Oleh :
Meidina Zulva Ulinuha, S.KH 062123143018
Azaria Aldila Khoiriyah, S.KH 062123143019
Miftachul Abdillah Azhar, S.KH 062123143022
Nadila Prihatini, S.KH 062123143026
Wahidan Qodiip Maulana, S.KH 062123143032
Levi Tamaro Panggabean, S.KH 062123143033
Mora Ayrien Irsalina, S.KH 062123143034
Zalna Rieschita Yagsya, S.KH 062123143040
Yoga Rachmadi Wisnumurti, S.KH 062123143043
Anita Nur Aida, S.KH 062123143044
Nia Masitah, S.KH 062123143048
Sylvia Anggraini, S.KH 062123143068
Rekasni Adallin Morgan, S.KH 062123143112
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
BALAI INSEMINASI BUATAN TEACHING FARM
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN XXXVIII
TANDEM 4 KELOMPOK 4A
(15 – 19 AGUSTUS 2022 DAN 20 – 24 MARET 2023)
Oleh
Mahasiswa PPDH Gelombang XXXVIII Kelompok 4A
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga
Koordinator
Praktik Kerja Lapangan Ketua Teaching Farm
Dr. Tri Wahyu Suprayogi, drh. M.Si. Dikky Eka M. P,, M.Si., drh.
NIP. 196304011990021001 NIP. 198911302019045101
Mengetahui,
Wakil Dekan I
Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah
Airlangga ini. Penulisan laporan ini bertujuan untuk melaporkan dan menguraikan
apa seja yang telah dilakukan selama di wahana BIB Teaching Farm Fakultas
Dosen Pembimbing, Dr. Trilas Sardjito, drh., M.Si., Dr. Tri Wahyu Suprayogi,
drh., M.Si., drh. Dikky Eka Mandala Putranto, DVM., M.S, drh. Nowo Siswo
Yuworo, drh. I Wayan Andama Sindhuranu dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, pihak-pihak yang turut membantu dan memberikan
ilmunya selama kami berada di wahana BIB Teaching Farm Fakultas Kedokteran
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis. Kritik dan saran yang
membangun sangat
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................2
1.3 Manfaat..................................................................................................2
iv
3.5.2 Pengenceran Semen.........................................................................27
3.5.3 Tatalaksana Pembuatan Bahan Pengencer :.....................................28
3.5.4 Tata laksana Prosessing Semen Beku..............................................31
3.6 Inseminasi Buatan...................................................................................33
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................39
4.1. Kesimpulan..............................................................................................39
4.2. Saran........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I PENDAHULUAN
Dokter hewan merupakan suatu profesi yang turut andil dan berperan
populasi ternak sapi potong dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan asal
hewan.
kinerja inseminasi buatan (IB). Dokter hewan yang merupakan salah satu ptofesi
yang memerlukan pelatihan baik soft skill maupun hard skill yang tidak hanya
di masyarakat.
dan tidak terpaku pada satu sektor permasalahan yang terjadi di masyarakat.
1
2
dokter hewan di Indonesia sangat perlu sekali untuk membekali langsung tentang
peran dan fungsi seorang dokter hewan dalam perannya meningkatkan inovasi
Sejalan dengan itu maka kelompok 4A Program Profesi Dokter Hewan (PPDH)
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
4
5
memproduksi semen beku berkualitas merupakan salah satu syarat mutlak dalam
b. Berasal dari silsilah yang jelas, untuk ternak lokal paling kurang satu
Pejantan Unggul
7
8
keadaan sehat dan bebas dari segala cacat fisik. Cacat fisik contohnya seperti
cacat pada bagian mata (buta), tanduk patah, kelainan pada tulang punggung,
pincang, lumpuh, serta kaki dan kuku terlihat abnormal. Selain cacat fisik, bibit
sapi pejantan harus terbebas dari cacat organ reproduksi seperti bentuk serta
ukuran testis dan penisnya. Pada poin e, pejantan unggul yang dipergunakan
untuk memproduksi semen beku memiliki syarat belum digunakan untuk kawin
alam. Bagi calon bibit pejantan unggul yang belum dinyatakan lulus uji atau
belum memasuki umur dewasa tidak diperbolehkan melakukan kawin alami. Hal
ini sesuai dengan DISNAKKAN Kab. Grobogan (2021) yang menyatakan bahwa
pejantan yang sudah terpilih dan lulus uji baru bisa dikawinkan setela berumur 3
sapi pejantan harus memiliki berat badan diatas rata-rata dengan kondisi libido
dan kualitas sperma yang baik, serta penampilan fenotipenya sesuai dengan
rumpunnya. Pengamatan kualitas sperma dan libido sapi sudah dilakukan sejak
sapi berumur 20 bulan. Bagian testis sudah terlihat menggantung secara simetris
dan lingkar scrotum lebih dari 32 cm. Pada hal ini sesuai dengan syarat pemilihan
Jenis Sapi Simmental dan Sapi Limousin menjadi pilihan BIB (Balai
Inseminasi Buatan) Teaching Farm FKH UNAIR sebagai pejantan unggul yang
Limousin telah menyebar dan menjadi ternak pilihan di berbagai provinsi. Sapi ini
memiliki potensi dan peranan penting dalam sosial budaya serta pemenuhan
9
daging di Indonesia. Sapi Simmental dan Sapi Limousin termasuk sapi berukuran
besar dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap pakan dan pemeliharaan
sederhana.
