terdapat groove di pertemuan dinding aksial dengan


orifice → saluran tambahan
c. Bifurkasi pada orifice dan bagian koronal dari saluran
7. Merapikan dan menghaluskan margin restoratif
a. Merupakan step terakhir
b. Margin yang kasar dapat menyebabkan leakage pada
tambalan sementara/permanen → PSA gagal
■ Preparasi gigi posterior

1. Bentuk outline eksternal


a. Menggunakan round bur #2 atau #4 atau tapered
fissure → penetrasi email ke dentin sedalam 1mm.
b. Pengangkatan karies/restorasi akan langsung
menghasilkan outline akses yang memadai
c. Gigi yang utuh → dimulai sesuai lokasi orifice
d. Kamar pulpa selalu di posisi tgh gigi pd tingkat CEJ
e. P RA → dari groove sentral di antara cusp tips
f. P1 RB → 1/2 inklinasi lingual cusp bukal

40
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

g. Molar → mengetahui batas mesial-distal dan


apikal-koronal untuk menentukan posisi kamar
pulpa/orifice.
h. Molar RA
i. Batas mesial: garis yang menghubungkan cusp
tips mesial
ii. Batas distal: oblique ridge
i. Molar RB
i. Batas mesial : garis yang menghubungkan
cusp tips mesial
ii. Batas distal: garis yang menghubungkan bukal
dan lingual groove
j. Outline akhir triangular untuk 3 kanal, rhomboid untuk
4 kanal, oval untuk premolar
2. Penetrasi atap kamar pulpa
a. Ubah posisi bur menjadi lebih sesuai untuk penetrasi.
b. Premolar → paralel sumbu panjang gigi dari arah
bukolingual dan mesiodistal.
c. Molar → mengarah ke kanal yang terbesar
i. M RA → ke orifice palatal
ii. M RB → ke orifice distal
3. Membuang atap kamar pulpa
a. Menggunakan bur berbeda-beda untuk mendapatkan
akses lurus ke orifice. Round bur, safety tip tapered
diamond/carbide bur.
b. Lakukan sehingga atap pulpa terpenetrasi → drop-in
effect
4. Membuang cervical dentin bulges dan pelebaran orifice
a. Cervical dentin bulge = dentin overhang di atas orifice
b. Dibuang dengan bur ultrasonik. Posisikan bur pada
ketinggian orifice dan memotong secara lateral.
c. Instrumen untuk pelebaran orifice dan saluran koronal
yang terkonstriksi
i. Rotary Ni-Ti orifice opener
ii. Gates glidden drill
5. Determinasi straight line access menggunakan files
6. Inspeksi visual lantai kamar pulpa
a. Semua orifice terlihat
b. Tidak ada overhang atap kamar pulpa
7. Merapikan dan menghaluskan margin restoratif
c. Irigasi
■ Tujuan melakukan irigasi :

41
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

1. Membuang debris yang dihasilkan shaping saluran akar


2. Lubrikasi saluran akar
3. Larutkan jaringan organik dan anorganik
4. Membuang dan mencegah pembentukan smear layer
■ Terdapat banyak macam larutan irigasi mulai dari air panas, larutan
garam fisiologis, larutan urea 30%, chloramine, NaOCl (natrium
hipoklorit), EDTA.
■ Larutan irigasi yang ideal :
1. Memiliki aktivitas antimikrobial
2. Mengeluarkan scr mekanis debri dari saluran akar
3. Non toksik dan tidak mengiritasi jaringan pulpa vital
4. Melubrikasi
5. Membuang smear layer
6. Low surface tension
7. Tidak ada adverse effect terhadap sifat fisik dentin
8. Tidak berinteraksi dengan kemampuan menyegel material
obturasi atau sealer saluran akar
9. Mudah digunakan dan ekonomis
■ Jenis :
1. Sodium hypochlorite
a. Agen pereduksi yang mengandung 5% chlorine.
b. Larutan irigasi yang paling banyak digunakan.
c. Mekanisme aksi
i. Saat ionisasi akan menghasilkan asam
hipoklorit dan ion hipoklorit yang bersifat
antimikrobial
d. Sifat
i. Konsentrasi 0,5-5,2% dapat digunakan untuk
saluran akar. Konsentrasi paling efektif adalah
5,2%. Tetapi yang berkonsentrasi 2,5% lebih
sering digunakan karena toksisitas lebih
rendah.
ii. Kemampuan melarutkan jaringan pulpa
seluruhnya dalam 20 menit – 2 jam
e. Kekurangan
i. Sitotoksik
ii. Kaustik pada jaringan periradikular
iii. Rasa tidak enak
2. Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA)
a. Mekanisme aksi
i. Relatif non toksik dan hanya sedikit mengiritasi
pada larutan yang lemah

42
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

ii. Membentuk larutan calcium-chelate dengan ion


kalsium pada dentin → dentin lebih rapuh dan
mudah diinstrumentasi
b. Pengaruh EDTA
i. Melembutkan dentin
ii. Membuang bahan anorganik dari smear layer
iii. Tingkat demineralisasi proporsional terhadap
waktu paparan
iv. Tidak ada efek merusak
c. Gel EDTA diaplikasikan pada instrumen file ketika sulit
dimasukkan ke saluran akar karena kalsifikasi
3. Chlorhexidine digluconate (2%)
a. Sebagai irigan dan medikamen intrakanal. Paling
rendah toksisitasnya dibanding irigan lain.
b. Mekanisme aksi
i. Memiliki aktivitas antimikrobial berspektrum
luas untuk patogen endodontik
c. Pengaruh EDTA
i. Tidak mampu melarutkan jaringan
ii. Tidak membuang smear layer → tambah
penggunaan irigan lain
■ Guideline
1. Gunakan rubber dam.
2. Sediakan berbagai jenis jarum untuk irigasi berbeda.
3. Ujung jarum diposisikan dekat orifice dan keluarkan irigan
sehingga kamar pulpa penuh.
4. Open-ended needle mengeluarkan irigan lebih cepat dan
mengarahkannya ke apikal → untuk 1/3 koronal dan tengah
saluran akar.
5. Semua jenis jarum dimasukkan secara pasif dengan
menyediakan sedikit ruang antara jarum dan dinding saluran
untuk aliran larutan.
6. Jarum 30 gauge dimasukkan dengan berjarak 1-3mm dari
panjang kerja dan keluarkan larutan dengan sedikit atau tanpa
tekanan di plunger.
7. Setelah irigasi, lakukan pengeringan menyeluruh.
8. Berhati-hati agar tidak terjadi ekstrusi irigan ke apikal.
9. Alat yang digunakan :
a. Luer lock syringe
b. Close ended side vented needles
c. Open ended needles

