Dosen Pembimbing
Ni Made Wedri, A.Per.Pen, S.Kep, Ns, M.Kes
Disusun oleh :
NIM : P07120222023
Kelompok :3
d. Pemeriksaan Penunjang
Kunci mengatasi hipertermia adalah pendinginan. Hal ini dimulai segera di
lapangan dan suhu tubuh inti harus diturunkan mencapai 39 derajat Celcius dalam
jam pertama. Lamanya hipertermia adalah yang paling menentukan hasil akhir.
Demam merupakan suatu keadaan dimana terdapat peningkatan suhu tubuh yang
disebabkan karena set point di pusat pengatur suhu di otak. Suatu nilai suhu tubuh
dikatakan demam jika melebihi 37, 2 derajat Celcius pada pengukuran di pagi hari
dan atau melebihi 37, 7 derajat Celcius pada pengukuran di sore hari. Ada banyak
metode yang digunakan untuk hipertermia. Berdasarkan luas area yang diterapi,
terbagi atas hipertermia lokal, hipertermia regional, dan hipertermia total (seluruh
tubuh).
1) Hipertermi Lokal
Pada hipertermia lokal pemanasan dilakukan pada area yang terbatas,
dalam hal ini jaringan kanker. Sumber panas yang digunakan antara lain
gelombang mikro, gelombang radio, dan gelombang suara frekuensi tinggi.
Untuk kanker yang terletak di permukaan tubuh atau dekat dengan kulit, alat
penghasil panas diletakkan di dekat tumor, kemudian pancaran gelombang
diarahkan kearea yang hendak dipanaskan. Jika kanker terletak di dalam atau
di sekeliling lubang-lubang tubuh sumber panas dimasukkan ke dalamnya
menggunakan alat khusus agar pemanasan langsung mengenai sasaran. Sedang
jika lokasi tumor jauh di dalam tubuh, misalnya pada kanker otak, teknik yang
digunakan adalah interstitial.
2) Hipertermi Regional
3) Hipertermi Total
Untuk kanker yang sudah bermetastase (menyebar) ke seluruh tubuh,
dilakukan hipertermia total (whole body hyperthermia). Penderita diselimuti
dengan selimut listrik atau air panas, atau dimasukkan ke dalam ruang panas
(semacam inkubator) untuk membuat suhu tubuhnya meningkat sampai 41,7
derajat C - 43, 8 derajat C.
e. Penatalaksanaan
1) Tindakan Farmakologis
Tindakan menurunkan suhu mencakup intervensi farmakologi yaitu
dengan pemberian antipiretik. Obat yang umum digunakan untuk menurunkan
demam dengan berbagai penyebab (infeksi, inflamasi, dan neoplasama) adalah
obat antipiretik. Antipiretik ini bekerja dengan mempengaruhi termoregulator
pada sistem saraf pusat (SSP) dan dengan menghambat kerja prostaglandin
secara perifer.
Obat antipiretik antara lain asetaminofen, aspirin, kolin dan
magnesium salisilat, kolin salisilat, ibuprofen salsalat, dan obat-obat anti
inflamasi nonsteroid (NSAID). Asetaminofen merupakan obat pilihan, aspirin
dan salisilat lain tidak boleh diberikan pada anak-anak dan remaja. Ibuprofen,
penggunaannya disetujui untuk menurunkan demam pada anak-anak yang
berusia minimal 6 bulan. Hindari pemakaian aspirin atau ibuprofen pada
pasien- pasien dengan gangguan perdarahan (Hartini, 2012). Beberapa
ibuprofen yang tidak disetujui penggunaannya untuk anak-anak adalah nuprin,
motrin IB, medipren. Pemberian antipiretik yang berlebihan perlu
diperhatikan, karena dapat menyebabkan keracunan.
2) Tindakan Non Farmakologis
Tindakan non farmakologis tersebut seperti menyuruh anak untuk
banyak minum air putih, istirahat, serta pemberian water tepid sponge.
Penatalaksanaan lainnya anak dengan demam adalah dengan menempatkan
anak dalam ruangan bersuhu normal dan mengusahakan agar pakaian anak
tidak tebal (Setiawati, 2009).
2. Konsep Hipotermia
2) Definisi
Hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh menjadi < 35 derajat C (atau
95 F) secara involunter. Lokasi pengukuran suhu inti tubuh mencakup rektal,
esofageal, atau membran timpani, yang membran timpani, yang dilakukan
secara benar dilakukan secara benar. Hipotermia didefinisikan bila nisikan bila
suhu inti tubuh menurun hingga 35 derajat C (95̊ F) atau dapat lebih rendah lagi.
