Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER

KARAKTERISTIK PERILAKU SOSIAL PADA REMAJA

Disusun Oleh:

Hannissa Iwma Tasya


1824090048
Aplikasi Komputer
Rabu , 12.50 – 14.30

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN
Karya ilmuah berjudul “Karakteristik perilaku sosial pada Remaja ” telah di sahkan dan di setujui
pada :

Hari :
Tanggal :

Disetujui Oleh :
Dosen II
Dosen I

ZAINUN MU`TADIN, S.Psi., M.Psi.


RR. DINI DIAH NURHADIANTI., S.PSI., M.SI

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Karakteristik perilaku sosial pada Remaja ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapal ZAINUN
MU`TADIN, S.Psi., M.Psi pada mata kuliah Aplikasi Komputer. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak ZAINUN MU`TADIN, S.Psi., M.Psi, selaku dosen
Aplikasi Komputer yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 20 April 2020

Hannissa Iwma Tasya

ii
Kata Kata Mutiara
Jika memang pribadi seseorang memiliki kepribadian
Masing – masing , maka setiap kepribadian tersebut
Harus di arahkan agar bisa menjadi seseorang
Yang sangat berguna untuk masa depan bangsa
Dan untuk masa depan ia sendiri

iii
Daftar Isi

Lembar Pengesahan………………………………….……………………………ii
Kata Pengantar……………………………………………………………………iii
Kata Kata Mutiara………………………………………………………………...iv
Daftar Isi…………………………………………………………………………..v
Bab I Pendahuluan……………...…………………………………………………1
A. Latar Belakang………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………..2
C. Tujuan Penelitian………………………………………………...……2
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………….2
Bab II Pembahasan………………………………….……………………………..3
A. Perilaku Sosial.........……………………………………………….3
B. Konsep Remaja.........................…………………………………...11
C. Perilaku Siswa Sosial Pada SMP……………………...…………..19
D. Karakteristik Sosial Pada Remaja....................................................18
E. Penelitian – penelitian terdahulu......................................................20
Bab III Kesimpulan………………………………………………………………..23
Daftar Pustaka……………………………………………………………………..24

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa
dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja
awal (10–14 tahun), masa remaja penengahan (14–17 tahun) dan masa remaja akhir (17–9
tahun), Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis psikologis maupun sosial.
Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan
kejiwaan (psikososial) (Depkes,2002).

Orang-tua sering tidak mengetahui atau memahami perubahan yang terjadi sehingga
tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh menjadi seorang remaja, bukan lagi anak
yang selalu perlu dibantu. Orang-tua menjadi bingung menghadapi labilitas emosi dan
perilaku remaja, sehingga tidak jarang terjadi konflik diantara keduanya. (Depkes, 2002)

Apabila konflik antara orang–tua dan remaja, menjadi berlarut-larut dapat


menimbulkan berbagai hal yang negatif, baik bagi remaja itu sendiri maupun dalam
hubungan antara dirinya dengan orang-tuanya. Kondisi demikian merupakan suatu stresor
bagi remaja; yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks, baik fisik,
psikologik maupun sosial termasuk pendidikan. Antara lain dapat timbul berbagai keluhan
fisik yang tidak jelas penyebabnya, maupun berbagai permasalahan yang berdampak sosial
seperti malas sekolah, membolos, ikut perkelahian antara pelajar (tawuran) dan
menyalahgunakan NAPZA ( Depkes, 2002).

Kondisi seperti ini, bila tidak segera diatasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat
berkembang ke arah yang lebih negatif. Antara lain dapat timbul masalah maupun gangguan
kejiwaan dari yang ringan sampai berat. Apabila pada kenyataannya perhatian masyarakat
lebih terfokus pada upaya meningkatkan kesehatan fisik semata, kurang memperhatikan
faktor non fisik (intelektual, mental emosional dan psikososial).
Faktor non–fisik yang berpengaruh pada remaja adalah lingkungan, yang meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat sekitarnya. Oleh

1
karena itu orang tua atau orang yang berhubungan dengan remaja perlu mengetahui
ciri perkembangan jiwa remaja, pengaruh lingkungan terhadap perkembangan jiwa
remaja serta masalah maupun gangguan jiwa remaja. Pengetahuan tersebut dapat
membantu mendeteksi secara dini bila terjadi perubahan yang menjurus kepada hal
yang negatif (Depkes, 2002).