43
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

d. Shaping & Cleaning


■ Tujuan mekanis oleh Schilder
1. Harus memiliki bentuk kontinu, konus dan meruncing dengan
diameter potongan melintang terkecil di apikal dan terbesar di
servikal.
2. Dinding harus meruncing rata ke arah apeks.
3. Memberikan bentuk “Aliran baik” pada saluran akar untuk
gutta percha mengalir dengan baik pada dinding tanpa
hambatan.
4. Mempertahankan foramen apikal sekecil mungkin
5. Membentuk dan membersihkan saluran akar tanpa
mentransportasikan foramen apikal.
■ Tujuan Biologis oleh Schilder
1. Menahan instrumentasi ke akar
2. Memastikan debris nekrotik tidak didorong melebihi foramen
apikal.
3. Membuang semua jaringan dari ruang saluran akar.
4. Menciptakan ruang yang mencukupi untuk obturasi ruang
radikular yang optimal.
■ Fase shaping :
1. Fase I: Determinasi glide path (canal patency)
a. Sebuah konsep membentuk sebuah jalur paten sesuai
panjang kerja tanpa mengubah atau menghalang
anatomi asal saluran akar
b. Instrumennya
i. Hand glide path instrument
1. Precurved ISO size 10 atau 8 K-file
stainless steel (patency files) dengan
gerakan reaming (rotasi searah jarum
jam)
2. C+ file atau C-Pilot file utk kanal yg
terkalsifikasi atau obstruksi
ii. Rotary glide path instrument
1. NiTi rotary instrumen yang digunakan
bersamaan K-file
2. Fase II: Coronal Pre-enlargement
a. Konsep memperbesar 1/3 koronal saluran akar
sebelum mengukur panjang kerja
b. Menggunakan orifice enlargers atau GGD (tidak
direkomendasi)
c. Manfaat :

44
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

i. Mencegah pengikatan prematur instrumen


shaping ke dinding saluran akar
ii. Membuang debris 1/3 koronal sebelum
instrumen shaping dinegosiasikan ke 1/3 apikal
untuk mengurangi potensi ekstrusi debris
melebihi panjang kerja
iii. Memungkinkan pengukuran 1/3 apikal dengan
lebih tepat
3. Fase III: Pengukuran panjang kerja

a. Panjang kerja = Jarak dari titik referensi di koronal ke


titik di mana preparasi saluran dan obturasi harus
berakhir.
b. Biasanya adalah ujung apikal dari saluran akar yang
disebut juga sebagai konstriksi minor/diameter minor
dari foramen apikal.
c. Pertimbangan anatomi:
i. Secara teori, preparasi saluran harus mencapai
apikal dari cementodentinal junction (ada di
minor diameter/konstriksi apikal atau
berdekatan)
ii. CDJ ini umumnya berjarak 0,5-0,75mm dari
apeks akar sehingga instrumentasi dan obturasi
harus diterminasi pada jarak 0,5-1mm dari
apeks pada radiograf

45
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

4. Fase IV: Teknik shaping saluran akar

a. Reaming = clockwise rotating-pushing motion, dibatasi


hingga ¼ atau ½ putaran saja, dan ditarik ringan
b. Filing = push-pull motion. Dimasukkan sesuai panjang
kerja → kenakan tekanan ke dinding → ditarik keluar
c. Watch winding = dibolak balik dengan gerakan searah
jarum jam dan melawan jarum jam dan diretraksi untuk
keluarkan debri
d. Watch winding = dibolak balik dengan gerakan searah
jarum jam dan melawan jarum jam dan diretraksi untuk
keluarkan debri
e. Circumferential filing: ditekan ke lateral pada satu sisi
dinding saluran dan ditarik keluar. Dimasukkan kembali
dan ulang mengelilingi saluran
f. Anticurvature filing: bagian atas pegangan instrumen
ditarik ke dalam lengkung, sementara ujung dari
pegangan didorong menjauh dari bagian dalam kurva
(antikurvatur).
5. Fase V
Lebar kerja saluran akar
e. Medikamen Intrakanal
■ Medikamen intrakanal didefinisikan sebagai medikasi atau substansi
yang digunakan setelah preparasi biomechanical kanal akar untuk
mengeliminasi infeksi endodontik, mengurangi intensitas dari respon
inflamasi apikal, bertindak sebagai pertahanan fisik dan kimiawi, dan
meningkatkan pH.
■ Sifat :
1. Sebaiknya efektif terhadap agen antimicrobial
2. Tidak mengiritasi jaringan periradicular
3. Bersifat stabil dalam solution
4. Memiliki efek antimikroba yang lama
5. Aktif dalam darah, serum, protein derivative dalam jaringan

46
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

6. Memiliki tegangan permukaan yang rendah


7. Tidak menghalangi perbaikan jaringan periradicular
8. Tidak mewarnai struktur gigi
9. Tidak menginduksi cell-mediated immune response
■ Indikasi
1. Untuk mengeringkan weeping canals
2. Mengeliminasi mikroba dalam ruang pulpa
3. Membuat konten kanal akar inert
4. Menetralisirkan debris jaringan
5. Bertindak sebagai penahan terhadap kebocoran
■ Jenis :
1. Phenol
a. Merupakan antiseptic tertua dan didapatkan dari coal
tar atau petroleum
b. Digunakan untuk mensterilisasi dentin setelah
dilakukan preparasi kavitas, mendisinfektasi root canal,
dan menghancurkan sisa pulpa
c. Kegunaannya dikurangi karena sifatnya yang “caustic”,
aroma yang tajam, dan sifat bacteriostatic yang inferior
d. Phenol bertindak sebagai antimicrobial dengan
kemampuannya untuk mengganggu dan mempenetrasi
dinding bakteri sehingga dapat mempresipitasi protein
protoplasmic
2. Eugenol
a. Dalam konsentrasi rendah memiliki efek anodyne
b. Memiliki sifat antiseptic yang lebih efektif dan kurang
mengiritasi dibandingkan phenol, dan memiliki aksi
hemolytic
c. Digunakan sebagai temporary dressings dan antiseptic
dressings setelah pulpectomy
d. Dapat meningkatkan microhardness dari dentin
3. Formaldehyde
a. Merupakan 37% solution dari gas formaldehyde
dengan sebuah stabilizer berupa menthol. Menthol
untuk mengurangi pelepasan formaldehyde
b. Formaldehyde dapat ditaruh di kamar pulpa atau di ⅓
servikal root canal space
c. Necrosis jaringan pulpa yang cepat dapat terjadi akibat
penggunaan formaldehyde sehingga dapat digunakan
untuk healing jaringan pulpa

