Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KELOMPOK

PRAKTIK KERJA LAPANGAN


BALAI INSEMINASI BUATAN TEACHING FARM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN XXXVIII
TANDEM 4 KELOMPOK 4A
(15 – 19 AGUSTUS 2022 DAN 20 – 24 MARET 2023)

Oleh :
Meidina Zulva Ulinuha, S.KH 062123143018
Azaria Aldila Khoiriyah, S.KH 062123143019
Miftachul Abdillah Azhar, S.KH 062123143022
Nadila Prihatini, S.KH 062123143026
Wahidan Qodiip Maulana, S.KH 062123143032
Levi Tamaro Panggabean, S.KH 062123143033
Mora Ayrien Irsalina, S.KH 062123143034
Zalna Rieschita Yagsya, S.KH 062123143040
Yoga Rachmadi Wisnumurti, S.KH 062123143043
Anita Nur Aida, S.KH 062123143044
Nia Masitah, S.KH 062123143048
Sylvia Anggraini, S.KH 062123143068
Rekasni Adallin Morgan, S.KH 062123143112

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN XXXVIII


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
BALAI INSEMINASI BUATAN TEACHING FARM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN XXXVIII
TANDEM 4 KELOMPOK 4A
(15 – 19 AGUSTUS 2022 DAN 20 – 24 MARET 2023)

Oleh
Mahasiswa PPDH Gelombang XXXVIII Kelompok 4A
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga

Koordinator
Praktik Kerja Lapangan Ketua Teaching Farm

Dr. Tri Wahyu Suprayogi, drh. M.Si. Dikky Eka M. P,, M.Si., drh.
NIP. 196304011990021001 NIP. 198911302019045101

Mengetahui,
Wakil Dekan I
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga

Dr. Rimayanti, drh., M.Kes.


NIP. 196303121988032003

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah

dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan serta laporan Praktik

Kerja Lapangan di BIB Teaching Farm Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga ini. Penulisan laporan ini bertujuan untuk melaporkan dan menguraikan

apa seja yang telah dilakukan selama di wahana BIB Teaching Farm Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

Dosen Pembimbing, Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si., Dr. Tri Wahyu Suprayogi,

drh., M.Si., drh. Dikky Eka Mandala Putranto, DVM., M.S, drh. Nowo Siswo

Yuworo, drh. I Wayan Andama Sindhuranu dan semua pihak yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, pihak-pihak yang turut membantu dan memberikan

ilmunya selama kami berada di wahana BIB Teaching Farm Fakultas Kedokteran

Hewan Universitas Airlangga. Penulis menyadari bahwa laporan Praktik Kerja

Lapangan di BIB Teaching Farm Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan ilmu

pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Kritik dan saran yang

membangun sangat

diharapkan untuk menyempurnakan laporan Praktik Kerja Lapangan di BIB

Teaching Farm Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga ini.

Gresik, 22 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
1.3 Manfaat..................................................................................................2

BAB 2 PELAKSANAAN KEGIATAN..................................................................3


2.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan......................................................................3
2.2 Jadwal dan Bentuk Kegiatan.....................................................................3

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................6


3.1 Sapi Pejantan Unggul................................................................................6
3.2 Manajemen Perkandangan........................................................................9
3.2.1 Tipe Kandang Tunggal (One Raw Plan)............................................9
3.2.2 Tipe Kandang Ganda (Two Raw Plan)............................................10
3.2.3 Jenis Kandang..................................................................................10
3.2.4 Lantai Kandang................................................................................12
3.2.5 Tempat Pakan dan Minum...............................................................13
3.2.6 Selokan.............................................................................................13
3.2.7 Tempat Penampungan Semen..........................................................13
3.2.8 Kandang Penjepit Untuk Perawatan Sapi........................................14
3.2.9 Exercise............................................................................................15
3.3 Manajemen Pakan...................................................................................15
3.4 Penampungan Semen..............................................................................17
3.5 Processing Semen Beku..........................................................................22
3.5.1 Pemeriksaan Semen Segar...............................................................22

iv
3.5.2 Pengenceran Semen.........................................................................27
3.5.3 Tatalaksana Pembuatan Bahan Pengencer :.....................................28
3.5.4 Tata laksana Prosessing Semen Beku..............................................31
3.6 Inseminasi Buatan...................................................................................33

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................39
4.1. Kesimpulan..............................................................................................39
4.2. Saran........................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Sapi Simental dan Sapi Limousin di Teaching Farm.........................9


Gambar 3. 2 Kandang pejantan tipe head to head................................................11
Gambar 3. 3 Kandang isolasi tipe tail to tail.........................................................12
Gambar 3. 4 Alas kandang yang tidak menutupi seluruh area lantai....................12
Gambar 3. 5 Palungan untuk tempat pakan dan minum........................................13
Gambar 3. 6 Kandang Penjepit di Tempat Penampungan Semen.........................14
Gambar 3. 7 Kandang Penjepit Untuk Perawatan Sapi.........................................15
Gambar 3. 8 Vita Booster Vitamin dan Suplemen, Konsentrat Comfeed.............17
Gambar 3. 9 Proses penampungan semen..............................................................21
Gambar 3. 10 Alat dan bahan pembuatan diluter...................................................28
Gambar 3. 11 Pembuatan diluter............................................................................31
Gambar 3. 12 Prosessing semen beku....................................................................32
Gambar 3. 13 Macam – macam Gun IB................................................................35
Gambar 3. 14 Pelaksanaan IB dan eksplorasi rektal pada sapi betina...................37

vi
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dokter hewan merupakan suatu profesi yang turut andil dan berperan

penting dalam menyediakan pelayanan spesifik di bidang industri hewan maupun

pelestarian lingkungan. Dokter hewan dituntut berperan aktif dalam menciptakan

dan memenuhi bahan pangan asal hewan bagi masyarakat. Pengembangan

pengetahuan dan keahlian pada manajemen peternakan sangat dibutuhkan oleh

calon dokter hewan dalam mengemban tanggungjawab dalam peningkatan

populasi ternak sapi potong dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan asal

hewan.

Pemenuhan kebutuhan bahan pangan asal hewan dapat dilaksanakan

dengan memperhatikan peningkatan efisiensi reproduksi sapi dan peningkatan

kinerja inseminasi buatan (IB). Dokter hewan yang merupakan salah satu ptofesi

yang memerlukan pelatihan baik soft skill maupun hard skill yang tidak hanya

diperoleh di perkuliahan saja, tetapi mampu mengaplikasikan materi perkuliahan

di masyarakat.

Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan belajar

mengajar yang melaksanakan program Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kegiatan

PKL merupakan adaptasi ilmu perkuliahan yang kemudian diterapkan dalam

kehidupan di mayarakat. Mahasiswa dituntut untuk memiliki wawasan yang luas

dan tidak terpaku pada satu sektor permasalahan yang terjadi di masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga sebagai salah satu Lembaga Pendidikan yang mencetak

1
2

dokter hewan di Indonesia sangat perlu sekali untuk membekali langsung tentang

peran dan fungsi seorang dokter hewan dalam perannya meningkatkan inovasi

dalam sektor peternakan khususnya di bidang reproduksi dan pelestarian ternak.

Sejalan dengan itu maka kelompok 4A Program Profesi Dokter Hewan (PPDH)

Gelombang XXXVIII melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di bidang

manajemen peternakan sapi pejantan dan pengetahuan lebih mendalam mengenai

balai inseminasi buatan di Teaching Farm FKH Universitas Airlangga.

1.2 Tujuan

1. Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi dan pemahaman mahasiswa

terkait manajemen peternakan, dasar reproduksi veteriner, hingga

pengolahan semen beku di wahana Teaching Farm.

2. Mempersiapkan dan mempraktikkan berbagai teknologi (model, sistem,

atau metode) yang relevan dengan kebutuhan manajemen peternakan

hingga pengolahan semen beku dan penggunaanya berdasarkan data dan

kondisi lingkungan yang ada.

1.3 Manfaat

1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan meningkatkan pemahaman terkait

manajemen peternakan hingga semen beku di wahana Teaching Farm

serta menerapkan pengetahuan reproduksi veteriner yang telah didapatkan

di masa perkuliahan S1.


3

2. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mempraktikkan berbagai teknologi

yang relevan dengan kebutuhan manajemen peternakan hingga pengolahan

semen beku dan penggunaanya.


BAB 2 PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan

Kegiatan Pratek Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa Pendidikan Profesi


Kedokteran Hewan (PDDH) Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
bertempat di BIB Taman Ternak Pendidikan (Teaching Farm) milik Universitas
Airlangga yang berlokasi di Gresik. Kegiatan Teaching Farm dilaksanakan secara
hybrid, kegiatan online telah dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 2022 sampai
dengan 19 Agustus 2022. Sedangkan kegiatan offline pada tanggal 20 Maret 2023
sampai dengan 24 Maret 2023.

