(Final) MAKALAH LANDASAN KEPENDIDIKAN (Kel.2)
(Final) MAKALAH LANDASAN KEPENDIDIKAN (Kel.2)
Disusun oleh :
KELOMPOK 2
PASCASARJANA
UNIVERSITAS PATTIMURA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah Landasan
Kependidikan tentang Pendidikan dan Nasionalisme (Tantangan Pendidikan Nasional,
Pemahaman Multikultural, Multikulturalisme, dan Pendidikan Toleransi sebagai Wahana
Rekonsiliasi Sosial) dengan baik dan lancar.
Kelompok kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisaan maupun materi, mengingat kemampuan
yang penulis miliki. Untuk itu kelompok kami sangat mengharapkan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan pembuatan tugas ini.
Demikian kata pengantar ini kelompok kami buat, semoga tugas ini bermanfaat bagi
pembaca untuk menambah wawasan.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Di bab ini kita membahas tentang Tantangan Pendidikan Nasional, Pemahaman Multikultural,
Multukulturalisme, serta pendidikan Toleransi sebagai wahana Rekonsiliasi Sosial
Tujuan Negara yang diuraikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (UUD
1945) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkaitan dengan tujuan Negara ini, maka
Negara bertanggung jawab atas setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan memadai (Pasal
31). Dalam proses pendidikan, individu dipersiapkan untuk memiliki sumber daya manusia yang
siap mengabdi bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab dalam
mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan mampu untuk bersaing
menghadapi tantangan global yang semakin besar. Perkembangan zaman dari tahun ke tahun
selalu memunculkan masalah-masalah baru yang menjadi tantangan bagi dunia pendidikan ke
depan, sehingga menuntut pemikiran yang baik untuk mengatasi dan menimalisir setiap
persoalan yang muncul di dalam masyarakat.
Pendidikan mendapat perhatian pemerintah yang cukup besar, karena salah satu indikator
kemajuan suatu bangsa adalah kualitas pendidikan yang baik. Namun masalah pendidikan akan
selalu ada dan dapat tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang menuntut perubahan
secara terus menerus. Masalah tersebut dapat berupa: kualitas pendidikan masih rendah,
kompetensi pendidik yang kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan
Undang Undang pendidikan masih belum baik. Namun kadang-kadang kondisi lapangan tidaklah
semudah diatas kertas, seperti kata Charles Dicknes “ ini adalah masa paling baik dan sekaligus
paling buruk”
Dengan uraian di atas , dapat diperoleh hasil dan pembahasan mengenai masalah dan
tantangan Pendidikan Nasional, serta memberikan solusi dalam menghadapi masalah pendidikan
berdasarkan penelitian dan studi pustaka yang peneliti telah lakukan.
2
sampai SMA, maka peserta didik memiliki bekal dasar untuk dapat mengikuti perkembangan
kemajauan zaman melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia. Dengan
demikian peserta didik tidak menjadi terbelakang (penghambat pembangunan), tetapi menjadi
pionir dalam pendidikan. Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam
upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpatisipasi
dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan
juga upaya pemerataan kualitas pendidikan.
Pemerintah berupaya untuk melakukan pemerataan pendidikan secara terus menerus dari
tahun ke tahun, bahkan munculnya amandemen IV UUD 1945 (pasal 31 ayat 1 dan 2),
menegaskan tentang hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan khususnya
pendidikan dasar, maka sektor pendidikan menjadi tanggungjawab Pemerintah untuk
memperbaiki dan meningkatkan ketersediaan lembaga pendidikan yang berkualitas di berbagai
daerah. Menurut Nurhuda (2022), permasalahan pemerataan terjadi karena koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak terkoordinir dengan baik, dan hal ini terjadi
sampai daerah-daerah terpelosok. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara
pemerintah pusat dengan daerah, kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan
proses pendidikan dan kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak
menjangkau daerah-daerah terpencil.
