PERUSAHAAN PERORANGAN
KELOMPOK 7 :
Dosen Pengampu
JASMAN NAZAR. SH.,MH
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah Swt,karena atas berkat
rahmad dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta
salam dapat tercurahkan kepada suri tauladan mulia Rasulullah Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman yang terang benderang
hingga saat ini.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah hukum bisnis Adapun isi dari makalah yaitu menjelaskan tentang perseroan
perorangan. Penulis berterimakasih kepada bapak Jasman Nazar SH.MH selaku
dosen mata kuliah Hukum Bisnis yang telah memberikan arahan serta bimbingan,
dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Dengan segala keterbatasan yang ada penulis telah berusaha dengan segala
daya dan upaya guna menyelesaikann makalah ini. Penulis menyedari makalah ini
jauh dari kata sempurna. Hal ini semata – mata karena keterbatan kemampuan
penulis. Oleh karena itu kami sebagai penulis mengharapkan saran dan kritikan
yang positif dan membangun guna memenuhi makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi bisnis atau badan usaha perseorangan adalah badan usaha
yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya pengusaha kecil dan
beberapa pengusaha menengah. Ini adalah bentuk badan usaha yang paling
sederhana.
Organisasi perusahaan perseorangan adalah badan usaha perusahaan
yang dimiliki oleh satu orang saja. Satu orang pengusaha yang menjadi
pemilik badan usaha itu yang menjalankan perusahaan. Di dalam badan
usaha perseorangan ini yang menjadi pengusaha hanya satu orang. Dengan
demikian modal usaha tersebut hanya dimiliki satu orang pula. Jika di dalam
perusahaan tersebut banyak orang bekerja, mereka hanyalah pembantu
pengusaha dalam perusahaan berdasarkan perjanjian kerja atau pemberian
kuasa.
Di dalam peraturan perundang-undangan tidak dijumpai adanya
pengaturan khusus mengenai perusahaan perseorangan sebagaimana halnya
bentuk badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan
Komanditer (CV), atau juga Koperasi. Menurut H.M.N. Purwosutjipto,
bentuk perusahaan perseorangan secara resmi tidak ada. Di dalam dunia
bisnis, masyarakattelah mengenal dan menerima bentuk badan usaha
perseorangan yang disebut Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha Dagang
(UD). Misalnya “PD Lautan Mas” dan “PD Jin Lung”. 37 Tidak berarti
kalau ada nama “PD” atau “UD” selalu bermakna bisnis tersebut
dilaksanakan oleh badan usaha perseorangan. Ada juga bisnis yang
dijalankan dengan bentuk persekutuan perdata memakai nama “UD” atau
“PD”.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Perusahaan perorangan ?
2. Meningkatkan keuntungan dalam perusahaan
3. Meningkatkan mutu kinerja perusahaan
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui tentang perusahaan perorangan
2. Bagaimana cara meningkatkan keuntungan dalam perusahaan
3. Bagaimana cara meningkatkan mutu kinerja perusahaan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perusahaan Perorangan
Perusahaan perseorangan adalah badan usaha yang hanya dimiliki
oleh satu orang sebagai pemilik modal, pemimpin, ataupun pengelola.
Biasanya jenis badan usaha ini digunakan bagi perusahaan kecil yang tidak
memerlukan izin secara khusus. 1
Individu dapat membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan
tata cara tertentu. Semua orang bebas berkembang membuat bisnis personal
tanpa ada batasan untuk mendirikannya. Tujuan pendirian perusahaan
perseorangan dikhususkan hanya untuk memperoleh laba. Kekayaan
perusahaan meliputi kekayaan pribadi dari pengusaha tanpa ada pemisahan
sama sekali. 2
Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, jenis usaha perseorangan ini
masih menggunakan teknologi yang masih sederhana, modal cenderung
kecil, jenis produk dan jumlah produksinya terbatas, tenaga kerja/buruh
sedikit.
Meskipun demikian, badan usaha perseorangan ini juga tidak kalah
menghasilkan pendapatan yang menggiurkan jika pemilik perusahaan dapat
menangkap peluang bisnis dengan baik.
Pendirian perusahaan perseorangan hanya dilakukan oleh satu orang
pengusaha dengan modal berupa kekayaan pribadi. Risiko pendirian
perusahaan perseorangan sepenuhnya ditanggung oleh pengusaha tunggal.