Hipotermia disebabkan oleh lepasnya panas karena konduksi, konveksi, radiasi,
atau evaporasi. Local cold injury dan frostbite timbul karena hipotermia
menyebabkan penurunan viskositas darah dan kerusakan intraseluler (intracellular
injury). Hipotermia adalah keadaan suhu tubuh di bawah 35 derajat C dan dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1) Hipotermia ringan : 32 – 35 derajat C;
2) Hipotermia sedang : 28 – 32 derajat C;
3) Hipotermia berat : di bawah 28 derajat C.
5) Pemeriksaan Penunjang
1) Trombosit
Biasanya hasil pemeriksaan darah lengkap pada pasien dengan DHF akan
mengalami penurunan trombosit (<100.000/mm3).
2) Hemoglobin (Hb)
Hasil pemeriksaan darah lengkap pada pasien dengan DHF akan menunjukkan
kelainan pada Hb. Hb akan mengalami peningkatan sebesar 20% dengan Hb
normal pada laki-laki yaitu 14-16 gr/dL, dan pada perempuan yaitu 12-16
gr/dL.
3) Hematrokrit
Biasanya hasil pemeriksaan darah lengkap pada pasien dengan DHF akan
menunjukkan kelainan pada hematrokrit (PCV) yang mengalami peningkatan
hingga 20% atau lebih. Hematokrit normal pada laki-laki yaitu 40-54%,
sedangkan pada perempuan yaitu 35-47%.
4) Leukopeni
(mungkin normal atau lekositosis) Kondisi rendahnya jumlah total sel darah
putih (leukosit) dibanding nilai normal. Nilai normal leukosit yaitu : 5000-
10.000 uL.
5) Isolasi virus
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah penderita atau jaringan-
jaringan, untuk penderita yang hidup melalui biopsy sedangkan untuk
penderita yang meninggal melalui autopsy. Namun, hal ini jarang dikerjakan.
6) Serologi (Uji H): respon terhadap antibodi sekunder.
6) Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip umum manajemen pra-rumah sakit adalah mencegah
kehilangan panas lebih lanjut. Pasien dengan hipotermia ringan (> 33 derajat
Celcius) yang ditemukan di lingkungan yang dingin, prioritas pertama adalah untuk
mencari kemungkinan adanya cedera lain. Prioritas kedua adalah untuk
meningkatkan suhu inti pasien menjadi normal, sebelum dan selama perjalanan ke
rumah sakit. Manajemen hipotermia dimulai dengan penilaian primer yaitu jalan
napas, pernapasan, sirkulasi.
1) Pengkajian secara cepat tentang ABCDE
2) Pasien dengan hipotermia sedang dapat diatasi dengan cara memindahkannya
dari lingkungan dingin dan menggunakan selimut.
3) Pasien dengan hipotermia berat, sebaiknya dipantau dengan pulse oxymetri.
4) Perhatikan jalan napas, pernapasan dan jantung. Bila tidak ada gangguan
kardiovaskular, penghangatan aktif eksternal dapat diterapkan (radiasi panas,
selimut hangat, immersi air hangat, dan objek yang dipanaskan) dengan cairan
hangat intravena dan oksigen yang dihangatkan.
5) Jika ada ketidakstabilan kardiovaskular dibutuhkan pemanasan yang lebih
agresif (bilas lambung, kandung kemih, lavase peritoneal, dan pleural).
Temperatur cairan bilas bisa sampai 42˚C.
6) Pada fibrilasi ventrikular dilakukan defibrilasi sampai temperatur 30˚C,
meskipun 3 countershock harus dilakukan.
7) Pemanasan kembali melalui sirkuit ekstrakorporal merupakan metode pilihan
dari pada pasien hipotermia berat dalam henti jantung. Jika perlengkapan tidak
tersedia, resusitasi trakeostomi dan pijat jantung dalam dan bilas mediastinal
merupakan alternatif yang dapat diterima.
8) Semua pasien dengan frostbite superfisial terlokalisir atau hipotermia sedang
dapat dirujuk ke RS. Pasien yang tidak dirawat, mereka bisa kembali ke
lingkungan yang hangat.
Data tambahan…….
d) Hidung
Penghidu :
sekret/darah/cairan :
Tarikan cuping hidung :
e) Telinga
Pendengaran :
sekret/cairan/darah :
f) Mulut dan Gigi
Bibir :
Mulut dan tenggorokan :
Gigi :
g) Leher
Pembesaran tyroid :
Lesi :
Nadi karotis :
Pembesaran limfoid :
h) Thorax
Jantung :