Upaya Pemerintah untuk meningkatkan tingkat pendidikan peserta didik, dapat dilihat
sejak tahun 1984, dengan pemerataan pendidikan formal Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan
Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun 1994, kemudian saat ini ditambah menjadi 12 tahun,
sedangkan bantuan pemerintah berupa beasiswa, yakni Gerakan Orang Tua Asuh dan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakmerataan pendidikan.
a. Membangun gedung atau ruang belajar untuk siswa di setiap daerah yang memadai dan
nyaman.
3
b. Melakukan kerjasama dengan warga untuk merawat dan menjaga fasilitas sekolah yang
telah diberikan.
Kualitas pendidikan di Indonesia pada tahun 2018-2022 menunjukkan angka berada pada
kategori rendah bila dibandingkan dengan negara lain di dunia. Hasil survey mengenai sistem
pendidikan menengah di dunia yang dikeluarkan oleh PISA (Programme for International
Student Assesment) pada tahun 2019 lalu, Indonesia menempati posisi yang rendah yakni urutan
ke-74 dari 79 negara atau berada di posisi ke-6 terendah. Sedangkan data yang dilaporkan oleh
The World Economic Forum Swedia tahun 2018, Indonesia memiiki daya saing yang rendah,
yaitu menduduki urutan 37 dari 57 negara yang disurvei dunia.
Ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu:
b. Faktor Eksternal, meliputi dimensi ekonomi, sosial, politik, budaya, dan global. Dimensi
global meliputi permasalahan globalisasi yamg muncul seiring dengan perkembangan
teknologi, permasalahan perubahan sosial, perkembangan teknologi.
a. Kurangnya kompetensi para pendidik dalam menggali potensi peserta didik. Para
pendidik kurang memberi perhatian tentang apa yang menjadi kebutuhan utama dari
peserta didik, minat serta bakat peserta didik dalam belajar. Pendidik cenderung
memaksakan gaya atau cara belajar mereka kepada peserta didik, dimana pendidik
seharusnya memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan utama dari peserta didik dan
tidak memaksakan metode belajar yang membuat peserta didik kurang nyaman dalam
belajar. Proses pendidikan yang baik adalah memberikan kesempatan pada anak untuk
lebih aktif, kreatif dan inovatif
b. Masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Keadaaan ini tergambar dari
minimnya sarana belajar, guru masih banyak yang belum sejahtera, rendahnya prestasi
siswa, pendidikan yang tidak merata dan mahalnya biaya pendidikan
4
c. Kurikulum yang cenderung bersifat sentralistik sehingga membuat potret pendidikan
semakin suram. Kurikulum umumnya dibuat pada daerah tertentu yang karakteristik
lokasi dan peserta didik berbeda, sehingga cenderung menjadi kebutuhan pemerintah saja
tanpa memperhatikan kebutuhan pada peserta didik dimasa depan. Meskipun saat ini
Pemerintah telah mulai menerapkan kurikulum merdeka pada beberapa sekolah
penggerak, tetapi hasilnya akan dievaluasi pada tahun 2024.
Kualitas pendidikan tidak boleh hanya berdasarkan nilai hasil ujian karena jika demikian
kualitas pendidikan tersebut bersifat semu. Artinya kualitas pendidikan lebih terletak pada
masalah proses belajar bukan pada hasil akhir ujian. Proses belajar harus ditunjang oleh
komponen pendidikan lainnya yakni tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi, metode
belajar yang sesuai dengan karakteristik belajar siswa, sarana dan prasarana belajar peserta didik.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi Masalah Kualitas Pendidikan:
b. Meningkatkan sarana dan prasarana yang ada wilayah Republik Indonesia. Ketersediaan
sarana internet yang memadai sampai kepelosot daerah terpencil menjadi kebutuhan
mutlak di jaman teknologi dan informasi saat ini.
c. Penerapan kurikulum yang tepat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Di Indonesia
sering sekali terjadi pergantian kurikulum, seiring dengan pergantian pemerintahan. Hal
ini menyebabkan guru dan siswa mengalami kesulitan dalam menyesuaikan setiap
perubahan baru dari kurikulum tersebut. Perkembangan teknologi membuat proses
pendidikan juga harus berubah, seiring dengan perubahan kurikulum, namun sering tidak
disadari bahwa setiap daerah memiliki karakteristik peserta didik serta kebutuhan yang
berbeda pula. Penerapan kurikulum merdeka bagi sekolahsekolah penggerak di tahun ini,
sangat baik karena berbasis proyek dan proses pembelajaran, namun dalam penerapan di
sekolah khusus bagi sekolah yang memiliki keterbatasan dalam penyediaan sarana dan
prasarana akan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.