Pendirian perusahaan perseorangan digunakan untuk kegiatan usaha kecil.
1
Suharsono; buku Pengantar Hukum Perusahaan oleh Prof. Dr. H. Zainal Aikin; dan buku
Manajemen UMKM oleh Dr. Subagyo, M.M.
2
Aldy, dkk. (2017). Studi Kelayakan Bisnis (PDF). Ponorogo: Unmuh Ponorogo Press.
hlm. 62–63. ISBN 978-602-0815-41-1.
3
Selain itu, jenis perusahaan perseorangan didirikan sebagai langkah
permulaan dalam mengadakan kegiatan usaha. Bentuk dari perusahaan
perseorangan umumnya meliputi toko, rumah makan, atau bengkel. Izin
pendirian perusahaan perseorangan lebih mudah dan memerlukan lebih
sedikit persyaratan dibandingkan dengan jenis perusahaan lain. Umumnya,
pemerintah suatu negara tidak memberikan pengelompokan atas perusahaan
perseorangan. Secara hukum, pendirian perusahaan perseorangan selalu
berkaitan dengan penggunaan kekayaan pribadi sebagai modal. Pendirian
perusahaan perseorangan sesuai untuk pengusaha yang bersedia
menanggung segala risiko atas usaha yang didirikannya tanpa bantuan dari
orang lain. Pemerintah mengizinkan pendirian perusahaan perseorangan
dalam skala kecil sebagai salah satu strategi dalam pembangunan ekonomi
negara. 3
Namun di samping itu, perusahaan perseorangan juga harus
memikul seluruh resiko yang akan muncul dalam kegiatan usahanya. Hal
ini dikarenakan badan usaha perseorangan tidak diatur dalam KUHD (Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang) maupun peraturan perundang-undangan
lainnya.
3
Hanim, L., dan Noorman (2018). UMKM (Usaha Mikro, Kecil, & Menengah) dan
Bentuk-Bentuk Usaha (PDF). Semarang: Unissula Press. hlm. 110–111. ISBN 978-602-
0754-50-5.
4
Badan Usaha Dan Badan Hukum
5
keuangan. Rahasia perusahaan terkait dengan keuangan selalu terjaga.
Sebaliknya, perusahaan perseorangan memiliki kelemahan perihal tanggung
jawab, modal, tenaga kerja dan kelangsungan usaha. Pada perusahaan
perseorangan, tidak ada batasan tanggung jawab. Bila terjadi utang dalam
jumlah besar dari perusahaan, maka seluruh kekayaan pribadi dari pengusaha
menjadi jaminan atas pembayaran utang. Sumber keuangan perusahaan
perseorangan hanya berasal dari pemilik perusahaan dan nilainya sedikit serta
terbatas. Pemilik usaha juga harus melakukan sendiri setiap pekerjaan yang
harus dikerjakan dalam perusahaan. Risiko kebangkrutan juga tinggi
mengingat kondisi individu dari pengusaha menentukan seluruh proses usaha.
Risiko tertinggi ialah kematian atau Kecelakaan lalu lintas yang dapat dialami
oleh pengusaha secara tiba-tiba.4
4
Sari, R., dan Mahmudah Hasanah (2019). Pendidikan Kewirausahaan (PDF). Bantul: K-
Media. hlm. 33–34. ISBN 978-602-451-353-5.
6
Apabila Terjadi Perubahan Daftar Perusahaan Perorangan
Dikutip dari buku Manajemen Pajak oleh Indra Mahardika Putra, ciri-ciri
dari perusahaan perseorangan adalah: 5
5
Indra Mahardika Putra, ciri-ciri dari perusahaan perseorangan
7
8. Pengusaha memiliki sendiri seluruh kekayaan atau aset perusahaan dan
bertanggung jawab sendiri pula atas seluruh utang perusahaan,
sehingga pemisahan modal perusahaan dari kekayaan tidak berarti
dalam hal terjadi kebangkrutan.
6
Santoso, Robert dan Budiman, Cinta (2002) Peningkatan laba dengan retrukturisasi
modal melalui hutang jangka panjang pada perusahaan perorangan Pandowo Jaya.
