Anda di halaman 1dari 34

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Konsep Teori Perilaku(Dorothy E. Jhonson)

2.1.1 Pengertian Model Teori Perilaku Jhonson

Teori keperawatan Dorothy E Johnson disebut dengan behavioral system

theory (teori sistem tingkah laku). Model Dorothy Johnson (1980, 1990) adalah

sintesis dari teori dan konsep ilmu perilaku dan biologi, yang terintegrasi ke

dalam kerangka kerja sistematis, seperti yang tertuang dalam buku Nursing

Theories in Practice yakni the study of the output of the intraorganismic

structures and processes as they are coordinate and articulated, and as they

respond to changes in sensory stimulation (output dari struktur dan proses-proses

intra-organismik yang dikoordinasi dan di artikulasikan serta bersifat responsive

terhadap perubahan-perubahan dalam sensori stimulasi).

Dorothy E. Johnson meyakini bahwa asuhan keperawatan dilakukan untuk

membantu individu memfasilitasi tingkah laku yang efektif dan efisien untuk

mencegah timbulnya penyakit. Manusia adalah makhluk yang utuh dan terdiri dari

2 sistem yaitu sistem biologi dan tingkah laku tertentu. Lingkungan termasuk

masyarakat adalah sistem eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku

seseorang. Seseorang dikaTerapi aktivitas kelompokan sehat jika mampu

berespon adaptif baik fisik, mental, emosi dan sosial terhadap lingkungan internal

dan eksternal dengan harapan dapat memelihara kesehatannya. Menurut Johnson

ada 4 tujuan asuhan keperawatan kepada individu, yaitu agar tingkah lakunya
sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat, mampu beradaptasi terhadap

perubahan fungsi tubuhnya, bermanfaat bagi dirinya dan orang lain atau produktif

serta mampu mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.

Teori keperawatan Dorothy E Johnson diukur dengan ‘’behavioral sistem

theory’’. Johnson menerima definisi perilaku seperti diyaTerapi aktivitas

kelompokan oleh para ahli perilaku dan biologi: output dari struktur dan proses-

proses intra-organismik yang keduanya dikoordinasi dan di artikulasi dan bersifat

responsif terhadap perubahan-perubahan dalam sensori stimulation. Johnson

memfokuskan pada perilaku yang dipengaruhi oleh kehadiran aktual dan Terapi

aktivitas kelompok langsung makhluk sosial lain yang telah ditunjukkan

mempunyai signifikansi adaptif utama.

Dengan memakai definisi sistem oleh rapoport tahun 1968, Johnson

menyaTerapi aktivitas kelompokan , ”A system is a whole that functions as a

whole by virtue of the interpedence of it’s part.” (system merupakan keseluruhan

yang berfungsi berdasarkan atas ketergantungan antar bagian-bagiannya). Johnson

menerima pernyataan chin yakni tedapat “organisasi, interaksi, interpedensi dan

integrasi bagian dan elemen-elemen”. Disamping itu, manusia berusaha menjaga

keseimbangan dalam bagian-bagian ini melalui pengaturan dan adapatasi terhadap

kekuatan yang mengenai mereka (Menurut oktaviani, dalam Dorothy E Jhonson,

2019)
2.1.2 Model Perilaku Jhonson

Model Jhonson ini berfokus pada teori mengenai perilaku sosial manusia

yang kurang lebihnya banyak dipengaruhi oleh kehadiran langsung dan tidak

langsung makhuk sosial lainnya (Menurut Hidayati, dalam Dorothy E. Jhonson

2019)

1. Sistem(System)

Menurut Dhorothy E. Jhonson, sistem merupakan keseluruhan yang

berfungsi berdasarkan atas ketergantungan bagian-bagiannya (a system is

whole that functions as whole by virtue of the interdependence of its part).

Johnson mendefinisikan sistem tersebut berdasarkan definisi sistem

Rapoport pada tahun 1968.

2. Perilaku(Behavior)

Jhonson mendefinisikan perilaku didasarkan pada pernyataan-pernyataan

dari para ahli perilaku dan biologi. Definisi dari perilaku tersebut adalah

output dari struktur dan proses-proses intra-organismik yang dikoordinasi

dan di artikulasikan serta bersifat responsive terhadap perubahan-perubahan

dalam sensori stimulasi (the study of the output of the intraorganismic

structures and processes as they are coordinate and articulated, and as they

respond to changes in sensory stimulation).

3. Sistem Perilaku(Behavioral System)

Sistem perilaku mencakup pola, perulangan, dan cara-cara bersikap untuk

mengungkapkan maksud tertentu. Pola sistem perilaku ini akan membentuk


unit fungsi yang terorganisasi dan terintegrasi dalam menentukan dan

membatasi interaksi antara seseorang dengan lingkungannya dan

mencipTerapi aktivitas kelompokan hubungan seseorang dengan objek,

peristiwa, serta situasi di lingkungannya (this system determines and limits

the interactions between the person and his or her environment, and

establishes the relationship of the person to the objects, events, and

situations in the environment).