5
Secara umum sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih kurang efisien. Hal ini
tampak dari masih banyak peserta didik yang belum dapat menikmati pelayanan pendidikan
dengan baik, dengan mahalnya biaya pendidikan di beberapa sekolah unggulan, keterbatasan
sarana dan prasarana pendidikan di daerah terpencil.
d. Pemanfaatan tenaga kerja yang sesuai dengan rasio, seperti rasio guru harus seimbang
dengan rasio peserta didik.
Efisiensi Pendidikan memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan baik, mudah, dan
menyenangkan, untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan
Saat ini gambaran umum yang nampak dari relevansi pendidikan yang ada di Indonesia yaitu:
a. Status lembaga dan kualitas pendidikan sangat berbeda antara lembaga pendidikan
c. Tidak adanya data yang akurat tentang kebutuhan dunia kerja pada masa yang akan
datang dengan output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi Masalah Relevansi Pendidikan
a. Penyediaan pemerataan kesempatan belajar bagi peserta didik, artinya semua warga
negara yang membutuhkan pendidikan, baik yang ada di perkotaan maupun dipedesaan
dapat menikmati fasilitas yang sama dan memadai, sesuai kebutuhan peserta didik.
6
b. Berlangsungnya proses pendidikan yang berkualitas dengan sasaran pencapaian tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan dalam pembukaan UUD1945.
c. Sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan relevan dengan kebutuhan
pasar, sehingga penyerapan tenaga kerja setelah peserta didik menyelesaikan proses
pendidikan menjadi tinggi
Pengaruh langsung dalam sistem pendidikan berupa inovasi dan pembaruan dengan
model dan variasi teknologi yang beraneka ragam. Perkembangan teknologi ini berupaya untuk
mengatasi kekurangan guru dan kekurangan sarana sekolah sehingga efisiensi dan relevansi
pendidikan dapat tercapai secara maksimal. Oleh karena itu perkembangan teknologi memberi
manfaat yang besar dalam proses pendidikan, namun juga memberi tantangan bagi bangsa
Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Secara kuantitatif pendidikan di Indonesia
telah mengalami kemajuan. Indikator ini terlihat dari pencapaiannya kemampuan baca tulis
masyarakat yang mencapai 67,24% (Afifah, 2017). Hal ini disebabkan oleh program pemerataan
pendidikan, terutama melalui Sekolah Dasar Inpres yang dibangun oleh masa Orde Baru. Namun
demikian, kemajuan secara kuantitatif tidak diikuti oleh kemajuan kualitas pendidikan dimana
Indonesia hanya berada pada peringkat ke 55 pada tahun 2020 dan peringkat ke 54 tahun 2021
secara global. Lulusan sekolah tingkat atas atau sekolah menengah kejuruan dan perguruan
tinggi, masih sulit untuk memperoleh pekerjaan di sektor formal karena belum tercukupinya
keahlian mereka.
Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan tidak dikuti dengan penambahan sarana/
prasarana pendidikan memberi tantangan tersendiri dalam pendidikan nasional. Jumlah
penduduk yang besar, disatu sisi menjadi kekuatan bagi sebuah bangsa dalam pembangunan,
namun juga memberi beban pembangunan secara nasional, dimana Negara bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan pendidikan yang layak dan memadai bagi setiap warga negaranya.
