Pengertian Mafhum Mafhum secara Bahasa mempunyai arti yaitu faham atau dapat difahami.
Sedangkan menurut istilah Mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafaz tidak berdasarkan
pada bunyi bacaan20. Ustadz Abdul Hamid hakim dalam kitabnya Mabadi Al-Awwaliyah, beliau
menyatakan bahwa
Mafhum yaitu sesuatu yang ditunjukkan oleh suatu lafaz tidak dalam tempat pengucapan21. Dari
definisi tadi, dapat difahami bahwa mafhum adalah suatu makna atau pengertian yang tidak
diperbolehkan dari susunan lafaz itu sendiri tetapi dari pemahaman terhadap ucapan lafaz itu atau
makna tersirat. Dengan ungkapan lain, bahwa mafhum adalah lafaz yang hukumnya
terkandungdalam arti dibalik mantuq (yang tersurat) sehingga mafhum disini berupa penafsiran
makna (makna tersirat). Zakariya bin Ghulam Qadir al-Bakistaniy , dalam kitabnya Min ushul al-
Fiqh ‘ala manhaj ahl al-hadits, 22 mengemukan kaidah-kaidah tentang mafhum, yang terbagi
menjadi 3, yakni sebagai berikut :
Kaidah Pertama
Kaidah Kedua
Kaidah Ketiga
“Apabila dalil menunjukkan terhadap sesuatu yang dikhususkan
dengan penyebutan, bukan dikhususkan dengan hukum, maka mafhum
mukhalafah saat itu tidak menjadi hujjah”
a. Mafhum Muwafaqah
Mafhum Muwafaqah yaitu apabila hukum yang difahamkan sama dengan hukum
yang ditunjukkan oleh bunyi lafaz.23 Seperti definisi yang dikemukan oleh al-
Subkiy dan al-Ba’liy al-Hambaliy, bahwa pemberlakukan terhadap yang tidak
disebutkan adalah sesuatu yang lebih utama dari yang disebutkan. Menurut al-
Imam Al-Syafi’i, seperti yang disebutkan oleh Al- Syawkaniy dalam Irsyad
al-Fukhul, bahwa Mafhum Muwafaqah sama dengan
Qiyas Jaliy.24
Yaitu berlakunya hukum pada peristiwa yang tidak disebutkan itu lebih
kuat atau lebih pantas dibandingkan dengan berlakunya hukum pada apa yang
disebutkan dalam lafaz. Mafhum Muwafaqah Aulawi juga bisa disebut dengan
Fakhwal Khitob yaitu apabila yang difahamkan lebih utama hukumnya
daripada yang diucapkan. Seperti contoh dalam surah Al-Isra’ ayat 23:
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik- baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah“ dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (Q.S Al-Isra’: 23) Dalam ayat ini contohnya yakni perluasan larangan
mengatakan “uf” atau “ah” kepada orang tua mencakup larangan perbuatan
yang menyakiti mereka secara fisik, seperti memukul dan lain sebagainya,
karena lebih kuat dari ‘ibarah nash yang terlihat.26
2) Mafhum Muwafaqah al-Musawi (Lahnul Khitob)
Dalam ayat ini contohnya adalah larangan membakar harta anak yatim
adalah sama “kuatnya” dengan larangan memakannya, padahal larangan
“membakar” itu tidak disebutkan sama sekali oleh nash, tapi illatnya sama
dengan “memakan” yaitu meniadakan.27
b. Mafhum Mukhalafah
Mafhum Mukhalafah secara Bahasa terdiri dari kata Mafhum dan
Mukhalah, kata Mafhum yang berarti sesuatu yang difahami dan kata
Mukhalafah yang berarti berlawanan atau bertentangan, sehingga dari dua kata
tersebut apabila digabungkan akan memiliki makna yang difahami berbeda
dari apa yang diucapkan. Sedangkan jika menurut istilah, Wahbah al-Zuhaili
menyatakan:
“Penunjukan pembicaraan terhadap tidak adanya hukum yang tetap
terhadap sesuatu yang disebutkan untuk sesuatu yang didiamkan, karena tidak
adanya keterkaitan yang cukup terhadap apa yang diucapkan.”28
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar RA, bahwa Nabi SAW bersabda, “Telah
dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah, kedua bangkai tersebut adalah
bangkai ikan paus dan belalang, sedangkan kedua darah adalah darah hati dan
limpa.” (H.R Ibn Majah, Baihaqi, Hakim) Shahih29
Yaitu menetapkan lawan hukum yang diambil dari sifat dalam Mantuq,
yakni petunjuk lafaz yang disifati dengan sesuatu sifat, kepada lawan
hukumnya ketika tidak adanya sifat tersebut atau dengan kata lain
menghubungkan hukum sesuatu kepada salah satu sifatnya. Seperti dalam Al-
b. Mafhum Laqab
c. Mafhum Syarat
Yaitu menetapkan lawan hukum yang diambil dari syarat yang ada
dalam Mantuq, atau bisa juga difahami bahwa Mafhum Syarat adalah petunjuk
lafaz yang memfaedahkan bagi sesuatu hukum yang digantungkan dengan
syarat kepada lawan hukum ketika tidak ada syarat, atau lebih mudahnya
menetapkan kebalikan suatu hukum yang tergantung pada syarat, atau
bersamaan dengan syarat jika syarat tersebut tidak terwujud, seperti dalam
surah At-Thalaq ayat 6:
Artinya: “Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalq) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka melahirkan.” (Q.S
At- Thalaq: 6)
Kata “ila” pada ayat di atas dipahami dalam arti sampai, sehingga
siku tidak termasuk yang diperintahkan untuk dibasuh, ada juga yang
memahami sampai dengan, sehingga siku termasuk yang dibasuh. Para
ulama’ berselisih paham, ada sebagian yang memberi perincian dengan
menyatakan jika apa yang disebut sebelum lafaz yang digunakan
menggambarkan ghayah (batas akhir) pada susunan kalimat yang
ditafsirkan itu adalah dari jenis apa yang disebut sebelumnya, maka ia
termasuk dalam apa yang diperintahkan (dalam arti sampai dengan).
e. Mafhum Adad