Sebagai sistem perilaku, manusia selalu berusaha untuk mencapai

keseimbangan atau stabilitas dengan cara mengatur dan beradaptasi agar

mencapai keberhasilan pada beberapa tingkatan suatu fungsi dengan efisien

dan efektif.

4. Subsistem(Subsystem)

Subsistem adalah sistem didalam suatu sistem dimana sistem berada pada

lebih dari satu tingkat. Behavioral system memiliki banyak target untuk

dicapai, sehingga sistem tersebut terbagi dalam subsistem-subsistem yang

memiliki target masing-masing. Subsistem merupakan bagian dari sistem

yang kompleks dengan tujuan khusus sendiri dan dapat dipertahankan

hubungannya dengan subsistem lain atau lingkungannya selama subsistem

itu tidak terganggu. Tujuh subsistem yang diidentifikasi oleh Johnson

bersifat terbuka, terhubung dan saling berkaitan (interrelated). Aktivitas

subsistem ini dikendalikan langsung oleh motivasi sehingga dapat berubah

secara terus-menerus karena perkembangan psikologi manusia atau

kedewasaan (maturation), pengalaman hidup (life experience), dan


pembelajaran (learning). Sistem tersebut akan menunjukkan adanya lintas

budaya (cross culturally) dan hal tersebut di kendalikan atau di kontrol oeh

berbagai faktor yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosiologi.

Tujuh elemen subsistem yang di jelaskan oleh Johnson yaitu attachment-

affiliative, ketergantungan (dependency), pola makan (ingestive), eliminasi

(eliminative), seksualitas (sexual), pencapaian (achievement), dan

penyerangan (aggressive). Berikut akan dijelaskan ketujuh elemen tersebut,

yaitu:

a. Subsistem attachement-affiliative

Subsistem hubungan kasih sayang (attachement-affiliative) adalah

perilaku yang terkait dengan pengembangan dan pemeliharaan

hubungan interpersonal dengan orang tua, teman sebaya, figure

otoritas. Hal tersebut dapat membangun rasa memiliki dan hubungan

kekerabatan dengan orang lain termasuk perilaku kasih sayang,

interpersonal, dan keterampilan berkomunikasi. Subsistem

attachement-affiliative mungkin merupakan yang paling kritis, karena

subsistem ini membentuk landasan untuk semua organisasi sosial.

Pada tingkatan umum, hal itu memberikan kelangsungan (survival)

dan keamanan (security). Sebagai konsekuensinya adalah inklusi

sosial, kedekatan (intimacy) dan susunan serta pemeliharaan ikatan

sosial yang kuat.

b. Subsistem ketergantungan(dependency)
Pada hakikatnya, manusia tidak akan pernah terlepas dari manusia

yang lain. Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi dan

juga dengan lingkungannya seling memberi dan menerima. Subsistem

dependency membantu untuk mengembangkan perilaku yang

memerlukan respon pengasuhan. Dalam mengembangkan perilaku

tersebut, dibutuhkan suatu konsekuensi yaitu bantuan persetujuan,

perhatian atau pengenalan, dan bantuan fisik. Namun dalam

pengembangannya, ditemukan hambatan-hambatan yaitu salah

satunya perilaku yang bergantung total kepada orang lain. Subsistem

ketergantungan ini sangat penting adanya untuk suatu komunitas agar

saling tercipta interaksi untuk membantu satu dengan yang lainnya.

c. Subsistem biologis

Subsistem biologis terdiri dari ingestion dan eliminasi (eliminative)

yang berkaitan dengan kapan, bagaimana, apa, berapa banyak, dan

dengan kondisi apa kita makan, dan dengan kondisi apa kita

keluarkan. Ingesti (ingestion) merupakan perilaku yang terkait dengan

asupan sumber daya yang diperlukan dari lingkungan eksternal,

termasuk makanan, cairan, informasi, benda, untuk tujuan

perkembangun hubungan yang efektif dengan lingkungan. Sedangkan

eliminasi (eliminative) merupakan perilaku yang terkait dengan

pelepasan produk-produk yang tidak dibutuhkan. Respon-respon ini

dikaitkan dengan sosial dan psikologis seperti halnya pertimbangan

biologis.
d. Subsistem seksual(sexual)

Subsistem seksual yaitu perilaku yang terkait dengan identitas,

gender atau spesifik untuk tujuan memastikan kesenangan

(gratification) atau prokreasi (procreation) dan pengetahuan serta

perilaku yang kongruen dengan seks biologis. Sistem respon ini

dimulai dengan perkembangan identitas jenis kelamin dan perilaku-

perilaku berdasar prinsip jenis kelamin.