a. Sapi Simmental
Sapi Simmental berasal dari Switzerland. Sapi ini memiliki warna tubuh
merah kekuningan sampai krem kombinasi putih, kepala dominan putih dengan
variasi merah; moncong berwarna putih sampai krem; tidak bertanduk atau
memiliki tanduk berwarna krem; telinga besar dan tegak kesamping; ujung ekor
berwarna putih sampai krem dan kuku kaki putih sampai krem (SNI 7651-8:2020
karakteristik yang sesuai dengan Kusworo (2021) dan pada keempat kaki dari
b. Sapi Limousin
Sapi Limousin berasal dari Perancis. Sapi ini memiliki warna rambut
cokelat muda sampai dengan cokelat tua; moncong berwarna putih sampai krem;
tidak bertanduk atau memiliki tanduk berwarna krem; telinga besar dan tegak
karakteristik yang sesuai dengan Kusworo (2021) dan tanpa adanya warna putih
pada seluruh rambutnya serta pada bagian lutut ke bawah berwarna cokelat lebih
muda, juga terdapat bentuk lingkaran berwarna cokelat lebih muda di sekeliling
mata.
10
konvensional dimana posisi sapi yang dipeliharan di dalam kandang dibuat sejajar
atau disebut sistem stall yang terbagi menjadi tipe head to head dan tail to tail.
Tipe kandang yang digunakan BIB Teaching Farm Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga menggunakan tipe kandang ganda dan terdapat dua jenis
kandang yaitu: kandang pejantan dan kandang isolasi. Kandang yang terdapat di
Balai Inseminasi Buatan (BIB) Teaching Farm FKH UNAIR terbagi menjadi tiga
Kandang tunggal, merupakan tipe kandang satu ternak satu kandang. Pada
selokan pembuangan kotoran. Sekat pemisah pada kandang tipe tunggal lebih
diutamakan pada bagian depan ternak mulai palungan sampai batas pinggul
11
ternak. Tinggi sekat pemisah sekitar 1 m atau setinggi badan sapi. Sapi di kandang
tunggal diikat dengan tali pada lainta untuk menghindari perkelahian. Ukuran
kandang individu disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi yaitu sekitar 2,5 x 1,5 m.
Terdiri dari dua baris kandang dengan bentuk atap atau ganda atau dua
baris yang saling berhadapan. Kandang tipe ganda dapat dibedakan menjadi dua
yaitu, saling berhadap-hadapan (head to head) atau saling bertolak belakang (tail
to tail). Kandang tipe ganda BIB Teaching Farm FKH UNAIR menggunakan
tempat makan dan minum berupa palungan, dengan tipe saling berhadapan (head
to head) dan saling bertolak belakang (tail to tail). Tipe kandang head to head
1. Kandang Pejantan
ternak pejantan yang khusus digunakan sebagai pemacek. Tipe kandang pejantan
adalah individu yang dilengkapi degan palungan pada sisi depannya dan saluran
pembuangan kotoran pada sisi belakang. Konstruksi kandang pejantan harus kuat
12
bagi ternak. Di BIB Teaching Farm FKH UNAIR kandang pejantan saling
berhadapan (head to head) agar mudah pada saat pemberian pakan dan juga untuk
efisiensi waktu dan tenaga. Ukuran kandang pejantan di BIB Teaching Farm
Gambar 3. 2 Kandang pejantan tipe head to head (Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
2. Kandang Isolasi
kandang karantina sapi pejantan yang baru masuk ke kandang BIB Teaching
Farm FKH Universitas Airlangga. Kandang isolasi juga digunakan untuk sapi –
Tahun 2016 kandang isolasi untuk ternak sakit atau terduga sakit harus terpisah
dari kandang lain, terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan tata letak
kandang lebih rendah dari kandang lain. Kandang isolasi di BIB Teaching Farm
FKH UNAIR menggunakan tipe kandang ganda dengan posis sapi saling bertolak
Gambar 3. 3 Kandang isolasi tipe tail to tail (Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
Airlangga terbuat dari semen agar tidak mudah lembab dan tidak licin, untuk
memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering dan
menggunakan alas karet yang bertujuan agar kaki dan tubuh sapi tidak terluka
terkena lantai semen yang kasar, juga untuk meminimalisir air agar kandang tidak
terlalu lembab. Selain itu, penggunaan alas kandang juga membantu untuk
membersihkan kandang secara maksimal hingga tidak ada kotoran yang tersisa.