2.2 Jadwal dan Bentuk Kegiatan

No. Tanggal Waktu Lokasi Kegiatan


Kuliah Pendahuluan TF
Senin, dan PKL
1. 12.00 Zoom Meeting
15/08/2022 Oleh : Dr. Trilas Sardjito,
drh., M.Si
Diskusi Topik Produksi
Selasa, Semen Beku
2. 09.00 Zoom Meeting
16/08/2022 Oleh : Dr. Tri Wahyu
Suprayogi, drh., M.Si
Diskusi Topik Produksi
Rabu, Semen Beku
3. 08.00 Zoom Meeting
17/08/2022 Oleh : Dr. Trilas Sardjito,
drh., M.Si
Diskusi Topik Reproduksi
Kamis, dan Produksi Sapi Perah
4. 13.00 Zoom Meeting
18/08/2022 Oleh : Nowo Siswo
Yuworo, drh., M.Si
Diskusi Topik Tantangan
Dokter Hewan Dalam
Jumat,
5. 09.00 Zoom Meeting Dunia Kerja
19/08/2022
Oleh : drh. I Wayan
Andama Sindhuranu
Minggu,
6. 08.00 Tiba Di Lokasi
19/03/2023

4
5

No. Tanggal Waktu Lokasi Kegiatan


Pengenalan Balai
08.00 – Inseminasi Buatan
Teaching Farm
11.00 Oleh : Dikky Eka M.P,
drh., M. Si
11.00 –
Senin, Teaching Farm Ishoma
7. 13.00
20/03/2023
Diskusi mengenai
Permentan Nomer 10
13.00 –
Teaching Farm Tahun 2016
15.00
Oleh : Dikky Eka M.P,
drh., M. Si
Melanjutkan Diskusi
mengenai Permentan
08.00 –
Teaching Farm Nomer 10 Tahun 2016
10.00
Oleh : Dikky Eka M.P,
drh., M. Si
Diskusi mengenai
Anatomi Organ
10.00 – Reproduksi dan Teknologi
Teaching Farm
12.00 Reproduksi
Oleh : Dr. Trilas Sardjito,
drh., M.Si
12.00 –
Selasa, Teaching Farm Ishoma
8. 13.00
21/03/2023
Mengikuti persuapan dan
13.00 – produksi semen beku
Teaching Farm
15.30 Oleh : Dr. Trilas Sardjito,
drh., M.Si
Mengikuti Produksi
15.30 – semen beku
Teaching Farm
17.30 Oleh : Dr. Trilas Sardjito,
drh., M.Si
Mengikuti Produksi
19.00 – semen beku
Teaching Farm
22.00 Oleh : Dr. Trilas Sardjito,
drh., M.Si
9. Rabu, 09.00 – Teaching Farm Diskusi Efisiensi
22/03/2023 12.00 Reproduksi dan Praktikum
Rektal
6

No. Tanggal Waktu Lokasi Kegiatan


Oleh : Nowo Siswo Y,
drh., M.Si
12.00 –
Teaching Farm Ishoma
15.30
Ujian Efisiensi
15.00 – Reproduksi
Teaching Farm
17.30 Oleh : Nowo Siswo Y,
drh., M.Si
08.00 –
Teaching Farm Belajar Materi Ujian
15.30
Kamis,
10. Ujian
23/03/2023 15.30 –
Teaching Farm Oleh : I Wayan
17.30
Sindhuranu, drh.
Ujian
Jumat, 08.00 –
11. Teaching Farm Oleh : Oleh : Dr. Trilas
24/03/2023 17.30
Sardjito, drh., M.Si
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Sapi Pejantan Unggul

Pejantan unggul adalah pejantan yang sudah diseleksi berdasarkan standar

bibit (Permentan, 2016). Pemilihan sapi pejantan unggul yang mampu

memproduksi semen beku berkualitas merupakan salah satu syarat mutlak dalam

pelaksanaan inseminasi buatan sehingga bisa diinseminasikan ke induk betina.

Berdasarkan Permentan tahun 2016, pejantan unggul yang dipergunakan untuk

memproduksi semen beku harus memenuhi syarat berikut :

a. Lulus dari evaluasi kemampuan mengawini

b. Berasal dari silsilah yang jelas, untuk ternak lokal paling kurang satu

generasi dan ternak introduksi paling kurang dua generasi

c. Mempunyai sertifikat bibit

d. Sehat dan bebas dari segala cacat fisik

e. Belum digunakan untuk kawin alam

f. Memiliki libido tinggi

g. Mempunyai kesanggupan melayani/mengawini (serving ability) tinggi

h. Mempunyai warna semen putih susu atau kekuning – kuningan

i. Mempunyai lingkar scrotum sesuai dengan standar berdasarkan rumpun

Pejantan Unggul

j. Mempunyai persentase motilitas sperma ≥ 70% (tujuh puluh persen),

derajat gerakan individu spermatozoa minimal 2, gerakan massa minimal +

+ dan abnormalitas ≤ 20 % (dua puluh persen)

7
8

Berdasarkan pada poin d, pejantan unggul yang bagus harus dalam

keadaan sehat dan bebas dari segala cacat fisik. Cacat fisik contohnya seperti

cacat pada bagian mata (buta), tanduk patah, kelainan pada tulang punggung,

pincang, lumpuh, serta kaki dan kuku terlihat abnormal. Selain cacat fisik, bibit

sapi pejantan harus terbebas dari cacat organ reproduksi seperti bentuk serta

ukuran testis dan penisnya. Pada poin e, pejantan unggul yang dipergunakan

untuk memproduksi semen beku memiliki syarat belum digunakan untuk kawin

alam. Bagi calon bibit pejantan unggul yang belum dinyatakan lulus uji atau

belum memasuki umur dewasa tidak diperbolehkan melakukan kawin alami. Hal

ini sesuai dengan DISNAKKAN Kab. Grobogan (2021) yang menyatakan bahwa

pejantan yang sudah terpilih dan lulus uji baru bisa dikawinkan setela berumur 3

tahun hingga 10 tahun. Berdasarkan DISNAKKAN Kab. Grobogan (2021), bibit

sapi pejantan harus memiliki berat badan diatas rata-rata dengan kondisi libido

dan kualitas sperma yang baik, serta penampilan fenotipenya sesuai dengan

rumpunnya. Pengamatan kualitas sperma dan libido sapi sudah dilakukan sejak

sapi berumur 20 bulan. Bagian testis sudah terlihat menggantung secara simetris

dan lingkar scrotum lebih dari 32 cm. Pada hal ini sesuai dengan syarat pemilihan

pejantan unggul Permentan (2016) pada poin f hingga j.

Jenis Sapi Simmental dan Sapi Limousin menjadi pilihan BIB (Balai

Inseminasi Buatan) Teaching Farm FKH UNAIR sebagai pejantan unggul yang

dipergunakan untuk memproduksi semen beku. Sapi Simmental dan Sapi

Limousin telah menyebar dan menjadi ternak pilihan di berbagai provinsi. Sapi ini

memiliki potensi dan peranan penting dalam sosial budaya serta pemenuhan
9

daging di Indonesia. Sapi Simmental dan Sapi Limousin termasuk sapi berukuran

besar dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap pakan dan pemeliharaan

sederhana.

a. Sapi Simmental

Sapi Simmental berasal dari Switzerland. Sapi ini memiliki warna tubuh

merah kekuningan sampai krem kombinasi putih, kepala dominan putih dengan

variasi merah; moncong berwarna putih sampai krem; tidak bertanduk atau

memiliki tanduk berwarna krem; telinga besar dan tegak kesamping; ujung ekor

berwarna putih sampai krem dan kuku kaki putih sampai krem (SNI 7651-8:2020

tentang bibit Sapi Simmental Indonesia) (Kusworo, 2021). Berdasarkan

pengamatan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR, Sapi Simmental memiliki

karakteristik yang sesuai dengan Kusworo (2021) dan pada keempat kaki dari

lutut berwarna putih atau krem.

b. Sapi Limousin

Sapi Limousin berasal dari Perancis. Sapi ini memiliki warna rambut

cokelat muda sampai dengan cokelat tua; moncong berwarna putih sampai krem;

tidak bertanduk atau memiliki tanduk berwarna krem; telinga besar dan tegak

kesamping (SNI 7651-9-2020 tentang Bibit sapi limousin Indonesia) (Kusworo,

2021). Berdasarkan pengamatan di BIB Teaching Farm, Sapi Simmental memiliki

karakteristik yang sesuai dengan Kusworo (2021) dan tanpa adanya warna putih

pada seluruh rambutnya serta pada bagian lutut ke bawah berwarna cokelat lebih

muda, juga terdapat bentuk lingkaran berwarna cokelat lebih muda di sekeliling

mata.
10

Gambar 3. 1 Sapi Simmental dan Sapi Limousin di Teaching Farm (Sumber:


dokumentasi pribadi, 2023)

3.2 Manajemen Perkandangan

Bentuk kandang yang terdapat di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Teching

Farm Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga merupakan kandang

konvensional dimana posisi sapi yang dipeliharan di dalam kandang dibuat sejajar

atau disebut sistem stall yang terbagi menjadi tipe head to head dan tail to tail.