47
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

4. Chlorhexidine
a. Memiliki toksisitas yang rendah terhadap jaringan
periapical dan antimicrobial efficacy yang baik
terhadap mikroorganisme
b. Chlorhexidine melakukan absorpsi ke dinding sel
mikroorganisme dan menyebabkan kebocoran
terhadap komponen intracellular
c. Dalam konsentrasi rendah bersifat efek bacteriostatic
d. Dalam konsentrasi tinggi bersifat efek bactericidal
5. Calcium hydroxide
a. Digunakan untuk memanage fraktur akar, perforasi,
resorpsi, kerusakan traumatik
b. Aksi antimicrobialnya tergantung pelepasan ion
hydroxyl yang merusak membrane cytoplasmic bakteri,
dan menyebabkan destruksi dari struktur phospholipid
pada membran sel, denaturasi protein dan adsorpsi
karbon dioksida sehingga mengganggu ekosistem root
canal
6. Antibiotics
a. Bersifat aktif di kehadiran cairan jaringan, tidak
mewarnai gigi, dan tidak mengiritasi sel jaringan
b. Bersifat antimicrobial
f. Obturasi

■ Obturasi adalah metode yang digunakan untuk mengisi dan menutup


saluran akar yang telah dibersihkan & dibentuk dengan menggunakan
root canal sealer dan core filling material secara 3D.
■ Obturasi bertujuan untuk menutup saluran akar dan mengeliminasi
seluruh jalan masuk antara periodonsium dan saluran akar

48
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

1. Eliminasi semua jalan kebocoran dari rongga mulut atau


jaringan perpendicular ke kanal akar
2. Menutup sistem kanal akar dari iritan yang bertahan dari
shaping & cleaning
■ Waktu
1. Melihat symptoms pasien
a. Sensitif saat perkusi → mengindikasikan inflamasi
pada ligamen periodontal → saluran akar tidak boleh
diobturasi sebelum inflamasi mereda
b. Dalam kasus irreversible pulpitis, obturasi dapat
dilakukan dalam 1 kali kunjungan jika sumber rasa
sakit (pulpa) telah dihilangkan
2. Keadaan pulpa dan periradicular
a. Jaringan pulpa vital → saat pasien menunjukkan pulpa
vital, obturasi dapat dilakukan dalam 1 kali kunjungan
jika sumber rasa sakit telah dihilangkan
b. Necrotic pulp tissue → gigi dengan nekrotik pulpa
dapat dilakukan dalam 1 kali kunjungan jika gigi
asymptomatic
c. Saluran akar harus kering → tanpa adanya “weeping”
atau cairan dalam bentuk pendarahan atau keluarnya
cairan serosa.
d. Cleaning and shaping → harus dilakukan dengan
optimal.
e. Kegagalan perawatan lebih sering terjadi pada gigi
dengan radiolusensi periradicular dibandingkan gigi
yang tidak mengalami perubahan periradicular →
Harus ketat dalam melakukan pemeriksaan.
f. Ketika ada “seepage” atau rembesan dalam saluran
akar yang berlebihan → dapat diatasi dan dihilangkan
dengan reinstrumentsasi dan pembesaran kanal,
irigasi, dan penyegelan dengan intracanal medicament
(ex. pasta calcium hydroxide).
■ Panjang
1. Kriteria klinis
Kuttler mendemonstrasikan beberapa kunci observasi :
a. Keluarnya saluran akar harus sekitar 0,5 mm lebih
pendek dari bagian tersempit saluran akar
b. Jarak diameter minor ke diameter mayor bertambah
seiring bertambahnya usia karena deposisi sementum
c. Diameter mayor tidak ada di apeks anatomis dan
sebanyak 90 % deviasi lebih dari 0.5 mm

49
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

d. Apeks anatomis, apeks radiografis, diameter mayor


dan diameter minor tidak berada di posisi yang sama
e. Yang digunakan untuk estimasi panjang obturasi:
i. Electronic apex locator
ii. Radiografi → jarak 1 mm dari puncak radiografi
iii. Kombinasi
■ Alat
1. Hand Spreader
a. Terbuat dari stainless steel
b. Memudahkan penempatan poin guttapercha aksesori
di sekitar kerucut utama selama teknik lateral
compaction
c. Tidak digunakan secara rutin → tekanan yang
berlebihan pada akar dapat menyebabkan patah akar
2. Finger Spreader
a. Panjangnya lebih pendek pendek
b. Terbuat dari stainless steel atau nickel titanium
3. Hand Plugger
a. Diameter lebih besar dari spreader
b. Ujung tumpul
c. Memadatkan gutta percha yang hangat secara vertikal
atau lateral pada saluran akar
d. Membawa segmen kecil gutta percha gutta-percha ke
dalam saluran akar selama teknik pengisian sectional
4. Finger Plugger
a. Memadatkan gutta percha dan teknik vertikal
compaction
5. Lentulo Spiral
a. Mengoleskan semen sealer ke dinding saluran akar
sebelum obturasi
■ Persiapan
1. Grossman’s Requirements for Ideal Root Canal Filling Material
a. Material sebaiknya mudah diperkenalkan ke root canal
b. Menutupi kanal secara lateral dan apikal
c. Tidak menyusut ketika diinsersikan
d. Mengeras dengan pelan
e. Tidak dapat dilalui cairan
f. Bactericidal atau menghambat pertumbuhan bakteri
g. Bersifat radiopak
h. Tidak mudah mewarnai struktur gigi
i. Tidak mengiritasikan jaringan periradicular atau
mengefek struktur gigi

50
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

j. Bersifat steril atau mudah disterilkan


k. Mudah dilepas dari root canal
2. Preparasi Obturasi
a. Dalam pulpa non vital, jaringan yang ternekrosis dapat
terkontaminasi bakteri dan zat buangannya
b. Smear layer dapat mengganggu adhesi dan penetrasi
dari root canal sealer, dan dapat mencegah penetrasi
gutta-percha dalam teknik thermoplastic
c. Pembuangan smear layer dapat meningkatkan adhesi
sealer kepada dentin dan tubular penetration
d. Material root canal filling beradaptasi lebih baik ke
dinding kanal setelah pembuangan smear layer
e. Waktu yang direkomendasikan untuk membuang
smear layer adalah dari 1-5 menit
f. Dibuktikan bahwa pemaparan 10 ml EDTA selama 1
menit cukup untuk membuat lapisan smear, sementara
10 menit pemaparan terbukti berlebihan untuk
peritubular dan intertubular dentin
3. Desinfeksi Saluran Akar

a. Proses pembersihan dan preparasi → Terakumulasi


material pulpa organik dan debris dentin anorganik →
Amorphous irregular smear layer
b. Dilakukan dengan irigasi saluran 17% EDTA dan 5,25%
NaOCl
c. Waktu yang disarankan untuk menghilangkan smear
layer 1-5 menit
d. Kombinasi EDTA dan NaOCl → efek antimikrobial
e. Penggunaan kombinasi EDTA dan NaOCl → bisa
menyebabkan erosi pada intraradicular dentin →
Bergantung pada waktu dan konsentrasi
■ Teknik
Setiap teknik dirancang untuk:
1. Menekan Gutta-percha mengalir ke saluran akar
2. Menekan dinding saluran akar