Tempat pakan dan minum di BIB Teaching Farm FKH UNAIR berbentuk
palungan dan bersekat. Palungan terbuat semen dan memiliki permukaan yang
dengan bagian depan kandang, dengan posisi yang sedikit lebih rendah dari pada
mulut sapi. Palungan dibuat selebar 50 cm, panjang 150 cm dan kedalaman 40
sekitar 15 cm, sehingga air dapat mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang
rendah (Anitasari, 2008). Selokan dibuat dibelakang ekor sapi, dengan tujuan
untuk mepermudah membersihkan kotoran dan urin sapi (Bakri dan Saparinto,
2015).
semen yang terdiri dari kandang jepit yang digunakan untuk mengurangi ruang
gerak sapi pemancing (teaser). Kandang penjepit dialasi dengan sabut kelapa yang
tebal dan empuk, sehingga sapi lebih nyaman ketika melakukan mounting saat
penampungan semen.
BIB Teaching Farm FKH UNAIR memiliki kandang jepit yang dapat
agar kondisi kuku selalu dalam keadaan baik dan sehat. Kondisi kuku yang tidak
baik dapat mengakibatkan hal yang negatif bagi produksi yakni ternak tidak
mampu menaiki teaser, dapat melukai teaser, menurunnya nafsu makan, selalu
gelisah, libido menurun dan menurunkan kualitas semen (Ulul, 2014). Selain
konsentrat. Exercise dilakukan setiap hari dengan mengajak jalan – jalan ke luar
kandang sekitar 15-20 menit di pagi hari untuk melatih otot untuk meningkatkan
daya dorong, daya jepit dan daya lompat saat dilakukan penampungans semen.
Setelah exercise sapi pejantan akan dijemur di bawah sinar matahari, kemudian
saat pengambilan semen (selasa dan jumat), agar sapi tidak kelelahan.
setiap pagi dan sore, diberikan setelah tempat pakan dan minum sudah bersih.
Pakan yang diberikan yaitu konsentrat, hijauan dan mineral. Pada pagi hari
rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk kedalam rumen, mikroba rumen
telah siap dan aktif mencerna hijauan. Setelah sekitar 30 menit, konsentrat
biasanya sudah dihabiskan oleh sapi (Fikar dan Ruhyadi, 2010). Hal ini dilakukan
17
untuk meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum (Siregar,
2008). Pemberian air minum perlu ditingkatkan apabila sapi diberi konsentrat
yang kering (Rianto dan Purbowati, 2009). Air bersih harus tersedia setiap saat,
sehingga ketika sapi sedang haus bisa langsung minum air yang ada di depannya.
Pemberian air minum juga bisa dilakukan bersamaan dengan pemberian pakan
(Fikar dan Ruhyadi, 2010). Kebutuhan air minum untuk sapi perhari adalah 20 –
40 liter (Abidin, 2008). Jenis pakan yang diberikan adalah JAPFA Comfeed
SUSU-A dengan kandungan berupa Kadar Air maks 10%, Protein kasar min 16%,
Lemak kasar maks 7%, Kalsium (Ca) 0.60-1.20%, Fosfor (P) 0.40- 0.60%,
Aflatoksin total maks 100 μg/kg, aNDF maks 35%, TDN min 68%. Kemudian
Kebutuhan hijauan tiap ekor sapi adalah 30 kg per hari, pemberian hijauan
dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pagi dan sore hari. Hijauan merupakan bahan
pakan utama ternak sapi dapat berupa rumput, baik itu rumput unggul (rumput
menu utama bagi ternak ruminansia dengan tingkat konsumsi mencapai 70% dari
total ransum. Hijauan sangat berperan dalam menjaga kesehatan dan 14 fungsi
rumen, keberadaan serat dalam hijauan pakan (selulosa dan hemiselulosa) menjadi
sumber energi bagi mikroba rumen, demikian halnya dengan mineral serta
protein (terutama dari legume) merupakan sumber N bagi bakteri dan protein
produk.
