Makalah Kelompok 4-Mengeja Mengarang
Makalah Kelompok 4-Mengeja Mengarang
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah Kesulitan Mengeja tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Anak
Berkesulitan Belajar di program RPL Pendidikan Luar Biasa Universitas Negeri Padang.
Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang pemahaman berkesulitan belajar.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Gaby Arnez, M.Pd
selaku dosen pengampu sehingga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami terima demi kesempurnaan makalah ini.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan anak
bangsa. Berdasarkan tujuan tersebut peserta didik harus memiliki kemampuan dasar
untuk menerima segala informasi ataupun pengetahuan yang akan diberikan oleh
pendidik. Salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik adalah
kemampuan berbahasa dan membaca. Kegiatan membaca dapat membantu anak dalam
menerima maupun menggali pengetahuan dan keterampilan (Loeziana, 2017).
4
Membaca, menulis dan berhitung merupakan kegiatan terpenting dalam hidup
karena dapat dikatakan bahwa sema proses pembelajaran didasarkan pada kemampuan
membaca. Maka membaca merupakan salah satu kamampuan yang paling dasar yang
harus dimiliki setiap orang. Dengan membaca, seseorang akan mendapatkan informasi,
pesan dan pengetauhuan baru yang hendak disampaikan oleh penulis misalnya media
cetak seperti koran, buku, majalah dan media elektronik seperti televisi atau internet
yang merupakan sumber-sumber informasi dapat diperoleh. Informasi tersebut dapat
memperluas wawasan dan pandagan seseorang. Anak yang tidak mampu membaca juga
akan kesulitan untuk menangkap dan memahami informasi.
Kesulitan belajar disebut juga dengan learning disability atau learning difficulty
merupakan suatu dimana keadaan yang membuat individu merasakan kesulitan dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Banyak hal yang membuat seorang individu
mengalami kesulitan dalam belajar. Kesulitan belajar tidak hanya berhubungan dengan
tingkat intelejensi dari individu saja melainkan hanya individu tersebut yang mengalami
kesulitan dalam menguasai keterampilan belajar dan menyelesaikan tugas-tugas yang
sudah diberikan Jamaris (Maryani, et.al 2018:21).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa hakikat kesulitan mengeja?
2. Apa perkembangan kemampuan mengeja?
3. Apa kesulitan mengeja dan mengarang?
C. TUJUAN
1. Mengetahui hakikat kesulitan mengeja.
2. Mengetahui perkembangan kemampuan mengeja.
3. Mengetahui kesulitan mengeja dan mengarang.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
3. Kepercayaan yang didapatkan
Membuat typo atau salah eja membuat sesuatu terlihat tidak profesional,
baik di media cetak atau online. Kesalahan ejaan pada media online seringkali
menjadi penanda untuk phishing atau percobaan penipuan.
Kesulitan mengeja terlihat saat siswa terbata-bata dalam mengeja kata atau
kalimat yang menggunakan huruf diftong. Mengeja dengan terbata-bata terjadi karena
siswa ragu-ragu terhadap kemampuan membacanya. Hal ini sependapat dengan yang
dikemukakan Abdurrahman (2012) bahwa keraguan dalam membaca sering
disebabkan anak kurang mengenal huruf. Hasil analisis menunjukkan siswa yang
mengalami kesulitan mengeja yaitu siswa yang terindikasi memiliki kesulitan pada
indikator mengenal huruf.
7
Strategi fonemik ini terbukti efektif dalam mengajarkan anak cara
mengeja kata-kata umum yang sering digunakan sehari-hari dengan akurat.
2. Mengajarkan kesadaran morfologis
Mintalah anak berlatih untuk menulis beberapa kata yang menggunakan
potongan yang sama untuk membangun pengertian kelompok kata yang
memiliki ciri atau pola yang sama.
Misalnya, dengan menggunakan pendekatan morfemik, anak akan
diajarkan bahwa ketika sebuah kata yang diawali dengan huruf K, P, S, dan T
yang diikuti dengan huruf vokal akan luluh jika mendapat awalan me- atau pe-.
Kelebihan dari pendekatan morfemik ini adalah strategi ini membantu
anak untuk mengenal lebih banyak kata dan menghindari kesalahan-kesalahan
umum dalam mengeja. Walaupun begitu, sebelum menggunakan pendekatan
ini, anak tetap harus memiliki pengetahuan dasar fonemik terlebih dahulu.
3. Memanfaatkan pendekatan kata secara utuh (whole-word approach)
Pendekatan kata secara utuh atau whole-word approach untuk instruksi
ejaan biasanya menggunakan strategi pembelajaran implisit atau eksplisit bagi
siswa untuk menghafal ejaan kata.
