Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH LANDASAN KEPENDIDIKAN

PENDIDIKAN DAN NASIONALISME

(Tantangan Pendidikan Nasional, Pemahaman Multikultural, Multikulturalisme, dan


Pendidikan Toleransi sebagai Wahana Rekonsiliasi Sosial)

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Landasan Kependidikan

Dosen Pengampu : Prof. Dr. R. Kempa, M.Pd

Disusun oleh :

KELOMPOK 2

SARI MAREIS PARERA (1369723004)

FEBRI RAHMADANI ARDILA (1369723009)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

PASCASARJANA

UNIVERSITAS PATTIMURA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan Makalah Landasan
Kependidikan tentang Pendidikan dan Nasionalisme (Tantangan Pendidikan Nasional,
Pemahaman Multikultural, Multikulturalisme, dan Pendidikan Toleransi sebagai Wahana
Rekonsiliasi Sosial) dengan baik dan lancar.

Kelompok kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisaan maupun materi, mengingat kemampuan
yang penulis miliki. Untuk itu kelompok kami sangat mengharapkan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan pembuatan tugas ini.
Demikian kata pengantar ini kelompok kami buat, semoga tugas ini bermanfaat bagi
pembaca untuk menambah wawasan.

Ambon, 18 September 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ………………………………………………………………… i


KATA PENGANTAR ………………………………….…………………………….. ii
DAFTAR ISI …………………………………………...…………………………….. iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………...…………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………….. 2
A. Tantangan Pendidikan 2
Nasional……………………………………………………….
B. Pemahaman Multikultural 9
……………………………………………………………
C. Multikulturalisme …………………………...…………….………………..... 14
D. Pendidikan Toleransi sebagai Wahana Rekonsiliasi 17
Sosial…………………………
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….. 21
A. Kesimpulan ……………………………………………. 21
……………………………...
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………… 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan.


Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan
zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualitas SDM bangsa
Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di
Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal.
Hal ini disebabkan karena perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim.
Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa
masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan UU
pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin
terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan
baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Pendidikan adalah tonggak kemajuan bangsa. Menjadi bangsa yang maju tentu
merupakan cita-cita yang ingin di capai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia
umum bahwa maju tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan
merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas. Indonesia adalah salah
satu Negara berkembang di dunia yang masih mempunyai masalah besar dalam dunia
pendidikan. Kita mempunyai tujuan bernegara ”mencerdaskan kehidupan bangsa” yang
seharusnya jadi sumbu perkembangan pembangunan kesejahteraan dan kebudayaan bangsa.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Rendahnya
mutu pendidikan menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan
keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

1
BAB II

PEMBAHASAN

PENDIDIKAN DAN NASIONALISME

Di bab ini kita membahas tentang Tantangan Pendidikan Nasional, Pemahaman Multikultural,
Multukulturalisme, serta pendidikan Toleransi sebagai wahana Rekonsiliasi Sosial

A. Tantangan Pendidikan Nasional

Tujuan Negara yang diuraikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (UUD
1945) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkaitan dengan tujuan Negara ini, maka
Negara bertanggung jawab atas setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan memadai (Pasal
31). Dalam proses pendidikan, individu dipersiapkan untuk memiliki sumber daya manusia yang
siap mengabdi bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab dalam
mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan mampu untuk bersaing
menghadapi tantangan global yang semakin besar. Perkembangan zaman dari tahun ke tahun
selalu memunculkan masalah-masalah baru yang menjadi tantangan bagi dunia pendidikan ke
depan, sehingga menuntut pemikiran yang baik untuk mengatasi dan menimalisir setiap
persoalan yang muncul di dalam masyarakat.

Pendidikan mendapat perhatian pemerintah yang cukup besar, karena salah satu indikator
kemajuan suatu bangsa adalah kualitas pendidikan yang baik. Namun masalah pendidikan akan
selalu ada dan dapat tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang menuntut perubahan
secara terus menerus. Masalah tersebut dapat berupa: kualitas pendidikan masih rendah,
kompetensi pendidik yang kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan
Undang Undang pendidikan masih belum baik. Namun kadang-kadang kondisi lapangan tidaklah
semudah diatas kertas, seperti kata Charles Dicknes “ ini adalah masa paling baik dan sekaligus
paling buruk”

Dengan uraian di atas , dapat diperoleh hasil dan pembahasan mengenai masalah dan
tantangan Pendidikan Nasional, serta memberikan solusi dalam menghadapi masalah pendidikan
berdasarkan penelitian dan studi pustaka yang peneliti telah lakukan.

1. Masalah Pemerataan Pendidikan

Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat


menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh peserta didik untuk memperoleh
pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi sarana bagi pembangunan sumber daya manusia
dalam menunjang pembangunan nasional. Masalah pemerataan memperoleh pendidikan
dipandang penting sebab jika peserta didik memperoleh kesempatan belajar pada tingkat SD

2
sampai SMA, maka peserta didik memiliki bekal dasar untuk dapat mengikuti perkembangan
kemajauan zaman melalui berbagai media massa dan sumber belajar yang tersedia. Dengan
demikian peserta didik tidak menjadi terbelakang (penghambat pembangunan), tetapi menjadi
pionir dalam pendidikan. Oleh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam
upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpatisipasi
dalam pembangunan, maka setelah upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan
juga upaya pemerataan kualitas pendidikan.