18
Kebutuhan konsentrat tiap ekor sapi berkisar antara 7-8 kg, dengan
pemberian sebanyak dua kali, yaitu pada pagi dan sore hari. Konsentrat
merupakan bahan makanan yang memiliki kadar protein dan karbohidrat yang
tinggi serta memiliki kadar serat kasar yang rendah, yaitu di bawah 18%. Fungsi
utama konsentrat bagi ternak adalah untuk meningkatkan mutu gizi dari
beragam bahan makanan yang dijadikan satu atau dicampur, konsumsi pakan
pemberian pakan pada sapi pejantan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR adalah
2.8% dari berat badan dengan 65% hijauan dan 35% konsentrat dengan pakan
minimal mengandung 14-15%, serat kasar 35%. Nutrisi konsentrat yang baik
menurut SNI harus berupa bahan kering dan setidaknya memiliki kandungan TDN
(Total Digestible Nutrient) sebesar 75% dan 18% protein kasar (Khaqqo, 2016).
jumlah volume yang banyak dan kualitas yang dihasilkan baik untuk diproses
19
lebih lanjut guna keperluan inseminasi buatan (Kartasudjana, 2001). Secara umum
penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan
kesehatan secara umum dari pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah
vagina buatan (VB). Vagina buatan adalah alat yang digunakan untuk menampung
spermatozoa dimana alat tersebut akan dikondisikan sebagaimana vagina asli dari
ternak tersebut. Pejantan akan menaiki sapi pemancing dan akan berejakulasi pada
yang dilakukan di BIB Teaching Farm FKH UNAIR menggunakan vagina buatan
yang umumnya dipakai secara luas dan mudah digunakan. Kelebihan dari
Vagina buatan terdiri dari silinder karet tebal dan keras (outer liner) yang
di dalamnya dilapisi silinder karet tipis dan merupakan kantung yang dapat diisi
air panas (inner liner). Salah satu ujung vagina buatan dipasang karet berbentuk
20
corong untuk menampung semen (cup). Tabung sebagai penampung semen pada
bagian ujung cup dan penutup sekitar tabung guna menghindari terkena sinar
matahari langsung. Vagina buatan yang telah diisi air hangat (40 – 45 ℃) dan diisi
udara untuk menimbulkan gesekan inner liner dengan penis pejantan. Pada bagian
dalam diberikan pelicin yang berfungsi sebagai pelumas dan juga meminimalisir
luka akibat gesekan. Tiap pejantan memiliki karakteristik yang berbeda – beda
dalam suhu air dan tekanan udara di vagina buatan. Hal ini juga berpengaruh
menjaga kebersihan semen. Perlakuan yang baik dan hati – hati terhadap pejantan
rangsangan ini akan dapat menaikkan kuantitas dan kualitas semen yang
maka hewan pemancing dan suasana lingkungan perlu diganti, dapat pula
dilakukan dengan melakukan sedikit aktifitas pada pejantan agar supaya peredaran
darah lancar dan meningkatkan detak jantung. Fasilitas yang cukup untuk
menguasai pejantan dan hewan pemancing harus dilakukan sebagai langkah untuk
menghindari kecelakaan yang akan terjadi dari penampung semen maupun hewan
dilakukan selama dua hari dalam seminggu (hari selasa dan jumat) dan
penampungan semen dilakukan sebanyak dua kali dengan waktu istirahat tiap
pejantan sekitar satu jam dari penampungan semen pertama dan penampungan
21
semen kedua. Hal ini bertujuan agar hasil dari penampungan semen yang kedua
tidak jauh berbeda dari penampungan semen pertama karena proses pematangan
pemancing.
6. Pejantan yang siap untuk ejakulasi akan menaiki hewan pemancing dan
pada kegiatan Praktik Kerja Lapangan BIB Teaching Farm pada Selasa 21 Maret
2023 :
Makroskopis Mikroskopis
N Nama Volu Konsentr
o Bull Konsiste War p mas individ asi
me Bau
nsi na H sa u
(ml)
Puti
Kha 6,
2 kental h +++ 85/3 1604
s 8
1. susu
Vaquero
Puti
Kha 6,
3 Kental h +++ 70/3 1780
s 7
susu
Puti
6,
6,5 Kental h khas +++ 60/3 1329
7
Gajama susu
2.
da Puti
Kha 6,
9 Kental h ++ 65/3 983
s 7
susu
Puti
Kha 6,
6,5 Sedang h ++ 60/3 696
s 7
susu
3. Meycip
Puti
Kha 6,
6 Encer h + 60/3 476
s 7
susu
Puti
Kha 6,
5 Kental h ++ 75/3 1011
s 7
susu
4. Santang
Puti
Kha 6,
5 Kental h +++ 60/3 1640
s 7
susu
5. Penjalin Puti
Kha 6,
an 7 Kental h +++ 80/3 947
s 7
susu
6 Sedang Puti Kha 6, + 70/3 470
h s 7
24
Makroskopis Mikroskopis
N Nama Volu Konsentr
o Bull Konsiste War p mas individ asi
me Bau
nsi na H sa u
(ml)
susu
Puti
Kha 6,
6 Kental h +++ 75/3 1481
s 7
susu
6. Amaru
Puti
Kha 6,
4 Kental h ++ 60/3 987
s 7
susu
Puti
Kha 6,
5 Encer h ++ 65/3 720
s 7
susu
7. Robby
Puti
Kha 6,
6,5 Encer h +++ 70/3 1780
s 7
susu
Semen segar yang telah dikolesi dari lapangan sesegera mungkin dibawa
beku. Adapun beberapa tahap yang dilakukan oleh BIB Teaching Farm FKH
a) Pemeriksaan makroskopis
semen saat koleksi semen. Volume semen berkisar antara 5 - 8 ml per ejakulasi
(Zamuna dkk., 2015). Hasil pemeriksaan volume semen di BIB Teaching Farm
FKH UNAIR paling sedikit 2 ml per ejakulasi oleh sapi Vaquero dan paling
putih susu (Muada dkk., 2017). Hasil pemeriksaan warna semen di BIB Teaching
Farm FKH UNAIR rata – rata berwarna putih susu. Berdasarkan hasil
pemeriksaaan tersebut semen yang dikoleksi bebas dari kelainan dan kualitas yang
baik.
Bau semen sapi yaitu khas semen yang menunjukkan bahwa semen
tersebut normal dan tidak terdapat kontaminasi (Pratiwi dkk., 2014). Hasil
pemeriksaan bau semen di BIB Teaching Farm FKH UNAIR didapatkan dari
tersebut semen yang dikoleksi bebas dari kelainan dan kualitas yang baik.
dalam keadaan normal apabila berada pada kisaran 6,4 - 7,8 (Muada dkk.,
pemeriksaan tersebut rata – rata pH semen yang berhasil dikoleksi adalah 6,7 –
6,8. Berdasarkan hasil pemeriksaaan tersebut semen yang dikoleksi bebas dari
b) Pemeriksaan mikros
sekelompok sel spermatozoa dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam.
massa dilakukan pada suhu 370C agar diperoleh gerakan spermatozoa yang
optimal. Cara pemeriksaan yaitu dengan meneteskan satu tetes semen dan
mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Adapun kriteria penilaian gerakan massa
yaitu:
yang cepat (++) hingga sangat cepat (+++) (Komariah dkk., 2020).
2. Gerakan individu
untuk mencapai sel ovum yang terdapat di tuba falopii. Motilitas spermatozoa
dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: suhu dingin akan menghambat motilitas,
terkandung dalam urin dan kotoran yang mencemari semen dapat menurunkan
sel spermatozoa yang mati (Ismaya, 2014). Adapun cara pemeriksaan gerakan
1) Satu tetes semen diletakkan di atas gelas obyek dan tambahkan satu tetes
Motilitas spermatozoa sapi pada pejantan yang fertil adalah 50-80% dan
(Prastika dkk., 2018). Contoh penilaian gerak individu 80/3, artinya spermatozoa
beragam mulai + sampai +++, gerak individu yang arah pergerakannya progresif
berkisar antara 60% - 85% dan semua kecepatan spermatozoa semen yang
berhasil dikoleksi pada hari itu bernilai 3. Interpretasi dari hasil pemeriksaan
yang baik.
3. Konsentrasi semen
satuan volume atau per satu milliliter semen. Konsentrasi sapi pejantan berkisar
800 sampai dengan 1200 juta sel spermatozoa per ml (Komariah dkk., 2020).
Penilaian konsentrasi spermatozoa tiap milliliter sangat penting, karena faktor ini
(Kusmahidayat., 2021).
29
yang dilakukan pada Selasa, 21 Maret 2023 di BIB Teaching Farm FKH UNAIR
yaitu berkisar 470 sampai 1780 juta sel spermatozoa per ml. Hasil pemeriksaan
peternakan, jenis pakan yang diberikan dan bangsa sapi yang digunakan
(Ratnawati dkk., 2017). Pengencer yang digunakan oleh BIB Teaching Farm
FKH UNAIR adalah larutan pengencer atau diluter terdiri atas diluter A dan
diluter B. Diluter yang digunakan berbahan dasar susu skim dan kuning telur.
Gambar 3. 10 Alat dan bahan pembuatan diluter (Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
a. Pembuatan diluter A:
sebuah bejana yang berisi air secukupnya dan air susu tersebut
penyaringan.
cairan putih telur dibuang. Kuning telur yang masih utuh dan terbungkus
kamar 36 – 37℃.
b. Pembuatan diluter B:
cryoprotectan eksternal untuk menjaga sel sperma bagian luar dari cold shock
2013).
untuk mengetahui kondisi semen layak atau tidak untuk digunakan ada
proses selanjutnya.
cool top agar sperma tidak mengalami cold shock sampai suhu ±5℃
selama 1 jam.