Rumusan Masalah

1. Berapa besar karakteristik remaja laki-laki atau perempuan dalam melakukan


penyesuaian dilingkungan masyarakat ?
2. Apa peran orang tua dalam perkembangan remaja dilikungan sosial ?
3. Bagaimana hubungan positif pengaruh dukungan orang tua dalam penyesuaian sosial
remaja laki-laki atau perempuan?

1.3.1 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian secara umum adalah mengidentifikasi dan memberikan
gambaran kecenderungan kenakalan yang dilakukan remaja di SMP Negeri 1 Puger
tahun ajaran 2010- 2011.

1.Untuk mengetahui jumlah kenakalan remaja berdasarkan umur


siswa 2.. Untuk mengetahui jumlah kenakalan remaja berdasarkan
jenis kelamin
3. Untuk mengetahui jenis kenakalan remaja
4.Untuk mengetahui faktor penyebab terbesar dari kenakalan remaja.
5.Untuk memberikan feedback berupa penyuluhan kepada siswa dan guru SMP
Negeri 1 Puger.

1.2 Manfaat Penelitian


1. Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melakukan
penelitian selanjutnya .
2. Dapat memberikan informasi tentang gambaran kenakalan remaja di SMP
Negeri 1 Puger tahun ajaran 2010-2011 tentang :
a. jenis kenakalan remaja
b. jumlah kenakalan remaja berdasarkan umur siswa
c. jumlah kenakalan remaja berdasarkan jenis kelamin
d. faktor penyebab terbesar dari kenakalan rem

2
BAB II

KARAKTERISTIK PERILAKU SOSIAL REMAJA

A. Perilaku Sosial

1. Pengertian

Sebagai mahluk sosial, individu akan menampilkan perilaku tertentu antara lain

interaksi individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Di dalam interaksi-

interaksi sosial tersebut, akan terjadi peristiwa saling mempengaruhi antara individu yang satu

dengan yang lain. Hasil dari peristiwa tersebut adalah perilaku sosial.

Sejalan dengan hal di atas banyak pengertian perilaku sosial yang dikemukaan oleh

para ahli. Hurlock (1998: 250 ) mengemukakan bahwa perilaku sosial menunjukan

terdapatnya tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan sosial atau kemampuan untuk menjadi

orang bermasyarakat.

Menurut Chaplin (Maryana, 2006: 19 ) bahwa perilaku sosial sebagai tingkah laku

yang dipengaruhi oleh hadirnya orang lain, tingkah laku kelompok, atau tingkah laku yang ada

di bawah kontrol masyarakat.

Lebih jelasnya, Skinner (Sarlito, 2000: 17) menerangkan bahwa perilaku manusia

berkembang dan dipertahankan oleh anggota masyarakat yang memberi penguat pada individu

untuk berperilaku secara tertentu ( yang dikehendaki oleh masyarakat). Dengan demikian

maka tidak dapat dihindarkan bahwa perilaku sosial muncul pada situasi-situasi terjadinya

interaksi sosial dalam upaya menyesuaikan dirinya dalam suatu lingkungan.

Selanjutnya Sobariah (2005: 21) mendifinisikan bahwa suatu perbuatan atau tingkah

laku yang ditampilkan oleh individu dalam situasi sosial dengan teman sebaya baik individual

maupun kelompok

3
Lain halnya dengan Husain Jusuf yang mengatakan bahwa perilaku sosial adalah

perilaku yang sudah merupakan satu pola yang relatif menetap yang diperlihatkan oleh

individu di dalam interaksinya dengan orang lain (Maryana, 2006: 11)

Dari beberapa pendapat tersebut, perilaku sosial dapat diartikan sebagai Segala tingkah

laku atau aktivitas yang ditampakkan oleh individu pada saat berinteraksi dengan lingkungan.

Dalam interaksi tersebut terdapat proses saling merespon, saling mempengaruhi, serta saling

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Individu harus mampu menyesuaikan diri dengan beragam lingkungan baik lingkungan

keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Sekolah merupakan lembaga

pendidikan formal yang sangat mempengaruhi perilaku sosial siswa.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Asrori (2004: 93) bahwa dalam

lingkungan sekolah anak belajar membina hubungan dengan teman-teman sekolahnya yang

datang dari berbagai ragam keluarga dengan warna sosial yang beragam. Oleh karena itu

sosialisasi yang dilakukan oleh siswa di sekolah akan tergantung dari kemampuan siswa

dalam menyesuaikan diri dengan berbagai kegiatan yang ada di sekolah.