Tipe kandang yang digunakan BIB Teaching Farm Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga menggunakan tipe kandang ganda dan terdapat dua jenis

kandang yaitu: kandang pejantan dan kandang isolasi. Kandang yang terdapat di

Balai Inseminasi Buatan (BIB) Teaching Farm FKH UNAIR terbagi menjadi tiga

tempat dalam satu lahan.

3.2.1 Tipe Kandang Tunggal (One Raw Plan)

Kandang tunggal, merupakan tipe kandang satu ternak satu kandang. Pada

bagian depan kandang terdapat palungan, sedangkan bagian belakang terdapat

selokan pembuangan kotoran. Sekat pemisah pada kandang tipe tunggal lebih

diutamakan pada bagian depan ternak mulai palungan sampai batas pinggul
11

ternak. Tinggi sekat pemisah sekitar 1 m atau setinggi badan sapi. Sapi di kandang

tunggal diikat dengan tali pada lainta untuk menghindari perkelahian. Ukuran

kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu sekitar 2,5 x 1,5 m.

Tipe kandang tunggal mempunyai kelebihan lebih gampang dibersihkan dan

proses perawatan setiap sapi yang lebih mudah (Marsya, 2022).

3.2.2 Tipe Kandang Ganda (Two Raw Plan)

Terdiri dari dua baris kandang dengan bentuk atap atau ganda atau dua

baris yang saling berhadapan. Kandang tipe ganda dapat dibedakan menjadi dua

yaitu, saling berhadap-hadapan (head to head) atau saling bertolak belakang (tail

to tail). Kandang tipe ganda BIB Teaching Farm FKH UNAIR menggunakan

tempat makan dan minum berupa palungan, dengan tipe saling berhadapan (head

to head) dan saling bertolak belakang (tail to tail). Tipe kandang head to head

bertujuan untuk mencapai efisiensi waktu dan tenaga dalam penerapan

manajemen pemeliharaan dan kesehatan ternak serta efisien dalam pemanfaatan

lahan untuk kandang. Sedangkan kandang tail to tail bertujuan untuk

mempermudah saat pembersihan feses. Ukuan kandang di BIB Teaching Farm

UNAIR sebesar 4 x 2,5 m2 per ekor.

3.2.3 Jenis Kandang

1. Kandang Pejantan

Kandang pejantan merupakan kandang yang digunkaan untuk memelihara

ternak pejantan yang khusus digunakan sebagai pemacek. Tipe kandang pejantan

adalah individu yang dilengkapi degan palungan pada sisi depannya dan saluran

pembuangan kotoran pada sisi belakang. Konstruksi kandang pejantan harus kuat
12

serta mampu menahan benturan dan dorongan serta memberikan kenyamanan

bagi ternak. Di BIB Teaching Farm FKH UNAIR kandang pejantan saling

berhadapan (head to head) agar mudah pada saat pemberian pakan dan juga untuk

efisiensi waktu dan tenaga. Ukuran kandang pejantan di BIB Teaching Farm

UNAIR berukuran 4 x 2,5 m2 per ekor dengan tinggi kandang 3 m.

Gambar 3. 2 Kandang pejantan tipe head to head (Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)

2. Kandang Isolasi

Kandang isolasi di BIB Teaching Farm FKH UNAIR digunakan sebagai

kandang karantina sapi pejantan yang baru masuk ke kandang BIB Teaching

Farm FKH Universitas Airlangga. Kandang isolasi juga digunakan untuk sapi –

sapi yang mengalamai gangguan kesehatan. Menurut PERMENTAN No. 10

Tahun 2016 kandang isolasi untuk ternak sakit atau terduga sakit harus terpisah

dari kandang lain, terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tata letak

kandang lebih rendah dari kandang lain. Kandang isolasi di BIB Teaching Farm

FKH UNAIR menggunakan tipe kandang ganda dengan posis sapi saling bertolak

belakang (tail to tail).


13

Gambar 3. 3 Kandang isolasi tipe tail to tail (Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)

3.2.4 Lantai Kandang

Lantai kandang pejantan di BIB Teaching Farm FKH Universitas

Airlangga terbuat dari semen agar tidak mudah lembab dan tidak licin, untuk

memperkuat pijakan sapi. Berdasarkan Permentan No. 10 Tahun 2016 lantai

kandang dibuat sedikit miring ke belakang dengan kemiringan 1% dengan tujuan

memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering dan

terjaga drainasenya. Lantai kandang di BIB Teaching Farm FKH Unair

menggunakan alas karet yang bertujuan agar kaki dan tubuh sapi tidak terluka

terkena lantai semen yang kasar, juga untuk meminimalisir air agar kandang tidak

terlalu lembab. Selain itu, penggunaan alas kandang juga membantu untuk

membersihkan kandang secara maksimal hingga tidak ada kotoran yang tersisa.

Gambar 3. 4 Alas kandang yang tidak menutupi seluruh area lantai


(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
14

3.2.5 Tempat Pakan dan Minum

Tempat pakan dan minum di BIB Teaching Farm FKH UNAIR berbentuk

palungan dan bersekat. Palungan terbuat semen dan memiliki permukaan yang

halus dengan tujuan mempermudah waktu dibersihkan. Palungan dibuat melekat

dengan bagian depan kandang, dengan posisi yang sedikit lebih rendah dari pada

mulut sapi. Palungan dibuat selebar 50 cm, panjang 150 cm dan kedalaman 40

cm. panjang palungan di kandang disesuaikan dengan panjang kandang.

Gambar 3. 5 Palungan untuk tempat pakan dan minum


(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
3.2.6 Selokan

Selokan berfungsi sebagai tempat pembuangan kotoran. Selokan biasanya

dibuat dengan lebar 50 cm dan kedalam ±5 cm dan berakhir dengan kedalaman

sekitar 15 cm, sehingga air dapat mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang

rendah (Anitasari, 2008). Selokan dibuat dibelakang ekor sapi, dengan tujuan

untuk mepermudah membersihkan kotoran dan urin sapi (Bakri dan Saparinto,

2015).

3.2.7 Tempat Penampungan Semen


15

BIB Teaching Farm FKH UNAIR mempunyai tempat untuk penampung

semen yang terdiri dari kandang jepit yang digunakan untuk mengurangi ruang

gerak sapi pemancing (teaser). Kandang penjepit dialasi dengan sabut kelapa yang

tebal dan empuk, sehingga sapi lebih nyaman ketika melakukan mounting saat

penampungan semen.

Gambar 3. 6 Kandang Penjepit di Tempat Penampungan Semen


(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
3.2.8 Kandang Penjepit Untuk Perawatan Sapi

BIB Teaching Farm FKH UNAIR memiliki kandang jepit yang dapat

digunakan untuk melakukan perawatan seperti pemotongan kuku, yang bertujuan

agar kondisi kuku selalu dalam keadaan baik dan sehat. Kondisi kuku yang tidak

baik dapat mengakibatkan hal yang negatif bagi produksi yakni ternak tidak

mampu menaiki teaser, dapat melukai teaser, menurunnya nafsu makan, selalu

gelisah, libido menurun dan menurunkan kualitas semen (Ulul, 2014). Selain

pemotongan kuku kandang penjepit juga digunakan pada saat pengobatan.


16

Gambar 3. 7 Kandang penjepit untuk perawatan Sapi


(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
3.2.9 Exercise

Exercise ternak di BIB Teaching Farm FKH UNAIR dilakukan di

halaman kandang. Kegiatan exercise dilakukan setelah satu jam pemberian

konsentrat. Exercise dilakukan setiap hari dengan mengajak jalan – jalan ke luar

kandang sekitar 15-20 menit di pagi hari untuk melatih otot untuk meningkatkan

daya dorong, daya jepit dan daya lompat saat dilakukan penampungans semen.

Setelah exercise sapi pejantan akan dijemur di bawah sinar matahari, kemudian

dimasukkan kembali ke dalam kandang. Kegiatan exercise tidak dilakukan pada

saat pengambilan semen (selasa dan jumat), agar sapi tidak kelelahan.

3.3 Manajemen Pakan

Proses pemberian pakan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR dilakukan

setiap pagi dan sore, diberikan setelah tempat pakan dan minum sudah bersih.

Pakan yang diberikan yaitu konsentrat, hijauan dan mineral. Pada pagi hari

konsentrat diberikan terlebih dahulu untuk menyuplai makanan bagi mikroba

rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk kedalam rumen, mikroba rumen

telah siap dan aktif mencerna hijauan. Setelah sekitar 30 menit, konsentrat

biasanya sudah dihabiskan oleh sapi (Fikar dan Ruhyadi, 2010). Hal ini dilakukan
17

untuk meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum (Siregar,

2008). Pemberian air minum perlu ditingkatkan apabila sapi diberi konsentrat

yang kering (Rianto dan Purbowati, 2009). Air bersih harus tersedia setiap saat,

sehingga ketika sapi sedang haus bisa langsung minum air yang ada di depannya.