51
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

3. Mengisi saluran halus yang berliku-liku


4. Menutup berbagai foramina yang keluar ke periodonsium
5. Memadat menjadi core filling yang padat dan kokoh

■ Cold Lateral Compaction

52
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

1. Menjadi salah satu teknik paling umum dilakukan


2. Namun, dalam endodontik kontemporer, ini bukan yang
terbaik teknik untuk mencapai seal tiga dimensi.
3. Teknik bertahap
4. Pertimbangan sealer: Aplikasi sealer pada dinding saluran juga
dapat dilakukan dengan menggunakan lentulo spiral atau
dengan master gutta-percha cone itu sendiri
5. Pertimbangan spreader
a. Ukuran spreader ditentukan oleh lebar saluran yang
telah disiapkan dan lateral fit of the primary cone;
semakin besar jarak antara dinding kanal dan butt-end
of the gutta-percha, semakin besar (lebar) spreader
yang digunakan
b. Ukuran spreader harus mencapai 1–2 mm dari panjang
kerja untuk mendapatkan optimal apical compaction.
Ini dapat dipastikan dengan memasang silicon stopper
pada spreader
6. Pertimbangan master cone
a. Pemilihan master cone harus sama menuju master
apical file size
b. Kekuatan yang diberikan haruslah bijaksana tetapi
minimal digunakan pada spreader selama proses
pemadatan untuk menghindari fraktur akar.
c. Tambahan secondary cones dimasukkan sampai
spreader tidak dapat dipasang kembali, indikasi bahwa
saluran akar sepenuhnya dipadatkan secara lateral
d. A cement coating is not mandatory for secondary
cones
7. Limitasi
a. Terdapat voids diantara filling
b. Peningkatan rasio sealer: ratio gutta-percha jika
dibandingkan dengan teknik termoplastik
c. Penelitian juga menunjukkan bahwa teknik warm
compaction memiliki kemampuan yang lebih baik
untuk menutup defek intrakanal dan kanal lateral
daripada cold lateral compaction.
■ Warm Compaction
Teknik mengisi saluran akar menggunakan heated puggers, dilakukan
tekanan dalam arah vertikal ke gutta- percha yang dilunakkan dengan
panas → menyebabkannya mengalir dan mengisi seluruh lumen kanal
-schilder. Disebut warm gutta-percha

53
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

■ Continuous Wave Compaction

54
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

■ Thermofil Gutta Percha

■ Root Canal Filling Materials


1. Klasifikasi
a. Cones: material pengisi dengan bentuk lancip dan
berbagai ukuran

55
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

b. Sealer: pasta dan semen yang dicampur dan mengeras


melalui reaksi setting kimia
c. Kombinasi keduanya
2. Persyaratan
a. Sifat mekanis
b. Sifat biologis
c. Handling properties
d. Biokompatibilitas
e. Penyegelan yang baik (leakage/sealing)

3. Utamanya material obturasi:


a. Solid
b. Semisolid (pasta atau softened form)
4. May or may not use with a sealer
5. Material obturasi dimasukan ke kanal akar dalam beragam
bentuk, dan dimanipulasi dengan berbagai cara
6. Material Solid
a. Lebih banyak kelebihan dibanding semisolid (paste)
i. Dokter dapat mengontrol panjang dengan lebih
baik
ii. Material menyesuaikan diri dengan
ketidakteraturan dan menciptakan segel yang
memadai di seluruh sistem saluran akar (RCS).
b. Universally accepted ⇒ gutta percha
7. Material Semisolid (pasta)
a. Kekurangan terbesar → kurangnya kontrol panjang
yang dapat diprediksi, penyusutan, toksisitas bahan,
kesulitan praklinis dalam pengenalan bahan tanpa
rongga, dan daya serap bahan.
b. Paste filling tidak direkomendasikan

56
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

8. Jenis material solid :


a. Gutta Percha

i. Komposisi: Zinc oxide (±75%) + binders,


opaquers, dan zat pewarna
ii. Bentuk:
1. Standar → sesuai ISO atau ADA/ANSI
2. Non standar (konvensional)
iii. Kelebihan
1. Plastisitas / beradaptasi dengan
pemadatan terhadap ketidakteraturan
pada saluran yang disiapkan
2. Relatif mudah untuk diatur dan
dimanipulasi
3. Relatif mudah untuk dilepas dari RCS
iv. Kemampuan segel
1. Lack of chemical adhesion
2. Mengecil saat pendinginan atau
evaporasi pelarut → ruang antar inti dan
dinding dentin
3. Gunakan sealer → memenuhi ruang
antara GP dan RCS
v. Metode Obturasi
1. Lateral compaction → warm vertical
b. Resin

i. Komposisi: Polycaprolactone dengan fillers of


bioactive glass dan komponen lain

57
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

ii. Kelebihan
1. Non toksik
2. Biokompatibel
3. Non mutagenik
4. Disetujui US FDA
5. Lebih resisten dari kebocoran dibanding
GP
c. Silver Points
i. Dibuat agar sesuai dengan ukuran file terakhir
yang digunakan dalam persiapan dan mungkin
untuk mengisi RCS dengan tepat di semua
dimensi
ii. Kekurangan
1. Poor long term choice
2. Lack of adaptability
9. Jenis material semisolid :
a. Zinc Oxide Eugenol (ZnOE)
i. Bentuk murni dipakai pada gigi sulung → bisa
menyebabkan exfoliasi
ii. Tidak diadvokasi pada gigi permanen
b. Plastic
i. Resin-based sealer, seperti AH26 atau diaket →
Sole obturating material
ii. Sealer ini tidak direkomendasikan karena
memiliki kekurangan sama dengan pasta lain
10. Sealers

58
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Sifat yang diinginkan :


a. Toleransi jaringan
b. No shrinkage
c. Setting time lambat
d. Kerekatan
e. Radiopasitas
f. Tidak ada staining
g. Kelarutan dalam pelarut
h. Ketidaklarutan terhadap jaringan dan cairan oral
i. Sifat bakteriostatik
j. Kemampuan membuat segel
11. Tipe :

a. ZnOE-Based Sealers
i. Keuntungan utama → riwayat keberhasilan
ii. Sifat positif > sifat negatif
b. Calcium Hydroxide
i. Dimasukan ke ZnOE atau plastic base
ii. Memiliki sifat biologis yang menstimulasi
calcific barrier pada apeks; namun, belum
secara meyakinkan ditunjukkan dalam
penggunaan klinis atau eksperimental
iii. Sifat antimikroba dan short-term sealability
yang memadai
c. Glass Ionomer
i. Kelebihan : mengikat dentin, memberikan segel
apikal dan koronal yang memadai, dan
biokompatibel.
ii. Kekurangan: kekerasan dan ketidaklarutannya
membuat perawatan ulang dan preparasi ruang
pasak lebih sulit, dan sulit untuk merawat
dentin dengan benar untuk menerima material.