Dengan demikian perilaku sosial di sekolah dalam penelitian ini dapat di artikan

sebagai segala sesuatu bentuk tingkah laku atau aktifitas yang ditampakkan oleh anak pada

saat berinteraksi dengan teman sebaya baik secara individual maupun kelompok di lingkungan

sekolah.

2. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sosial

Perilaku sosial seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut

dibagi ke dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan perilaku sosial dijelaskan dalam uraian berikut.

4
a. Faktor internal

Faktor internal yaitu potensi yang memang sudah ada pada diri individu yang

dibawanya sejak lahir.

Jusuf (Maryana, 2006: 19) menyebutkan faktor internal yang berpengaruh terhadap

perilaku sosial yaitu harga diri (self esteem) dan faktor kecerdasan (intelligence).

Harga diri (self esteem) yaitu sejauh mana individu memandang dan menghargai

dirinya sendiri, sehingga ia mampu berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan

sosialnya.

Hollander (Maryana, 2006: 20) mengemukakan bahwa harga diri merupakan hal yang

sangat penting dalam hubungan individu dengan individu lain serta untuk menyesuaikan diri

individu.

Menurut Krech (Maryana, 2006: 20) peningkatan derajat harga diri dapat membawa

seseorang kepada inisiatif sosial, sedangkan penurunan derajat harga diri dapat membawa

kepada sifat agresif dan tidak bersahabat.

Di dalam beberapa studi yang dilakukan oleh para ahli, telah ditemukan bahwa orang

yang menilai baik terhadap diri sendiri, juga cenderung menilai baik terhadap diri orang lain.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa orang yang menerima dirinya sendiri, juga menerima diri

orang lain, sebaliknya orang yang menolak dirinya sendiri cenderung menolak orang lain.

Faktor kecerdasan (intelligence) yaitu kemampuan secara kognitif yang dimiliki oleh

individu. Seseorang dapat berperilaku baik, bergaul secara efektif apabila ia memiliki

inteligensi tinggi, terutama inteligensi sosial. Seseorang yang memiliki inteligensi sosial dapat

bergaul secara baik dengan masyarakat. Ia mudah berkawan dan memahami hubungan

manusia. Melalui kemampuan ini individu mampu menangkap pesan-pesan dari suatu perilaku

serta mampu memahami perilaku sosial yang harus ditampakkan dalam melakukan hubungan

5
sosial.

6
Sifat-sifat kepribadian sangat erat hubungannya dengan inteligensi sosial. Menurut

Sorenson (Maryana, 2006: 21), temperamen, sikap, kejujuran, pertimbangan, humor,

persahabatan dan tingkat kebebasan dari rasa cemburu semuanya merupakan faktor yang

penting di dalam menentukan baiknya seseorang bergaul dengan orang lain.

Intelegensi tinggi dapat membantu individu di dalam memecahkan masalah-masalah

yang sulit, menghadapi kesulitan dengan tenang, mengambil keputusan secara tepat dan cepat,

berfikir secara baik dan berlaku sopan.

Inteligensi tinggi dari seorang siswa di kelas, akan menimbulkan kekaguman dari siswa

yang lainnya. Dengan demikian akan mudah baginya untuk menjadi pemimpin di dalam

berbagai kegiatan, oleh karena dalam kenyataan kepemimpinan yang intelejen itu diperlukan

di dalam semua bidang kegiatan di sekolah.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa faktor harga diri dan inteligensi dapat

mempengaruhi perilaku sosial.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari pengalaman atau lingkungan yang

berpengaruh terhadap perilaku sosial siswa antara lain faktor kelurga, sekolah, teman sebaya

dan media masa.

1. Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat

ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan

kelompoknya.

7
Hubungan dengan para anggota keluarga tidak semata-mata berupa hubungan dengan

orang tua, tetapi juga dengan saudara, nenek dan kakek akan mempengaruhi perilaku sosial

anak terhadap orang di luar lingkungan rumah.

Posisi anak dalam keluarga, apakah yang paling tua, anak tengah, anak bungsu, atau

anak tunggal juga penting. Anak yang lebih tua, atau jarak umurnya dengan saudara-saudara

terlalu jauh, atau satu-satunya anak yang berjenis kelaminnya lain dari saudara-saudaranya

cenderung lebih banyak menyendiri ketika berada bersama anak- anak lain.