Pemberian air minum juga bisa dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan

(Fikar dan Ruhyadi, 2010). Kebutuhan air minum untuk sapi perhari adalah 20 –

40 liter (Abidin, 2008). Jenis pakan yang diberikan adalah JAPFA Comfeed

SUSU-A dengan kandungan berupa Kadar Air maks 10%, Protein kasar min 16%,

Lemak kasar maks 7%, Kalsium (Ca) 0.60-1.20%, Fosfor (P) 0.40- 0.60%,

Aflatoksin total maks 100 μg/kg, aNDF maks 35%, TDN min 68%. Kemudian

diberikan hijauan rumput Pakchong dengan kandungan Protein Kasar 16.45 %,

Molasses (tetes tebu), Suplemen, Multivitamin.

Kebutuhan hijauan tiap ekor sapi adalah 30 kg per hari, pemberian hijauan

dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pagi dan sore hari. Hijauan merupakan bahan

pakan utama ternak sapi dapat berupa rumput, baik itu rumput unggul (rumput

gajah), rumput lapangan, atau sebagian jenis leguminosa. Hijauan merupakan

menu utama bagi ternak ruminansia dengan tingkat konsumsi mencapai 70% dari

total ransum. Hijauan sangat berperan dalam menjaga kesehatan dan 14 fungsi

rumen, keberadaan serat dalam hijauan pakan (selulosa dan hemiselulosa) menjadi

sumber energi bagi mikroba rumen, demikian halnya dengan mineral serta

protein (terutama dari legume) merupakan sumber N bagi bakteri dan protein

produk.
18

Kebutuhan konsentrat tiap ekor sapi berkisar antara 7-8 kg, dengan

pemberian sebanyak dua kali, yaitu pada pagi dan sore hari. Konsentrat

merupakan bahan makanan yang memiliki kadar protein dan karbohidrat yang

tinggi serta memiliki kadar serat kasar yang rendah, yaitu di bawah 18%. Fungsi

utama konsentrat bagi ternak adalah untuk meningkatkan mutu gizi dari

beragam bahan makanan yang dijadikan satu atau dicampur, konsumsi pakan

lebih baik, serta mempercepat pertumbuhan ternak (Sugeng, 1998). Total

pemberian pakan pada sapi pejantan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR adalah

2.8% dari berat badan dengan 65% hijauan dan 35% konsentrat dengan pakan

minimal mengandung 14-15%, serat kasar 35%. Nutrisi konsentrat yang baik

menurut SNI harus berupa bahan kering dan setidaknya memiliki kandungan TDN

(Total Digestible Nutrient) sebesar 75% dan 18% protein kasar (Khaqqo, 2016).

Gambar 3. 8 A. Vita Booster Vitamin dan Suplemen, B. Konsentrat Comfeed


Susu A (Dokumentasi Pribadi, 2023)

3.4 Penampungan Semen

Penampungan semen merupakan cara untuk memperoleh semen dalam

jumlah volume yang banyak dan kualitas yang dihasilkan baik untuk diproses
19

lebih lanjut guna keperluan inseminasi buatan (Kartasudjana, 2001). Secara umum

penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal yaitu hormon, metabolisme, keturunan, umur, dan

kesehatan secara umum dari pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah

pakan hewan, suasana lingkungan, tempat penampungan, manajemen, para

penampung, cuaca, sarana penampungan termasuk teaser. Untuk mendapatkan

semen yang memenuhi syarat adalah mengamati dan memperhatikan perilaku

setiap pejantan yang akan ditampung semennya.

Beberapa cara penampungan semen sapi untuk tujuan inseminasi buatan

(IB) telah berkembang, diantaranya dengan pengurutan (massage), vagina buatan

dan elektro ejakulator. Menurut Partodihardjo (1987) semen yang digunakan

untuk keperluan inseminasi buatan pada umumnya ditampung menggunakan

vagina buatan (VB). Vagina buatan adalah alat yang digunakan untuk menampung

spermatozoa dimana alat tersebut akan dikondisikan sebagaimana vagina asli dari

ternak tersebut. Pejantan akan menaiki sapi pemancing dan akan berejakulasi pada

waktu penis dimasukkan ke dalam vagina buatan. Metode penampungan semen

yang dilakukan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR menggunakan vagina buatan

yang umumnya dipakai secara luas dan mudah digunakan. Kelebihan dari

penampungan semen menggunakan vagina buatan ini adalah bersifat fisiologis

sehingga semen yang dihasilkan akan lebih maksimal (Toelihere, 1985).

Vagina buatan terdiri dari silinder karet tebal dan keras (outer liner) yang

di dalamnya dilapisi silinder karet tipis dan merupakan kantung yang dapat diisi

air panas (inner liner). Salah satu ujung vagina buatan dipasang karet berbentuk
20

corong untuk menampung semen (cup). Tabung sebagai penampung semen pada

bagian ujung cup dan penutup sekitar tabung guna menghindari terkena sinar

matahari langsung. Vagina buatan yang telah diisi air hangat (40 – 45 ℃) dan diisi

udara untuk menimbulkan gesekan inner liner dengan penis pejantan. Pada bagian

dalam diberikan pelicin yang berfungsi sebagai pelumas dan juga meminimalisir

luka akibat gesekan. Tiap pejantan memiliki karakteristik yang berbeda – beda

dalam suhu air dan tekanan udara di vagina buatan. Hal ini juga berpengaruh

terhadap semen segar yang dihasilkan dari penampungan semen.

Sterilisasi dalam pelaksanaan penampungan semen sangat diperlukan demi

menjaga kebersihan semen. Perlakuan yang baik dan hati – hati terhadap pejantan

diperlukan untuk memberikan rangsangan sebagai persiapan sebelumnya karena

rangsangan ini akan dapat menaikkan kuantitas dan kualitas semen yang

ditampung. Bila hewan pemancing tidak dapat meningkatkan libido pejantan,

maka hewan pemancing dan suasana lingkungan perlu diganti, dapat pula

dilakukan dengan melakukan sedikit aktifitas pada pejantan agar supaya peredaran

darah lancar dan meningkatkan detak jantung. Fasilitas yang cukup untuk

menguasai pejantan dan hewan pemancing harus dilakukan sebagai langkah untuk

menghindari kecelakaan yang akan terjadi dari penampung semen maupun hewan

itu sendiri (Arifiantini, 2012).

Penampungan semen yang dilakukan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR

dilakukan selama dua hari dalam seminggu (hari selasa dan jumat) dan

penampungan semen dilakukan sebanyak dua kali dengan waktu istirahat tiap

pejantan sekitar satu jam dari penampungan semen pertama dan penampungan
21

semen kedua. Hal ini bertujuan agar hasil dari penampungan semen yang kedua

tidak jauh berbeda dari penampungan semen pertama karena proses pematangan

sel spermatozoa. Fungsi dari prosedur penampungan semen bertujuan untuk

mendukung kelancaran penampungan semen sehingga mendapatkan semen segar

yang berkualitas baik (Waluyo, 2014). Berikut merupakan langkah penampungan

semen yang dilakukan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR :

1. Hewan pemancing (teaser) ditempatkan pada kandang jepit.

2. Pejantan yang akan ditampung semennya harus dibersihkan terlebih

dahulu pada bagian preputiumnya dengan cara pemotongan bulu

disekitar area dan dibilas menggunakan air hangat.

3. Pejantan diarahkan ke hewan pemancing dan akan melakukan penciuman

bagian belakang hewan pemancing.

4. Kolektor berada disamping kanan dan berdiri sejajar dengan bagian

belakang teaser yang sigap saat pejantan mulai menaiki hewan

pemancing.

5. Vagina buatan dipegang oleh kolektor saat pejantan telah mencoba

menaiki hewan pemancing 2-3 kali dengan melihat konsistensi dan

vaskularisasi (warna merah) pada penis pejantan.

6. Pejantan yang siap untuk ejakulasi akan menaiki hewan pemancing dan

kolektor dengan sigap memasukkan vagina buatan ke penis pejantan

dengan hati-hati melihat setiap pergerakan dan lompatan dari pejantan.


22

7. Setelah selesai ditampung, segera bawa ke laboratorium melalui celah

penghubung kemudian lepas tabung penampung dari cup dan dapat

dilakukan pengujian untuk semen segar yang didapatkan.