1. Nadi….. 2. Kekuatan….. 3. Irama Paru…..
1. Frekuensi nafas….. 2. Kualitas…… 3. Suara nafas…..
1. Batuk….. 2. Sumbatan jalan nafas…..
Retraksi Dada :
1. Ada 2. Tidak ada
i) Abdomen
Peristaltik usus :
Kembung :
Nyeri tekan :
Ascites :
j) Genetalia
Pimosis :
Alat bantu :
Kelainan :
k) Kulit
Turgor : 1. Elastis 2. Kering 3. Lain-lain
Laserasi : 1. Luka 2. Memar 3. Lain-lain
Warna kulit : 1. Normal 2. Pucat 3. Cianosis
4. Ikterik 5. lain-lain…..
j) Ekstremitas
Kekuatan otot :
ROAM : 1. Penuh 2. Terbatas
Hemiplegi/parese : 1. Tidak 2. Ya, Kiri/Kanan
Akral : 1. Hangat 2. Dingin
Capillary refill time : 1. <3 detik 2. > 3 detik
Edema : 1. Tidak 2. Ada, di daerah……
b. Analisis Data
DO (data obyektif):
Merupakan data yang
diapatkan melalui
pemeriksaan dan melihat
kondisi pasien. Seperti
data TTV pasien dan
kondisi pasien
2. Diagnosis Keperawatan
Menurut SDKI (2016), diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis
terhadap pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis
keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan keperawatan yang
sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat pentingnya
diagnosis keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan, maka dibutuhkan
standar diagnosis keperawatan yang dapat diterapkan secara nasional di Indonesia
dengan mengacu pada standar diagnosis internasional yang telah dibakukan
sebelumnya.
a. Hipertemia (D.0130) berhubungan dengan dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, proses penyakit (mis. infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian
dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme, respon trauma,
aktivitas berlebihan, penggunaan inkubator dibuktikan dengan suhu tubuh
diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, dan kulit terasa
hangat
b. Hipotermia (D.0131) berhubungan dengan kerusakan hipotalamus,
konsumsi alkohol, berat badan ekstrem, mekurangan lemak subkutan,
terpapar suhu lingkungan rendah, malnutrisi, pemakaian pakaian tipis,
penurunan laju metabolisme, tidak beraktivitas, transfer panas (mis.
konduksi, konveksi, evaporasi, radiasi), trauma, proses penuaan, efek agen
farmakologis, kurang terpapar informasi tentang pencegahan hipotermia
dibuktikan dengan kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubuh di bawah nilai
normal, akrosianosis, bradikardi, dasar kuku sianotik, hypoglycemia,
hipoksia, pengisian kapiler lebih dari 3 detik, konsumsi oksigen meningkat,
ventilasi menurun, piloereksi, takikardia, vasokonstriksi perifer, kutis
memorata (pada neonatus)
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah
yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana
dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan.
Perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan tertulis yang
menggambarkan masalah kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakan-
tindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik (Manurung, 2011).
No Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
Regulasi Temperatur
(I.14578)
Observasi
1. Monitor suhu
tubuh bayi sampai
stabil (36,5 –
37,5°C)
2. Monitor suhu
tubuh anak tiap 2
jam, jika perlu
3. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernapasan dan
nadi
4. Monitor warna dan
suhu kulit
5. Monitor dan catat
tanda dan gejala
hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat
pemantau suhu
kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi
yang adekuat
3. Bedong bayi
segera setelah lahir
untuk mencegah
kehilangan panas
4. Masukkan bayi
BBLR ke dalam
plastic segera
setelah lahir (mis:
bahan
polyethylene,
polyurethane)
5. Gunakan topi bayi
untuk mencegah
kehilangan panas
pada bayi baru
lahir
6. Tempatkan bayi
baru lahir di bawah
radiant warmer
7. Pertahankan
kelembaban
incubator 50% atau
lebih untuk
mengurangi
kehilangan panas
karena proses
evaporasi
8. Atur suhu
incubator sesuai
kebutuhan
9. Hangatkan terlebih
dahulu bahan-
bahan yang akan
kontak dengan
bayi (mis: selimut,
kain bedongan,
stetoskop)
10. Hindari
meletakkan bayi di
dekat jendela
terbuka atau di
area aliran
pendingin ruangan
atau kipas angin
11. Gunakan matras
penghangat,
selimut hangat, dan
penghangat
ruangan untuk
menaikkan suhu
tubuh, jika perlu
12. Gunakan Kasur
pendingin, water
circulating
blankets, ice pack,
atau gel pad dan
intravascular
cooling
cathetherization
untuk menurunkan
suhu tubuh
13. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan
heat stroke
2. Jelaskan cara
pencegahan
hipotermi karena
terpapar udara
dingin
3. Demonstrasikan
Teknik perawatan
metode kanguru
(PMK) untuk bayi
BBLR
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu
2. Hipotermia Setelah Intervensi Utama Intervensi Utama
(D.0131) dilakukan Manajemen Manajemen
berhubungan tindakan Hipotermia (I. 14507) Hipotermia
dengan kerusakan keperawatan (I. 14507)
hipotalamus, selama …x… Observasi
konsumsi alkohol, jam diharapkan Observasi
berat badan termoregulasi 1. Monitor suhu tubuh 1. Untuk