e. Subsistem agresif

Agresif dalam subsistem ini adalah perilaku yang berhubungan

dengan ancaman aktual atau potensial dalam lingkungan untuk tujuan

menjamin kelangsungan hidup manusia. Subsistem agresif terdiri dari

dua komponen yaitu perlindungan (protection) dan pemeliharaan

(preservation). Hal tersebut mengikuti garis pemikiran ahli ethologi

seperti Lorenz dan Feshback

f. Subsistem achievement

Achievement merupakan perilaku yang terkait dengan penguasaan

diri sendiri dan lingkungan untuk tujuan menghasilkan efek yang

diinginkan termasuk kegiatan pemecahan masalah, pengetahuan

tentang kekuatan dan kelemahan pribadi. Subsistem achievement

berusaha memanipulasi lingkungan. Fungsinya mengontrol atau

menguasai aspek pribadi atau lingkungan pada beberapa standar

kesempurnaan. Cakupan perilaku prestasi termasuk kemampuan

intelektual, fisikis, kreatif, mekanis dan sosial


1) Equilibrium

Jhonson menyaTerapi aktivitas kelompokan bahwa equilibrium

merupakan konsep kunci dalam tujuan khusus keperawatan. Hal ini

didefenisikan sebagai suatu stabilitas tetapi lebih atau kurang kekal

(fana), dan menyaTerapi aktivitas kelompokan dimana individu

berada dalam keselarasan dengan dirinya dan dengan

lingkungannya.

2) Tension

Konsep tension didefenisikan sebagai penegangan dan dapat


dipandang sebagai hasil akhir dari suatu gangguan dalam
equilibrium, disebabkan karena disequilibrium dan merupakan
sumber potensi perubahan.
3) Stressor

Rangsangan internal atau eksternal yang dihasilkan tension dan

hasil dalam ketidakstabilan (instability) disebut stressor. Stressor

bisa jadi positif dan negatif, mungkin bisa endogenous atau

exogenous. Menurut Johnson, stressor internal terdiri dari faktor

biologis, psikologis, dan sosial. Sistem hubungan terbuka (the open

linked) meliputi psikologi, personality, dan sistem kelompok kecil

(keluarga) dan sistem sosial (Hidayati, dalam Dorothy E. Jhonson

2019)

2.1.3 Model Konseptual perilaku Jhonson

Model konsep dan teori keperawatan menurut Johnson adalah dengan

pendekatan sistem perilaku, dimana individu dipandang sebagai sitem perilaku


yang selalu ingin mencapai keseimbangan dan stabilitas, baik di lingkungan

internal maupun eksternal, juga memiliki keinginan dalam mengatur dan

menyesuaikan dari pengaruh yang ditimbulkanya. Lingkungan termasuk

masyarakat adalah sistem eksternal yang berpengaruh terhadap perilaku

seseorang. Sebagai suatu sistem , didalamnya terdapat komponen sub sistem yang

membentuk sistem tersebut, diantaranya komponen sub sistem yang membentuk

sistem perilaku menurut (Yusra, dalam Behavioral System Model 2019) adalah :

1. Ingestif, yaitu berhubungan dengan bagaimana, kapan, cara, dan,

banyaknya makan dan minum sebagai suatu subsistem tingkah laku.

2. Achevement, merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui keterampilan

yang kreatif.

3. Agresif, meruppakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau perlindungan

dan berbagai ancaman yang ada di lingkungan.

4. Eliminasi, berhubungan dengan bagaimana, kapan, cara dan banyaknya zat

yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dikeluarkan secara biologis sebagai

suatu subsistem tingkah laku.

5. Seksual, digunakan dalam pemenuhan kebutuhan saling mencintai dan

dicintai.

6. Afiliasi, merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahan dalam

mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaian dalam

kehidupan sosial, keamanan dan kelangsungan hidup.

Ketergantungan, merupakan bagian yang membentuk sistem perilaku dalam

mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta kepercayaan. Berdasarkan sub


sistem tersebut diatas, maka akan terbentuk sebuah system perilaku individu,

sehingga Johnson memiliki pandangan bahwa keperawatan dalam mengatasi

permasalahan tersebut harus dapat berfungsi sebagai pengatur agar dapat

menyeimbangkan system perilaku tersebut.

Sumber : Tamilarasi & kanimozhi


2.2 Konsep Dasar Siswa

2.2.1 Pengertian Siswa

Pengertian siswa dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah orang/anak yang

sedang berguru (belajar, bersekolah). Pengertian siswa adalah orang yang datang

ke suatu lembaga untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan.

siswa atau murid adalah salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor

guru, tujuan dan metode pengajaran. Menurut Sarwono (2007) siswa merupakan

orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran didunia pendidikan.

Mengacu dari beberapa istilah siswa, siswa diartikan sebagai orang yang berada

dalam taraf pendidikan, yang dalam beberapa literatur murid juga disebut sebagai

anak didik. Sedangkan dalam Undang-undang Pendidikan No. 2 Tahun 1989,

siswa disebut peserta didik. Dalam hal ini siswa dianggap sebagai seseorang

peserta didik yang mana nilai kemanusiaan sebagai individu, makhluk sosial yang

mempunyai identitas merah harus dikembangkan untuk mencapai tingkatan

optimal (Muhaimin dkk, 2005. Menurut Sudirman (2003) pengertian siswa adalah

orang yang datang ke sekolah untuk memperoleh atau mempelajari beberapa tipe

pendidikan (Safitri, 2019). Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan

bahwa murid adalah komponen yang terpenting diantara komponen lainnya.

