Disusun Oleh:
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu teknik pemisahan senyawa yang berfokus pada
perbedaan distribusi zat terlarut di antara dua pelarut yang bercampur.
Biasanya, zat terlarut yang diekstrak cenderung tidak larut atau kurang larut
dalam satu pelarut, tetapi dapat larut dengan mudah dalam pelarut lain.
Pemilihan metode ekstraksi yang tepat didasarkan pada karakteristik
kandungan air dan senyawa-senyawa yang akan diisolasi dari bahan yang
akan diekstrak. Hasil ekstraksi berupa ekstrak, yaitu sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari bahan nabati atau hewani
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ini melibatkan penguapan hampir
seluruh pelarut setelah ekstraksi, sehingga tersisa massa atau serbuk yang
kemudian diolah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dalam proses pemisahan senyawa pada simplisia, digunakan pelarut
tertentu yang sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Prinsip
pemisahan pelarut didasarkan pada aturan 'like dissolved like', di mana
senyawa polar akan larut dalam pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan
dengan berbagai metode, seperti infundasi, maserasi, perkolasi, dan sokletasi,
tergantung pada tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan, dan senyawa
yang diinginkan. Salah satu metode ekstraksi yang paling sederhana adalah
maserasi.
Maserasi merupakan metode ekstraksi simplisia yang melibatkan
penggunaan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
suhu kamar. Dalam konteks teknologi, metode ini termasuk dalam kategori
ekstraksi dengan prinsip mencapai konsentrasi pada keseimbangan. Aspek
kinetik maserasi menunjukkan bahwa proses pengadukan dilakukan secara
kontinyu dan berkelanjutan. Remaserasi, di sisi lain, melibatkan penambahan
pelarut secara berulang setelah maserat pertama disaring, dan seterusnya.
Pendekatan ini memiliki potensi untuk menghasilkan ekstrak dalam jumlah
besar, sambil mencegah perubahan kimia pada senyawa-senyawa tertentu
yang dapat terjadi akibat pemanasan.
Data pada Tabel 1 diregresi dengan variasi konsentrasi sebagai nilai x dan %
antioksidan sebagai nilai y sesuai dengan variasi waktu.
Dari Gambar 2 yang telah diplot, didapat persamaan garis seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4. Dari persamaan tersebut digunakan untuk mencari
konsentrasi efektif ekstrak untuk meredam radikal bebas DPPH atau nilai IC50.
Tabel 2. Nilai IC50 sampel ekstrak daun sirih
180 menit Y= 50
180 menit Y= 50
180 menit Y= 50
180 menit Y= 50
180 menit Y= 50
Perbedaan nilai IC50 ini dapat disebabkan oleh jumlah antioksidan yang
terkandung didalam ekstrak. Pada variasi waktu terjadi penurunan/kenaikan nilai
IC50. Hal ini terjadi akibat kerusakan antioksidan dalam ekstrak yang dipengaruhi
oleh lamanya waktu kontak antara zat aktif dengan pelarut yang suhunya semakin
meningkat akibat pemanasan yang lama.
Metode DPPH dipilih karena sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya
memerlukan sedikit sampel. Aktivitas diukur dengan menghitung jumlah
pengurangan intensitas warna ungu DPPH yang sebanding dengan pengurangan
konsentrasi larutan DPPH.
60 3,31 10 33,1
70 3,88 10 38,8
80 2,48 10 24,8
Inayatullah, S. 2012. Efek EKstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. Laporan Penelitian. Jakarta:
Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Tristantini, D., Ismawati, A., Pradana, B. T., & Jonathan, J. G. (2016). Pengujian
aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH pada daun tanjung
(Mimusops elengi L). In Seminar Nasional Teknik Kimia" Kejuangan" (p.
1).
Permatasari, A., Batubara, I., Nursid, M. (2020). Pengaruh Konsentrasi Etanol dan
Waktu Maserasi terhadap Rendemen, Kadar Total Fenol, Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Padina Australis. Majalah Ilmiah
Biologi Biosfera : A Scientific Journal, 37(2), 78 - 84.
LAMPIRAN