Kepadatan jumlah penduduk terdapat di kota-kota besar, sedangkan di daerah-daerah pedalaman
dan terpencil sebaran penduduknya tidak merata. Sebaran inipun menimbulkan kesulitan pada
7
terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. Contohnya Pemerataan pembangunan gedung
Sekolah Dasar di daerah terpencil dalam memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Jika rasio
pembangunan tidak seimbang antara guru dengan siswa tidak seimbang maka efisiensi anggaran
tidak maksimal. Demikian juga dengan kualitas pendidikan, harus didukung dengan sarana dan
prasarana sekolah serta kompetensi dari tenaga pengajar.
Letak geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan tersebar sepanjang
nusantara yang luas, menyebabkan sulitnya beberapa wilayah dijangkau. Bagi wilayah yang
letak georgrafisnya cukup terpencil dari ibu kota, berakibat pada keterbatasan sarana dan
prasarana pendidikan. Letak geografis suatu daerah, mempengaruhi kepadatan sebuah
masyarakat khususnya di daerah terpencil. Faktor kekurangan masyarakat secara ekonomipun
menjadi kendala untuk menggunakan teknologi yang sedang berkembang saat ini. Jadi
permasalahannya adalah bagaimana meningkatkan ekonomi masyarakat dan menyiapkan sarana/
prasarana pendidikan yang murah serta mudah dijangkau bagi masyarakat di daerah terpelosok.
Sehingga sistem pendidikan yang layak dapat dinikmati dan dirasakan masyarakat di daerah
terpelosok sekalipun, dengan demikian pemerataan pembangunan dari segi pendidikan dapat
berlangsung dengan baik.
b. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi
dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat
modern-industrial dan informasi- 2 komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi
peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
8
c. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing
bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran,
penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
d. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang IPTEK, yang
menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
B. Pemahaman Multikultural
Adapun paradigma pendidikan multikultural yang ditawarkan Zamroni (2011) adalah sebagai
berikut:
9
Menurut James A Banks(2002:14), Pendidikan multikultural adalah cara memandang
realistis dan cara berpikir, dan bukan hanya konten tentang beragam kelompok etnis,ras,dan
budaya. Sedangkan menurut Muhaemin el Ma’hady berpendapat bahwa secara sederhana
pendidikan multikultural dapat didefenisikan sevagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan
dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan
dunia secara keseluruhan.
Menurut Yudi Hartono (2003; 420) pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang menghargai perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi
sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan
keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk
dilestarikan. Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus,
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural
(Musa Asy’arie: 2004:15
Ada tiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar (2004:12), antara lain
sebagai berikut:
c. Prinsip globalisasi tidak perlu ditakuti bangsa ini terhadap arah serta nilai- nilai baik
buruk yang dibawanya
Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia upaya pengajaran, pelatihan, proses,
perbuatan dan cara-cara mendidikyang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara
10
humanistik. Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di
Indonesia, yaitu:
Agama secara actual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang
Indonesia sebagai suatu bangsa.hal ini akan dapat menjadi perusak apabila digunakan
sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompokekonomi.
b. Kepercayaan
c. Toleransi
Faktor geografis, faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu
masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki kondisi geografis yang berbeda
maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat (multikultural).
Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama dengan perbedaan letak geografis
suatu daerah.
Pengajaran yang diberikan kepada mereka yang berbeda secara kultural dilakukan dengan
penitikberatan agar dikalangan mereka terjadi perubahan kultural
11
Pendidikan multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial
dan pluralism cultural dengan pemerataan kekuasaan antar kelompok.
Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan
pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global,
termasuk kebudayaan. Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan
kompleks. Maka, upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret.
Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab
atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah
dan melupakan asal budayanya sendiri. Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah,
diharapkan mampu membangun Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat
ini. Karena keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah
kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.
b. Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai
aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup
nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi
muda.
c. Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
d. Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan
bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan
antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa
untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.
e. Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan
Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman budaya
yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi keberanekaragaman
tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi
antar kebudayaan satu sama lain. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara
lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan
keagamaan, ungkapan- ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya
komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan.
13
C. MULTIKULTURALISME
Pengertian Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki,
dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya
dengan kebudayaanya masing-masing yang unik (mahfud 2014;75).
Menurut May (1999) dalam Soemantri 2011, multiculturalism is an approach which replaces
universalism and which introduces ethnicity unnecessarily and unhelpfully into the civic realm
that is, ‘civil society’— multikulturalisme adalah suatu pendekatan yang menggantikan
unversalisme dan yang memperkenalkan etnik yang tidak perlu dan tidak mendukung ke dalam
wilayah perhatian atau kegiatan ‘masyakarat sipil’.
Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab
untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk
diakui (politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang
kehidupan. Multikulturalisme merupakan suatu paham yang menekankan pada kesenjangan
budaya local tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain,
penekanan utama multikulturalisme adalah kesataraan budaya.
14
1. Multikulturalisme isolasionis, yaitu masyarakat yang berbagai kelompok kulturalnya
menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi minimal satu sama lain.
Kelompok ini menerima keragaman, tetapi pada saat yang sama berusaha
mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari Masyarakat lain umumnya.
Contoh :
- Masyarakat yang ada pada system “millet” di Turki Usmani
- Masyarakat Amish di USA
- Masyarakat Baduy di Banten
- Suku Mascho Piro yang hidup di Taman Nasional Manu, Tenggara Peru
- Suku Korowai, mereka yang tinggal di Papua New Guinea dan budaya mereka masih
tetap terisolasi dari peradaban modern.
Contoh :
- Di negara Inggris membantu integrasi para imigran dan kaum minoritas,
menghilangkan berbagai halangan terhadap keikutsertaan mereka dalam kehidupan
bernegara.
- Prancis menerapkan izin waktu bagi para umat Muslim untuk shalat dan beribadah di
saat waktu kerja.
- Banyaknya negara-negara di Eropa sudah menerapkan label “Halal” pada makanan
yang mereka jual, sehingga membantu Masyarakat umat Muslim dalam memilih
makanan.
- Di negara-negara Eropa, pemerintahnya sudah mulai menerapkan kurikulum
Pendidikan Agama Islam ke setiap sekolah yang membutuhkan serta mengizinkan
pendirian sekolah-sekolah Islam.
- Di negara Indonesia yang masyarakatnya mayoritas umat beragama Islam tetapi
dalam membentuk Undang-Undang sesuai atau tidak mengganggu hak dan kewajiban
dari pemeluk agama lain.
15
dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat yang semua kelompoknya bisa
eksis sebagai mitra sejajar.
Contoh :
- Kaum zionis Yahudi yang menolak keberadaan kaum Palestina.
- Negara Belanda melarang Pembangunan Menara-menara masjid.
- Di Swiss pemerintah melarang penggunaan Hijab dan Cadar bagi masyarakatnya.
Contoh :
- Nelson Mandela salah satu tokoh yang menolak politik kulit hitam atau
“APARTHEID” yang membuat orang kulit hitam menjadi warga kelas bawah.
- Gus Dur mantan Presiden Indonesia yang memperjuangkan hak warga kaung
Tionghoa untuk merayakan hari raya Imlek.
- Pendeta Martin Luter King, Jr.,Ph.D menentang diskriminasi terhadap orang-orang
kulit hitam.
- Hj. Rangkayo Rasuna Said yang memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria
dan Wanita.
Contoh :
- Masyarakat yang ada di negara Amerika Serikat, Sebagian besar masyarakatnya yang
terdiri dari berbagai macam suku bangsa sudah mulai meninggalkan budaya ke-
sukuan. Justru timbul budaya multicultural baru yaitu : Haloween, Thanksgiving, dll.
- Di negara Singapura yang mayoritas penduduknya dari pendatang, memunculkan
budaya oriental dalam kehidupan masyarakatnya.
- Di negara Amerika Serikat dan Eropa sudah banyak masyarakatnya dapat tinggal satu
rumah pria dan Wanita walaupun belum terikat status pernikahan yang sah.
(Azra, 2007).