Perilaku sosial dan sikap anak mencerminkan perlakuan yang diterima di rumah. Anak

yang merasa ditolak oleh orang tuanya atau saudaranya mungkin menganut sikap kesyahidan

(attitude of martyrdom) di luar rumah dan membawa sikap ini sampai dewasa. Anak

semacam itu mungkin akan menyendiri dan menjadi introvert. Sebaliknya penerimaan dan

sikap orang tua yang penuh cinta kasih mendorong anak bersifat ekstrovert .

2. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan

program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu

mandiri dan mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-

spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.

Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak Hurlock (Yusuf,

2001: 54) mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan

kepribadian anak (siswa), baik dalam berfikir, bersikap maupun cara berperilaku. Sekolah

berperan sebagai substitusi keluarga, dan guru subtitusi orang tua. Ada beberapa alasan,

mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak

yaitu

(a) para siswa harus hadir di sekolah, (b) sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara
dini,
8
seiring dengan perkembangannya ”konsep diri” nya, (c) anak-anak banyak menghabiskan

waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, (d) sekolah memberikan

kesempatan kepada siswa untuk sukses dan (e) sekolah memberikan kesempatan pertama

kepada anak untuk menilai dirinya, dan kemampuannya secara realistik.

Menurut Havighurst (Yusuf, 2001: 55) sekolah mempunyai peranan atau tanggung

jawab penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya. Sehubungan

dengan hal ini, sekolah seyogianya berupaya menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi

yang dapat menfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Gerungan (1991: 194) yang mengemukakan:

”Peranan sekolah itu jauh lebih luas. Di dalamnya berlangsung beberapa bentuk dasar
dari kelangsungan”pendidikan” pada umumnya, yaitu pembentukan sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan yang wajar, perangsang dari potensi-potensi anak, perkembangan
dari kecakapan-kecakapan pada umumnya, belajar kerjasama dengan kawan
sekelompoknya, melaksanakan tuntutan-tuntutan dan contoh-contoh yang baik belajar
menahan diri demi kepentingan orang lain, memperoleh pengajaran...”.

Sekolah Menengah Pertama memiliki lingkup dan komleksitas yang berbeda dengan

Sekolah Dasar. Di Sekolah Menengah Pertama merupakan sekolah secara keseluruhan bukan

terbatas pada satu kelas dengan satu guru tetapi sebaliknya terdiri dari banyak guru dan

banyak mata pelajaran. Kelompok teman sebayapun yang asalnya homogen dan lingkupnya

terbatas menjadi kelompok teman sebaya yang lebih besar dan heterogen, dengan demikian

siswa memiliki kesempatan yang lebih luas untuk memilih teman sebaya yang sesuai dengan

dirinya dan semakin luas kesempatan untuk bersaing dalam bidang prestasi.

3 Teman Sebaya

9
Dalam pergaulannya dengan teman sebaya, anak dituntut untuk mampu mengikuti apa

yang menjadi aturan dalam kelompok sebayanya. Secara langsung atau tidak langsung anak

akan meniru perilaku yang dilakukan oleh teman-temannya.

Agar anak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan sosialnya, diperlukan tiga proses

sosialisasi (Hurlock, 1997: 228) Ketiga proses sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.

a) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial (learning to behave in socially

approved ways) yang berarti bahwa dalam kelompok terdapat standar bagi para anggotanya.

Individu harus mengetahui perilaku yang diterima oleh anggota kelompoknya. Dalam

berkomunikasi misalnya, anak tidak hanya berkata-kata tapi anak dapat berkomunikasi

dengan bahasa yang menarik dan dapat dimengerti kelompoknya.

b) Belajar memainkan peran yang dapat diterima (playing approved social rules) yang berarti

bahwa setting kelompok memiliki kebiasaan yang telah ditentukan dan disepakati oleh

anggotanya.

c) Perkembangan sikap sosial (devolepment of social attitude) yang berarti anak dituntut untuk

bergaul dengan baik serta harus menyukai orang lain dan aktivitas sosialnya seperti sikap

positif dan atau negatif, perasaan suka dan atau tidak suka terhadap aktivitas sosial

4. Media massa

Perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi memudahkan orang

untuk memperoleh informasi dan komunikasi dengan cepat. Namun hal tersebut tidak hanya

mempunyai dampak positif tetapi juga berdampak negatif terhadap perkembangan pribadi -

sosial remaja.