Berikut merupakan data hasil penampungan semen yang dilaksanakan

pada kegiatan Praktik Kerja Lapangan BIB Teaching Farm pada Selasa 21 Maret

2023 :

Time of Daya Daya Time of


Nama Daya Jepit
Reaction Dorong Lompat Ejaculation
Gajahmada 1’35” 3 3 2 1”
Meycip 2’19” 4 4 4 1”
Santang 3’3” 4 4 3 1”
Penjalinan 1’40” 4 3 3 2”
Amaru 2’52” 3 3 3 1”
Robby 2’47” 3 3 4 2”
Vaquero 2’32” 4 4 3 1”

Gambar 3. 9 Proses penampungan semen (sumber: dokumentasi pribadi, 2023)


23

3.5 Processing Semen Beku

3.5.1 Pemeriksaan Semen Segar

Berikut merupakan hasil pemeriksaan semen di BIB Teaching Farm


FKH UNAIR yang dilakukan pada Selasa, 21 Maret 2023 :

Makroskopis Mikroskopis
N Nama Volu Konsentr
o Bull Konsiste War p mas individ asi
me Bau
nsi na H sa u
(ml)
Puti
Kha 6,
2 kental h +++ 85/3 1604
s 8
1. susu
Vaquero
Puti
Kha 6,
3 Kental h +++ 70/3 1780
s 7
susu
Puti
6,
6,5 Kental h khas +++ 60/3 1329
7
Gajama susu
2.
da Puti
Kha 6,
9 Kental h ++ 65/3 983
s 7
susu
Puti
Kha 6,
6,5 Sedang h ++ 60/3 696
s 7
susu
3. Meycip
Puti
Kha 6,
6 Encer h + 60/3 476
s 7
susu
Puti
Kha 6,
5 Kental h ++ 75/3 1011
s 7
susu
4. Santang
Puti
Kha 6,
5 Kental h +++ 60/3 1640
s 7
susu
5. Penjalin Puti
Kha 6,
an 7 Kental h +++ 80/3 947
s 7
susu
6 Sedang Puti Kha 6, + 70/3 470
h s 7
24

Makroskopis Mikroskopis
N Nama Volu Konsentr
o Bull Konsiste War p mas individ asi
me Bau
nsi na H sa u
(ml)
susu
Puti
Kha 6,
6 Kental h +++ 75/3 1481
s 7
susu
6. Amaru
Puti
Kha 6,
4 Kental h ++ 60/3 987
s 7
susu
Puti
Kha 6,
5 Encer h ++ 65/3 720
s 7
susu
7. Robby
Puti
Kha 6,
6,5 Encer h +++ 70/3 1780
s 7
susu

Semen segar yang telah dikolesi dari lapangan sesegera mungkin dibawa

ke laboratorium untuk diperiksa dan dilanjutkan ke proses pembuatan semen

beku. Adapun beberapa tahap yang dilakukan oleh BIB Teaching Farm FKH

UNAIR dalam proses pemeriksaan semen, yaitu :

1. Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis semen

a) Pemeriksaan makroskopis

 Pemeriksaan volume semen

Pemeriksaan volume semen dilakukan dengan mengamati langsung pada

tabung penampung berskala di vagina buatan yang digunakan untuk menampung

semen saat koleksi semen. Volume semen berkisar antara 5 - 8 ml per ejakulasi

(Zamuna dkk., 2015). Hasil pemeriksaan volume semen di BIB Teaching Farm

FKH UNAIR paling sedikit 2 ml per ejakulasi oleh sapi Vaquero dan paling

banyak 9 ml per ejakulasi oleh sapi Gajamada.

 Pemeriksaan warna semen


25

Warna semen segar bangsa Limousin dan Simmental tampak berwarna

putih susu (Muada dkk., 2017). Hasil pemeriksaan warna semen di BIB Teaching

Farm FKH UNAIR rata – rata berwarna putih susu. Berdasarkan hasil

pemeriksaaan tersebut semen yang dikoleksi bebas dari kelainan dan kualitas yang

baik.

 Pemerikasaan bau semen

Bau semen sapi yaitu khas semen yang menunjukkan bahwa semen

tersebut normal dan tidak terdapat kontaminasi (Pratiwi dkk., 2014). Hasil

pemeriksaan bau semen di BIB Teaching Farm FKH UNAIR didapatkan dari

semua semen yang di koleksi berbau khas. Berdasarkan hasil pemeriksaaan

tersebut semen yang dikoleksi bebas dari kelainan dan kualitas yang baik.

 Pemeriksaan derjat keasaman (pH) semen

Rata - rata pH semen sapi jenis Limousin dan Simmental tergolong

dalam keadaan normal apabila berada pada kisaran 6,4 - 7,8 (Muada dkk.,

2017). Pemeriksaan pH dilakukan menggunakan kertas lakmus atau pH meter.

Pemeriksaan derajat keasaman semen di BIB Teaching Farm FKH UNAIR

menggunakan kertas lakmus yang di celupkan kedalam semen. Hasil dari

pemeriksaan tersebut rata – rata pH semen yang berhasil dikoleksi adalah 6,7 –

6,8. Berdasarkan hasil pemeriksaaan tersebut semen yang dikoleksi bebas dari

kelainan serta tidak melampaui rantang standar pH semen normal.

b) Pemeriksaan mikros

1. Pemeriksaan Gerakan massa


26

Gerakan massa spermatozoa merupakan gerakan bersama – sama

sekelompok sel spermatozoa dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam.

Koloni spermatozoa yang bergerak bersama dengan pergerakan yang cepat

tentunya dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fertilisasi sel telur

(Komariah dkk., 2020). Menurut Susilowati dkk. (2010), pemeriksaan gerakan

massa dilakukan pada suhu 370C agar diperoleh gerakan spermatozoa yang

optimal. Cara pemeriksaan yaitu dengan meneteskan satu tetes semen dan

diletakkan di atas gelas obyek kemudian gerakan massa diamati di bawah

mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Adapun kriteria penilaian gerakan massa

yaitu:

+++ : gerak semen membentuk gelombang – gelombang yang besar dan

banyak serta cepat.

++ : gerak semen membentuk gelombang besar sampai sedang tapi jarang.

+ : gerak semen membentuk gelombang kecil dan sedikit jumlahnya.

Penilaian gerak massa spermatozoa normalnnya berkisar dari pergerakan

yang cepat (++) hingga sangat cepat (+++) (Komariah dkk., 2020).

2. Gerakan individu

Gerakan individu dari setiap spermatozoa menentukan kemampuannya

untuk mencapai sel ovum yang terdapat di tuba falopii. Motilitas spermatozoa

dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: suhu dingin akan menghambat motilitas,

sedangkan suhu panas meningkatkan motilitas spermatozoa, zat kimia yang

terkandung dalam urin dan kotoran yang mencemari semen dapat menurunkan

motilitas spermatozoa, ejakulat pertama sesudah istirahat lama umumnya banyak


27

sel spermatozoa yang mati (Ismaya, 2014). Adapun cara pemeriksaan gerakan

individu spermatozoa (Susilowati dkk., 2010):

1) Satu tetes semen diletakkan di atas gelas obyek dan tambahkan satu tetes

larutan NaCl fisiologis, selanjutnya dicampur hingga homogen.

2) Gelas objek ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah

mikroskop dengan perbesaran 400 kali

Cara penilaian gerakan individu spermatozoa:

a. Kecepatan gerak spermatozoa

Penilaian kecepatan spermatozoa dinilai dengan angka mulai dari angka

0 sampai 4, berikut kriteria penilaian kecepatan spermatozoa berdasarkan angka:

Angka 0 bila tidak ada spermatozoa yang bergerak atau sedikit

Angka 1 bila gerakan spermatozoa pelan atau lambat

Angka 2 bila gerakan spermatozoa sedang

Angka 3 bila gerakan spermatozoa cepat

Angka 4 bila gerakan spermatozoa sangat cepat

b. Arah gerak spermatozoa

Arah gerak spermatozoa dinilai dengan persentase (%) dimana kriteria

penilaian tersebut merupakan perbandingan spermatozoa yang dominan bergerak

maju (progresif) dengan pergerakan ke arah lainnya. Berikut macam – macam

arah pergerakan spermatozoa:

 Gerak maju = P (progresif)

 Gerak berputar, bergetar = O (oscillatory), V (vibratoris)

 Gerakan melingkar = C (circular)


28

 Gerakan mundur = r (reverse)

 Spermatozoa tidak ada gerakan = N (nekrospermia)

Motilitas spermatozoa sapi pada pejantan yang fertil adalah 50-80% dan

bergerak progresif sebab daya gerak yang progresif sangat diperlukan

spermatozoa saat di saluran kelamin betina untuk mencapai tempat fertilisasi

(Prastika dkk., 2018). Contoh penilaian gerak individu 80/3, artinya spermatozoa

yang bergerak progresif terdapat 80% dengan kecepatan 3 (cepat).

Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada Selasa, 21 Maret 2023 di BIB

Teaching Farm FKH UNAIR didapatkan gerakan massa spermatozoa yang

beragam mulai + sampai +++, gerak individu yang arah pergerakannya progresif

berkisar antara 60% - 85% dan semua kecepatan spermatozoa semen yang

berhasil dikoleksi pada hari itu bernilai 3. Interpretasi dari hasil pemeriksaan

mikroskopis dapat disimpulakan bahwa semen yang dikoleksi memiliki kualitas

yang baik.

3. Konsentrasi semen

Konsentrasi spermatozoa adalah banyaknya spermatozoa per unit dalam

satuan volume atau per satu milliliter semen. Konsentrasi sapi pejantan berkisar

800 sampai dengan 1200 juta sel spermatozoa per ml (Komariah dkk., 2020).

Penilaian konsentrasi spermatozoa tiap milliliter sangat penting, karena faktor ini

digunakan sebagai kriteria penentu kualitas semen dan menentukan tingkat

pengenceran pada pembuatan semen beku. Konsentrasi spermatozoa bisa dihitung

dengan menggunakan haemositometer, colorimeter, atau spectrophotometer

(Kusmahidayat., 2021).
29

Hasil pemeriksaan konsentrasi semen menggunakan spectrophotometer

yang dilakukan pada Selasa, 21 Maret 2023 di BIB Teaching Farm FKH UNAIR

yaitu berkisar 470 sampai 1780 juta sel spermatozoa per ml. Hasil pemeriksaan

warna, volume, pH, konsistensi, motilitas individu, motilitas massa dan

konsentrasi spermatozoa pejantan sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh

kondisi kesehatan ternak, umur ternak, kondisi lingkungan, manajemen

peternakan, jenis pakan yang diberikan dan bangsa sapi yang digunakan

(Rahmawati dkk., 2015).

3.5.2 Pengenceran Semen

Pengenceran semen bertujuan untuk menambah volume semen, buffer atau

penyangga, sumber nutrisi, mencegah cold shock, mengandung antibiotika (anti

bakteri), menciptakan lingkungan yang kondusif, dan sebagai krioprotektan

(Ratnawati dkk., 2017). Pengencer yang digunakan oleh BIB Teaching Farm

FKH UNAIR adalah larutan pengencer atau diluter terdiri atas diluter A dan

diluter B. Diluter yang digunakan berbahan dasar susu skim dan kuning telur.

Larutan diluter disiapkan sebelum pengambilan semen berlangsung.

A. Diluter A terdiri atas: Susu Skim 10%, Aquadest secukupnya, Kuning

telur 5%, Penisilin 1000 IU , Streptomisin 1 mg atau 0,1% dari volume

total, Vitamin C 100mg dan Fruktosa 0,75% dari volume total.

B. Diluter B terdiri atas: Glukosa 2 %, glycerol 12% dan diluter A hingga

volume yang dibutuhkan.


30

Gambar 3. 10 Alat dan bahan pembuatan diluter (Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)

3.5.3 Tatalaksana Pembuatan Bahan Pengencer :

a. Pembuatan diluter A:

1. Penimbangan susu skim 10% dari volume yang diinginkan (ml)

dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer atau beaker glass. Tambahkan

aquades sebanyak volume yang diinginkan, aduk hingga homogen.

2. Pasang sedemikian rupa thermometer yang berkapasitas 100℃

atau lebih sehingga mudah dibaca.

3. Tabung erlenmeyer atau beaker glass di masukkan ke dalam

sebuah bejana yang berisi air secukupnya dan air susu tersebut

dipanaskan secara tidak langsung hingga suhu 92℃.

4. Setelah thermometer menunjukkan 92℃, nyala api pemanas diatur

dan suhu dipertahankan antara 92 – 95℃ selama 10 menit.

5. Air susu didinginkan secara perlahan di dalam waterbath hingga

suhu kamar 36 - 37℃ sesuai suhu semen yang akan diencerkan.


31

6. Larutan susu disaring memakai kain kasa steril sebanyak 2x

penyaringan.

7. Menyiapkan kuning telur sebanyak 5% dari volume total. Semua

cairan putih telur dibuang. Kuning telur yang masih utuh dan terbungkus

selaput vitelin dipindahkan diatas kertas saring/kasa steril untuk

menghilangkan cairan putih telur yang tersisa. Selaput vitelin dipecah

dan dialirkan kedalam gelas ukur.

8. Menambahkan vitamin C 100 mg.

9. Menyiapkan antibiotika penicillin 1000 UI dan streptomycin 1mg

sebanyak 0,1% dari volume total.

10. Menambahkan kuning telur ke dalam larutan air susu kemudian

diaduk hingga homogen.

11. Menambah antibiotika yang telah disiapkan ke dalam larutan air

susu, aduk hingga homogen.

12. Menambah kan fruktose sebanyak 0,75% dari volume total.

13. Memasukkan larutan diluter ke dalam waterbath dengan suhu

kamar 36 – 37℃.

b. Pembuatan diluter B:

1. Menyiapkan gliserol sabanyak 12% dan glukosa sebanyak 2%

volume diluter B yang akan dibuat.

2. Menambahkan diluter A hingga volume yang dibuthkan, aduk

hingga homogen kemudian masukkan kedalam tabung erlenmeyer,


32

lalu tutup dengan alumunium foil, masukkan ke dalam beaker

glass yang berisi air (water jacket).

3. Inkubasi di salam cool top dengan suhu 5℃.

Pemberian vitamin C kedalam diluter dilakukan sebagai bahan

antioksidan pada sel spermatozoa (Trilaksana dkk., 2015). Penambahan fruktosa

ke dalam larutan pengencer berfungsi sebagai sumber energi dan mencegah

dekapasitasi dini pada spermatozoa serta penambahan glukosa merupakan

cryoprotectan eksternal untuk menjaga sel sperma bagian luar dari cold shock

(Mukminat dkk., 2014). Gliserol berfungsi sebagai cryoprotectant internal yang

melindungi sel spermatozoa dari cold shock. Penambahan gliserol dilakukan

secara bertahap untuk menghindari terjadinya osmotic shock (Ariantie dkk.,

2013).

Gambar 3. 11 Pembuatan diluter (Dokumentasi Pribadi, 2023)

3.5.4 Tata Laksana Processing Semen Beku

Tata laksana processing semen beku sebagai berikut :

1. Koleksi semen pada pejantan dengan menggunakan vagina buatan.

Hitung volume semen yang didapat.


33

2. Semen diperiksa melalui pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis

untuk mengetahui kondisi semen layak atau tidak untuk digunakan ada

proses selanjutnya.

3. Semen yang telah melalui serangkaian pemeriksaan makroskopis dan

mikroskopis dengan hasil pemeriksaan yang baik dinyatakan layak untuk

digunakan serta dilakukan penambahan diluter A dengan rasio volume

yang sama dengan volume air semen.

4. Menambahkan diluter A sebanyak jumlah volume semen yang

didapatkan sesuai perhitungan, lalu tempatkan pada waterbath. Simpan

larutan spermatozoa dan diluter A yang ditambahkan water jacket pada

cool top agar sperma tidak mengalami cold shock sampai suhu ±5℃

selama 1 jam.

5. Setelah disimpan pada suhu ±5℃ selama 1 jam di dalam cool top,

larutan semen ditambah dengan diluter B secara bertahap sebanyak ¼

volume total dengan jarak waktu 15 menit selama 1 jam (gliserolisasi).

6. Dilakukan pemeriksaan before freezing dengan cara mengambil setetes

larutan semen dan diletakkan di atas gelas objek, lalu dilakukan

pemeriksaan di bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Batas

minimal motilitas 60%.

7. Melakukan proses filling sealing ke dalam ministraw dengan

menggunakan alat pabrikan minitube model MPP Uno.

8. Melakukan proses freezing dengan cara memasukkan ke dalam kontainer

yang berisi Liquid Nitrogen.


34

9. Setelah proses freezing, satu buah ministraw diambil untuk dicek post

thawing motility (PTM) sesuai standar atau kurang lebih sama dengan

40%, maka straw dapat disimpan di depo kontainer.

Gambar 3. 12 Processing semen beku (sumber: dokumentasi pribadi, 2023)

Hasil pemeriksaan mikroskopis motilitas before freezing (BF) dan post

thawing motility (PTM) yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

Pemeriksaan
Tanggal Nama Bull
BF (%) PTM (%)
Meycip 65 40
Santang 70 45
Penjalinan 75 40
21/03/2023 Amaru 70 45
Roby 65 40
Vaquero 70 40
Gajamada 75 40
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 4869-1 tahun2017 tentang

semen beku, menyatakan bahwa semen beku memiliki standar motilitas minimal

40%, gerak individu minimal (++) dan konsentrasi minimal 25 juta spermatozoa
35

per 0,25 ml. mini straw yang digunakan oleh BIB Teaching Farm FKH UNAIR

adalah straw yang bervolume 0,25 ml dengan dosis 25 juta spermatozoa. Estimasi

kematian spermatozoa yaitu 40-60% yang masih bisa digunakan untuk inseminasi

buatan (Nugroho dan Saleh, 2016). Hal tersebut dimaksudkan ketika terjadi

kematian terbesar 60% maka spermatozoa yang masih hidup adalah 40%, sebab

syarat jumlah spermatozoa untuk fertilisasi adalah 10 juta spermatozoa.