Skripsi, Universitas Kristen Petra
8
Hasil akhir penelitian berupa usulan bagi perusahaan untuk
melakukan restrukturisasi modal melalui hutang jangka panjang, dengan
tetap memperhatikan pola besar profisi, selisih bunga back to back, besar
pemberian bunga deposito dan besar pemberian kredit.7
Kedua, dengan kondisi yang masih “terlalu dini” dalam bisnis
barunya, order dengan jumlah keuntungan usaha yang kecil tadi bisa ia
jadikan buat pengalaman atau curiculum vitae. Suatu perjalanan dimulai
dengan sebuah langkah, dan mulailah dengan langkah yang kecil.
Keuntungan usaha itu tidak hanya berupa materi, tapi bisa juga non materi
seperti pengalaman, pengetahuan bahkan kepuasan pribadi.
Ketiga, anda harus tahu bahwa salah satu kebiasaan dari smart
konsumen adalah “tidak membeli dalam jumlah besar” di awal pembelian.
Mereka cenderung melakukan pembelian coba-coba. Justru dengan
menolak konsumen yang kecil tadi, ia telah kehilangan “database”
konsumen. Jangan pernah remehkan setiap hasil penjualan anda, walaupun
kecil.
Nah, database pelanggan inilah yang sangat dibutuhkan. Memang
pada awalnya, keuntungan usaha sedikit, seperti contoh kasus diatas. Tapi
setelah itu, kita bisa menggunakan 2 cara untuk meningkatkan keuntungan
usaha. Caranya dengan :
1. Up Sell
Anda menawarkan versi produk atau jasa anda yang lebih.
Contohnya, misalkan anda menjual mesin penetas telur kapasitas
kecil. Anggap keuntungan usahanya hanya 10 ribu rupiah , persis
seperti kasus diatas. Setelah si konsumen tadi membeli mesin anda,
dia pasti merasakan manfaat produk anda kan? Beberapa bulan
kemudian, berikan penawaran menarik kembali dengan versi yang
lebih tinggi.
2. Cross Sell
7
Teks lengkap tidak tersedia dari repositori ini.
9
Anda menawarkan lebih dari yang konsumen cari. Siapa dari anda
yang pernah makan di restoran cepat saji seperti McDonald’s, KFC
atau Texas Chicken? Ketiga usaha waralaba tersebut punya jurus
andalan, yaitu cross sell, menawarkan produk lain setelah
konsumen membeli produk tertentu. Contoh cross sell yaitu,
misalnya anda hanya membeli ayam goreng saja, dengan sigap
pelayannya akan menawari anda “Kentangnya mbak?”. Kemudian
dia menawarkan lagi “Es krimnya nggak sekalian mbak?”
Kemudian anda ditawari lagi “Supnya mbak? Hangat lho…”.
Dan hebatnya, menurut hasil survei pasar dari pak Tung Desem
Waringin, presentase keberhasilan teknik penawaran seperti ini
mencapai 70 hingga 80%. Dan biaya yang harus dikeluarkan,
GRATIS! Lha kalau anda ikut-ikutan menolak hasil penjualan
yang kecil tadi, berapa lagi omset tambahan yang harus anda lepas
karena anda tidak mengambil order yang kecil tadi? Poinnya
adalah, jangan pernah meremehkan konsumen yang membeli
sedikit atau keuntungan usaha yang anda dapat kecil. Yang penting
anda sudah tahu caranya memperbesar pembelian konsumen dari
hasi penjualan anda.
8
aya, Nenet Natasudian. "Manajemen mutu dan produktivitas organisasi." Ganeswara J
10.1 (2016).
10
ataupun jasa. Selain itu produksi juga merupakan Suatu kegiatan
memproses input (faktor produksi) menjadi suatu output.”
“Produktivitas adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan
antara hasil (jumlah barang yang diproduksi) dengan sumber (jumlah
tenaga kerja,modal, tanah, energy, dan sebagainya) yang dipakai untuk
menghasilkan hasil tersebut”
“Produktivitas adalah rasio output dan input suatu proses produksi dalam
periode tertentu. Input terdiri dari manajemen, tenaga kerja, biaya
produksi, dan peralatan serta waktu. Output meliputi produksi, produk
penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Dalam
perspektif normatif, pengertian produktivitas adalah kalau hari ini
karyawan lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari sekarang.”
a) Hal-hal yang mempengaruhi produksi dan produktivitas.
Kualitas produksi yang dihasilkan oleh industri kecil sangat ditentukan
oleh produktivitas tenaga kerjanya. Tingkat produktivitas tenaga kerja
yang cenderung rendah dapat mengakibatkan menurunnya jumlah
produksi. 9
Dalam hal ini berikut akan dibahas beberapa faktor yang
mempengaruhinya, kendala dan hambatan, cara menanganinya dan
cara meningkatkan produksi dan produktivitas suatu perusahaan.
1. Sistem kerja
Dalam peningkatan produksi dan produktivitas perusahaan, peran
manajemen sangat diperlukan, hal ini bagaikan roh dari perusahaan,
tanpanya perusahaan tak dapat berjalan. Di bidang ini, manajemen
memiliki lingkup ruang tersendiri, yaitu manajemen produksi.
Dalam melakukan kegiatan produksi ada berbagai faktor yang harus
dikelola yang sering disebut sebagai faktor – faktor produksi yaitu :
Material atau bahan
Mesin atau peralatan
9
Ukkas, Imran. "Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri
kecil kota palopo." Kelola: Journal of Islamic Education Management 2.2 (2017).
11
Manusia atau karyawan
Modal atau uang
Manajemen yang akan memfungsionalisasikan keempat faktor
yang lain.
Dengan demikian manajemen produksi berkaitan dengan pengelolaan
faktor – faktor produksi sedemikian rupa sehingga keluaran (output)
yang dihasilkan sesuai dengan permintaan konsumen baik kualitas,
harga maupun waktu penyampaiannya. Manajemen produksi (operasi)
bertanggung jawab atas dihasilkannya keluaran (output) baik yang
berupa produk maupun jasa yang sesuai dengan permintaan dan
kebutuhan konsumen dengan kualitas yang baik dan harga yang
terjangkau serta disampaikan tepat pada waktunya.
b) ukuran kinerja suatu sistem operasi
dapat diukur dari :
1. Harga Produksi
Seiring perkembangan ekonomi dan teknologi serta persaingan bisnis
di pasar global, perusahaan bersaing untuk mampu memberikan
produk dan pelayanan yang lebih memuaskan bagi para pelanggan
serta menawarkan harga yang kompetitif. 10
2. Kualitas Produk Jasa.
Kenyataan menunjukan bahwa konsumen tidak hanya memilih
produk/jasa yang harganya murah namun juga produk/jasa yang
berkualitas, oleh sebab itu baik buruknya suatu sistem produksi juga
diukur dari kualitas produk/jasa yang dihasilkan. Ukuran kualitas
produk yang dimaksudkan disini tentunya yang disesuaikan dengan
selera konsumen bukan ukuran kualitas secara teknologi semata.
3. Tingkat Pelayanan
10
Ismail, Riswandhi. "Pengaruh Kualitas Layanan, Kualitas Produk dan Kepuasan
Nasabah Sebagai Prediktor dalam Meningkatkan Loyalitas Nasabah." Jurnal Organisasi
dan Manajemen 10.2 (2014): 179-196.
12
Variabel yang dominan berpengaruh terhadap kualitas produk adalah
kualitas desain, dan terhadap kualitas layanan adalah kompetensi
sosial, sedangkan terhadap kepuasan pelanggan adalah kualitas
layanan.11
c) Proses dan pengolahan sistem kerja
1. Produk
Manajer produksi bertanggung jawab dalam membuat keputusan untuk
mengubah sumber menjadi hasil yang dapat dijual, keputusan tersebut
antara lain :
Keputusan yang berhubungan dengan disain dari system
produksi manufaktur
Keputusan yang berhubungan dengan operasian pengendalian
system dalam jangka panjang/jangka pendek.
11
Permana, Made Virma. "Peningkatan kepuasan pelanggan melalui kualitas produk dan kualitas
layanan." JDM (Jurnal Dinamika Manajemen) 4.2 (2013).
13
1. Proses ekstraktif, yaitu proses produksi yang mengambil bahan-bahan
langsung dari alam.
2. Proses analitik, yaitu proses pemisahan dari suatu bhan menjadi
beberapa barang yang hampi menyerupai bentuk/jenis aslinya.
3. Proses fabrikasi (proses pengubahan), suatu proses yang mengubah
suatu bahan menjadi beberapa bentuk.
4. Proses sintetik, metode pengombinasian beberapa bahan ke dalam
suatu bentuk produk.
4. Jangka Waktu Produksi
Dalam hal ini, proses produksi digolongkan menjadi 2 macam :
Proses terus-menerus (continous process)
Proses terputus-putus (intermittent process
5. Sifat produk
Dalam hal ini, proses produksi dapat dibagi menjadi 2 macam :
a) Produksi standard
Menghasilkan barang untuk persediaan disamping barang yang dikirim
kepada pembeli dan penyalur. Produksi ini memerlukan modal yang
besar antara lain untuk : memelihara persediaan, menyediakan fasilitas
penyimpanan yang memadai; menanggung resiko turunnya harga
pasar, kebakaran, dsb
b) Produksi pesanan
Digunakan apabila pembeli menghendaki spesifikasi dari produk yang
diinginkan, sedangkan kemempuan produksinya terbatas.
c) kegiatan produksi
Gambaran Sekilas
Keputusan yang berkaitan dengan kegiatan dan pengendalian system
produks memnentuka peningkatan efisiensi operasinya, perencanaan,
dan pengawasan kuantitas serta kualitas produknya, dan kemampuan
sistem tersebut.
Perencanaan Produksi
14
Perencanaan produksi berkaitan dengan masalah pokok yang meliputi :
jenis dan jumlah barang yang akan dibuat serta cara pembuatannya.
Erncanaan jenis barang terdiri atas 4 tahap, yaitu :
Penentuan desain awal yang berupa disain spesifikasi dan
syarat-syarat yang harus dipenuhi
Penentuan disain barang yang tepat
Penentuan cara pembuatan yang berupa penentuan urutan
produksi, tempat kerja, dan peralatan yang dipakai
Usaha memodifikasi tahap ketiga yang disesuaikan dengan
layout, tuntutan kualitas, dan peralatan yang tersedia
D. ANALISA MASALAH
12
Chairunisa Lubis, Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang Terkenal Asing
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (Studi
Kasus Pasar Palangkaraya Med-an, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 202
15
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dan
Indikasi Geografis,
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)
dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram atau kombinasi dari
2 (dua) atau lebih unsur tersebut un-tuk membedakan barang dan/atau
jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan barang/jasa”.
“Hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang
terdaftar dalam daftar umum untuk jangka waktu tertentu dengan
menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain
untuk menggunakanya”.
16
2). Apakah pertimbangan hukum hakim dalam memutus kasus
pelanggaran penjiplakan merek kilat yang terdapat dalam putusan nomor
4/Pdt.Sus-HKI/Merek/PN.Niaga.Sby?
B. PEMBAHASAN
1.Penerapan Penghapusan Merek Terdaftar Akibat Penggunaan Jenis
Barang Dan/Atau Jasa Yang Tidak Sesuai Dengan Yang Di Daftarkan
17
Pasal 72 ayat (6) dan (7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa:
6) Penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan atas prakarsa Menteri;
7) Penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Menteri dapat dilakukan
jika:
a) Memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan
Indika-si Geografis.
b) Betentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan,
morali-tas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum; dan
c) Memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya
tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang sudah
merupakan tradisi turun temurun.
(2) Alasan Merek tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku dalam hal adanya:
a) larangan impor.
b) larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang
menggunak-an Merek yang bersangkutan atau keputusan dari
pihak yang berrn’enang yang bersifat sementara; atau
c) larangan serupa lainnya yang ditetap
18
(3) Penghapusan pendafatran merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicatat dan diumumkan dalam berita acara resmi merek.
Pasal 5 C (2) dan (3) Konvensi Paris, mengatur mengenai ketentuan
sebagai berikut:(2) Penggunaan suatu merek dagang dengan pemegang hak
milik yang berbeda dalam elmen-elmen yang tidak merubah karakter
khusus dari merek itu dan dalam mana merek dagang tersebut telah
terdaftar di salah satu negara anggota Persatuan harus tidak menyebabkan
pendafatran merek dagang tersebut menjadi tidak sah dan tidak
mengurangi perlindungan yang telah diberikan terhadap merek.
(4) Penggunaan bersama dari suatu merek yang sama atau barang
dagangan yang hampir sama oleh perusahaan industry atau komersial
tersebut sebagai pemegang hak milik dari merek sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dari undang-undang nasional negara yang memberikan
perlindungan, tidak akan mencegah atau mengurangi perlindungan
yang telah diberikan terhadap merek tersebut di negara yang menjadi
anggota Persatuan, sepanjang bahwa penggunaan tersebut tidak
mengakibatkan penyesatan bagi umum serta tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.Ketentuan tersebut menegaskan bahwa penggunaan
suatu merek dagang oleh pemiliknya dalam suatu elmen yang
berbeda tidak mengubah karakter pemeda dari merek tersebut dalam
bentuk dimana telah terdaftar, maupun penggunaan bersama dari suatu
merek yang sama atau barang dagangan yang hampir sama tidak
mengakibatkan ketidakberlakuan pendaftaran tersebut dan tidak
mengurangi perlindungan yang diberikan kepada merek tersebut.
19
merek dan dapat dibuktikan kebenarannya oleh pihak pemilik merek.
Kondisi pemilik merek yang mendapatkan larangan hukum dapat juga
dijadikan sebagai salah satu alasan dalam penggunaan merek, seperti
larangan impor, dari pihak pemerintah terhadap barang-barang atau
jasa yang dilindungi oleh suatu merek akan diakui sebagai alasan untuk
memberlakukan penghapusan merek.
(2) Ketika pokok persoalan pengawasan dari pemilik merek, penggunaan
merek oleh orang lain akan diakui sebagai penggunaan merek untuk tujuan
mempertahankan pendafatran merek.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penghapusan merek berdasarkan TRIP’s dapat terjadi apabila:
a) Merek terdaftar telah tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut;
b) Pemilik merek mendapatkan larangan hukum dari pemerintah
seperti larangan impor.
Ketentuan dari Konvensi Paris dan TRIP’s tidak mengatur
mengenai penggunaan jenis barang yang dapat juga dijadikan sebagai
salah satu alasan penghapusan merek, sementara dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
pengaturan penggunaan merek yang tidak sesuai bentuk penulisan kata
atau huruf, ketidak sesuaian dalam penggunaan warna yang berbeda,
maupun penggunaan jenis barang dan/atau jasa yang didaftrakan
merupakan alasan penghapusan merek terdaftar dari Daftar Umum
Merek. 13
13
Mia Iriandini, Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek Akibat Merek
Tidak Dipergu-nakan Dalam Kegiatan Perdagangan, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, 2011, hlm. 70
20
2. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutus Kasus
Pelanggaran Penjiplakan Merek Kilat Yang Terdapat Dalam
Putusan Nomor 4/Pdt.Sus-HKI/Merek/
PN.Niaga.Sby
Kasus pemalsuan produk ialah pada putusan Nomor 4/Pdt.Sus-
HKI/Merek/2019/PN.Niaga-Sby. Dimana dalam kasus tersebut
telah terjadi pelanggaran penjiplakan Merek Kilat oleh Tergugat
yakni PT. Kiki Wijaya Plastik yang dengan itikad tidak baik
memproduksi barang yang sebelumnya tidak pernah didaftarkan, yang
dimana barang yang diproduksi oleh PT. Kiki Wijaya Plastik adalah
jenis barang yang sudah didaftarkan HKI nya oleh Penggugat
Hindarto.
3. Dasar Gugatan
Penggugat mengajukan gugatan karena pihak Tergugat I memiliki
itikad tidak baik karena telah meniru produk dari pihak Penggugat
dengan memproduksi tas Plastik (tas dari plastik/ Kresek) yang
meniru Sertifikat Merek milik penggugat dengan Nomor
pendafatran 367904, Tanggal Pengajuan 15 Februari 1996, Etiket
merek “KILAT” dasar merah Kelas barang/Jasa. Dalam kasus ini
sebenarnya pihak Tergugat I hanya memasarkan produknya dengan
jenis barang kantong plastik, namun pada tahun 1996 dengan itikad
buruk dan perbuatan curang telah memasarkan pula Merek Dagang
Cap Kilat & Lukisan dengan jenis barang tas plastik dan tas
kresek yang notabene bukan merupakan jenis/kelas barang yang
dilindungi oleh Merek Dagang Cap Kilat & Lukisan yang didaftarkan
PT. Kiki Wijaya Plastik. Awalnya permasalah ini dapat diselesaikan
dengan melalui jalur damai namun ternyata pihak Tergugat I
dengan melanggar perdamaian (defiance of law) telah memproduksi
tas plastik dan tas kresek dengan warna merah hitam, merah biru, dan
kuning merah, yang dimana produk tersebut adalah jenis produk yang
sudah di daftarkan oleh pihak Penggugat.