10
Media massa berupa perangkat komunikasi seperti majalah, surat kabar, radio, televisi

dan sebagainya, mempunyai peranan dalam mengembangkan perilaku sosial anak. Salah satu

media massa yang sangat berpengaruh terhadap anak adalah televisi. Jika ternyata anak lebih

akrab dengan televisi, maka kepribadian yang terpencar dalam tingkah lakunya sangat

dipengaruhi oleh acara-acara televisi. Hal ini dikarenakan terjadinya proses peniruan atau

imitasi yang dilakukan oleh anak sangat dominan dalam kehidupan keseharian.

3. Bentuk-bentuk Perilaku Sosial

Sosialisasi yang dilakukan siswa di sekolah disertai dengan adanya hubungan

interpersonal. Dalam hubungan interpersonal tersebut siswa akan mengembangkan pola

respon tertentu dalam bentuk perilaku. Hubungan antara siswa dengan kehidupan di sekolah

merupakan suatu keadaan yang perlu diperhatikan oleh para personil sekolah, karena

hubungan tersebut akan mempengaruhi perilaku sosial yang ditampilkan oleh siswa.

Johnson (Maryana 1984: 76) dalam menjelaskan interaksi, mengutip teori Simon yang

menyatakan bahwa satu perilaku kelompok (a group behavior) dapat ditandai oleh empat

variabel yaitu: intensitas interaksi, tingkat persahabatan, jumlah kegiatan yang dilakukan, dan

jumlah kegiatan yang dipaksakan kepada kelompok oleh lingkungan eksternal.

Sedangkan menurut Lindgren ( Jusuf, 1984: 75) mengemukakan bahwa perilaku sosial

anak tercermin di dalam sikap dan perasaan yang dapat membawanya kepada tindakan

interpersonal yang lebih lanjut. Peristiwa interpersonal dapat dipelajari dari bermacam-macam

tindakan yang dilakukan seseorang, yaitu: penerimaan (acceptance), penolakan (rejection),

agresi, kasih sayang, dan penghindaran (avoidance). Peristiwa interpersonal dapat pula

dipelajari dari proses komunikasi dan dari segi kerjasama atau persaingan.

11
Lebih lanjut yusuf (Maryana, 2006: 25) bentuk perilaku sosial siswa di sekolah dapat

dilihat berdasarkan tujuh dimensi, yaitu : (a) persahabatan, (b) kepemimpinan, (c) sikap

keterbukaan, (d) inisiatif sosial, (e) partisipasi dalam kegiatan kelompok, (f) tanggung jawab

dalam tugas kelompok dan (g) toleransi terhadap teman.

B. Konsep Remaja

1. Pengertian

Remaja, dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin

Adolescere yang artinya ”tumbuh” atau ”tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa

primitif dan orang- orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda

dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah

mampu mengadakan reproduksi.

Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang lebih

luas, mencakup mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,1991). Pandangan Piaget

(Hurlock,1991: 206) mengatakan remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi

terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya

berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak

sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak asfek afektif lebih atau kurang

dari usia pubertas.

Hall (Santrock, 2003: 10) mendefinisikan bahwa remaja adalah masa antara usia 12

sampai 23 tahun dan penuh dengan topan dan badai. Remaja sebagai masa goncangan yang

ditandai dengan komflik dan perubahan suasana hati.

Lebih lanjut Erikson ( Syamsudin, 2003: 132) menafsirkan bawa masa remaja itu

sebagai suatu masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan ”the best of time and the

worst of time”. Bila individu mampu menghadapi tuntutan yang dihadapi secara integratif, ia

12
akan menemukan identitasnya yang akan dibawanya menjelang masa dewasanya. Sebaliknya

kalau gagal, ia akan berada pada kritis identitas (identity crisis) yang berkepanjangan.

Masa remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa

dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan

sosial. (Desmita, 2005: 190).

Harold Alberty (Syamsuddin, 2003: 130) menyatakan bahwa masa remaja secara

umum didefinisikan sebagai periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang

terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanak sampai datangnya awal masa dewasanya.