59
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

d. Ceramic-Based Sealer
i. Bioceramic dengan zirconium oxide, calcium
silicate, calcium phosphate, and calcium
hydroxide
ii. Tidak larut, radiopak, non-shrinking,
membutuhkan kelembaban untuk mengeras

g. Tambalan Sementara
■ Syarat
1. Seal coronally → Mencegah masuknya oral fluids
dan bakteri serta keluarnya intracanal medicament
2. Meningkatkan isolasi selama prosedur perawatan
3. Melindungi struktur gigi hingga dilakukan prosedur
restorasi akhir
4. Memudahkan placement dan removal
5. Estetika → Pertimbangan sekunder
■ Jenis material
1. Cavit : Mengandung zinc oxide dan zinc sulfate dengan
konsentrasi berbeda beserta komponen lainnya. (+) : Mudah
digunakan, kemampuan sealing yang baik (-) : Low strength,
rapid occlusal wear limit (jangka pendek)
2. Intermediate Restorative Materials (IRM) : Wear resistance
yang baik
3. Komposit dan GIC : Kemampuan memberikan seal yang
terbaik dan tahan lama
4. Temporary Endodontic Restorative Material (TERM) :
Seringkali mengalami polymerization shrinkage dan ekspansi
akibat penyerapan air
■ Prinsip :
1. Konservasi struktur gigi

60
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Untuk meminimalisir potensi gigi patah dan meningkatkan


umur gigi (umumnya dibutuhkan crown).
2. Retensi
Restorasi definitif pada gigi perawatan saluran akar dapat
dilakukan hanya dengan restorative filling bagi gigi yang
mendapatkan bantuan dari gigi di sekitarnya, jika tidak
mampu bisa menggunakan pasak yang ditanam di dalam
pulpa sebagai retensi tambahan.
3. Proteksi struktur tersisa
Meminimalisir kemungkinan gigi patah dan transmisi beban
fungsional berlebih dengan adanya design restorasi
melibatkan cusp
■ Restorasi Anterior
1. Restorasi direct berupa resin komposit → restorasi yang
paling umum digunakan untuk menutup akses endodontik
dengan area restorasi minimal
2. Metal-ceramic atau all-ceramic crown yang didukung dengan
pasak : untuk gigi dengan kerusakan yang parah akibat
trauma dan restorasi proksimal yang besar
■ Restorasi Posterior
1. Direct Restoration
a. Amalgam atau komposit resin: gigi dengan kerusakan
yang parah akibat trauma dan restorasi proksimal yang
besar pada gigi posterior
b. Indikasi restorasi pada coronal access opening:
c. Minimal structure lost → Preparasi akses konservatif
dengan intact marginal ridges dan gigi bisa direstorasi
tanpa preparasi tambahan
d. Long-term prognosis gigi tidak dapat ditentukan,
namun membutuhkan restorasi yang kuat
2. Indirect Restoration, All-metal cast restoration (onlay,
complete crown) pada gigi dengan structure-loss yang banyak
a. Memberikan proteksi oklusal yang baik
b. Cuspal coverage yang effective
c. Complete coronal coverage
d. Digunakan jika struktur gigi yang ada pada coronal gigi
tidak mencukupi dan membutuhkan restorasi yang
konservatif
h. Evaluasi Hasil Perawatan
■ Menurut Friedman & Mor (2004):
1. Healed: keadaan normal secara klinis dan radiografis (tidak
ada tanda, gejala, radiolusensi sisa)

61
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

2. Diseased: terlihat radiolusensi walaupun secara klinis normal


atau terdapat gejala klinis walaupun secara radiografis normal
3. Healing: keadaan normal secara klinis, menunjukkan adanya
penurunan radiolusensi
■ Menurut American Association of Endodontists
1. Healed: Gigi fungsional dan asimtomatik, tanpa atau minimal
patosis periradikuler radiografi
2. Non Healed: Gigi tidak berfungsi dan simtomatik, dengan atau
tanpa patosis periradikuler radiografi
3. Healing: Gigi dengan patosis periradikuler, tapi asimtomatik
dan fungsional, atau gigi dengan atau tanpa patosis
periradikuler radiografik yang simtomatik, fungsi tidak berubah
4. Functional: Perawatan gigi atau akar yang memenuhi tujuan
yang dimaksudkan
■ Metode
1. Riwayat Pasien:
a. Keluhan gejala yang persisten atau memburuk
beberapa bulan atau tahun setelah perawatan saluran
akar selesai biasanya merupakan indikasi kegagalan
pengobatan dan penyakit yang berlanjut.
b. Gejala rasa tidak nyaman atau nyeri saat mengunyah,
pegal-pegal umumnya merupakan indikasi adanya
peradangan atau infeksi periradikular.
c. Penyembuhan tulang membutuhkan waktu dan gigi
yang terasa “berbeda” saat digigit mungkin sedang
dalam perjalanan menuju penyembuhan.
d. Nyeri (pain in release) → Gigi yang retak.
e. Rasa tidak enak → Abses yang mengering.
f. Kepekaan terhadap dingin atau panas → Kemungkinan
besar terkait dengan gigi yang tidak dirawat di
dekatnya tetapi bisa menjadi indikasi adanya saluran
vital yang terlewat pada gigi yang dirawat.
2. Pemeriksaan Klinis:
a. Adanya tanda atau gejala yang menetap biasanya
merupakan indikasi penyakit dan kegagalan; Tidak
adanya gejala tidak menandakan keberhasilan.
b. Patosis periapikal tanpa gejala biasanya muncul pada
gigi sebelum dan sesudah perawatan saluran akar
sampai masa penyembuhan.
c. Tanda-tanda persisten (misalnya, pembengkakan,
defek probing, atau saluran sinus) biasanya
menunjukkan kegagalan.

62
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

d. Kriteria klinis keberhasilan perawatan:


i. Tidak adanya pembengkakan dan tanda-tanda
infeksi dan peradangan lainnya
ii. Hilangnya saluran sinus atau defek probing
yang sempit dan terisolasi
iii. Tidak ada bukti kerusakan jaringan lunak,
termasuk defek probing
iv. Gigi telah pulih dan berfungsi
e. Evaluasi radiografi :

i. Keberhasilan radiografi: Tidak adanya lesi


radiolusen apikal → Lesi yang ada pada saat
perawatan telah sembuh atau, jika tidak ada
lesi pada saat perawatan, tidak ada yang
berkembang. Keberhasilan radiografi terbukti
dengan eliminasi atau kurangnya
pengembangan area radiolusensi selama
minimal 1 tahun setelah perawatan.

ii. Kegagalan radiografi adalah persistensi atau


perkembangan radiolusensi yang berlanjut.
Secara khusus, lesi radiolusen tetap sama,

63
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

membesar, atau telah berkembang sejak


pengobatan. Gigi simptomatik yang non
fungsional dengan atau tanpa lesi radiografi
dianggap sebagai kegagalan

iii. Status yang tidak diketahui menunjukkan


keadaan ketidakpastian. Klasifikasi ini termasuk
gigi dengan radiolusensi yang asimtomatik dan
fungsional. Lesi radiolusen yang sudah ada
sebelumnya pada gigi ini belum mengecil atau
menjadi lebih besar ukurannya.
f. Evaluasi Histologis