Pemerintah berupaya untuk melakukan pemerataan pendidikan secara terus menerus dari
tahun ke tahun, bahkan munculnya amandemen IV UUD 1945 (pasal 31 ayat 1 dan 2),
menegaskan tentang hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan khususnya
pendidikan dasar, maka sektor pendidikan menjadi tanggungjawab Pemerintah untuk
memperbaiki dan meningkatkan ketersediaan lembaga pendidikan yang berkualitas di berbagai
daerah. Menurut Nurhuda (2022), permasalahan pemerataan terjadi karena koordinasi antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak terkoordinir dengan baik, dan hal ini terjadi
sampai daerah-daerah terpelosok. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara
pemerintah pusat dengan daerah, kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan
proses pendidikan dan kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak
menjangkau daerah-daerah terpencil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pemerataan pendidikan

a. Pembangunan lembaga pendidikan masih lebih banyak diarahkan ke wilayah perkotaan

b. Kondisi perekonomian masyarakat di pedesaan yang rendah, sehingga kurangnya


dukungan/ partisipasi masyarakat dalam mengambil bagian dalam pembangunan lembaga
pendidikan

c. Sarana dan prasarana di pedesaan yang sangat terbatas

d. Akses teknologi yang sangat kurang di daerah pedesaan dibandingkan perkotaan.

Upaya Pemerintah untuk meningkatkan tingkat pendidikan peserta didik, dapat dilihat
sejak tahun 1984, dengan pemerataan pendidikan formal Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan
Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun 1994, kemudian saat ini ditambah menjadi 12 tahun,
sedangkan bantuan pemerintah berupa beasiswa, yakni Gerakan Orang Tua Asuh dan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakmerataan pendidikan.

a. Membangun gedung atau ruang belajar untuk siswa di setiap daerah yang memadai dan
nyaman.

3
b. Melakukan kerjasama dengan warga untuk merawat dan menjaga fasilitas sekolah yang
telah diberikan.

c. Mengirimkan guru-guru professional ke berbagai daerah yang terpencil

d. Program edukasi pendidikan dengan cara langsung mandatangi masyarakat

e. Lebih mendekatkan sarana pendidikan di tengah-tengah masyarakat.

2. Masalah Kualitas Pendidikan

Kualitas pendidikan di Indonesia pada tahun 2018-2022 menunjukkan angka berada pada
kategori rendah bila dibandingkan dengan negara lain di dunia. Hasil survey mengenai sistem
pendidikan menengah di dunia yang dikeluarkan oleh PISA (Programme for International
Student Assesment) pada tahun 2019 lalu, Indonesia menempati posisi yang rendah yakni urutan
ke-74 dari 79 negara atau berada di posisi ke-6 terendah. Sedangkan data yang dilaporkan oleh
The World Economic Forum Swedia tahun 2018, Indonesia memiiki daya saing yang rendah,
yaitu menduduki urutan 37 dari 57 negara yang disurvei dunia.

Ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu:

a. Faktor Internal, meliputi jajaran dunia pendidikan seperti Departemen Pendidikan


Nasional, Kebijakan Dinas Pendidikan Daerah dan Sekolah. Dalam klonteks ini pengaruh
dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (pemerintah) sangatlah dibutuhkan agar
pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.

b. Faktor Eksternal, meliputi dimensi ekonomi, sosial, politik, budaya, dan global. Dimensi
global meliputi permasalahan globalisasi yamg muncul seiring dengan perkembangan
teknologi, permasalahan perubahan sosial, perkembangan teknologi.

Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan yang ada di Indonesia:

a. Kurangnya kompetensi para pendidik dalam menggali potensi peserta didik. Para
pendidik kurang memberi perhatian tentang apa yang menjadi kebutuhan utama dari
peserta didik, minat serta bakat peserta didik dalam belajar. Pendidik cenderung
memaksakan gaya atau cara belajar mereka kepada peserta didik, dimana pendidik
seharusnya memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan utama dari peserta didik dan
tidak memaksakan metode belajar yang membuat peserta didik kurang nyaman dalam
belajar. Proses pendidikan yang baik adalah memberikan kesempatan pada anak untuk
lebih aktif, kreatif dan inovatif

b. Masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Keadaaan ini tergambar dari
minimnya sarana belajar, guru masih banyak yang belum sejahtera, rendahnya prestasi
siswa, pendidikan yang tidak merata dan mahalnya biaya pendidikan

4
c. Kurikulum yang cenderung bersifat sentralistik sehingga membuat potret pendidikan
semakin suram. Kurikulum umumnya dibuat pada daerah tertentu yang karakteristik
lokasi dan peserta didik berbeda, sehingga cenderung menjadi kebutuhan pemerintah saja
tanpa memperhatikan kebutuhan pada peserta didik dimasa depan. Meskipun saat ini
Pemerintah telah mulai menerapkan kurikulum merdeka pada beberapa sekolah
penggerak, tetapi hasilnya akan dievaluasi pada tahun 2024.