Pendapat ini didukung dengan rentang masa remaja yang dikemukakan oleh Syamsudin

(1993: 130) yang menyatakan bahwa rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekitar usia

11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut tahun kalender kelahirannya.

Dengan demikian masa remaja merupakan masa yang dijalani individu yang dimulai

dari berakhirnya masa kanak-kanak sampai datangnya masa dewasa awal yang ditandai oleh

perubahan-perubahan dari berbagai aspek yang meliputi: perkembangan fisik, perkembangan

inteligensi, perkembangan emosi, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan

kepribadian, perkembangan moral, dan perkembangan kesadaran beragama.

2. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan

perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan

berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut

Hurlock (Asrori, 2004:

10) adalah berusaha :

1. mampu menerima keadaan fisiknya;

2. mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;

13
3. mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis;

4. mencapai kemandirian emosional;

5. mencapai kemandirian ekonomi;

6. mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk

melakukan peran sebagi anggota masyarakat;

7. memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua;

8. mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia

dewasa;

9. mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;

10. memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

Senada dengan pendapat Hurlock, William Kay (Yusuf, 2001: 72) mengemukakan

tugas- tugas perkembangan remaja itu sebagai berikut:

1. menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya;

2. mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur yang mempunyai otoritas;

3. mengembangkan keterampilan berkomunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan

teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok;

4. menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya;

5. menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri;

6. memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas skala nilai, prinsip-prinsip atau

falsafah hidup (weltanschauung)

7. mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.

Lebih lanjut Havighurst (Hurlock, 1991: 10) mengemukakan bahwa tugas

perkembangan remaja adalah sebagai berikut :

14
1. mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun

wanita

2. mencapai peran sosial pria, dan wanita

3. menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif

4. mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

5. mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya

6. mempersiapkan karier ekonomi

7. mempersiapkan perkawinan dan keluarga

8. memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku

mengembangkan ideologi.

3. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan masa sebelumnya

dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1991: 207) mengemukakan bahwa ciri-ciri masa remaja

adalah sebagai berikut.

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadar

kepentingannya berbeda-beda. Ada beberapa periode yang lebih penting daripada beberapa

periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi

yang penting karena akibat jangka panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung

maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan

ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama-sama penting.

15
Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan

mental, yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan

perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputusnya dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi

sebelummnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap

berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa

yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Bila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa, anak-anak harus ”meniggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakkan”

dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan

sikap yang sudah ditinggalkan.

Namun perlu disadari bahwa apa yang telah terjadi akan meninggalkan bekasnya dan

akan mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru. Seperti dijelaskan oleh Osterrieth, ”

Stuktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak, dan banyak ciri yang umumnya

dianggap sebagai khas masa remaja sudah ada pada akhir masa kanak-kanak” Perubahan fisik

yang terjadi selama tahun masa awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu

dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang bergeser.

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan

akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lain seorang anak dan juga

bukan orang dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan

tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat,

16
perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat.

Kalau perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku munurun juga.

Ada lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal. Pertama, meningginya

emosi, kedua perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk

dipesankan, ketiga remaja akan terasa ditimbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya

menurut kepuasannya, keempat dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai

juga berubah, dan kelima sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap

perubahan.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja

sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi baik oleh anak-laki-laki maupun oleh anak

perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama masa kanak-kanak, masalah anak-

anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga kebanyakan remaja tidak

berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa mandiri

sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri.

Terdapat ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalahnya menurut cara yang

mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaian tidak selalu sesuai

dengan harapan mereka.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih penting.

Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi

sama dengan teman-teman dalam segala hal seperti sebelumnya. Tetapi status remaja yang

mendua menimbulkan suatu dilema yang menyebabkan “krisis indentitas” atau masalah

identitas ego pada masa remaja.

17
Salah satu cara mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu dengan

menggunakan simbol dalam bentuk barang-barang yang mudah terlihat. Dengan cara ini

remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara

pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya.

f. Masa remaja sebagai usia menimbulkan ketakutan

Anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya,

cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus

membimbing dan mengawasi kehidupan remaja takut bertanggung jawab dan mengawasi

kehidupan remaja takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku

remaja.