Murid atau siswa merupakan pribadi yang “unik” yang mempunyai potensi dan

mengalami berkembang.

Dalam proses berkembang itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang

sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam

suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain. proses pendidikan.


Tanpa adanya peserta didik, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran.

Sebabnya ialah karena peserta didiklah yang membutuhkan pengajaran dan bukan

guru, guru hanya berusaha memenuhi kebutuhan yang ada pada peserta didik.

Menurut Hamalik (2001) siswa atau murid adalah salah satu komponen dalam

pengajaran, disamping faktor guru, tujuan dan metode pengajaran. Sebagai salah

satu komponen maka dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen yang

terpenting diantara komponen lainnya. Murid atau anak didik menurut Djamarah

(2011) adalah subjek utama dalam pendidikan setiap saat. Sedangkan menurut

(Daradjat, dalam Djamarah, 2011) murid atau anak adalah pribadi yang “unik”

yang mempunyai potensi dan mengalami berkembang. Dalam proses berkembang

itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak

ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama

dengan individu-individu yang lain.

2.2.2 Tugas Perkembangan Siswa

Huvigrust (dalam Muhammad Ali, 2008:171) Tugas perkembangan siswa

sesuai dengan tahap perkembangannya berdasar hasil penelitian untuk Disertasi

Doktor 5 orang mahasiswa S3 Program Studi Bimbingan dan Konseling PPs IKIP

Bandung tahun adalah sebagai berikut:

Tugas-tugas perkembangan anak usia Sekolah Dasar (SD):

1. Menanamkan sikap dan kebiasaan dalam beriman dan bertaqwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa


2. Mengmbangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman

berperilaku

3. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan

berhitung

4. Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan untuk permainan

dan kehidupan

5. Belajar, bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya

6. Belajar menjadi pribadi yang mandiri

7. Membangun sikap hidup yang sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan

8. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari

9. Belajar menjalankan peran sosial sesuai dengan jenis kelamin


2.3 Konsep Dasar Bullying

2.3.1 Pengertian Bullying

Bullying merupakan perilaku agresif berupa penyalahgunaan kekuatan yang

dilakukan oleh seseorang/sekelompok kepada orang lain, sehingga dapat

mengakibatkan kerusakan fisik, psikologis dan sosial secara berulang, yang sering

terjadi di sekolah, Istilah bullying dipergunakan karena dianggap dapat mewakili

suatu fenomena atau peristiwa yang sama. Bullying sendiri sering disama artikan

dengan kata “harassment” yang berasal dari kata “ to harrass “ yang berasal dari

Bahasa Perancis kuno “ harer “ dan bahasa Inggris kuno “ hergian “ yang

memiliki arti melakukan upaya penyerangan dengan maksud mengusik,

mengganggu dan merusak kehidupan orang lain. Tujuan dari perilaku bullying

merupakan suatu perilaku agresif yang bertujuan menimbulkan rasa tidak nyaman

baik fisik maupun emosional dalam diri korban. bullying mengalami perubahan

bentuk sejalan dengan berjalan usia anak. Menurut (Dogruer, dalam jurnal Tri

Anugraha Eni 2023 ) Mengemukakan Bullying merupakan Tindakan negative

yang dilakukan berulang – ulang, dengan sengaja dan dari waktu ke waktu kepada

seseorang atau lebih untuk menimbulkan atau mencoba menimbulkan, cedera atau

ketidaknyamanan lain dengan melibatkan perbedaan kekuatan atau kekuasaan.

Menurut (Nanda, dalam jurnal Novia Aristiani 2021) menyatakan bahwa

bully merupakan salah satu permasalahan yang menjadi perhatian global,

kususnya oleh remaja, orang tua,guru dan pihak sekolah. Bullying ini dapat terjadi

dimanapun tanpa kita bisa ketahui. Selain itu juga hal ini dapat dirasakan atau

diterima oleh berbagai kalangan, baik anak kecil usia Sekolah Dasar, baik remaja
maupun orang dewasa. Menurut (Wiyani, dalam jurnal Putu Yulia Angga Dewi

2020) Bullying merupakan sebuah kondisi dimana telah terjadi penyalahgunaan

kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh perseorangan ataupun kelompok

dan bertujuan untuk menyakiti orang lain. Penyalahgunaan kekuatan/kekuasaan

dilakukan pihak yang kuat tidak hanya secara fisik saja tetapi juga secara mental.