Setelah perawatan saluran akar tidak praktis dan tidak


mungkin dilakukan tanpa pembedahan. Jika gigi yang
dirawat dievaluasi secara histologis, keberhasilan akan
ditandai dengan pemulihan struktur jaringan
periradikuler dan tidak adanya peradangan.
6. Teknik & Bahan Anestesi Lokal Perawatan Saluran Akar Vital Gigi Permanen
a. Anestesi Lokal
■ Merupakan obat yang dapat memblok konduksi saraf secara
reversible, menghilangkan sensasi nyeri bila digunakan pada bagian
tubuh tertentu tanpa diikuti hilangnya kesadaran.
■ Anestesi lokal dapat diberikan pada awal terapi saluran akar.
■ Agen Anestesi yang biasa digunakan dalam Endodontik:
1. 2% Lidocaine dengan 1:100,000 epinephrine
2. 4% articaine dengan 1:100,000 epinephrine

64
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

3. 0,5% bupivacaine dengan 1:200,000 epinephrine


4. 3% mepivacaine dengan 1:20,000 levonordefrin
■ Klasifikasi
1. Berdasarkan struktur kimia
a. Ester group
i. Cocaine
ii. Benzocaine
iii. Procaine
iv. Tetracaine
b. Amide (Nonester group)
i. Lidocaine
ii. Mepivacaine
iii. Prilocaine
iv. Etidocaine
v. Bupivacaine
2. Based on duration of action
a. Short acting
i. Procaine
b. Intermediate acting
i. Lidocaine
c. Long acting
i. Bupivacaine
■ Komposisi
1. Garam lidokain hidroklorida
2. Epinefrin sebagai vasokonstriktor
3. Natrium bisulfit sebagai preservatif untuk vasokonstriktor
4. Natrium klorida sebagai larutan isotonik
5. Methyl paraben sebagai preservatif
■ Mekanisme
1. Aksi utama anestetik lokal yaitu memblok konduksi saraf
dengan menurunkan permeabilitas serabut saraf terhadap
ion natrium (Na+) sehingga tidak mengalir di dalam saraf.
2. Anestetik lokal akan berinterferensi dengan natrium dan
menghambat penghantaran impuls sepanjang serabut saraf.
3. Pada jaringan dengan pH yang rendah, onset anestetik
lokal menjadi lambat, akan tetapi pada pH tinggi, onsetnya
lebih cepat. Hal ini karena pada pH yang basa, anestetik lokal
berada dalam bentuk dasar yang tidak terurai dan
berpenetrasi ke akson.
4. Pada daerah yang terinflamasi dan terdapat pus, anestetik
lokal tidak dapat bekerja secara efektif karena sedikitnya
anion yang berpenetrasi ke dalam membran saraf,

65
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

sehingga sedikit penguraian kation di dalam saraf.


Anestetik yang biasa digunakan di klinik mempunyai onset
1-20 menit
■ Teknik
1. Infiltrasi

a. Anestesi infiltrasi adalah injeksi dari anestesi lokal pada


jaringan lunak di regio apeks akar.
b. Infiltrasi mungkin teknik anestesi yang paling simpel,
aman, dan cepat untuk prosedur pengangkatan pulpa
→ anestesi akan menghentikan rasa sakit dan
membuat pengangkatan pulpa bisa dilaksanakan.
c. Memasukan jarum anestesi ke mucobuccal fold
sedikit ke arah mesial.
d. Lebih sering digunakan untuk anestesi pada gigi
rahang atas.
2. PDL Injection

a. Anestesi tambahan
b. Membius ligamen periodontal gigi yang sedang dalam
perawatan endodontik dan memblok saraf pulpa
c. Teknik ini paling sering digunakan pada gigi molar
rahang bawah dan efektif 92%
d. Onset anestesi segera, dan efeknya berlangsung
rata-rata 27 menit bila menggunakan lidokain 2% yang
mengandung epinefrin 1:50.000.

66
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

3. Intraosseous Injection

a. Yang umum digunakan adalah stabident system.


b. Stabident system → terdiri dari perforator yang
digerakkan dengan handpiece berkecepatan lambat
dan kawat 27-gauge solid yang digunakan untuk
mengebor lubang kecil melalui cortical plate. Agen
anestesi ditempatkan ke dalam tulang cancellous
dengan bantuan jarum injektor 27-gauge ultrashort
ditempatkan melalui saluran yang disiapkan oleh
perforator.
4. Intrapulpal Injection

a. Injeksi langsung ke dalam tubuh pulpa yang terbuka ini


dapat dilakukan hanya jika paparan pulpa cukup besar
untuk menerima jarum suntik.
b. Diberikan jika tetap ada sensitivitas gigi setelah
anestesi infiltrasi atau blok
c. Indikasi: Apabila anestesi dengan teknik lain tidak
mencapai pulpa.

67
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

7. Mekanisme Penyembuhan Penyakit Pulpa Periapeks


a. Pulp Healing
■ Setelah iritan menghilang, pulpa yang sehat memiliki kemampuan
untuk sembuh (heal).
■ Stem cell pulpa dapat berdiferensiasi menjadi sel khusus, tergantung
pada sinyal yang diterima.
■ Injury ringan pada pulpa dan sel endotel dapat menstimulasi
perekrutan stem cell dan proliferasi dental stem cell.
1. Stem cell memiliki kemampuan untuk bermigrasi ke daerah
injury dan berdiferensiasi menjadi odontoblas untuk memulai
sintesis dentin reparatif.
2. Stem cell juga bertanggung jawab dalam regulasi reaksi
inflamasi dengan mensekresikan sitokin dan kemokin untuk
mempertahankan homeostasis tubuh dan proses
penyembuhan.
■ Injury yang berkepanjangan, misalnya pada infeksi mikroba,
menyebabkan apoptosis stem cell serta gangguan fungsi dan
kemampuan stem cell dalam penyembuhan pulpa.
b. Periapical Healing
■ Proses penyembuhan jaringan periapeks :
1. Setelah penghilangan irritan yang menginduksi kelainan
periapeks, maka respon inflamasi akan berkurang.
2. Terjadi peningkatan jumlah tissue - forming cells (fibroblas dan
sel endotel).
3. Terjadi reorganisasi dan maturasi jaringan periapeks.
■ Tulang yang mengalami resorpsi akan digantikan oleh tulang baru.
■ Cementum dan dentin yang teresorpsi akan diperbaiki dan diganti
oleh cementum seluler (cellular cementum)
■ Periodontal ligamen juga akan dikembalikan ke struktur awal.
(penyembuhan PDL berada di urutan terakhir)
■ Pada pemeriksaan histologi, proses penyembuhan jaringan periapeks
akan menunjukkan gambaran berupa :
1. Deposisi sementum
2. Peningkatan vaskularisasi
3. Peningkatan aktivitas osteoblastik dan fibroblastik
c. Zona Peradangan Apikal
■ Zone of infection
1. Zona ini ditandai dengan adanya PMN, yang berperan untuk
menghancurkan mikroorganisme → chronic abscess
2. Infeksi hanya terjadi di pusat lesi dan mikroorganisme hanya
ditemukan di zona ini
3. Setelah dilakukan perawatan saluran akar, zona ini hilang

68
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

4. Toksin mikroorganisme, pulpa nekrotik, dan enzim proteolitik


yang dihasilkan dari sel PMN yang mati menghasilkan pus
■ Zone of contamination
1. Zona ini ditandai dengan infiltrasi round cell (limfosit)
2. Di sekitar pusat lesi, terdapat destruksi seluler, akibat toksin
yang dikeluarkan mikroorganisme dari zona infeksi
3. Setelah dilakukan PSA, toksisitas zona kontaminasi menurun,
dan terjadi infiltrasi sel radang kronik ke zona kontaminasi.
4. Cairan radang akan melarutkan toksin dan sel imun akan
memfagosit bakteri
■ Zone of irritation
1. Zona ini ditandai dengan adanya Makrofag dan Osteoklas
2. Makrofag (sel fagositik) mencerna kerangka kolagen (collagen
framework), sedangkan osteoklas meresorpsi tulang yang
terkontaminasi
3. Daerah yang teresorpsi nantinya akan diisi oleh jaringan
granulasi
■ Zone of stimulation
1. Zona ini ditandai dengan adanya fibroblast dan osteoblast
2. Pada zona luar ini, adanya toksin (walaupun dalam jumlah
sedikit) cukup untuk menjadi stimulan
3. Fibroblast membentuk jaringan fibrosa yang berfungsi sebagai
dinding pertahanan di sekitar zona iritasi & sebagai rangka
(scaffold) tempat osteoblast membentuk tulang baru.
4. Tulang baru yang dibentuk oleh osteoblast terbentuk dengan
pola irregular / tidak teratur

69
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Referensi
1. Grossman’s Endodontic Practice, B. Suresh Chandra, Gopikrishna 13th Ed 2014.
2. Walton RE, Torabinejad M (ed). Principles and Practice of Endodontics 3rd ed,
Philadelphia: WB Saunders. 2002
3. Chandra, B. S., dan Gopikrishna, V. (2014). Grossman's Endodontic Practice 13th
Edition. India: Wolters Kluwer Health.
4. Torabinejad, M., Walton, R., & Fouad, A. (2015). Endodontics Principles and Practice
(Vol. 5). Elsevier Saunders.
5. Garg N, Garg A. Textbook of Operative Dentistry. 2nd ed. Jaypee Brothers Medical
Publishers; 2013.
6. Hargraves, K., Berman, L. (2016). Cohen’s Pathway of the Pulp 11th ed. Elsevier Inc.

Informasi Tambahan Diskusi


1. Proses terjadinya lesi periapikal dan pengaruhnya pada kondisi kesehatan :
Sebaliknya, penyebab utama lesi periapikal adalah infeksi endodontik. Respons
imun yang dipicu oleh PAMP menginduksi sitokin proinflamasi dan patologi
periapikal berikutnya, termasuk inflamasi kronis dan kerusakan tulang. Penyebab
utama lesi periapikal tidak tumpang tindih dengan gangguan metabolisme.
Meskipun tidak definitif, beberapa penelitian menunjukkan bahwa peradangan
periapikal memperburuk gangguan metabolisme. Hal ini disebabkan karena sel-sel
pro inflammatory (sitokin) yang meningkat saat terjadinya lesi periapikal merupakan
kunci atas berkembangnya gangguan metabolisme seperti diabetes tipe II.
2. Peran jaringan periodontal pada kelainan pulpoperiapikal :
Di zona kontaminasi terdapat banyak limfosit akan menstimulasi sitokin yang
merangsang osteoklas dimana terjadi resorpsi tulang. resorpsi tulang ini bertujuan
untuk membatasi irritant dengan tulang agar tidak berlanjut menjadi osteomyelitis
3. Risiko penggunaan jarum biasa untuk irigasi :
4. Larutan irigasi masuk ke periapikal akan terjadi risiko terdapat hipoklorit accident.
Dapat memakai hidrogen peroksida namun tidak terlalu mencerna bagian
organiknya sehingga tidak efektif atau bahaya. Apabila menggunakan jarum biasa,
mungkin saja bisa, akan tetapi dengan syarat jarumnya harus lancip dan tidak
tumpul. Namun ini tetap tidak direkom krn membahayakan dan kurang efektif
5. Dampak root filling material yang melebihi foramen apikal :
Keberhasilan perawatan saluran akar dapat dilihat dengan hasil pengisian yang
kedap udara sehingga tidak ada celah bagi bakteri untuk berkembang biak. Material
root filling yang diisi melebihi foramen apikal dapat ditembus oleh cairan sehingga
memungkinkan adanya infeksi sekunder akibat kebocoran jaringan periradikuler.
Kejadian ini biasa disebut sebagai kebocoran apikal. Kebocoran apikal adalah jalan
masuk bagi mikroorganisme dan produknya ke dalam saluran akar melalui foramen
apikal dan bahan obturasi yang disebabkan oleh perbedaan teknik obturasi, sifat
kimia dan sifat fisik dari bahan obturasi saluran akar, dan ada atau tidaknya smear
layer.

70
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

6. Evaluasi pascaperawatan :
Evaluasi Perawatan direkomendasikan untuk dilakukan 6 bulan hingga 5 tahun
pasca perawatan. Apabila lesi yang ada tidak berubah (sembuh) atau bertambah
besar setelah 1 tahun maka perawatan gagal. Apabila lesi yang ada tetap ada
namun mengecil setelah 6 bulan, perlu dilakukan evaluasi tambahan (histologi)
7. External dan internal root resorption secara radiografis :
a. External root resorption:
i. Kavitasi progresif melibatkan akar & tulang alveolar pada minggu 2–4
ii. Selalu ada resorpsi tulang
iii. Struktur akar digantikan oleh jaringan tulang
iv. Outline kanal akar normal dan seperti menembus defek radiolusensi
b. Internal root resorption:
i. Outline kanal akar terdistorsi
ii. Kanal akar dan defek radiolusen tampak kontinu
iii. Tidak melibatkan resorpsi tulang
8. Perbedaan perawatan ulang saluran akar dan terapi perawatan saluran akar setelah
adanya evaluasi radiografi :
Perbedaan utama antara perawatan ulang saluran akar dengan terapi perawatan
saluran akar adalah kebutuhan untuk menghilangkan bahan pengisi saluran akar
yang berada di dalam saluran akar. Perawatan ulang dimulai dengan pemeriksaan
morfologi saluran akar, pengisian saluran akar dan pemeriksaan lainnya melalui foto
radiografi, oleh karena kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan karena
saluran akar yang tidak terdeteksi, adanya saluran akar tambahan, saluran akar
bengkok, pengisian saluran akar yang tidak sempurna dan faktor lainnya. Untuk
dapat menemukan semua saluran akar gigi, menentukan macam perawatan dan
obturasi secara biomekanik, maka pengetahuan tentang morfologi saluran akar
sangat diperlukan serta didukung dengan foto radiografi.

Poin Penting
1. Tahapan pengisian saluran akar (PSA) :
a. Gigi Vital
i. Isolasi
ii. Preparasi Akses
iii. Ekstirpasi
iv. Irigasi
v. Shaping & Cleaning
vi. Medikamen
vii. Obturasi
viii. Tambalan Sementara
ix. Evaluasi Hasil Perawatan
b. Gigi Non Vital
i. Preparasi Akses

71
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

ii. Irigasi
iii. Shaping & Cleaning
iv. Medikamen = calcium hydroxide
v. Obturasi
vi. Tambalan Sementara
vii. Evaluasi Hasil Perawatan
2. Teknik Preparasi
a. Step Back : apikal ke koronal

b. Crown Down : koronal ke apikal

3. Seven Rules of Radiograph


a.
Catatan Fasilitator
● Diagnosis kasus : mulai dari pulpa baru ke periapikal
○ Pulpanya menurut AAE : necrosis pulpa
○ Kelainan periapical :
● Tahap PSA vital dan non vital apakah ada perbedaan?
○ Non vital tanpa anestesi, vital pake anestesi
○ Pada PSA vital, setelah akses (masih ada fiber dan jaringan pulpa) maka di
ekstirpasi dulu. PSA non vital ga pake ekstirpasi dan langsung penjajakan
dan menentukan panjang kerja
○ Medikamen pada kasus

72
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

○ Kandungan kalsium hidroksida yang sifatnya antimikrobial dan kenapa


digunakan kasus skenario?
■ MTA bukan medikamen. Perbedaan medikamen antara PSA vital dan
PSA non-vital
■ MTA = bioactive material untuk pulp capping
● Radiografi itu penunjang supaya bisa menegakkan diagnosis
● Seven Rules of Radiograph
○ Lokasi : ada di mana lesinya, ⅓ apikal atau ⅓ tengah atau bifurkasi
■ Pada kasus bukan di ⅓ apikal saja, mencapai bifurkasi, akar distal,
dan perluasan ke mesial. Sudah ada keterlibatan periodontal
○ Bentuk
■ Sesuai kasus irregular
■ Bentuk menentukan apakah case dr endodontic
○ Ukuran
○ Perluasan
○ Batas tepi
■ Jelas
■ Tidak jelas, di kasus tidak
○ Radiodensitas lesi : tidak semua berupa radiolusen, bisa radiopak
■ Contoh kasus radiolusen, ada condensed mastitis dan odontoma →
lebih radiopak Apikalnya
■ jelas
■ Kista itu batas tepinya sangat jelas
■ Memengaruhi patogenesis
○ Efek lesi terhadap jaringan sekitar
■ Apakah di sekeliling lesi menurun juga opasitasnya/meningkat
■ Di kasus, sekitar lesi opasitas meningkat dibandingkan normal
■ Bisa liat sudah berlangsung lama/tidak
■ Rontgen itu 2D, sangat terbatas
■ Kalau mau yang lebih akurat → 3D → penunjangnya pakai CBCT
● Cara mendiagnosis :
○ Lihat secara klinis
○ Cari di AAE/Grossman yang paling mendekati
● Resorpsi tulang menyebabkan pus keluar lewat foramen apikal → di akhir
menyebabkan pus
○ Dimulai dengan aktivasi osteoklas
● Tampilan yang diharapkan setelah perawatan
○ Penyembuhan lesi → radiodensitas meningkat / radiolusensi berkurang
○ Ukuran mengecil
○ Perluasan berkurang
● Locus minoris resistentiae: Latin meaning a place of less resistance. A locus minoris
resistentiae offers little resistance to microorganisms

73
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

○ Berkaitan dengan pembentukan fistula


○ Pus membentuk drainase tergantung kepadatan tulang di sekitarnya
○ Barulah terbentuk fistula mengikuti prinsip locus minoris resistance
● Filing : naik turun
● Watchwinding : kiri kanan
● Step back : apikal ke koronal, instrumen k file
● Crown down : koronal ke apikal, instrumen pro taper
● FAU = file apikal utama
● Cari cara penentuan FAU
● Nomor KGU = FAU
● Step back = kondensasi lateral
● Crown down = single crown

Kesimpulan
● Jaringan periapikal :
○ Memiliki banyak undifferentiated cell → inflamasi dan repair
○ Memiliki banyak suplai darah kolateral dan sistem drainase limfatik
○ Interaksi irritants dengan pertahanan host → reaksi protektif namun bisa juga
destruktif berupa periradicular bone resorption
○ Reaksi host dimediasi oleh
■ Non-spesifik : neuropeptides, fibrinolytic peptiodes, kinins,
complement fragments, vasoactive amines, lysosomal enzymes,
arachidonic acid metabolites dan cytokines
■ Specifik : Ig-E, mast cells, antigen-presenting cells, macrophages,
PMN leukocytes, sel B, dan sel T
● Rencana perawatan yang dilakukan untuk kasus ini adalah PSA non-vital
(pulpektomi)
● Tahapan-tahapannya dapat berupa:
○ Isolasi
○ Preparasi
○ Irigasi
○ Shaping dan cleaning
○ Medikamen intrakanal
○ Obturasi saluran akar
○ Tambal sementara
● Periodontitis apikal simptomatik
○ DD : Apical Abscess/ Symptomatic Alveolar Akut
● Eksaserbasi akut
○ DD : gejala mirip abses alveolar akut
● Asymptomatic Apical Periodontitis
○ Radiograf : Area radiolusen berbatas jelas, dengan lamina dura yang terputus

74
Logbook Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 3
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

○ DD : tidak bisa dibedakan dengan penyakit radikuler lainnya. Perlu dilakukan


tes perkusi untuk membedakan dengan symptomatic apical periodontitis
● Chronic Alveolar/Apical Abscess
○ Radiograf : menunjukkan penurunan densitas tulang yang tersebar, jaringan
periodontal menebal
○ DD : daerah diffuse → abscess, daerah berbatas tegas → asymptomatic
apical periodontitis,tulang sklerotik → adanya kista.
● Kista radikuler
○ DD : asymptomatic apical periodontitis, Kista globulomaksilaris (tidak
berhubungan dengan nekrosis pulpa
● Keberhasilan radiografi
○ tidak adanya lesi radiolusen apikal
● Kegagalan radiografi
○ persistensi atau perkembangan radiolusensi
● Status yang tidak diketahui
○ keadaan ketidakpastian.

75

Anda mungkin juga menyukai