16
Multikulturalisme di Indonesia
Pengertian Toleransi
Secara etimologi toleransi berasal dari kata “tolerance” (dalam Bahasa Inggris) yang berarti
sikap membiarkan, mengakui, dan menghormati keyakinan orang lain. Dalam bahsa Arab
menterjemahkan dengan “tasamuh” yang berartu saling mengizinkan, saling memudahkan.
(Munawar: 13)
Dari pengertian toleransi secara etimologi diatas maka disimpulkan toleransi adalah sikap
salaing mengizinkan dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan.
Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia
atau kepada sesama warga Masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur
hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan
menentukan sikapnya itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan
perdamaian dalam Masyarakat. (Hasyim,1972: 22)
17
W.J.S Porwadarminta menyatakan toleransi adalah sikap atau sifat menenggang berupa
menghargai serta memperbolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun
yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri. (Porwadaminta,1986 : 1084)
Dewan Ensiklopedia Indonesia Toleransi dalam aspek social, politik merupakan suatu sikap
membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda.
Pendidikan Toleransi
Pendidikan dimulai di keluarga atas (infant) yang belum mandiri, kemudian diperluas di
lingkungan tetangga atau komunitas sekitar (milieu), lembaga prasekolah, persekolahan formal
dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar
(lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara
mikro dan menjadi pengganti orang tua (Sukardjo dan Komarudin, 2013:9).
Pendidikan pada sesi berikutnya mengemuka sebagai gejala perilaku dan upaya manusia
untuk memenuhi kebutuhan dasar primer bertahan hidup hidup (survival), bagian kegiatan untuk
meningkatkan kehidupan agar lebih bermakna atau bernilai. Gejala pendidikan timbul ketika
sekumpulan individu ingin memenuhi kebutuhan makna (meaning) yang lebih tinggi atau abstrak
seperti pengetahuan, nilai keadilan, kemakmuran, dan keterampilan agar terbebas dari kondisi
kekurangan seperti kemiskinan, penyakit, atau kurangnya kemampuan berinteraksi dengan alam
sekitar (Sukardjo dan Komarudin, 2013:9).
Toleransi adalah suatu sikap yang tidak menyimpang dari aturan seseorang untuk bisa
menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan dengan tidak adanya
diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat. Sikap toleransi dapat dikembangkan karena manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain sehingga kerukunan hidup dapat
diciptakan. Dalam masyarakat berdasarkan Pancasila terutama Sila Pertama, bertaqwa kepada
Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama
menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama wajib saling menghargai.
Dengan demikian, peran dan fungsi pendidikan toleransi adalah mengarahkan atau
mendorong peserta didik memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri,
megembangkan toleransi dan mau menerima orang lain. Selain itu, berupaya menciptakan arena
18
belajar dalam satu kelompok budaya tidak hanya di lingkup sekolah tetapi juga di rumah dan
lingkungan sosial. Sehingga tercapailah tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis.
Sebagai suatu representasi dari ruang sosial, rekonsiliasi tidak hanya mempertemukan pihak
yang saling benci, namun ia juga menurut Lederach (1999 : 29) adalah suatu tempat yang
didalamnya kebenaran (truth), sifat welas asih manusia (mercy), keadilan (justice), dan damai
(peace) dapat bertemu dan bersatu secara bersama. Lebih lanjut menurutnya, sebuah rekonsiliasi
yang sejati setidaknya akan tercapai jika mengandung syarat-syarat akan :
1. Kebenaran yang didalamnya terdapat pengakuan, transparansi, pengungkapan, dan
klarifikasi atas suatu kebenaran
2. Adanya sifat welas asih yang mana didalamnya terdapat penerimaan, pengampunan,
dukungan, keharusan, dan penyembuhan
3. Perdamaian dimana didalamnya terdapat unsur harmoni, kesatuan, kesejahteraan,
keamanan, dan penghargaan, dan yang terakhir adalah adanya syarat
4. Keadilan yang mana didalamnya terdapat unsur kesetaraan, pemulihan hubungan atas
dasar hak-hak yang dimiliki seseorang, memulihkan segala sesuatunya sesuai dengan
hak-hak dan kewajibannya, dan adanya restitusi atau pengembalian hak-hak masing-
masing individu.