Anggapan di atas juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya

sendiri dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan buruk tentang

remaja. Hal ini membuat peralihan ke masa dewasa menjadi sulit sehingga terjadi banyak

pertentangan dengan orang tua dan anak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan

orang tua dalam mengatasi berbagai masalahnya.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamata berwarna merah jambu. Ia

melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya,

terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini tidak hanya bagi dirinya sendiri

tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya. Hal ini menyebabkan meningginya emosi yang

merupakan ciri dari awal masa remaja. Semakin tidak realistis cita-citanya, semakin ia

menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau

kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan sendiri.

18
Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya baik anak laki-laki maupun

perempuan sering terganggu oleh idealisme yang berlebih bahwa mereka harus segera

melepaskan kehidupan mereka bila telah mencapai status orang dewasa.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah

untuk meninggalkan streotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah

hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup.

Oleh karena itu remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status

dewasa, yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam

perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka

inginkan.

C. Perilaku Sosial Siswa SMP

Siswa Sekolah Menengah Pertama umumnya berada pada masa rentang usia 12-15

tahun. Kelas 7 berada pada usia sekitar 11- 13 tahun, kelas 8 berada pada usia sekitar 12-

14 tahun sedangkan kelas 9 berada pada usia sekitar 13- 15 tahun. Baik kelas 7, 8 dan kelas 9

di lihat dari rentang usia berada pada masa remaja awal yang ditandai dengan

berkembangnya kemampuan untuk menjalin hubungan sosial secara lebih luas. Hal ini sesuai

dengan tugas perkembangan sosial remaja.

Pendapat Havighurst berkenaan dengan tugas perkembangan sosial remaja (Yusuf,


2001:

74) yakni:

1. mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya

2. mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial

3. mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita

19
4. memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam tingkah

laku

Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun

psikis. Hal ini juga berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Keadaan fisik pada masa remaja

di pandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan

harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa

tidak puas dan kurang percaya diri, hal ini akan berdampak pada perilaku sosialnya.

Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai

dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya

(peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustasi dan menjadikan dia

sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh

rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki

kehormatan dalam dirinya (Sudrajat: 2008).

Teman sebaya bagi remaja (siswa) mempunyai peran cukup penting bagi

perkembangan kepribadiannya. Aspek kepribadian remaja yang berkembang secara menonjol

dalam pengalamannya bergaul dengan teman sebaya, adalah : (a) social cognition, (b)

konformitas.

Pada masa remaja khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di

satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan

pilihannya sendiri, di satu sisi lain dia membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis.

Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji

kemampuan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi

konplik nilai dirinya maupun dengan lingkungan.

20
21
D. KARAKTERISTIK SOSIAL PADA REJAMA

Masa remaja sering kali dikenal dengan masa mencari jati diri, ini terjadi karena masa

remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan

orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka bukan anak-anak lagi melainkan sudah

seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum

dapat menunjukkan perilaku seperti orang dewasa. Oleh karena itu ada sejumlah perilaku

sosial yang sering ditunjukan dalam kehidupan dalam kesehariannya.

Menurut (Asrori, 2004: 91) karakteristik perilaku sosial remaja adalah

: a berusaha mencari pergaulan;

b adanya upaya memilih nilai-nilai sosial;

c meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis;

Lain halnya dengan pendapat ( Skripsi-tesis Com: 2008) yang mengemukakan bahwa

karakteristik perilaku sosial yang umum dimiliki remaja adalah sebagai berikut : (a) berusaha

untuk memisahkan diri dari orang tuanya, (b) berusaha ingin bergabung dengan teman-teman

sebayanya, (c) mempunyai keinginan untuk bebas dari kekuasaan, (d) tidak tergantung atau

melepaskan diri dari orangtua, (e) memiliki rasa ingin tahu serta mencari identitas dirinya, (f)

berusaha menyesuaikan dirinya dan meningkatkan hubungan dengan teman sebaya.

Senada dengan pendapat di atas (Warta PPMI Assalaam) mengatakan bahwa

karakteristik perilaku sosial yang ditampakkan oleh remaja adalah sebagai berikut : (1) lebih

banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya, (2) kemampuan untuk memiliki dan

memilih banyak rujukan/ idola, (3) keinginan berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas

kelompok, (4) kurang membutuhkan (penolakan) pengawasan dari orang tua, (5) cenderung

bebas dalam mengekpresikan dan menampilkan diri, (6) membutuhkan penerimaan sosial

(masyarakat), (7) saling berbagi dengan teman sebaya mengenai keyakinan dan minat sosial.