ekstrem, membaik 2. Identifikasi memantau suhu
kekurangan lemak dengan kriteria penyebab hipotermia tubuh agar tetap
subkutan, terpapar hasil : (mis: terpapar suhu stabil
suhu lingkungan 1. Menggigil lingkungan rendah, 2. Untuk
rendah, malnutrisi, membaik pakaian tipis, mengetahui
pemakaian pakaian 2. Suhu tubuh kerusakan penyebab
tipis, penurunan membaik hipotalamus, hipotermia
laju metabolisme, 3. Pucat penurunan laju 3. Untuk
tidak beraktivitas, menurun metabolisme, menghetahui
transfer panas (mis. 4. Suhu kulit kekurangan lemak tanda dan gejala
konduksi, membaik subkutan) yang dialami
konveksi, 5. Tekanan 3. Monitor tanda dan akibat
evaporasi, radiasi), darah gejala akibat hipotermia
trauma, proses membaik hipotermia (mis: Terapeutik
penuaan, efek agen hipotermia ringan: 1. Untuk memberikan
farmakologis, takipnea, disartria, lingkungan yang
kurang terpapar menggigil, nyaman bagi
informasi tentang hipertensi, diuresis; pasien
pencegahan hipotermia sedang: 2. Untuk menurunkan
hipotermia aritmia, hipotensi, kehilangan panas
dibuktikan dengan apatis, koagulopati, melalui evaporasi
kulit teraba dingin, refleks menurun; 3. Untuk memberikan
menggigil, suhu hipotermia berat: kenyamanan pada
tubuh di bawah oliguria, refleks pasien melalui
nilai normal, menghilang, edema barang yang
akrosianosis, paru, asam-basa dimiliki
bradikardi, dasar abnormal) 4. Untuk memberikan
kuku sianotik, kehangatan pada
hypoglycemia, Terapeutik pasien melalui
hipoksia, pengisian kegiatan aktif
1. Sediakan lingkungan
kapiler lebih dari 3 eksternal
yang hangat (mis:
detik, konsumsi 5. Untuk memberikan
atur suhu ruangan,
oksigen meningkat, kehangatan pada
inkubator)
ventilasi menurun, pasien melalui alat
2. Ganti pakaian
piloereksi, medis
dan/atau linen yang
takikardia,
basah
vasokonstriksi
3. Lakukan
perifer, kutis Edukasi
penghangatan pasif
memorata (pada 1. Untuk menaikkan
(mis: selimut,
neonatus) temperatur suhu
menutup kepala,
tubuh agar normal
pakaian tebal)
4. Lakukan
penghangatan aktif
eksternal (mis:
4. Lakukan
penghangan aktif
eksternal (mis.
Kompres hangat,
botol hangat, selimut
hangat, perawatan
metode kangguru)
5. Lakukan
penghangatan aktif
internal (mis. Infus
cairan hangat,
oksigen hangat,
lavaseperitoneal
dengan cairan
hangat)
Edukasi
1. Anjurkan makan
atau minum hangat
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan
keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi.
Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan
fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi
rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi
keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini, perawat berusaha
mengumpulkan data yang dihubungkan dengan reaksi klien. Fase ketiga merupakan
terminasi perawat-klien setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan. Langkah
selanjutnya adalah menyimpulkan hasil pelaksanaan intervensi keperawatan tersebut.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan meliputi
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan
atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dapat berupa struktur,
proses, dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung. Sedangkan, evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan. Evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subjektif, Objektif,
Assessment, dan Planning) (Nursalam, 2016).
a. S (Subjektif) merupakan informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien
setelah tindakan diberikan.
b. O (Objektif) merupakan informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
c. A (Analisis) merupakan membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah
teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
d. P (Planning) merupakan rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan. Evaluasi selalu berkaitan
dengan tujuan, apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari
penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor : tujuan tidak realistis,
tindakan keperawatan yang tidak tepat dan terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat.
DAFTAR PUSTAKA
Anisa, K. (2019). Efektifitas Kompres Hangat Untuk Menurunkan Suhu Tubuh Pada An.
D Dengan Hipertermia. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan,
5(2), 12-17.
Majid, A., Judha, M., & Istianah, U. (2011). Keperawatan Perioperatif. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Setiawati. (2009). Pengaruh Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh dan
Kenyamanan pada Anak Usia Pra Sekolah dan Sekolah yang Mengalami Demam
di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Tahun 2009.
Diperoleh tanggal 25 Februari 2024 http://www.digilib.ui.ac.id.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Edisi
1, Cetakan III. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
LEMBAR PENGESAHAN
Ni Made Wedri, A.Per.Pen, S.Kep, Ns, M.Kes Anak Agung Gde Agung Mahotama Putra
NIM. P07120222023
NIP. 196106241987032002