Istilah bullying dalam bahasa Indonesia bisa menggunakan menyakat (berasal dari

kata sakat) dan pelakunya (bully) disebut penyakat. Menyakat berarti

mengganggu, mengusik, dan merintangi orang lain

2.3.2 Penyebab Bullying

a. Keluarga

Perilaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah : orang

tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah

yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku

bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua mereka,

dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya. Jika tidak ada

konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku cobacobanya itu, ia

akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk

berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan

kekuasaan seseorang”. Dari sini anak mengembangkan perilaku bullying.

b. Kondisi Lingkungan Sosial

Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab timbulnya perilaku

bullying. Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan tindakan

bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup dalam kemiskinan akan


berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran

jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.

c. Kelompok Sebaya

Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah

d. Tayangan Media Televisi atau CeTerapi aktivitas kelompok

Televisi dan media ceTerapi aktivitas kelompok membentuk pola perilaku

bullying dari segi tayangan yang mereka tampilkan. Survey yang dilakukan

kompas memperlihatkan bahwa 56,9% anak meniru adegan-adegan film yang

ditontonnya, umumnya mereka meniru geraknya (64%) dan kata-katanya

(43%).

2.3.3 Jenis Bullying

a. Bullying Fisik

Bullying fisik merupakan jenis bullying yang paling tampak dan paling

dapat diidentifikasi diantara bentuk-bentuk bullying lainnya, namun kejadian

bullying fisik terhitung kurang dari sepertiga insiden bullying yang dilaporkan

oleh siswa.Jenis bullying secara fisik di

antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang,

menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke

posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta

barangbarang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan semakin dewasa

sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini, bahkan walaupun tidak

dimaksudkan untuk mencederai secara serius

b. Bullying Verbal
Bullying verbal adalah bentuk bullying yang paling umum digunakan, baik

oleh anak perempuan maupun anak laki-laki. Bullying verbal mudah dilakukan

dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa

terdeteksi. Bullying verbal dapat diteriakkan di taman bermain bercampur

dengan hingar binger yang terdengar oleh pengawas, diabaikan karena hanya

dianggap sebagai dialog yang bodoh dan tidak simpatik di antara teman sebaya.

Bullying verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,

penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau

pelecehan seksual. Selain itu, bullying verbal dapat berupa perampasan uang

jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi,

surat -surat kaleng yang berisi ancaman bullying, tuduhantuduhan yang tidak

benar, kasak-kusuk yang keji, serta gosip.

c. Bullying Relasional

Jenis ini paling sulit dideteksi dari luar. Bullying relasionaladalah

pelemahan harga diri si korban bullying secara sistematis melalui pengabaian,

pengucilan, pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan

penyingkiran, adalah alat bullying yang terkuat. Anak yang digunjingkan

mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun tetap akan mengalami

efeknya. Bullying relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau

menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak

persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti

pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu yang bergidik,

cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar.


2.3.4 Dampak Bullying

Berdasarkan hasil penelitian (dalam jurnal Novia Aristiani,dkk 2021) bully

sangat mempengaruhi rasa percaya diri anak korban bully, anak yang menjadi

korban bully akan merasa kehilangan kepercayaan diri dan merasa takut untuk

bersosialisasi dengan temannya di luar lingkungan keluarga, anak yang mendapat

perlakuan bully akan tertinggal dan tidak mempunyai semangat dan keceriaan

bermain bersama teman-temannnya mereka akan merasa tidak terlindungi, dia

juga tidak percaya diri dalam bergaul dengan teman sebayanya. Bullying

berdampak negatif bagi pelaku maupun korban. Dampak yang dialami korban

bullying antara lain merasa rendah diri sampai pada depresi, tidak mau ke sekolah,

cemas dan insomnia dan disfungsi sosial (Sampson, dalam jurnal Wisnu Sri

Hertinjung hal 451)


2.4 Konsep Dasar Harga Diri Rendah

2.4.1 Pengertian Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah suatu kondisi dimana seseorang menilai dirinya

atau kemampuannya secara negatif, atau merasa mengganggap dirinya tidak

berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas hidupnya. Harga diri rendah

merupakan suatu kesedihan atau perasaan duka berkepanjangan. Harga diri rendah

adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis dapat bermakna patologik apabila

mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi pervasif dan muncul bersama penyakit

lain. Harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk yang

beresiko mengalami depresi dan schizophrenia. Harga diri rendah di gambarkan

sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya rasa percaya diri

dan harga diri. Menurut Coopersmith (dalam jurnal Andi Halima 2023)

menyatakan bahwa harga diri adalah evaluasi yang dibuat dan berkembang

menjadi kebiasaan individu, yang diekspresikan menjadi sikap menerima atau

menolak diri sendiri, dan mengindikasikan tingkat individu tersebut menyakini

dirinya sebagai seorang yang memiliki kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan

keberhargaan.

2.4.2 Penyebab Harga Diri Rendah

Harga diri rendah disebabkan karena lingkungan cenderung mengucilkan

dan menuntut lebih dari kemampuan yang dimilikinya (Rahayu, dkk, 2019).

Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah situasional meliputi faktor

Predisposisi dan Presipitasi (Nanda, 2015 dalam Rahmawati, 2019):

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri rendah yaitu meliputi penolakan

orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang terjadi

secara berulang, kurang mempunyai tanggung jawab yang realistis,

ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis

b. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah peran gender, tuntutan

peran kerja, harapan peran budaya

c. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi, yaitu ketidakpercayaan

orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dari struktur

sosial

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah yaitu gangguan citra

tubuh seperti hilangnya sebagian anggota tubuh dan perubahan

penampilan atau bentuk tubuh.