5. Setelah disimpan pada suhu ±5℃ selama 1 jam di dalam cool top,
9. Setelah proses freezing, satu buah ministraw diambil untuk dicek post
thawing motility (PTM) sesuai standar atau kurang lebih sama dengan
Pemeriksaan
Tanggal Nama Bull
BF (%) PTM (%)
Meycip 65 40
Santang 70 45
Penjalinan 75 40
21/03/2023 Amaru 70 45
Roby 65 40
Vaquero 70 40
Gajamada 75 40
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 4869-1 tahun2017 tentang
semen beku, menyatakan bahwa semen beku memiliki standar motilitas minimal
40%, gerak individu minimal (++) dan konsentrasi minimal 25 juta spermatozoa
35
per 0,25 ml. mini straw yang digunakan oleh BIB Teaching Farm FKH UNAIR
adalah straw yang bervolume 0,25 ml dengan dosis 25 juta spermatozoa. Estimasi
kematian spermatozoa yaitu 40-60% yang masih bisa digunakan untuk inseminasi
buatan (Nugroho dan Saleh, 2016). Hal tersebut dimaksudkan ketika terjadi
kematian terbesar 60% maka spermatozoa yang masih hidup adalah 40%, sebab
buatan atau kawin suntik juga kerap disebut artificial insemination. Artificial
saluran kelamin betina menggunakan alat buatan manusia (Hardijanto dkk., 2010).
Teknik inseminasi buatan pada sapi adalah dengan metode rektovaginal yaitu
tangan dimasukkan kedalam rektum kemudian memegang bagian servik, lalu gun
dibandingkan kawin alam, antara lain: a) melalui cara IB, seekor sapi pejantan
kemurnian genetik yang diperoleh cukup tinggi dan dapat diperoleh dalam waktu
36
yang relatif singkat yaitu 4 -5 generasi atau sekitar 12 – 15 tahun (Hardijanto dkk.,
2010).
Maret 2023 dengan bimbingan dari drh. Nowo Siswo Y, M.Si. Persiapan yang
Hardijanto dkk. (2010), pada persiapan sapi betina (aseptor), perlu melakukan
eksplorasi rektal terlebih dahulu untuk menentukan sapi betina sedang bunting
atau tidak. Pada pelaksanaan ekplorasi rektal yang dilaksanakan pada praktikum
di BIB Teaching Farm FKH UNAIR, sebagian besar dari kami selaras dengan
37
teori, yaitu menggunakan tangan kiri untuk melakukan palpasi. Tangan kiri juga
digunakan untuk menyibakkan ekor dari daerah sekitar vagina agar tidak
bersih dari kotoran dan pemberian vaseline bertujuan sebagai pelumas sehingga
tanda kebuntingan. Apabila rektum terdapat feses, maka feses yang ada di
maka dilakukan langkah – langkah persiapan pemasangan straw pada gun IB.
Straw yang dipilih dari container dimasukkan pada media thawing, straw yang
layak digunakan untuk IB tenggelam saat berada di media thawing, tidak ada
sumbat yang lepas dan tidak pecah (Hardijanto dkk., 2010). Metode thawing di
penggunaan air suhu 37˚C selama 30 detik yang sesuai Standart Operasional
Pekerjaan (SOP) Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) (Hoesni, 2017). Pada
praktikum yang kami laksanakan, media thawing yang digunakan merupakan air
keran yang ditampung dalam wadah bak dengan waktu rendam straw selama 30
detik.
38
kami laksanakan sejalan dengan teori. Straw diambil dari media thawing, sisa air
pada sisi straw dibersihkan dengan tissue, straw dimasukkan ke dalam ujung gun
IB, ujung sumbat digunting dan sisakan kira-kira 1 cm menonjol keluar gun IB,
ujung gun IB ditutup memakai plastic sheath sehingga lubang straw betul-betul
dilaksanakan. Tangan kiri dimasukkan ke dalam rektum untuk fiksasi servik dan
gun IB disiapkan. Setelah ekor sapi difiksasi, ujung gun IB mulai dimasukkan
melalui kedalam alat kelamin betina dengan tahapan masuk melalui vulva, vagina
dan kedalam serviks sampai pada posisi 4 (corpus uteri), stilet (pendorong gun)
didorong ke depan secara perlahan sampai yakin benar semua isi straw terdorong
keluar dan tumpah di posisi 4 tersebut. Setelah deposisi semen selesai, gun IB
ditarik keluar vagina sapi betina tersebut, sementara tangan kiri melakukan
pemijitan atau pengurutan leher rahim (Hardijanto dkk., 2010; Lukman dkk.,
2022).
39
penempatan semen pada organ reproduksi sapi betina pada pelaksanaan IB (Putri,
2018). Tempat deposisi semen yang sering digunakan adalah pada posisi 4.
Semakin rendah angka posisi, makin rendah pula angka konsepsi, semakin tinggi
angka posisi makin mudah terjadi perlukaan pada endometrium (Dana dkk.,
2017).
Meskipun posisi aman dan sering digunakan sebagai tempat deposisi semen saat
bahwa tingkat kebuntingan dengan deposisi semen pada posisi 4+ (cornua uteri)
lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada posisi 4 (corpus uteri) pada sapi
dibandingkan deposisi pada posisi 3 (cervix uteri) dan 4 (corpus uteri) (Putri,
2018). Hal ini dimungkinkan karena jarak antara posisi pendeposisian semen
dengan tempat fertilisasi dekat sehingga sperma dapat membuahi ovum dengan
4.1. Kesimpulan
Farm FKH UNAIR yang dilaksanakan secara offline mulai tanggal 20 Maret 2023
wahana Teaching Farm (tipe dan jenis kandang, manajemen pakan dan
4.2. Saran
semen beku dan menjaga kualitas genetik ternak sesuai standar yang diakui,
40
41
jangka waktu kegiatan terlalu singkat sehingga jangka waktu kegiatan PKL
pembagian jadwal antar kegiatan dan mahasiswa dapat fokus mengikuti rangkaian
Arifiantini, R. 2012. Teknik Koleksi dan Evaluasi Semen pada Ternak. IPB Press.
Bogor.
Bakri, C., dan C. Saparinto. 2015. Sukses Bisnis dan Beternak Sapi Perah.
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Dahlan, Mufid, Wardoyo, H. Prasetyo. 2013. Suplay Produksi Bahan Kering
Jerami Kangkung Sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia Di
Kabupaten Lamongan (Studi Musim Tanam MK II Tahun 2012). Jurnal
Ternak. Vol
4:2.
Dana, W.D., B.P. Hamdan, G. Riady, S. Wahyuni dan C.D. Iskandar. 2017.
Pengaruh Deposisi Semen saat Inseminasi Buatan terhadap Angka
Kebuntingan Sapi. ETD Unsyiah.
DISNAKKAN Kab. Grobogan. 2021. Cara Memilih Pejantan Sapi Potong yang
Bagus. https://disnakkan.grobogan.go.id/info/berita/618-cara-memilih-
pejantan-sapi-potong-yang-bagus [diakses pada 01 April 2023].
Hardijanto, S. Susilowati, T. Hernawati, T. Sardjito dan T. W. Suprayogi. 2010.
Buku Ajar Inseminasi Buatan. Surabaya: Airlangga University Press. 1-
12.
Hoesni, F. 2017. Pengaruh penggunaan metode thawing yang berbeda terhadap
kualitas spermatozoa semen sapi perah berpengencer tris sitrat kuning
telur. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 13(4): 118-126.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Yogyakarta
(ID): UGM Press, Jogyakarta
Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan pada Ternak. Departemen
Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.
Khaqqo, A. 2016. Optimasi Komposisi Pakan Sapi Perah Menggunakan
Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) [Skripsi]. Fakultas Ilmu
Komputer. Universitas Brawijaya
Komariah, Arifiantini, R. I., Aun, M., dan Sukmawati, E. 2020. Kualitas Semen
Segar dan Produksi Semen Beku Sapi Pejantan Madura pada Musim
yang Berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil
Peternakan, 8(1):15-21.
Kusmahidayat. M. T. 2021. Evaluasi Kualitas Semen.
https://bbibsingosari.ditjenpkh.pertanian.go.id/evaluasi-kualitas-semen/.
[Diakses pada 03 Maret 2023.]
Kusumawati, E. D. dan H. Leondro. 2014. Inseminasi Buatan. Malang: Unikama
Kusworo, Dani. 2021. Standar Nasional Indonesia (SNI) Sapi Simental Indonesia
dan (SNI) Limousin Indonesia telah diterbitkan.
42
43
https://ditjenpkh.pertanian.go.id/berita/90-standar-nasional-indonesia-sni-
sapi-simental-indonesia-dan-sni-limousin-indonesia-telah-diterbitkan
[diakses pada 22 Maret 2023].
Lukman, H. Y., Burhan, Nikmaturrayan, I. Karni dan K. Khoirani. 2022.
Inseminasi Buatan Menggunakan Sperma Beku pada Ternak Sapi Bali
untuk Meningkatkan Mutu Genetik Ternak di Kecamatan Woha
Kabupaten Bima. Indonesian Journal of Education and Community
Services, 2(1), 132-138.
Marsya, Rachman Karinadintha. 2022. Kandang Sapi: Jenis, Ukuran, Sistem dan
Perlatannya. Artikel. https://gdm.id/kandang-sapi/. [Diakses 04 April
2023].
