Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

LANSIA DENGAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT


PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GERONTIK

Naadiyah Zakiyyah
NPM. 2306336350
Gangguan Integritas Kulit

I. Latar Belakang
1. Statistik dan fenomena
Kulit merupakan organ tubuh yang terbesar dan mempunyai sedikitnya tujuh
fungsi fisiologis. Meskipun terkena panas, dingin, air, trauma, gesekan, dan
tekanan, fungsi kulit adalah menjaga lingkungan homeostatis. Penuaan pada kulit
menyebabkan penurunan produksi sebum dan penurunan fungsi stratum korneum yang
akan membuat xerosis (kulit kering). Lebih dari 50% lansia menderita xerosis yang
merupakan faktor pencetus terjadinya pruritus dan menjadi masalah kulit yang sering
dialami lansia.

Di Indonesia belum terdapat prevalensi pasti mengenai lansia yang mengalami


masalah kulit xerosis. Berdasarkan data poliklinik kulit dan kelamin di RSCM
tahun 2008 sampai 2013, sebanyak 63,78% pasien mengalami masalah xerosis
yang menjadi faktor risiko pruritus (Yulisa & Menaldi, 2023), Pada lansia di panti
werdha, kebanyakan lansia mengalami masalah ini disebabkan oleh perawatan diri
yang kurang karena kemandirian lansia menurun didukung dengan perubahan
fisiologis lansia.

2. Definisi Kasus
Xerosis adalah kulit yang sangat kering, pecah-pecah, dan gatal. Xerosis adalah
masalah kulit yang paling umum dialami pada lansia. Pada lansia terjadi
penurunan drastis jumlah filaggrin epidermal protein yang diperlukan untuk
mengikat filamen keratin menjadi makrofibril. Hal ini menyebabkan pemisahan
permukaan dermal dan epidermis, sehingga mengganggu transfer nutrisi antara
dua lapisan kulit. Xerosis terjadi terutama pada ekstremitas, terutama tungkai,
namun dapat juga menyerang wajah dan badan.
Salah satu akibat xerosis adalah pruritus, yaitu kulit gatal. Pruritus merupakan
gejala, bukan diagnosis atau penyakit, dan merupakan ancaman terhadap integritas
kulit karena upaya untuk meringankannya dengan menggaruk. Hal ini diperburuk
oleh deterjen wangi, pelembut kain, panas, perubahan suhu mendadak, tekanan,
getaran, rangsangan listrik, berkeringat, pakaian ketat, kelelahan, olahraga, dan
kecemasan. Efek samping pengobatan adalah penyebab umum pruritus lainnya.
Pruritus juga dapat menyertai gangguan sistemik seperti gagal ginjal kronis dan
penyakit empedu atau hati. Pruritus subakut hingga kronis dan menyeluruh yang
menyadarkan individu merupakan indikasi untuk mencari penyebab sekunder
(terutama limfoma atau kondisi hematologi) (Endo dan Norman, 2014). Robekan
kulit umumnya terjadi pada orang dengan kulit tipis dan rapuh, Robekan ini
merupakan luka yang menyakitkan, akut, dan tidak disengaja, mungkin lebih
umum terjadi dibandingkan ulkus dekubitus, dan sebagian besar dapat dicegah.

3. Faktor risiko/etiologi
Meski ada beberapa perubahan terkait proses penuaan, genetika dan faktor
lingkungan (radiasi ultraviolet [UV], asap tembakau, respons inflamasi, dan
gravitasi) berkontribusi terhadap perubahan ini (McCann dan Huether, 2014).
Banyak masalah kulit yang terlihat seiring bertambahnya usia, baik dalam kondisi
kesehatan maupun ketika terganggu oleh penyakit atau keterbatasan mobilitas..
Mereka yang tidak bisa bergerak atau rentan secara medis berisiko terkena infeksi
jamur dan luka tekan, yang keduanya merupakan ancaman besar terhadap
kesehatan.
Faktor Internal: Proses penuaan; Mutasi gen FLG (filaggrin); Gangguan produksi
sebum
Faktor Eksternal: Radiasi ultraviolet (UV); Asap tembakau; Respons inflamasi;
Gravitasi; keterbatasan mobilitas; Klorin; Terpapar deterjen; Berendam dalam air
dengan waktu lama; Penggunaan obat-obatan
Lingkungan dengan kelembaban rendah