Pendekatan implisit sangat bergantung pada filosofi bahwa paparan
terhadap konsep-konsep baru akan mengarah pada pembelajaran konsep-konsep
tersebut.
Pendekatan implisit dalam instruksi ejaan memberikan siswa sebuah
informasi yang harus dipelajari, tetapi siswa tidak diberikan banyak panduan
tentang cara mempelajari informasi tersebut. Dalam pendekatan ini, siswa
diberikan daftar kata untuk dipelajari dan tanggal untuk mempelajarinya, tetapi
tidak diberikan instruksi khusus tentang cara mempelajarinya.
Sebaliknya, pendekatan eksplisit mengikuti filosofi bahwa siswa perlu
dibimbing oleh guru melalui langkah-langkah instruksi spesifik yang mengarah
langsung pada pembelajaran keterampilan atau konsep.
Menurut Joyce (2011) mengemukakan bahwa mengajari anak belajar
mengeja pilihlah sebuah gambar, mintalah siswa mengidentifikasi apa yang
mereka lihat dalam gambar, tandai gambar-gambar yang telah diidentifikasi,
anak mengucapkan/mengeja bagan kata bergambar (membaca/mereview),
meminta siswa mengklasisfikasi ke dalam berbagai jenis kelompok, anak
mengucapkan/mengeja bagan kata bergambar (membaca/mereview),
8
menambahkan kata jika diinginkan pada bagan kata bergambar dan pada bank
kata, meminta siswa untuk memikirkan judul untuk bagan kata bergambar,
meminta siswa menyusun kata, kalimat yang sederhana yang berhubungan
dengan kata bergambar tadi, anak mengucapkan/mengeja bagan kata bergambar
(membaca/mereview)
9
d. Tahap Lanjut (Remaja dan Dewasa Awal):
e. Tahap Dewasa:
3. Kesulitan Mengarang
Kemampuan membaca merupakan modal utama dalam kehidupan seseorang
baik di sekolah maupun di masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah, siswa sering
mengalami kesulitan dalam belajar terutama pada saat mengarang. Hal ini terjadi
karena kurangnya kemampuan dan keterampilan membaca yang memadai. Jika
kemampuan siswa dalam membaca kurang, secara otomatis perbendahaharaan kata
yang dimiliki siswa terbatas dan sebaliknya jika siswa senang membaca,
perbendahaaraan kata dan pengetahuannya akan semakin luas. Hal tersebut akan
10
sangat berpengaruh terhadap keterampilan siswa dalam mengarang. Dengan demikian,
antara membaca dan menulis mempunyai hubungan yang sangat erat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua (2005) ada suatu kata
padanan yang mempunyai arti yang sama dengan mengarang, yaitu menulis. Jadi,
mengarang dan menulis memiliki makna yang sama. Dapat disimpulkan bahwa
mengarang dan menulis memiliki makna yang sama yaitu suatu kegiatan untuk
menuangkan gagasan atau pikiran dalam bentuk lambang-lambang atau tulisan untuk
dipahami oleh orang lain. Suatu tulisan atau karangan dapat dikatakan baik apabila si
pengarang telah mampu memahami penggunaan huruf besar huruf kecil, menjalin
atau meyusun tulisan dan lain-lain. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang
digunakan untuk komunikasi secara langsung maupun tidak langsung.
Karangan adalah karya tulis yang digunakan untuk mengungkapkan ide atau
gagasan yang telah dituangkan dalam bentuk tulisan. Menurut Gie (dalam Farida,
2016, hlm. 27), karangan adalah puncak dari gagasan seseorang yang ditulis dan
dikembangkan agar pembaca dapat membaca dan memahaminya. Menulis adalah
proses mengumpulkan, melestarikan, dan mengkomunikasikan makna pada berbagai
tingkatan. Ini juga interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan
menggunakan sistem tanda tradisional yang terlihat. Paragraf dalam karangan
sepenuhnya kohesif dalam maknanya. Menurut Keraf (1994: 2), karangan adalah
bahasa tulis yang tersusun dari rangkaian kata yang disatukan menjadi kalimat,
paragraf, dan akhirnya wacana yang padu. 20 Berdasarkan pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa karangan adalah hasil usaha seseorang untuk mengungkapkan
11
gagasan atau pemikirannya dengan cara yang dapat dibaca dan dipahami oleh orang
lain.
Ciri-ciri karangan yang baik menurut Keraf (dalam Dalman,2018: 95) sebagai
berikut:
a. Memiliki informasi yang cukup untuk membuat objek terlihat oleh mata.
b. Memiliki kemampuan untuk meninggalkan kesan dan menginspirasi imajinasi
pembaca.
c. Memiliki pembenaran yang menurut orang lain menarik.
d. Mendeskripsikan karakteristik dan kekhususan bentuk yang ada pada objek
tersebut.
e. Berbicaralah dengan cara yang lincah, kuat, dan membangkitkan semangat.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mengeja merupakan suatu kegiatan dalam menyusun serangkaian huruf
menjadi suatu kata yang berarti. Kemampuan mengeja merupakan hal yang sangat
penting dalam menulis dan membaca. Kesalahan dalam mengeja
mengakibatkan kesalahan dalam menulis kata dan selanjutnya, dapat mengakibatkan
kesalahan makna dan dapat dianggap ceroboh. Kesulitan mengeja/membaca
merupakan salah satu masalah yang kerap terjadi pada anak dalam proses
pembelajaran. Seperti halnya yang diungkapan oleh Jamaris (2014:137) kira-kira 85%
anak-anak didiagnosa memiliki kesulitan mengeja/membaca dalam kemampuan
literasinya.
2. Kesulitan mengeja terlihat saat siswa terbata-bata dalam mengeja kata atau kalimat
yang menggunakan huruf diftong. Mengeja dengan terbata-bata terjadi karena siswa
ragu-ragu terhadap kemampuan membacanya. Hal ini sependapat dengan yang
dikemukakan Abdurrahman (2012) bahwa keraguan dalam membaca sering
disebabkan anak kurang mengenal huruf. Hasil analisis menunjukkan siswa yang
mengalami kesulitan mengeja yaitu siswa yang terindikasi memiliki kesulitan pada
indikator mengenal huruf.
3. Perkembangan kemampuan mengeja biasanya mengikuti serangkaian tahapan
sepanjang perkembangan individu. Berikut adalah gambaran umum mengenai
perkembangan kemampuan mengeja:
a. Tahap Awal (Usia Prasekolah):
1) Pra-Eja: Anak-anak belajar memahami konsep-konsep dasar, seperti
bunyi huruf dan kata.
2) Pengenalan Huruf: Mereka diperkenalkan dengan huruf-huruf abjad
dan memulai mengenal bentuk dan bunyi setiap huruf.
b. Tahap Awal (Awal Sekolah Dasar):
1) Pengenalan Bunyi: Fokus pada menghubungkan huruf dengan bunyi
mereka.
2) Ejaan Dasar: Pembelajaran kata-kata umum dan ejaan dasar, seperti
kata-kata sederhana dan kata-kata sehari-hari.
13
3) Latihan Pengucapan: Anak-anak sering diajak untuk membaca dan
mengucapkan kata-kata dengan benar.
c. Tahap Pertengahan (Sekolah Dasar):
1) Aturan Ejaan: Pemahaman lebih mendalam tentang aturan ejaan,
termasuk pengejaan konsonan ganda, ejaan vokal, dan pengejaan kata-
kata yang lebih kompleks.
2) Kosakata yang Lebih Kaya: Mereka memperluas kosakata mereka
melalui membaca dan aktivitas menulis.
3) Penggunaan Konteks: Kemampuan mengaitkan kata dengan konteks
dalam kalimat.
d. Tahap Lanjut (Remaja dan Dewasa Awal):
1) Mengatasi Kesulitan Ejaan: Mampu mengatasi kesulitan ejaan dan
memperbaiki kesalahan dengan memahami aturan dan menggunakan
strategi koreksi.
2) Pemahaman Struktur Kalimat: Kemampuan mengeja terkait dengan
pemahaman struktur kalimat dan tata bahasa yang lebih kompleks.
e. Tahap Dewasa:
1) Peningkatan Kecepatan dan Presisi: Meningkatnya kecepatan mengeja
dan presisi ejaan seiring dengan pengalaman membaca dan menulis
yang lebih luas.
2) Pemahaman Ejaan Kontekstual: Mampu mengeja kata-kata yang
mungkin tidak umum tetapi sesuai dengan konteks kalimat atau
tulisan.
14
5. Kesulitan dalam menulis karangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a. ketidakmampuan siswa mengungkapkan gagasan secara jelas dalam bahasa
Indonesia,
b. ketidakbiasaan menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi sehari-hari,
c. ketidakmampuan siswa dalam 26 memahami tema cerita.
d. ketidakmampuan siswa berpikir abstrak, dan
e. perkembangan kognitif siswa yang baru sampai pada tahap opera konkrit
15
DAFTAR PUSTAKA
Lyon, G., Shaywitz, S., & Shaywitz, B. (2003). A Definition of Dyslexia. Annals of
Dyslexia, . 1-14.
16