2.4.3 Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah

Menurut SDKI D.0087 harga diri rendah situasional dapat dilihat dari tanda

dan gejala di bawah ini (Rulino, 2022) :

1. Menilai diri negatif (mis : merasa tidak berguna dan tidak berharga)

2. Merasa malu atau bersalah

3. Melebih - lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri

4. Menolak penilaian positif tentang diri sendiri

5. Berbicara pelan dan lirih

6. Menolak berinteraksi dengan orang lain

7. Berjalan menunduk
8. Postur tubuh menunduk

2.4.4 Dampak Harga Diri Rendah

Dampak yang timbul jika seseorang memiliki harga diri rendah, yaitu tidak

memiliki keinginan untuk bergaul atau mengisolasi diri, individu yang mengalami

isolasi sosial dapat menjadikan dirinya sibuk dengan dunia dan pikirannya sendiri,

sehingga dapat memicu munculnya resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri

serta mengalami perubahan mood yang akan berpengaruh pada keadaan fisik dan

somatis, seperti gangguan pola tidur, mudah lelah, dan gangguan konsentrasi

(Sutinah, 2018). Harga diri rendah mengakibatkan seseorang tidak berdaya,

dihantui oleh rasa bersalah dan putus asa (Sutejo, 2019). Harga diri rendah juga

berdampak pada penurunan produktivitas sehari-hari, hubungan interpersonal

yang buruk, dan perawatan diri yang buruk.

2.4.5 Rentang Respon Harga Diri Rendah

Respon individu terhadap konsep dirinya diawali dari respon adaptif dan

maladaptif (Stuart & Sundeen 1998 dalam Rahmawati, 2019). Rentang respon

digambarkan sebagai berikut:


Gambar 2.3 Rentang Respon Konsep Diri
(Sumber : Stuart dan Sundeen, 1998:230 dalam Rahmawati, 2019)

Penjelasan Rentang Respon Harga Diri Rendah Situasional

1. Respon Adaptif

Respon adaptif adalah kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang

dihadapinya

a) Aktualisasi Diri

Pernyataan konsep diri yang positif dengan latar belakang

pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima

b) Konsep Diri Positif

Individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi

diri dan menyadari hal-hal positif maupun negatif dari dirinya

2. Respon Maladaptif

Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika tidak

mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.

a) Harga Diri Rendah

Individu cenderung menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah

dari yang lain, hilangnya rasa percaya diri, merasa tidak berharga lagi,

dan merasa tidak berdaya.

b) Kerancuan Identitas

Kegagalan seseorang untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi

masa anak-anak.

c) Depersonalisasi
Mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu

berhubungan dengan orang lain, tidak ada rasa percaya diri dan tidak

dapat membina hubungan baik dengan orang lain.

2.4.6 Klasifikasi Harga Diri Rendah

Harga diri dibagi menjadi tiga kategori, yaitu harga diri tinggi, harga diri

sedang, dan harga diri rendah (Coopersmith, 1967 dalam Rusdiana, 2019):

1. Harga Diri Tinggi

Individu yang harga dirinya tinggi mempunyai sifat aktif, agresif, sukses

dalam bidang akademis dan interaksi sosial. Dalam pergaulan lebih bersifat

memimpin, bebas berpendapat, tidak menghindari perbedaan pendapat, tahan

terhadap semua kritikan dan tidak mudah cemas. Individu bergaul dengan baik,

adanya sifat optimis yang terbentuk berdasarkan keyakinan dalam dirinya bahwa

ia mempunyai kecakapan, kemampuan bergaul dan mempunyai kepribadian

yang kuat. Individu jarang terkena psikosomatik.

2. Harga Diri Sedang

Individu yang memiliki harga diri sedang mempunyai ciri-ciri sifat dan cara

bertindak yang sama dengan individu yang mempunyai harga diri tinggi.

Perbedaannya hanya terleTerapi aktivitas kelompok pada intensitas keyakinan

diri, kurang yakin dalam menilai diri pribadinya dan tergantung pada penerimaan

sosial lingkungan dimana berada.

3. Harga Diri Rendah


Individu yang mempunyai harga diri rendah menunjukkan sifat-sifat putus

asa, membayangkan kegagalan, mudah depresi dan merasa tidak menarik serta

merasa terisolir dalam pergaulannya. Kemauan untuk menghadapi kekurangan

dan kelemahan sangat rendah, Terapi aktivitas kelompokut mengatur terhadap

orang yang berbuat kesalahan, sangat peka terhadap kritikan serta tidak senang

bergaul dengan orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa individu dengan harga diri tinggi akan merasa

dirinya orang yang berharga, puas akan dirinya, dapat menerima kritik, tahu akan

keterbatasan dirinya, rendah hati, aktif, mandiri, dan berani mengambil resiko.