19
2. Rekonsiliasi sebagai sebuah locus
Sebagai sebuah locus, kita dapat menyebut rekonsiliasi sebagai suatu gejala sosial, yang
mana ia merepresentasikan suatu ruang, ruang atau tempat atas bertemunya pihak-pihak
yang berkonflik. Rekonsiliasi haruslah dapat proaktif dalam menciptakan peluangpeluang
yang kreatif dan inovatif, dimana para pihak yang berkonflik dapat memfokuskan
bagaimana membangun hubungan relasional mereka agar dapat lebih baik dan
berkesinambungan. Dan tentunya bagaimana dapat membagi pandangan, perasaan dan
pengalaman antar mereka, dengan tujuan menciptakan suatu pemikiran baru atas
interpretasi hubungan mereka dulu yang penuh dengan kekerasan dan sisi negatif menjadi
hubungan yang lebih konstruktif (Lederach, 1999).
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tantangan Pendidikan di Indonesia meliputi masalah pemerataan Pendidikan, masalah
kualitas Pendidikan, masalah efisiensi Pendidikan, masalah relevansi Pendidikan, dan
tantangan Pendidikan nasional berupa perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), laju pertumbuhan penduduk, dan letak geografis wilayah Indonesia.
Multikultural adalah berbagai macam status social budaya meliputi latar belakang suku,
agama, ras, tempat dll. Indonesia merupakan negara multikultural yang artinya memiliki
beranekaragam suku, budaya dan agama.
Multikulturalisme adalah ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai
kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat
modern. Dengan menerapkan multikulturalisme dalam Pendidikan maka dapat membantu
anak didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikap secara memadai terhadap
lingkungan masyarakat yang beraneka ragam budaya.
Pendidikan toleransi sebagai wadah rekonsiliasi sosial adalah mengarahkan atau
mendorong peserta didik memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri,
megembangkan toleransi dan mau menerima orang lain. Selain itu, berupaya
menciptakan arena belajar dalam satu kelompok budaya tidak hanya di lingkup sekolah
tetapi juga di rumah dan lingkungan sosial. Sehingga tercapailah tujuan sebagai manusia
Indonesia yang demokratis.
21
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, 2007. Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia
B.S. Mardiatmadja. 1984. Tantangan Dunia Pendidikan. (penerbit tidak diketahui).
Dede Rosyada, Pendidikan Multikultural Di Indonesia Sebuah Pandangan Konsepsional Fakultas
Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Eri Purwanti, Muhtarom, Muhammad Idris.PENDIDIKAN TOLERANSI DALAM
MASYARAKAT MULTIKULTURALISME
H.A.R Tilaar. 2003. Kekuatan dan Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Hasyim, U (1972). Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju
Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya : PT Bina Ilmu.
James A Banks, (2nd Edition, 2007). Educating Citizens in a Multicultural Society. New York:
Teachers College Press.
KA UIN Syarif Hidayatullah. 2003. Mengagas Pendidikan Multikultural , Vol. I No:2 Majalah:
Tsaqafah
Lederach, John Paul. 1999. Building Peace : Sustainable Reconciliation in Divided Societies.
Vatican City.
Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Munawaar,P.D Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta : Ciputat Press
Parekh, Bhikhu . Rethinking Multiculturalisme: Cultural Diversity and Political Theory.
Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si.MULTIKULTURALISME DAN PENDIDIKAN
Porwadarminta,W. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Soemantri, Hermana. 2011. Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6
Sukardjo dan Komarudin, Ukim. 2013. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta :
Rajawali Pers.
https://prezi.com/xne4blejfmuo/tantangan-dunia-pendidikan-di-eraglobalisasi/(diakses pada
22
kamis, 14 September 2023 pukul 10.25 WIT)
http://armangeofrey.blogspot.com/2013/01/tantangan-pendidikan-di-eraglobalisasi.html (diakses
pada Kamis 14 September 2023 pukul 11.06 WIT)
23