Anda di halaman 1dari 2

MERDEKA BELAJAR

Osama Saleh – SMAIT-TQ Ihya As-Sunnah Tasikmalaya

Merdeka belajar merupakan kebijakan baru Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia. Merdeka belajar adalah belajar tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu,
serta pembelajaran yang membahagiakan bagi para murid, guru, dan semua orang. Kebijakan
merdeka belajar ini dipaparkan Mendikbud RI Nadiem Makarim dihadapan Kepala Dinas
Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia pada 11 Desember 2019 di Jakarta. Ada 4
poin pokok pada kebijakan merdeka belajar ini, antara lain yaitu penerapan Ujian Sekolah
Berstander Nasional (USBN) yang diserahkan kepada pihak sekolah, Uijian Nasional (UN)
diganti menjadi Asesmen Kompetisi Minimum dan Survei Karakter, penyederhanaan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sesuai
zonasi yang lebih fleksibel. Gebrakan inilah yang diperlukan dalam sistem dan tatanan
pendidikan di Indonesia

Sistem pembelajaran di Indonesia menggambarkan seakan manusia adalah produk


dalam dunia pendidikan, produk elektronik yang memiliki daya dan kemampuan yang sama.
Padahal manusia sangat bebeda jauh dengan produk pabrik mereka berasal dari berbagai
latar belakang dengan kemampuan yang berbeda-beda. Bukankah Albert Einstein pernah
berkata “Semua orang itu jenius, tetapi jika anda menilai ikan dengan kemampuan memanjat
pohon, maka ia akan merasa bodoh selamanya.” Manusia lah yang nantinya akan menjadi
penerus generasi bangsa, mereka disekolahkan bukan hanya untuk menghafal, menjawab
soal ujian dan saling berkompetisi untuk memperoleh angka tertinggi.

Salah satu upaya nenemukan daya dan kemampuan yang mereka miliki adalah dengan
bersekolah. Sangat tidak adil jika kemampuan mereka diukur berdasarkan angka yang mereka
peroleh saat ujian, berpatokan dari angka tersebut, peringkat mereka diurutkan dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi. Sistem pendidikan seperti ini yang akan membuat
peserta didik secara tidak sadar tidak lagi mementingkan belajar itu sendiri hanya fokus
mengejar angka dan bahkan hingga menghalalkan segala cara. Hal ini pula yang akan
membuat siswa merasa bodoh hanya karna angka yang ia peroleh lebih rendah dari
temannya. Tak jarang ada anak yang menganggap semua kemungkinan sudah tertutup bagi
mereka karena angka yang peroleh tidak mencapai standar ysng sudah ditentukan. Kalau
sudah ada siswa yang berpikiran demikian, artinya belajar tidak lagi menyenangkan tapi
membawa tekanan terhadap mereka.

Setiap anak pasti memiliki kelebihan dan dan kemampuan lebih pada bidang–bidang
tertentu. Itulah salah satu fungsi sekolah, membantu mereka menemukan kelebihan
tersebut, jangan sampai sekolah kehilangan maknanya, sekolah adalah tempat bagi peserta
didik untuk menjadi lebih baik lagi sejalan dengan teori belajar behaviour dan tentunya
sekolah bukan tempat untuk mengejar angka semata. Di era saat ini banyak siswa yang
menolak masuk jurusan hanya karena ia tidak suka dengan salah satu pelajaran jurusan
tersebut. Contohnya ia menyukai pelajaran Biologi tapi ia tidak menyukai pelajaran Fisika
dan Matematika sehingga ia lebih memilih jurusan yang lain.
Dalam kehidupan nantinya yang terpenting adalah bagaimana caranya mereka bisa
menerapkan apa yang mereka telah pelajari, sehingga pembelajaran tersebut ada makna dan
gunanya untuk kehidupan mereka kedepannya. Merdeka belajar ini bisa direalisasikan
dengan merata di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya butuh dukungan dan peran aktif dari
berbagai kalangan. Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi dan pelatihan intensif.
Sosialisasi dan intensif ini pertama kali diberikan kepada tenaga kerja pendidikan yang setiap
harinya berhadapan dan berinteraksi langsung dengan peserta didik. Tak kalah penting konsep
ini juga harus diajarkan kepada calon tenaga pendidik yaitu mahasiswa yang sedang kuliah di
bidang pendidikan. Tanamkan secara mantap mengenai konsep merdeka belajar ini. Sejalan
dengan motto “Merdeka Belajar, Guru Penggerak”, jangan hanya motto tersebut dijadikan
slogan semata. Banyak tenaga pendidikan yang masih belum paham dan kebingungan
dengan sistem administrasi yang ada. Sekarang Indonesia memiliki 3 macam kurikulum yaitu
Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat (digunakan ketika wabah COVID-19), dan Kurikulum
Merdeka. Hal ini membuat mereka bingung harus memilih kurikulum yang mana? Namun
jika sosialisasi gerakan Merdeka Belajar ini dapat dilakukan dengan efektif dan tepat, tentu
hal ini dapat membantu para tenaga kerja kependidikan ini keluar dari pertanyaan-
pertanyaan yang membingungkan.

Untuk itu pelatihan konsep Merdeka Belajar sebaiknya dibentuk tim khusus dan ahli
dalam mensosialisasikannya secara merata hingga pelosok negeri. Mulai dari pelatihan
penggunaan teknologi dalam pendidikan dan perangkat pembelajaran lainnya. Karena mau
tidak mau penggunaan teknologi dalam pendidikan sangat berperan penting, sehingga semua
tenaga pendidikan harus melek teknologi tua maupun muda. Pelatihan hendaknya dilakukan
secara berkala tidak hanya sekali lalu sudah selesai, tapi ada tindak lanjut untuk tahap
berikutnya dan evaluasi terhadap pelatihan yang sebelumnya, apakah sudah diterapkan
dengan tepat. Memeng semuanya harus melalui jalan yang panjang dan rumit, namun semua
itu demi dunia pendidikan Indonesia yang lebih baik, karena tonggak sebuah bangsa itu ada
pada pendidikannya.

Harapan ke depan dunia pendidikan Indonesia lebih berkembang dan lebih maju lagi
dengan penerapan merdeka belajar yang digagas Kemendikbud. Penerapan harus dikonsep
dengan matang, kemudian diwujudkan dalam aksi nyata dengan dukungan dari berbagai
pihak. Kalau perlu dijadikan proyek besar-besaran dalam dunia pendidikan. Membuat
kerjasama antara Kemendikbud, guru, dan perguruan tinggi untuk mengeksekusi proyek ini.
Agar dunia pendidikan kita tidak mengalami krisis yang lebig parah lagi kedepannya. Terlebih
saudara-saudara kita yang jauh dipelosok negeri. Sudah saatnya kita merdeka belajar karena
hanya orang merdekalah yang belajar.

Anda mungkin juga menyukai