Harga diri sedang mempunyai persamaan dengan harga diri tinggi, yang

membedakan hanya intensitas keyakinan diri. Sedangkan individu dengan harga

diri rendah akan menganggap dirinya tidak berharga, mudah tersinggung, tidak

yakin akan kemampuan dirinya sendiri, tidak bersemangat, merasa asing dan

mudah menyerah.

2.4.7 Patofisiologi Harga Diri Rendah

Menurut Alpita, 2020 menyimpulkan bahwa harga diri rendah diakibatkan

oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya

tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan

penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan life span history klien,

penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan,

jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja

keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima.

Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Harga
diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih

dari kemampuannya.

2.4.8 Penatalaksanaan Harga Diri Rendah

Menurut Rahmawati, 2019 terapi yang dapat diberikan pada penderita harga

diri rendah yaitu:

1. Psikoterapi

Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi kembali

dengan orang lain. Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi, karena jika

klien menarik diri, klien dapat membentuk kebiasaan yang buruk lagi.

2. Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilakukan pada klien

harga diri rendah. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan

menggunakan stimulasi atau diskusi untuk mengetahui pengalaman atau

perasaan yang dirasakan saat ini dan untuk membentuk kesepakatan persepsi

atau penyelesaian masalah.

2.5 Konsep Dasar Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Presepsi

2.5.1 Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Presepsi

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi merupakan terapi yang

menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulus yang terkait dengan

pengalaman, dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi

dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah. Terapi

Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah salah satu terapi modalitas
yang dilakukan oleh seorang perawat kepada korban bullying di Pendidikan

Sekolah dasar.

Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi

psikoterapis terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama untuk memantau

dan meningkatkan hubungan antar anggota. Terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi dilaksanakan dengan melatih klien mempersepsikan stimulus yang

disediakan atau stimulus yang pernah dialami

2.5.2 Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Presepsi

Tujuan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi harga diri rendah

menurut Jasman, 2020 secara umum adalah individu dapat menumbuhkan rasa

percaya dirinya, sedangkan tujuan khususnya adalah:

1. Korban Bullying dapat mengenal dirinya

2. Korban Bullying mampu berkenalan bersosialisasi

3. Korban Bullying mampu beradaptasi dengan kelompok kembali

4. Korban Bullying dapat mengungkapkan perasaannya dan menyampaikan

masalah pribadinya kepada orang lain yang dapat dipercaya

2.5.3 Indikasi Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Presepsi

Menurut Jasman, 2020 seseorang yang diindikasikan mendapat terapi

aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah korban bullying yang mengalami

harga diri rendah. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi harga diri rendah

terdiri dari dua sesi, yaitu:

1. Sesi 1 : Identifikasi hal positif Korban Bullying


2. Sesi 2 : Melatih hal positif pada Korban Bullying

2.5.4 Komponen Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Presepsi Harga Diri

Rendah

Komponen kelompok dari TAK stimulasi persepsi terdiri dari delapan

aspek, sebagai berikut (Stuart & Laraia 2001 dalam Budi Anna Keliat 2014:

1. Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses

pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur

kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku serta

interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan

anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan

diambil secara bersama.

2. Besar Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang

anggotanya berkisar antara 5 - 12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil

menurut Stuart dan Laria adalah 7-10 orang, menurut Lancaster adalah 10-

12 orang, dan menurut Rawlins, Williams, dan Beck adalah 5-10 orang.

Jika anggota kelompok terlalu besar, maka tidak semua anggota mendapat

kesempatan untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, dan

pengalamannya. Jika terlalu kecil kelompok tidak mengalami cukup

variasi pertukaran informasi dan interaksi yang terjadi

3. Lamanya Sesi
Menurut Stuart & Laraia, waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40

menit bagi kelompok yang baru (fungsi kelompok yang masih rendah) dan

60-120 menit bagi kelompok yang sudah kohesif (fungsi kelompok yang

tinggi). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian

tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung

pada tujuan kelompok, dapat satu atau dua kali perminggu, atau dapat

direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

4. Komunikasi

Salah satu tugas pemimpin yang terpenting adalah mengobservasi dan

menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan

umpan balik untuk memberi kesadaran kepada anggota kelompok terhadap

dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan

dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa

jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang

dilaksanakan.

5. Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok.

Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok

kerja kelompok, yaitu maintenance roles, task roles, dan individual roles.

Maintenance roles, yaitu peran serta aktif dalam mempertahankan proses

kelompok dan fungsi kelompok. Task roles berfokus pada penyelesaian

tugas . Individual roles adalah peran yang ditampilkan anggota kelompok


secara khas (Self-centered) dan kemungkinan terjadinya distraksi pada

kelompok.

6. Kekuatan Kelompok

Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam

mempengaruhi terjadinya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan

kekuatan anggota kelompok yang bervariasi, diperlukan kajian siapa yang

paling banyak mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam

kelompok.

7. Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan

terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan datang dibuat

berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang

norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap

komunikasi dan interaksi dalam kelompok.

8. Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam

mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap

bertahan dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik

dan puas perlu diidentifikasi agar keberlangsungan (continuity) kehidupan

kelompok dapat dipertahankan. Pemimpin kelompok (terapis) perlu

melakukan upaya agar kekohesifan kelompok dapat terwujud, seperti

mendorong anggota kelompok bicara satu sama lain, diskusi dengan kata-

kata (kita), menyampaikan kesamaan anggota kelompok, membantu


anggota kelompok untuk mendengarkan ketika yang lain berbicara.

Kekohesifan perlu diukur melalui seberapa sering antar anggota memberi

pujian dan mengungkapkan kekaguman satu sama lain.

2.5.5 Langkah-Langkah Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Presepsi Harga

Diri Rendah

Langkah-langkah dalam melakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi harga diri rendah menurut (Budi Anna Keliat,2014 dalam Humairah,

2020):

Sesi 1 : Identifikasi hal positif diri korban bullying

Tujuan : Korban Bullying dapat mengidentifikasi hal positif pada dirinya

Setting :

1. Terapis dan anak korban bullying duduk bersama dalam lingkaran

2. Ruangan nyaman dan tenang

Alat :

1. Spidol sebanyak jumlah anak yang mengikuti terapi aktivitas kelompok

2. Kertas putih hvs sebanyak anak peserta terapi aktivitas kelompok

Metode :

1. Diskusi

2. Permainan

Langkah Kegiatan :

1. Persiapan
1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu korban bullying dengan

harga diri rendah

2) Membuat kontrak dengan

3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Orientasi

1) Salam terapeutik

2) Evaluasi/validasi seperti menanyakan perasaan anak pada saat ini.

Mengidentifikasi hal positif diri anak dan terapis menjelaskan aturan

main tersebut

(1) Jika ada anak yang ingin meninggalkan kelompok, harus

meminta izin kepada terapis

(2) Lama kegiatan 45 menit

(3) Setiap anak wajib mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai

3. Tahap kerja

1) Terapis memperkenalkan diri: nama lengkap dan nama panggilan,

serta memakai papan nama

2) Terapis membagikan kertas dan spidol kepada klien

3) Terapis meminta anak menulis hal positif tentang diri sendiri:

kemampuan yang dimiliki, kegiatan yang biasa dilakukan dirumah

dan di Rutan/Lapas
4) Terapis meminta anak membacakan hal positif yang sudah ditulis

secara bergiliran sampai semua klien mendapat giliran. Tanyakan

perasaan WBP setelah teridentifikasi hal positif

5) Terapis memberi pujian pada setiap anak

4. Tahap terminasi

1) Evaluasi

(1) Terapis menanyakan perasaan anak setelah mengikuti TAK

(2) Terapis memberi pujian atas keberhasilan kelompok

2) Tindak lanjut

Terapis meminta anak menulis hal positif yang belum tertulis

3) Kontrak kegiatan yang akan datang

(1) Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu melatih hal

positif diri yang dapat diterapkan dirumah dan di Rutan/Lapas

(2) Menyepakati waktu dan tempat

5. Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada

tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan anak sesuai dengan

tujuan TAK. Untuk TAK Stimulasi Persepsi : Harga Diri Rendah sesi 1,

kemampuan anak yang diharapkan adalah menuliskan pengalaman dan

aspek positif (kemampuan yang dimiliki).

sesi 2 : Melatih hal positif pada diri


Tujuan :

1. Korban Bullying dapat menilai hal positif diri yang dapat digunakan

2. Korban Bullying dapat memilih hal positif diri yang akan

dilatih/dilakukan

3. Korban Bullying dapat memperagakan hal positif diri yang telah

dipilih

4. Korban Bullying dapat menjadwalkan penggunaan kemampuan/hal

positif diri yang telah dilatih/diperagakan

2.6 Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Presepsi Terhadap Tingkat

Harga Diri Pada Korban Bullying

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dilakukan selama 2 minggu,

setiap 1 minggu 1x pertemuan dengan kurun waktu selama 45 menit pada korban

bullying yang mengalami harga diri rendah, TAK stimulasi persepsi dapat

membantu meningkatkan harga diri rendah. Terapi aktivitas kelompok stimulasi

persepsi yang dilakukan tersebut dapat membantu korban bullying yang

mengalami harga diri rendah dalam mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki

dan meningkatkan harga diri pada korban bullying yang mengalami harga diri

rendah.

Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas keperawatan

dalam bentuk permainan atau interaksi satu dengan yang lainnya, anak korban

bullying belajar untuk meningkatkan harga dirinya dengan menggali kemampuan

positif, dan bergabung dengan anggota kelompok yang lain. Kekuatan kelompok
ada pada kontribusi dari setiap anggota, dan saling menemukan hubungan

interpersonal yang baik serta merasa diakui dan dihargai (Fatma dkk, 2019).

Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang dilakukan dapat

mengurangi tekanan batin, kecemasan/anxiety, dan berhenti menyalahkan dirinya

sendiri. Oleh karena itu, akan terjadi peningkatan harga diri karena anak korban

bullying merasa lebih rileks, tenang, tidak banyak beban pikiran, dan berdamai

dengan keadaan

Anda mungkin juga menyukai