3.6 Inseminasi Buatan

Teknik inseminasi buatan (IB) adalah suatu teknologi yang diciptakan

manusia guna meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas ternak. Inseminasi

buatan atau kawin suntik juga kerap disebut artificial insemination. Artificial

berarti buatan, sedangkan insemination berarti pemasukan atau deposisi. Jadi,

inseminasi buatan dapat didefinisikan sebagai cara pemasukan semen ke dalam

saluran kelamin betina menggunakan alat buatan manusia (Hardijanto dkk., 2010).

Teknik inseminasi buatan pada sapi adalah dengan metode rektovaginal yaitu

tangan dimasukkan kedalam rektum kemudian memegang bagian servik, lalu gun

IB dimasukkan melalui vulva, ke vagina hingga ke bagian servik (Kusumawati

dan Leondro, 2014).

Pemanfaatan teknik inseminasi buatan menimbulkan keuntungan

dibandingkan kawin alam, antara lain: a) melalui cara IB, seekor sapi pejantan

dapat dimanfaatkan untuk mengawini 5.000 – 10.000 ekor betina pertahun; b)

keunggulan genetik seekor pejantan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya; c)

kemurnian genetik yang diperoleh cukup tinggi dan dapat diperoleh dalam waktu
36

yang relatif singkat yaitu 4 -5 generasi atau sekitar 12 – 15 tahun (Hardijanto dkk.,

2010).

Kegiatan praktikum pelaksanaan inseminasi buatan pada sapi betina

praktikum di BIB Teaching Farm FKH UNAIR dilaksanakan pada tanggal 22

Maret 2023 dengan bimbingan dari drh. Nowo Siswo Y, M.Si. Persiapan yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

- Memasukkan sapi ke dalam kandang jepit


- Menyiapkan air
- Menyiapkan insemination gloves
- Menyiapkan vaseline
- Menyiapkan container berisi straw
- Menyiapkan plastic sheath
- Menyiapkan tissue
- Menyiapkan gun IB

Gambar 3. 13 Macam – macam gun IB (Sumber: dokumentasi pribadi,


2023)
Menurut tata cara pelaksanaan inseminasi buatan yang dikemukakan oleh

Hardijanto dkk. (2010), pada persiapan sapi betina (aseptor), perlu melakukan

eksplorasi rektal terlebih dahulu untuk menentukan sapi betina sedang bunting

atau tidak. Pada pelaksanaan ekplorasi rektal yang dilaksanakan pada praktikum

di BIB Teaching Farm FKH UNAIR, sebagian besar dari kami selaras dengan
37

teori, yaitu menggunakan tangan kiri untuk melakukan palpasi. Tangan kiri juga

digunakan untuk menyibakkan ekor dari daerah sekitar vagina agar tidak

menghalangi pelaksanaan eksplorasi rektal dan IB.

Pada pelaksanaannya, insemination gloves dibilas dengan air dan

diberikan vaseline. Pembilasan dengan air bertujuan agar insemination gloves

bersih dari kotoran dan pemberian vaseline bertujuan sebagai pelumas sehingga

gesekkan antara rektum dan lengan inseminator berkurang. Selanjutnya,

memasukkan tangan ke dalam rektum untuk memeriksa ada tidaknya tanda –

tanda kebuntingan. Apabila rektum terdapat feses, maka feses yang ada di

dalamnya harus dikeluarkan dahulu. Setelah rektum bersih, kemudian lengan

dimasukkan untuk mendiagnosa hewan tersebut bunting atau tidak.

Setelah dipastikan sapi betina (aseptor) yang akan di IB tidak bunting,

maka dilakukan langkah – langkah persiapan pemasangan straw pada gun IB.

Straw yang dipilih dari container dimasukkan pada media thawing, straw yang

layak digunakan untuk IB tenggelam saat berada di media thawing, tidak ada

sumbat yang lepas dan tidak pecah (Hardijanto dkk., 2010). Metode thawing di

Indonesia sangat beragam, untuk menghasilkan kualitas semen yang baik

Direktorat Jenderal Peternakan membuat standarisasi metode thawing yaitu

penggunaan air suhu 37˚C selama 30 detik yang sesuai Standart Operasional

Pekerjaan (SOP) Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) (Hoesni, 2017). Pada

praktikum yang kami laksanakan, media thawing yang digunakan merupakan air

keran yang ditampung dalam wadah bak dengan waktu rendam straw selama 30

detik.
38

Langkah selanjutnya merupakan pemasangan straw pada gun IB, yang

kami laksanakan sejalan dengan teori. Straw diambil dari media thawing, sisa air

pada sisi straw dibersihkan dengan tissue, straw dimasukkan ke dalam ujung gun

IB, ujung sumbat digunting dan sisakan kira-kira 1 cm menonjol keluar gun IB,

ujung gun IB ditutup memakai plastic sheath sehingga lubang straw betul-betul

masuk ke lubang stop, plastic sheath difiksasi menggunakan kunci yang

melengkapi gun IB (Hardijanto dkk., 2010). Kemudian, pelaksanaan IB mulai

dilaksanakan. Tangan kiri dimasukkan ke dalam rektum untuk fiksasi servik dan

gun IB disiapkan. Setelah ekor sapi difiksasi, ujung gun IB mulai dimasukkan

melalui kedalam alat kelamin betina dengan tahapan masuk melalui vulva, vagina

dan kedalam serviks sampai pada posisi 4 (corpus uteri), stilet (pendorong gun)

didorong ke depan secara perlahan sampai yakin benar semua isi straw terdorong

keluar dan tumpah di posisi 4 tersebut. Setelah deposisi semen selesai, gun IB

ditarik keluar vagina sapi betina tersebut, sementara tangan kiri melakukan

pemijitan atau pengurutan leher rahim (Hardijanto dkk., 2010; Lukman dkk.,

2022).
39

Gambar 3. 14 Pelaksanaan IB dan eksplorasi rektal pada sapi betina


(Dokumentasi Pribadi, 2023)

Deposisi semen saat IB merupakan salah satu faktor yang dapat

memengaruhi keberhasilan IB (Rasyad dkk., 2022). Deposisi semen merupakan

penempatan semen pada organ reproduksi sapi betina pada pelaksanaan IB (Putri,

2018). Tempat deposisi semen yang sering digunakan adalah pada posisi 4.

Semakin rendah angka posisi, makin rendah pula angka konsepsi, semakin tinggi

angka posisi makin mudah terjadi perlukaan pada endometrium (Dana dkk.,

2017).

Meskipun posisi aman dan sering digunakan sebagai tempat deposisi semen saat

IB adalah posisi 4, penelitian yang dilakukan Susilawati (2011) menunjukkan

bahwa tingkat kebuntingan dengan deposisi semen pada posisi 4+ (cornua uteri)

lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada posisi 4 (corpus uteri) pada sapi

Peranakan Ongole. Deposisi pada posisi 4+ juga menunjukkan tingkat

kebuntingan yang lebih tinggi pada sapi Peranakan Friesian Holstein

dibandingkan deposisi pada posisi 3 (cervix uteri) dan 4 (corpus uteri) (Putri,

2018). Hal ini dimungkinkan karena jarak antara posisi pendeposisian semen

dengan tempat fertilisasi dekat sehingga sperma dapat membuahi ovum dengan

baik. Akan tetapi, deposisi 4+ sendiri membutuhkan keterampilan khusus dan

ketelitian karena apabila salah dalam deposisi dapat menyebabkan kerusakan

saluran reproduksi pada sapi betina.


BAB IV KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Hasil dari Praktik Kerja Lapangan di Balai Inseminasi Buatan Teaching

Farm FKH UNAIR yang dilaksanakan secara offline mulai tanggal 20 Maret 2023

sampai dengan 24 Maret 2023 adalah :

1. Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan meningkatkan pemahaman terkait

manajemen peternakan dari manajemen perkandangan yang ada di

wahana Teaching Farm (tipe dan jenis kandang, manajemen pakan dan

pemeliharaan) hingga tahapan prossesing semen beku di wahana

Teaching Farm (pemilihan pejantan, penampungan semen, pemeriksaan

makroskopis dan mikroskopis, pengenceran semen, dan pembuatan

semen beku) serta menerapkan pengetahuan tahapan inseminasi buatan

dan reproduksi veteriner yang telah didapatkan di masa perkuliahan S1.