4. Patofisiologi
Kulit berfungsi mempertahankan suhu tubuh, mencegah kehilangan air, dan
memberikan sensasi, suhu, dan nyeri. Kulit memiliki barier yang mencegah
kehilangan air dan elektrolit berlebih dari lingkungan internal. Kulit sehat
biasanya mampu menyimpan kadar air 10-20%. Pada pasien lansia, fungsi kulit
dalam mempertahankan air untuk kelembaban menurun. Hal tersebut
mencerminkan dampak dari lingkungan, penurunan sirkulasi, penurunan fungsi,
dan struktur kulit. Gangguan pada lipid bilayer menyebabkan berkurangnya kadar
air pada stratum korneum dan deskuamasi korneosit secara abnormal yang
menyebabkan kulit kering. Masalah xerotik seringkali dikaitkan dengan
penggunaan pembersih kulit seperti sabun, desinfektan, dan penggunaan pelembab
yang jarang. Faktor lain seperti udara dingin atau kering meningkatkan kehilangan
air pada stratum korneum (LeMone et al, 2017).
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dimulai dari menanyakan riwayat. Apakah keluarga pernah ada yang
mengalami masalah penyakit kulit sebelumnya atau tidak. Kaji faktor eksternal yang
mungkin ditemukan, seperti frekuensi mencuci atau terpapar deterjen. Apakah pasien
memiliki kebiasaan menggunakan produk perawatan kulit atau tidak. Kontak dengan
bahan iritan lain. Bagaimana pekerjaan atau aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari,
apakah sering beraktivitas diluar ruangan dengan kondisi udara yang kering atau
tidak. Bagaimana pola makan yang dimiliki oleh pasien. Pernahkan sebelumnya
berobat terkait masalah xerosis cutis. Temuan saat pemeriksaan fisik yang mungkin
akan ditemukan diantaranya, skala, fisura, /rhagaden, eritema dan kaji tingkat
keparahannya. Pasien mengeluhkan gatal gatal atau pruritus, sensasi terbakar di kulit,
nyeri, dan kaji tingkat keparahannya. Kaji sudah berapa lama keluhan dirasakan dan
bagaimana perjalanan penyakitnya (Augustin et al., 2019).

6. Pemeriksaan penunjang
Faktor risiko seperti nilai glukosa darah menjadi data tambahan terutama pada lansia
dengan luka terbuka
7. Penatalaksanaan Medis/ Non-Medis terbaru
Jika rehidrasi stratum korneum (lapisan luar kulit) dan tindakan lain untuk mencegah
dan mengobati xerosis tidak cukup untuk mengendalikan rasa gatal, kompres dingin
atau mandi oatmeal atau garam Epsom mungkin bisa membantu. Kegagalan
mengendalikan rasa gatal meningkatkan risiko eksim, ekskoriasi, retakan pada kulit,
peradangan, dan infeksi yang timbul dari eksoriasi linier akibat garukan. Perawat
harus waspada terhadap tanda-tanda infeksi.
Ekstremitas Wajah Tangan/kaki
-
Sabun - Mandikan seluruh - Gunakan produk yang
Gunakan
Pembersih tubuh, tidak rendah pewangi dan alergi
sabun yang rendah
disarankan
mandi
busa.
 - Suhu air
- Membersihkan wajah
jangan terlalu panas wangi-w angian
tidak lebih dari dua
(suam-sua m kuku) dan alergen
kali sehari
 - Gunakan sabun
lembut dan non alkali,
sabun dengan syndets.
- Pakai berbahan
Pakaian
katun dan hindari gesekan
Hindari asam, makanan yang sangat panasa dan pedas, minuman panas dalam
Diet
jumlah besar dab alkohol.
Gaya Hidup
Hindari agitasi, stres, dan ketegangan