22
E. Penelitian-penelitian Terdahulu

Berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian

ini, antara lain sebagai berikut.

1. Erma Maryana (2006) dalam skripsinya yang berjudul ”perilaku sosial siswa SD” dari hasil

penelitian ini menunjukan kemampuan berperilaku sosial yang sangat tinggi. Hal ini

diketahui dari indeks persentase yang menunjukan bahwa siswa yang memiliki perilaku

sosial katagori tinggi lebih banyak dibanding dengan siswa yang memiliki perilaku sosial

dalam katagori sedang dan rendah. Hal ini dikarenakan siswa SD berada pada masa usia

berkelompok. Dimana pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan untuk menyesuaiak

diri (egosentris) kepada sikap bekerjasama (kooperatif) atau sosiometris (mau

memperhatikan kepentingan orang lain). Minat anak terhadap kelompok sebaya sangat

tinggi.

2. Dian Sobariah (2005) dalam skripsinya ”Kecenderungan perilaku sosial siswa di sekolah

ditelaah dari pola asuh orang tua”. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar siswa

berperilaku sosial memadai. Penelitian menunjukan adanya perbedaan perilaku sosial siswa

dilihat dari kecenderungan pola asuh orang tua yang demokratis, acuh tak acuh, dan otoriter.

Siswa yang meraskan pola asuh orangtuanya cenderung demokratis dan otoriter sebagian

besar berperilaku sosial memadai. Sedangkan siswa yang merasakan pola asuh orang tuanya

acuh tak acuh sebagian besar berperilaku sosial kurang memadai. Dengan demikian jelaslah

pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku sosial siswa.

3. Abdul Malik Sinaga (1986) dalam Tesisnya ”Keakraban hubungan ibu dan ayah serta tipe

sikap orang tua dihubungkan dengan perilaku anak di sekolah”. Hasil penelitian menunjukan

bahwa keakraban hubungan ibu dan ayah berderajat tinggi, berpengaruh positif dan memberi

23
corak terhadap perilaku harmonis yang ditampilkan anak dalam interaksi sosialnya di

sekolah. Sebaliknya keakraban hubungan ibu dan ayah yang berderajat rendah, sangat

mempengaruhi perkembangan perilaku anak yang tidak harmonis ditampilkan di

sekolah, seperti perilaku ketergantungan, agresif, dan menyendiri. Hal ini tergambar

pada prosentase yang modusnya 39,46 % pada perilaku menyendiri dan 36,97% pada

perilaku agresif lebih tinggi prosentasenya bila dibandingkan dengan perilaku

menyendiri dan harmonis. Keakraban Hubungan ibu dan ayah yang berderajat tinggi,

dan dengan sikap orangtua yang demokratik serta menerima, pengaruhnya semakin

berarti bila dihubungkan dengan perilaku anak yang harmonis di sekolah. Hal ini

dinyatakan oleh prosentase yang menonjol dari lainnya, didapat 59,31 % pada

keakraban tinggi dan sikap orangtua yang demokratik, dan 53, 31 % pada keakraban

tinggi dan sikap menerima berpengaruh lebih tinggi pada perilaku anak yang harmonis.

Dengan demikian jelaslah bahwa keakraban hubungan ibu dan ayah serta tipe sikap

orangtua sangat berpengaruh terhadap perilaku anak di sekolah.

24
BAB III
KESIMPULAN

 Orang Tua

 Kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga


tercipta keluarga yang harmonis dan nyaman bagi remaja.
 Orang tua memberikan kepada remaja tentang arahan dengan
siapa dan di komunitas mana remaja tersebut harus bergaul.
 Memberikan arahan kepada remaja untuk membentuk ketahanan diri
agar tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yg tidak sesuai dengan
harapan.

 Bagi peneliti selanjutnya.


Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk mengangkat tema yang
sama diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang lebih
mempengaruhi kenakalan remaja seperti teman sebaya atau peer group, media
massa, status sosial ekonomi, dan disarankan juga untuk menggunakan alat
ukur yang memiliki reliabilitas yang lebih tinggi. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah menggunakan data tambahan seperti observasi agar hasil
yang didapat lebih mendalam dan sempurna.

25
DAFTAR PUSTAKA

http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_ppb_0608943_chapter2%282%29.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai