Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GAGAL NAPAS (ASMA)


DI RS KOTA MATARAM

DISUSUN OLEH:
NAMA : MIMIN HULTANIA SEPTIANA
NIM : 038STYJ23

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS
MATARAM
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAMPIRAN PENGALAMAN BELAJAR PRAKTIK
MAHASISWA PRODI NERS

Laporan pendahuluan dan laporan kasus ini telah diperiksa, disetujui, dan
dievaluasi oleh pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan.
Hari/ Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing lahan Pembimbing pendidikan


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kita nikmat dan
karunianya sehingga kita semua dapat menjalankan aktivitas kita sehari-hari,
khususnya saya yang dengan karunia-Nya lah, saya dapat menyelesaikan
penulisan laporan pendahuluan “ASUHAN KEPRAWATAN PADA PASIEN
GAGAL NAPAS (ASMA)”ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam yang gelap
gulita menuju alam yang terang benerang.
Saya sangat menyadari bahwa dalam penulisan laporan pendahuluan ini masih
banyak terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan saya, baik dari segi
penulisan maupun ketajaman analisis permasalahan di dalamnya, Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan guna
kesempurnaan dalam penulisan laporan pendahuluan pada masa yang akan
datang. Dan akhirnya saya mengucapkan terimakasih atas keadilan bapak/ibu
untuk membaca laporan pendahuluan saya. Serta mohon maaf atas segala
kekurangannya. Terdorong oleh rasa ingin tahu, kemauan,kerja sama dan kerja
keras, saya serahkan seluruh upaya demi mewujudkan keinginan ini.

Mataram, 20 Juli 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I KONSEP PENYAKIT .......................................................................1

1.1 Konsep Penyakit.........................................................................................1

1.1.1 Definisi Asma.........................................................................................1

1.1.2 Etiologi Asma ........................................................................................1

1.1.3 Klasifikasi Asma.....................................................................................2

1.1.4 Manifestasi Klinis Asma ......................................................................3

1.1.5 Komplikasi Asma...................................................................................4

1.1.6 Patofifiologi Asma..................................................................................5

1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................6

1.1.8 Penatalaksanaan.......................................................................................6

1.1.9 Pathway....................................................................................................10

BAB II KONSEP KEPERAWATAN ...........................................................11

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Asma..........................................................11

2.2.1 Pengkajian ...............................................................................................11

2.2.1 Diagnosa keperawatan ............................................................................13

2.2.1 Intervensi keperawatan............................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
KONSEP PENYAKIT
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Pengertian Asma
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan. (Infodatin, 2017)
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan menjadi
hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan
hipersekresi kelenjar.(Nelson,2013)
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan.
(Amin & Hardi, 2016)
Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur pasien, status atopi, faktor
keturunan, serta faktor lingkungan.
Asma dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari
luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah.
Penyempitan iniakibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang
berlebihan.
2) Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial biasanya
terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.
1.1.2 Etiologi Asma
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada
berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai
suatu keseimbangan gaya neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor
neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris
vagus pada epitel jalan napas, disebut reseptor batu atau iritan, tergantung pada

1
lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik, eksaserbasi
terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah,
tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan ekstrinsik. Perbedaan
intrinsik dan ekstrinsik mungkun pada hal buatan (artifisial), karena dasar imun
pada jejas mukosa akibat mediator pada kedua kelompok tersebut. Asma
ekstrinsikmungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenali
rangsangan pelepasan mediator daripada asma instrinsik.
2) Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan menstruasi,
terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita menopause. Asma
membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang
berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau sifat-sifat perilaku
yang dijumpai pad anak asma tidak lebih sering daripada anak dengan
penyakit cacat kronis yang lain.(Nelson, 2013).
1.1.3 Klasifikasi Asma
Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang
digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika
pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu
dipahami adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa
berubah dari waktu-waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA,
2015)
Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Asma Ringan
Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2, yaitu
terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan intensitas
rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis leukotrien, atau
kromon.
2. Asma Sedang
Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan obat
pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta agonist (LABA).
3. Asma Berat
Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan obat
pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta agonist (LABA)

2
untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol meskipun telah
mendapat terapi.
Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma yang
tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang kurang tepat,
kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau ada komorbiditas.
Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan pengobatan. Sedangkan
asma berat merujuk pada kondisi asma yang walaupun mendapatkan pengobatan
yang adekuat tetapi sulit mencapai kontrol yang baik.
1.1.4 Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan gejala
pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainana bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Wheezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %

3
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk
produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi
memanjang
1.1.5 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus
yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya
teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
3. Status asmatikus
Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional, akibat dari asma yang tidak ditangai dengan serius.
4. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi
sempit oleh adanya lendir
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi
terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.
1.1.6 Patofisiologi

4
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit yang
disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama pada
saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti betaegonis dan golongan metil
ksantin saja. Namun, para ahli mengemukakan konsep baru ayng kemudian
digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada
saluran pernafasan, yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon
yang berlebihan terhadap rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga
terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran
udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distal,
perubahan mekanis paru- paru, dan meningkatnya kesulitan bernafasan. Selain itu
juga dapat terjadipeningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Zullies,
2016).
Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor pemicunya,
yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma
ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan karena menghirup alergen, yang
biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dan riwayat penyakit
alergi (baik eksim, utikaria atau hay fever). Asma instrinsik mengacu pada asma
yang disebabkan oleh karena faktor-faktordi luar mekanisme imunitas, dan
umumnya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik, di mana
pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu
terjadinya asma antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga.
Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu
oleh olahraga dikenal dengan istilah (Zullies, 2016)
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi saluran napas.
Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons inflamasi, baik
pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada asma
umunya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi
pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas dan dan peningkatan
permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita
asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma , secara
histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus glikoprotein
dan eksudat protein plasma yang memperangkap debris yang berisi se-sel
epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya
penebalan lapisan subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir
di sepanjang saluran napas, dan trakea samapi ujung bronkiolus. Juga terjadi
hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan hiperserkesi
mukus yang kemudian turut menyumbat saluran napas (Zullies, 2016)
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi,
mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang
turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah
sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat
dalam asma adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa
sitokin yaitu : interleukin (Zullies, 2016)
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya
responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari luar, yang
disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai

5
senyawa endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi, yaitu
histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien
merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik eosinofil
bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat terjadinya
peradangan yaitu di bronkus (Zullies,2016)
1.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para
penderita asma, antara lain :
1) Uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter, caranya anak
disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik napas dalam
melalui mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.
2) Foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama kali di
poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien
asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi dan
atelektasis.
3) Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung. Bila tidak
eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga, dilakukan uji tuberkulin dan
uji kulit dengan menggunakan alergen.
1.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu :
penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat
serangan.
1) Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol
dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan pada
saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.
2) Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
1) Mengatasi gejala serangan asma
2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan

6
3) Mencegah terjadinya kekambuhan
4) Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7
komponen, yaitu :
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak hanya
ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan
energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut
disebabkan berbagai faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada
asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai
asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
1) Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu sedangakan
alternatif lainnya tidak ada.
2) Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya), untuk
alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan leukotriene modifiers.
3) Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan Kombinasi
inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya), untuk
alternatifnya diberikan glukokortikosteroid ihalasi (400-800 ug Bd atau
ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah agonis beta 2 kerja lama oral, atau
Teofilin lepas lambat.
4) Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan ihalasi
glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan agonis beta 2 kerja lama,
ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas lambat, Leukotriene, Modifiers,

7
Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya Prednisolo/
metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis bate 2 kerja lama oral,
ditambah Teofilin lepas lambat.
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi
kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma
jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan bagi penderita
dengan maksud mengontrol asma.
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Pengobatan pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam,
alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK,
dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
6. Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan
oleh dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun terdapat salah
satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak
berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Senam asma Indonesia (SAI)
adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada olahraga
umumnya.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.

8
1.1.9 Pathway

9
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

10
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
danmanajemen segera terhadap komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit yang
mengancam kehidupan. Tujuan primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primry survey antara lain (Fulde, 2013).

1. Airway
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing pada
jalan napas (bekas muntahan, darah, dan secret yang tertahan), adanya edema
pada mulut, faring, laring, disfagia, suara stridor, gurgling, atau wheezing yang
mendadak adanya masalah jalan napas.
2. Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas pernapasan, pola napas
bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu napas, pernapasan cuping hidung
dan saturasi oksigen.
3. Circulation
Kaji Heart Rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill time, akral, suhu
tubuh, warna kulit, kelembabab kulit, dan perdarahan eksternal jika ada.
4. Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma Scale), respon nyeri, respon
verbal dan reaksi pupil.
5. Exposure
Pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lainnya, serta kondisi
lingkungan yang ada disekitar pasien.

11
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe dari depan hingga belakang. Pengkajian sekunder hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai membaik, dalam artian tidak mengalami
syok atau tanda-tanda syok mulai membaik. Hal- hal yang perlu dikaji pada pasien
asma antara lain :
1. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan
gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi,
sesak, batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan
atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
2. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
a) Kepala
Lakukan inspeksi dan palpasi secara keseluruhan apakah trdapat laserasi,
kontusio, ruam, nyeri tekan serta adanya nyeri kepala.
b) Wajah
Inspeksi adanya kesimetrisan kiri dan kanan, dan pucat
c) Mata
Inspeksi ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana refleks
terhadap cahaya, konjungtiva anemis, adanya kemerahan, nyeri serta adanya
perdarahan subconjungtival.
d) Hidung
Inspeksi apakah ada penggunaan pernapasan cuping hidung, penumpukan mucus
dan palpasi apakah terdapat nyeri tekan atau tidak.
e) Telinga
Periksa adanya nyeri tekan, menurunnya atau hilangnya fungsi pendengaran.
f) Mulut dan faring
Inspeksi mukosa bibir, warna, kelembaban, posisi lidah, dan apakah ada nyeri
tekan.
g) Leher
Kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan), deviasi trakea, dan palpasi

12
adanya nyeri.
h) Thoraks
Inspeksi dinding dada, apakah simetris atau tidak, kaji frekuensi dan kedalaman
pernapasan, apakah menggunakan otot bantu pernapasan dan kelainan bentuk
dada. Palpasi taktil fremitus dan ekspansi dada, selain itu periksa adanya
abnormalitas seperti massa atau krepitus tulang dada. Perkusi untuk mengetahui
hipersonor dan keredupan. Auskultasi dilakukan pada seluruh lapang paru baik
secara anterior maupun posterior pada pasien dengan asma bronchial biasanya
didapatkan bunyi napas (ronchi, mengi, wheezing) dibagian dinding dada sisi
apeks paru.
i) Abdomen
Kaji apakah ada distensi abdomen,auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk
mendapatkan nyeri tekan lepas. Palpasi untuk mengetahui apakah ada kekauan dan nyeri
tekan pada abdomen.

j) Ekstremitas
Kaji apakah ada edema pada ekstremitas, apakah ada nyeri tekan

k) Neurologis
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
pemeriksaan motoric dan sensorik

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
2. Ketidakefektifan pola napas berhubunagn dengan keletihan otot
pernafasan dan deformitas dinding dada
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hambatan upaya napas
(kelemahan otot bantu napas)
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantumg,
frekuensi jantung,kontraktitlitas,preload,Afterload
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan pernapasan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
laju metabolik,dispnea saat makan,kelenahan otot pengunyah

13
14
2.2.3 Intervesni Keperawatan
1 DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI (SIKI)
(SDKI) KRITERIA HASIL
(SLKI)
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
napas tidak efektif tindakan
Tindakan
berhubungan keperawatan
dengan sekresi diharapkan pasien Observasi :
yang tertahan mampu
1. Monitor pola
membersihkan
secret atau Napas (frekuensi, kedalaman, dan
obstruksi jalan
usaha napas)
napas untuk
mempertahankan 2. Monitor bunyi napas
kepatenan jalan
tambahan (gurgling, mengi,
napas
Dengan kriteria wheezing, ronkhi kering)
hasil :
3. Monitor jumlah sputum
- Batuk efektif
meningkat Terapeutik :
- Produksi
4. Pertahankan kepatenan jalan
- sputum
menurun napas dengan head tilt
- Mengi
dan chin
menurun
- Wheezing lift (jaw thrust jika dicurigai
menurun traima servikal)
- Dispnea 5. Posisikan semi fowler
menurun atau fowler
- Ortopnea 6. Berikan minum hangat
menurun 7. Lakukan fisioterapi dada,
- Sianosis jika perlu
menurun 8. Lakukan penghisapan lendir
- Gelisah kurang dari 15 detik
menurun 9. Berikan oksigen, jika perlu
- Frekuensi Edukasi :
napas 10. Ajarkan teknik batuk efektif
membaik Kolaborasi :
- Pola 11. Kolabaorasi pemberian
- napas bronkodilator, ekspektoran,
membaik mukolitik,jika perlu
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
pola napas tindakan Tindakan
berhubunagn keperawatan Observasi :
dengan keletihan diharapkan 1. Monitor pola
otot pernafasan ekspirasi/inspirasi Napas (frekuensi, kedalaman,
dan deformitas dapat memberikan dan usaha napas)

15
dinding dada2 ventilasi yang 2. Monitor bunyi napas tambahan
adekuat. (gurgling, mengi, wheezing,
Dengan Kriteria ronkhi kering)
Hasil : 2. Monitor jumlah sputum
- Ventilasi Terapeutik :
semenit 4.Pertahankan kepatenan jalan
meningkat napas dengan head tilt dan
- Tekanan chin lift (jaw thrust jika
ekspirasi dicurigai traima servikal)
meningkat 5. Posisikan semi fowler atau
- Tekanan fowler
inspirasi meningkat 6. Berikan minum hangat
- Dyspnea 7. Lakukan fisioterapi dada, jika
menurun perlu
- Penggunaan 8. Lakukan penghisapan lendir
otot bantu kurang dari 15 detik
napas 9. Berikan oksigen, jika perlu
menurun Edukasi :
- Ortopnea 10. Ajarkan teknik batuk efektif
menurun Kolaborasi :
- Pernapasan 11.Kolabaorasi pemberian
pursed lip bronkodilator, ekspektoran,
menurun mukolitik, jika perlu
- Pernapasan
cuping
hidung
menurun
- Frekuensi
napas
membaik
- Kedalaman
napas
membaik
- Ekskursi dada
membaik
3 Gangguan Setelah Gangguan Pertukaran gas Definisi :
pertukaran gas dilakukan Kelebihan atau kekurangan
berhubungan tindakaan dalam oksigenasi dan
dengan hambatan keperawatan atau
upaya napas selama diharapkan pengeluaran karbondioksida di
(kelemahan otot oksigen atau dalam membran kapiler alveoli
bantu napas) eliminasi Penyebab :
karbondioksida - Ketidakseimban gan
pada membrane ventilasi- perfusi
alveolus kapiler - Perubahan membrane
dalam batas normal alveolus-kapiler
Dengan Kriteria Pemantauan Respirasi
Hasil : Tindakan

16
- Tingkat kesadaran Observasi :
meingkat 1. Monitor frekuensi, irama,
- Dyspnea menurun kedalaman dan upaya napas
- Bunyi napas 2. Monitor pola napas (bradipnea,
tambahan takipnea, hiperventilasi, kusmaul
menurun cheyne- Stokes, biot dan ataksik.
- Pusing menurun 3. Monitor kemampuan batuk
- Penglihatan kabur efektif
menurun 4. Monitor adanya sputum
- Diaforesis 5. Monitor adanya sumbatan jalan
menurun napas
- Gelisah menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
- Napas cuping paru
hidung menurun 7. Monitor saturasi oksigen
- PCO2 membaik 8. Monitor nilai AGD
- PO2 membaik 9. Monitor hasil x- ray thoraks
- Takikardia Terapeutik :
membaik 10. Atur interval pemantauan
- pH arteri respirasi sesuai kondisi
membaik pasien.
- Sianosis menurun 11. Dokumentasikan hasil
- Pola napas pemantauan
membaik Edukasi :
- Warna kulit 12. Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik pemantauan
13. informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4 Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
jantung tindakan Tindakan
berhubungan keperawatan Obseravasi:
dengan perubahan -kekuatan nadi -Identifikasi tanda dan gejala
irama jantumg, perifer meningkat primer penurunan curah
frekuensi -Ejection Fraction jantung(meliputi
jantung,kontraktitli (EF) meningkat dispnea,kelelahan,edema,ortopnea,
tas,preload, - Left ventricular paraxysmal noctural dyspnea,
Afterload stroke work index peningkatan CVP
(LVSW) -monitor saturasi oksigen
meningkat -monitor aritmia (kelainan irama
-palpitasi menurun dan frekuemsi)
-bradikardia Terapeutik
menurun -Posisikan pasien semi fowler atau
-takikardia fowler dengan kaki ke bawah atau
menurun posisi nyaman
-dispnea menurun -berikan diet jantung yang
-ortopnea menurun sesuai(mis, batasi asupan kafein,
-batuk menurun natrium,kolesterol,dan makanan
-capilary refil time tinggi lemak)
membaik Edukasi

17
-central venous -anjurkan beraktivitas fisik secara
pressure membaik bertahap
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian
antiaritmia,jika perlu
5 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi
aktifitas tindakam Tindakan
berhubungan keperawatan Obseravsi
dengan gangguan diharapkan -Identifikasi gangguan fungsi tubuh
pernapasan Respon fisiologis yang mengakibatkan kelelahan
terhadap aktifitas -Monitor kelelahan fisik dan
yang membutuhkan emosiobal
tenaga meningkat -monitor lokasi dan
Dengan kriteria ketidaknyamanan selama
hasil: melakukan aktivitas
-saturasi Terapeutik
oksigen meningkat -sediakan lingkungan nyaman dan
kemudahan dalam rendah stimulus
melakukan (mis,, cahaya,suara,kunjungan)
aktivitas sehari-hari -lakukan latiha rentang gerak pasif
meningkat dan aktif
-kekuatan tubuh Edukasi
bagian atas -Anjurkan tirah baring
meningkat -Anjurkan melakukan aktivitas
-kekuatan tubuh secara bertahap
bagian bawah Kolaborasi
meningkat -Kolaborasi dengan ahli gizi
-Keluhan lelah tentang cara meningkatkan asupan
menurun makanan
-dispnea saat
aktivitas menurun
-aritimia setelah
aktivitas menurun
-frekuensi napas
membaik
6 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
n nutrisi kurang tindakan Tindakan
dari kebutuhan keperawatan Observasi
tubuh diharapakan -Identifikasi status nutrisi
berhubungan kedekuatan asupan -identifikasi alergi dan intoleransi
dengan laju nutrisi untuk makanan
metabolik,dispnea memenuhi -identifasi makaan yang di sukai
saat kebutuhan -monitor berat badan
makan,kelenahan metabolisme Terapeutik
otot pengunyah membaik -Lakukan oral hygiene sebelum
Dengan kriteris makan,jika perlu
hasil: -sajikan makanan yang menarik
-porsi makanan dan suhu sesuai

18
yang dihabiskan Edukasi
meningkat - Anjurkan posisi duduk
-kekuatan otot Kolaborasi
pengunyah - Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat untuk menentukan jumlah
-pengetahuan kalori dan jenis nutrien yang
tentang pilihan dibutuhkan,jika perlu
makanan yang
sehat meningkat
-pengetahuan
tentang pilihan
minuman yang
sehat meningkat
-perasaan cepat
kenyang menurun
-nafsu makan
membaik

DAFTAR PUSTAKA

19
Djojodibroto, D. (2017). Respirology (Respiratory Madicine) Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokemntasian Perawatan Pasien. Indonesia : Kedokteran
EGC.
PPNI, S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI .
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
Putri, A. S. (2014). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sari, S. W. (2021). Asuhan Keperawatan Pasien Asma Bronkhial Dalam
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi. Fakultas Ilmu Kesehatan, 1-3.

20

Anda mungkin juga menyukai