Masturi, A., Lestari dan R. Sukadarwati. 1992. Pemanfaatan Limbah Padat
Industri Tahu Untuk Pembuatan Isolasi Protein. Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian, Semarang.
Muada, D. B., Paputungan, U., Hendrik, M. J., dan Turangan, S. H. 2017.
Karakteristik Semen Segar Sapi Bangsa Limousin dan Simmental di
Balai Inseminasi Buatan Lembang. ZOOTEC, 37(2): 364 - 365.
Mukminat, A., Suharyati, S. dan Siswanto. 2014. Pengaruh penambahan berbagai
sumber karbohidrat pada pengencer skim kuning telur terhadap kualitas
semen beku sapi Bali. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(2): 87 – 88.
Nugroho, A. P., dan Saleh, D. M. 2016. Motilitas dan Abnormalitas Spermatozoa
Ayam Kampung Dengan Pengencer Ringer Laktat-Putih Telur dan Lama
Simpan pada Suhu 5 ℃ Selama 48 Jam. Acta VETERINARIA
Indonesiana, 4(1): 38.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. UI Press, Jakarta.
Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara. Jakarta.
Permentan. 2016. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
10/Permentan/PK.210/3/2016 Tentang Penyediaan dan Peredaran Semen
Beku Ternak Ruminansia.
Prastika, Z., Susilowati, S., Agustono, B., Safitri, E., Fikri, F., dan Prastiya, R. A.
2018. Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi Rambon Di Desa
Kemiren Banyuwangi. Jurnal Medik Veteriner, 1(2): 38-42.
Pratiwi, R. I., Suharyati, S., dan Hartono, M. 2014. Analisis Kualitas Semen Beku
Sapi Simmental Menggunakan Pengencer Andromed® dengan Variasi
Waktu Pre Freezing. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(3): 9 - 10.
Putri, N.A.K. 2018. Pengaruh Deposisi Semen Saat Inseminasi Buatan (IB)
Terhadap Keberhasilan Kebuntingan Sapi Peranakan Friesian Holstein
(PFH) Di Wilayah Kerja Kud Semen Blitar [Skripsi]. Fakultas
Peternakan. Universitas Brawijaya.
44
Rahmawati, M. A., Susilawati, T., dan Ihsan, M. N. 2015. Kualitas Semen dan
Produksi Semen Beku pada Bangsa Sapi dan Bulan Penampungan yang
Berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of Animal
Science), 25(3): 26.
Rasyad, K., A.P.A. Yekti, K. Kuswati dan T. Susilawati. 2022. Perbedaan
Keberhasilan Inseminasi Buatan Menggunakan Metode Dosis Tunggal
dan Ganda pada Sapi Madura. Jurnal Agripet. 22(2): 141-146.
Ratnawati, D., Isnaini, N., dan Susilawati, T. 2017. Pemanfaatan Casa dalam
Observasi Motilitas Spermatozoa Semen Cair Sapi Madura dalam
Pengencer Berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan Universitas
Brawijaya, 27(1): 80-95.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Cetakan ke 2.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilawati, T. 2011. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan dengan Kualitas dan
Deposisi Semen yang Berbeda pada Sapi Peranakan Ongole. J. Ternak
Tropika. 12(2):15-24.
Susilowati, S., Hardijanto, T.W. Suprayogi, T. Sarjito, dan T. Hermawati. 2010.
Petunjuk Praktikum Inseminasi Buatan.Airlangga University Press.
Surabaya. Hal 11-16.
Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa.
Bandung.
Trilaksana, I. G. N. B., Ndun, R. N., dan Bebas, W. 2015. Penambahan Vitamin C
pada Pengencer Fosfat Kuning Telur Semen Kalkun yang Disimpan Pada
Suhu 5℃. Buletin Veteriner Udayana, 7(2): 186-193.
Ulul, A. A. 2014. Tatalaksana Pemeliharaan Sapi Pejantan Dan Penangana Semen
Beku Di Balai Inseminasi Buatan Lembang-Bandung Dan Tatalaksana
Pemeliharaan Ayam Broiler Di Pt. Semesta Mitra Sejahtera Tuban.
Politeknik Negerri Jember. [Laporan Praktik Kerja Lapangan.]
Waluyo, T. S. 2014. Reprodusi Aplikatif pada Sapi. PT. Srikandi Empat Widya
Utama. Bandung
Zamuna, K. K., Susilawati, T., Ciptadi, G., dan Marjuki, M. 2015. Perbedaan
Kualitas Semen dan Produksi Semen Beku pada Berbagai Bangsa Sapi
Potong. TERNAK TROPIKA Journal of Tropical Animal
Production, 16(2): 2 - 3.