21
4. Dasar Pertimbangan Hukum dan Putusan Hakim
Dasar Pertimbangan Hukum adalah pertimbangan yang berisi analisis,
argumentasi, pendapat atau kesimpulan hukum dari Majelis Hakim
yang memeriksa perkara.Terhadap eksepsi Tergugat I tentang eksepsi
gugatan tidak jelas (obscuur libel) dan eksepsi gugatan Penggugat
telah daluarsa, Majelis Hakim berpendapat setelah Majelis Hakim
mempelajari dengan seksama eksepsi-eksepsi Tergugat, ternyata
eksepsi-eksepsi Tergugat I bukanlah menyangkut kewenangan
Pengadilan Niaga untuk memeriksa perkara, baik kewenangan
absolut maupun kewenangan relatif, melainkan sudah memasuki
pokok perkara yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut
di persidangan, maka berdasarkan Pasal 136 HIR eksepsi-eksepsi
Tergugat I tersebut akan dipertimbangkan bersama-sama dengan
pokok perkara, dan oleh karena itu eksepsi-eksepsi Tergugat I yang
demikian haruslah ditolak;
Terhadap eksepsi Tergugat II tentang gugatan obscuur libel dan
gugatan salah obyek sengketa, setelah Majelis Hakim mempelajari
dengan seksama eksepsi-eksepsi Tergugat II, Majelis Hakim
berpendapat ternyata eksepsi-eksepsi Tergugat II juga sudah memasuki
pokok perkara yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut di
persidangan, oleh karena itu eksepsi-eksepsi Tergugat II yang
demikian tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak;
Dalam putusannya hakim mengabulkan gugatanPenggugat untuk
sebagian, Menyatakan Tergugat I yang telah menggunakan /
memakai dan atau memproduksi tas dari plastik (tas kresek) dengan
merek KILAT padahal Tergugat I tidak mempunyai hak untuk itu
maka perbuatan Tergugat I dikategorikan sebagai perbuatan
pelanggaran hak atas merek KILAT milik Penggugat yang
mengandung unsur tidak beritikad baik. Membatalkan Sertifikat Merek
Etiket Merek KILAT terdaftar No. 311840 uraian warna: hitam diatas
putih, Kelas barang/jasa 22, milik Tergugat I. Menghukum
22
Tergugat II untuk tunduk dan mentaati isi putusan. Menghukum
Tergugat I untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini
sebesar Rp. 695.000, - (enam ratus sembilan puluh lima ribu rupiah);14
Menurut hemat penyusun keputusan Majelis hakim tersebut belum
tepat, karena dalam hal ini Majelis hakim tidak mempertimbangkan
beberapa hal. Seharusnya Majelis Hakim dapat mengabulkan seluruh
gugatan dari pihak Penggugat dikarenakan sudah secara jelas dan
nyata, secara sah dan meyakinkan bahwa pihak Tergugat telah
terbukti melanggar ketentuan Pasal 72 ayat (6) dan (7) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, Pihak Tergugat juga menurut penulis telah terbukti
secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan dalam
Pasal 77 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis. Sehingga dalam hal ini seharusnya
Majelis hakim dapat mengabulkan seluruh gugatan dari pihak
Penggugat, karena pihak Tergugat telah terbukti memiliki itikad tidak
baik karena telah memproduksi jenis produk yang tidak pernah di
daftarkan di Dirjen HKI. Sehingga menurut penulis Putusan Majelis
Hakim dengan perkara Nomor
4/Pdt.Sus.HKI/Merek/2019/PN.Niaga.Sby menjadi tidak jelas.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan pada bab-bab
sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penerapan penghapusan merek terdaftar akibat penggunaan jenis
barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan yang didaftrakan
berdasarkan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis. Dalam ketentuan Pasal 72
tersebut telah dijabrakan mengenai penggunaan merek sesuai dengan
14
Mieke Komar dan Ahmad M. Ramli, 1998, Perlindungan Hak Atas Kepemilikan Intlektual Masa
Kini dan Tantangan Menghadapi Era Globalisasi Abad-21, Lembaga Penelitian ITB-Ditjen
HCPM Dep. Kehakiman RI, Sasana Budaya Ganesa
23
yang didaftarkan merupakan konsekuensi dari mereka yang telah
terdaftar di Direktorat Merek, karna Undang-Undang Merek
menghendaki pemilik merek terdaftar bertindak jujur dan beritikad
baik dalam menggunakan mereknya. Penggunaan merek terdaftar yang
tidak sesuai dengan yang didaftarkan akan mengakibatkan hak atas
merek yang bersangkutan dapat dihapuskan. Sesuai dengan penjelasan
Pasal 72 ayat 7 yang dimana penghapusan merek terdaftar dapat
dilakukan jika telah memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam
pasal tersebut.
2. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutus Kasus Pelanggaran
Penjiplakan Merek Kilat Yang Terdapat Dalam Putusan Nomor
4/Pdt.Sus-HKI/Merek/PN.Niaga.Sby. Dalam putusannya majelis
hakim telah menolak ekspesi pihak Tergugat I dan pihak Tergugat II
yang menyatakan gugatan dari pihak Penguggat gugatan dari pihak
Penggugat tidak jelas, ekspesi pihak tergugat sudah dalwarsa, Eksepsi
Obscuur Libel, dan gugatan pihak Penggugat salah obyek sengketa,
yang kesemuanya tersebut bukanlah menyangkut kewenangan
Pengadilan Niaga untuk memeriksa perkara, baik kewenangan absolut
maupun kewenangan relatif, melainkan sudah memasuki pokok
perkara yang masih memerlukan pembuktian lebih lanjut di
persidangan. Namun dalam putusan Majelis Hakim hanya
mengabulkan sebagian dari gugatan pihak Pemohon, yang dimana
seharusnya dalam hal ini Majelis Hakim harus mengabulkan semua
gugatan dari pihak Penggugat karena sudah secara sah dan
meyakinkan pihak Tergugat telah melanggar ketentuan dari Pasal 72
dan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek
dan Indikasi Geografis
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Organisasi bisnis atau badan usaha perseorangan adalah badan usaha
yang banyak digunakan di Indonesia, khususnya pengusaha kecil dan
beberapa pengusaha menengah. Ini adalah bentuk badan usaha yang paling
sederhana.Organisasi perusahaan perseorangan adalah badan usaha
perusahaan yang dimiliki oleh satu orang saja.
Dalam membangun perusahaan perseorangan tidak membutuhkan
izin secara khusus dari pemerintah. kegiatan badan usaha perseorangan pun
tidak diatur dalam KUHP atau Kitab Undang Undang Hukum Perdagangan
ataupun peraturan perundang-undangan lainnya.
B. Saran
Dalam perumusan maupun pembuatan perusahaan perorangan harus
memuat sejumlah syarat-syarat yang berlaku dimana itu akan menjadi
landasan dasar kita sebagai orang yang akan membuat perusahaan
perorangan nantinya. Di dalam pembuatan harus merujuk terhadap undang-
undang yang berlaku sesuai yang ada pada undang-undang perusahaan
terbatas.
25
DAFTAR PUSTAKA
Hanim, L., dan Noorman (2018). UMKM (Usaha Mikro, Kecil, & Menengah) dan
Bentuk-Bentuk Usaha (PDF). Semarang: Unissula Press. hlm. 110–
111. ISBN 978-602-0754-50-5.
Santoso, Robert dan Budiman, Cinta (2002) Peningkatan laba dengan
retrukturisasi modal melalui hutang jangka panjang pada
perusahaan perorangan Pandowo Jaya. Skripsi, Universitas Kristen
Petra
Ukkas, Imran. "Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
industri kecil kota palopo." Kelola: Journal of Islamic Education
Management 2.2 (2017).
Ismail, Riswandhi. "Pengaruh Kualitas Layanan, Kualitas Produk dan Kepuasan
Nasabah Sebagai Prediktor dalam Meningkatkan Loyalitas
Nasabah." Jurnal Organisasi dan Manajemen 10.2 (2014): 179-196.
Permana, Made Virma. "Peningkatan kepuasan pelanggan melalui kualitas
produk dan kualitas layanan." JDM (Jurnal Dinamika Manajemen)
4.2 (2013).
Chairunisa Lubis, Perlindungan Hukum Terhadap Pemalsuan Merek Dagang
Terkenal Asing Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis (Studi Kasus Pasar
Palangkaraya Med-an, Skripsi Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, 202
Mia Iriandini, Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek
Akibat Merek Tidak Dipergu-nakan Dalam Kegiatan
Perdagangan, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, 2011, hlm. 70
26