II. Rencana Keperawatan


1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (NANDA 2021-2023)
a. Gangguan Integritas Kulit (Domain 11, Class 2, Code diagnosis
00046) Definisi: Perubahan epidermis dan/atau dermis
Batasan Karakteristik: Abses, nyeri akut, perubahan warna kulit, perubahan
turgor kulit, bleeding, blister, desquamasi, gangguan lapisan kulit, kulit
kering, pruritus, eksoriasi kulit, lapisan kulit terbuka

b. Intervensi keperawatan (secara umum berdasarkan NIC)


Diagnosis Kriteria Hasil Intervensi/Implementasi
Skin Care: Topical Treatment
Definisi:
 Hindari penggunaan sprei
bertesktur kasar
 Pakaian pasien hindari
Setelah dilakukan tindakan
pakaian yg ketat
keperawatan selama 2 hari, gangguan
 Bersihkan kulit dengan bedak
00046 integritas kulit dapat teratasi dengan
obat jika perlu
Gangguan kriteria hasil
 Jangan memberikan aplikasi
Integritas  Integritas kulit yg sesuai bisa
panas lokal.
Kulit dipertahankan
 Jangan menggunakan sabun
 mampu melindungi kulit dan
alkaline pada kulit
kelembapan kulit dan
 Oleskan emolien ke area yang
perawatan alami
terkena
 Oleskan agen
antijamur topical pada area
yang terkena, bila perlu
 Periksa kulit setiap hari untuk
mengetahui siapa saja yang
berisiko mengalami kerusakan.
 Dokumentasikan tingkat
kerusakan kulit

Referensi:
Augustin, M., Wilsmann‐Theis, D., Körber, A., Kerscher, M., Itschert, G., Dippel, M., &
Staubach, P. (2019). Diagnosis and treatment of xerosis cutis – a position paper. JDDG:
Journal Der Deutschen Dermatologischen Gesellschaft, 17(S7), 3–33.
https://doi.org/10.1111/ddg.13906
Butcher, H. K., Bulechek, G. M., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). Elsevier.
Herdman T. H.m & Kamitsuru S.. (2021). Nanda International Nursing Diagnoses:
Definitions and Classification 2021-2023. https://doi.org/10.1055/b000000515
LeMone, P., Burke, K.M., Bauldoff, et al. (2017). Medical-surgical nursing: Critical thinking
for person-centered care [3rd Ed]. Australia, Melbourne: Pearson Australia.
Moorhead, S., Marion, J., Meridean, L., Elizabeth, S. (2013). Nursing outcome classification
(NOC). Elsevier
Paul, C., Maumus-Robert, S., Mazereeuw-Hautier, J., Guyen, C. N., Saudez, X., & Schmitt, A.
M. (2011). Prevalence and risk factors for xerosis in the elderly: A cross-sectional
epidemiological study in primary care. Dermatology, 223(3), 260–265.
https://doi.org/10.1159/000334631
Touhy, T. A., & Jett, K. F. (2016). Ebersole & Hess’ toward healthy aging: Human needs &
nursing response (9th ed.). Elsevier.
Yulisa, D., & Menaldi, S. L. (2023). Perawatan Kulit kering Pada Lansia. eJournal Kedokteran
Indonesia, 11(1), 86–91. https://doi.org/10.23886/ejki.11.176.86-91
Rinaldo, A, et al. (2019). Karakteristik kadasr hidrasi kulit pada lansia di Panti Wreda Kristen
Hana : Kajian terhadap pruritus.

Anda mungkin juga menyukai