2. Mahasiswa mampu menyiapkan dan mempraktikkan berbagai teknologi

yang relevan dengan kebutuhan prosessing semen beku (pemilihan

pejantan, penampungan semen, pemeriksaan makroskopis dan

mikroskopis, pengenceran semen, dan pembuatan semen beku), palpasi

rektal, dan pelaksanaan inseminasi buatan (persiapan alat, handling

straw, thawing, hingga posisi menyemprotkan semen).

4.2. Saran

Peran Balai Inseminasi Buatan adalah untuk meningkatkan produksi

semen beku dan menjaga kualitas genetik ternak sesuai standar yang diakui,

40
41

sehingga Dokter Hewan juga memiliki tanggung jawab atas manajemen

pelaksanaan produksi semen beku. Berdasarkan hasil kegiatan yang didapatkan,

keterampilan dan pengetahuan mahasiswa PPDH Kelompok 4A terkait

manajemen ternak hingga pengolahan semen masih perlu ditingkatkan serta

jangka waktu kegiatan terlalu singkat sehingga jangka waktu kegiatan PKL

Teaching Farm di periode selanjutnya perlu diperpanjang untuk memaksimalkan

pembagian jadwal antar kegiatan dan mahasiswa dapat fokus mengikuti rangkaian

kegiatan dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA

Arifiantini, R. 2012. Teknik Koleksi dan Evaluasi Semen pada Ternak. IPB Press.
Bogor.
Bakri, C., dan C. Saparinto. 2015. Sukses Bisnis dan Beternak Sapi Perah.
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Dahlan, Mufid, Wardoyo, H. Prasetyo. 2013. Suplay Produksi Bahan Kering
Jerami Kangkung Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia Di
Kabupaten Lamongan (Studi Musim Tanam MK II Tahun 2012). Jurnal
Ternak. Vol
4:2.
Dana, W.D., B.P. Hamdan, G. Riady, S. Wahyuni dan C.D. Iskandar. 2017.
Pengaruh Deposisi Semen saat Inseminasi Buatan terhadap Angka
Kebuntingan Sapi. ETD Unsyiah.
DISNAKKAN Kab. Grobogan. 2021. Cara Memilih Pejantan Sapi Potong yang
Bagus. https://disnakkan.grobogan.go.id/info/berita/618-cara-memilih-
pejantan-sapi-potong-yang-bagus [diakses pada 01 April 2023].
Hardijanto, S. Susilowati, T. Hernawati, T. Sardjito dan T. W. Suprayogi. 2010.
Buku Ajar Inseminasi Buatan. Surabaya: Airlangga University Press. 1-
12.
Hoesni, F. 2017. Pengaruh penggunaan metode thawing yang berbeda terhadap
kualitas spermatozoa semen sapi perah berpengencer tris sitrat kuning
telur. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 13(4): 118-126.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Yogyakarta
(ID): UGM Press, Jogyakarta
Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan pada Ternak. Departemen
Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.
Khaqqo, A. 2016. Optimasi Komposisi Pakan Sapi Perah Menggunakan
Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) [Skripsi]. Fakultas Ilmu
Komputer. Universitas Brawijaya
Komariah, Arifiantini, R. I., Aun, M., dan Sukmawati, E. 2020. Kualitas Semen
Segar dan Produksi Semen Beku Sapi Pejantan Madura pada Musim
yang Berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 8(1):15-21.
Kusmahidayat. M. T. 2021. Evaluasi Kualitas Semen.
https://bbibsingosari.ditjenpkh.pertanian.go.id/evaluasi-kualitas-semen/.
[Diakses pada 03 Maret 2023.]
Kusumawati, E. D. dan H. Leondro. 2014. Inseminasi Buatan. Malang: Unikama
Kusworo, Dani. 2021. Standar Nasional Indonesia (SNI) Sapi Simental Indonesia
dan (SNI) Limousin Indonesia telah diterbitkan.

42
43

https://ditjenpkh.pertanian.go.id/berita/90-standar-nasional-indonesia-sni-
sapi-simental-indonesia-dan-sni-limousin-indonesia-telah-diterbitkan
[diakses pada 22 Maret 2023].
Lukman, H. Y., Burhan, Nikmaturrayan, I. Karni dan K. Khoirani. 2022.
Inseminasi Buatan Menggunakan Sperma Beku pada Ternak Sapi Bali
untuk Meningkatkan Mutu Genetik Ternak di Kecamatan Woha
Kabupaten Bima. Indonesian Journal of Education and Community
Services, 2(1), 132-138.
Marsya, Rachman Karinadintha. 2022. Kandang Sapi: Jenis, Ukuran, Sistem dan
Perlatannya. Artikel. https://gdm.id/kandang-sapi/. [Diakses 04 April
2023].
Masturi, A., Lestari dan R. Sukadarwati. 1992. Pemanfaatan Limbah Padat
Industri Tahu Untuk Pembuatan Isolasi Protein. Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian, Semarang.
Muada, D. B., Paputungan, U., Hendrik, M. J., dan Turangan, S. H. 2017.
Karakteristik Semen Segar Sapi Bangsa Limousin dan Simmental di
Balai Inseminasi Buatan Lembang. ZOOTEC, 37(2): 364 - 365.
Mukminat, A., Suharyati, S. dan Siswanto. 2014. Pengaruh penambahan berbagai
sumber karbohidrat pada pengencer skim kuning telur terhadap kualitas
semen beku sapi Bali. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(2): 87 – 88.
Nugroho, A. P., dan Saleh, D. M. 2016. Motilitas dan Abnormalitas Spermatozoa
Ayam Kampung Dengan Pengencer Ringer Laktat-Putih Telur dan Lama
Simpan pada Suhu 5 ℃ Selama 48 Jam. Acta VETERINARIA
Indonesiana, 4(1): 38.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.
Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara. Jakarta.
Permentan. 2016. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
10/Permentan/PK.210/3/2016 Tentang Penyediaan dan Peredaran Semen
Beku Ternak Ruminansia.
Prastika, Z., Susilowati, S., Agustono, B., Safitri, E., Fikri, F., dan Prastiya, R. A.
2018. Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Rambon Di Desa
Kemiren Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 1(2): 38-42.
Pratiwi, R. I., Suharyati, S., dan Hartono, M. 2014. Analisis Kualitas Semen Beku
Sapi Simmental Menggunakan Pengencer Andromed® dengan Variasi
Waktu Pre Freezing. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(3): 9 - 10.
Putri, N.A.K. 2018. Pengaruh Deposisi Semen Saat Inseminasi Buatan (IB)
Terhadap Keberhasilan Kebuntingan Sapi Peranakan Friesian Holstein
(PFH) Di Wilayah Kerja Kud Semen Blitar [Skripsi]. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya.
44

Rahmawati, M. A., Susilawati, T., dan Ihsan, M. N. 2015. Kualitas Semen dan
Produksi Semen Beku pada Bangsa Sapi dan Bulan Penampungan yang
Berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of Animal
Science), 25(3): 26.
Rasyad, K., A.P.A. Yekti, K. Kuswati dan T. Susilawati. 2022. Perbedaan
Keberhasilan Inseminasi Buatan Menggunakan Metode Dosis Tunggal
dan Ganda pada Sapi Madura. Jurnal Agripet. 22(2): 141-146.
Ratnawati, D., Isnaini, N., dan Susilawati, T. 2017. Pemanfaatan Casa dalam
Observasi Motilitas Spermatozoa Semen Cair Sapi Madura dalam
Pengencer Berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan Universitas
Brawijaya, 27(1): 80-95.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Cetakan ke 2.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilawati, T. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan dengan Kualitas dan
Deposisi Semen yang Berbeda pada Sapi Peranakan Ongole. J. Ternak
Tropika. 12(2):15-24.
Susilowati, S., Hardijanto, T.W. Suprayogi, T. Sarjito, dan T. Hermawati. 2010.
Petunjuk Praktikum Inseminasi Buatan.Airlangga University Press.
Surabaya. Hal 11-16.
Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa.
Bandung.
Trilaksana, I. G. N. B., Ndun, R. N., dan Bebas, W. 2015. Penambahan Vitamin C
pada Pengencer Fosfat Kuning Telur Semen Kalkun yang Disimpan Pada
Suhu 5℃. Buletin Veteriner Udayana, 7(2): 186-193.
Ulul, A. A. 2014. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Pejantan Dan Penangana Semen
Beku Di Balai Inseminasi Buatan Lembang-Bandung Dan Tatalaksana
Pemeliharaan Ayam Broiler Di Pt. Semesta Mitra Sejahtera Tuban.
Politeknik Negerri Jember. [Laporan Praktik Kerja Lapangan.]
Waluyo, T. S. 2014. Reprodusi Aplikatif pada Sapi. PT. Srikandi Empat Widya
Utama. Bandung
Zamuna, K. K., Susilawati, T., Ciptadi, G., dan Marjuki, M. 2015. Perbedaan
Kualitas Semen dan Produksi Semen Beku pada Berbagai Bangsa Sapi
Potong. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal
Production, 16(2): 2 - 3.

Anda mungkin juga menyukai