Kualitas pendidikan tidak boleh hanya berdasarkan nilai hasil ujian karena jika demikian
kualitas pendidikan tersebut bersifat semu. Artinya kualitas pendidikan lebih terletak pada
masalah proses belajar bukan pada hasil akhir ujian. Proses belajar harus ditunjang oleh
komponen pendidikan lainnya yakni tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi, metode
belajar yang sesuai dengan karakteristik belajar siswa, sarana dan prasarana belajar peserta didik.

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi Masalah Kualitas Pendidikan:

a. meningkatkan kualitas guru yang memiliki 4 kompetensi dasar yaitu kompetensi


kepribadian, kompetensi pedagogic, kompetensi professional dan kompetensi social
(Undang Undang no 14 tahun 2005).

b. Meningkatkan sarana dan prasarana yang ada wilayah Republik Indonesia. Ketersediaan
sarana internet yang memadai sampai kepelosot daerah terpencil menjadi kebutuhan
mutlak di jaman teknologi dan informasi saat ini.

c. Penerapan kurikulum yang tepat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Di Indonesia
sering sekali terjadi pergantian kurikulum, seiring dengan pergantian pemerintahan. Hal
ini menyebabkan guru dan siswa mengalami kesulitan dalam menyesuaikan setiap
perubahan baru dari kurikulum tersebut. Perkembangan teknologi membuat proses
pendidikan juga harus berubah, seiring dengan perubahan kurikulum, namun sering tidak
disadari bahwa setiap daerah memiliki karakteristik peserta didik serta kebutuhan yang
berbeda pula. Penerapan kurikulum merdeka bagi sekolahsekolah penggerak di tahun ini,
sangat baik karena berbasis proyek dan proses pembelajaran, namun dalam penerapan di
sekolah khusus bagi sekolah yang memiliki keterbatasan dalam penyediaan sarana dan
prasarana akan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.

3. Masalah efisiensi pendidikan

Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan


mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Artinya efisiensi
pendidikan menggunakan biaya dan tenaga yang lebih kecil untuk memperoleh hasil pendidikan
yang lebih besar. Jadi, sistem pendidikan yang efisien menggunakan tenaga dan dana kecil, dapat
menghasilkan sejumlah besar kualitas pendidikan, sehingga keterhubungan antara pengelolaan
pendidikan harus tampak diantara semua unsur pengelola, baik sekolah, lingkungan masyarakat,
orang tua, siswa dan kebutuhan lapangan kerja pada masa yang akan datang.

5
Secara umum sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih kurang efisien. Hal ini
tampak dari masih banyak peserta didik yang belum dapat menikmati pelayanan pendidikan
dengan baik, dengan mahalnya biaya pendidikan di beberapa sekolah unggulan, keterbatasan
sarana dan prasarana pendidikan di daerah terpencil.

Adapun masalah efisiensi pendidikan yang perlu mendapat perhatian yaitu:

a. Penggunaan tenaga kependidikan yang sesuai dengan fungsinya

b. Ketersediaan sarana dan prasarana dan pendidikan yang digunakan

c. Proses pennyelenggaraaan pendidikan yang baik, dengan kurikulum yang disesuaikan


dengan karakteristik peserta didik

d. Pemanfaatan tenaga kerja yang sesuai dengan rasio, seperti rasio guru harus seimbang
dengan rasio peserta didik.

Efisiensi Pendidikan memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan baik, mudah, dan
menyenangkan, untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan

4. Masalah Relevansi Pendidikan

Timbulnya masalah relevensi pendidikan disebabkan oleh ketidaksesuaian sistem


pendidikan dengan arah pembangunan nasional baik dalam jangka pendek, jangka menengah
maupun dalam jangka panjang. Pendidikan merupakan faktor penunjang bagi pembangunan
ketahanan nasional, olehnya itu perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan
pendidikan dengan pembangunan nasional tersebut. Contohnya lembaga pendidikan harus
merencanakan program berdasarkan kebutuhan nyata dalam gerak pembangunan nasional,
dengan memperhatikan ciri-ciri ketenagaan yang diperlukan sesuai dengan keadaan lingkungan,
kondisi peserta didik dan kebutuhan daerah tersebut pada masa yang akan datang.

Saat ini gambaran umum yang nampak dari relevansi pendidikan yang ada di Indonesia yaitu:

a. Status lembaga dan kualitas pendidikan sangat berbeda antara lembaga pendidikan

b. Output dari sistem pendidikan tidak siap pakai

c. Tidak adanya data yang akurat tentang kebutuhan dunia kerja pada masa yang akan
datang dengan output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan.

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi Masalah Relevansi Pendidikan

a. Penyediaan pemerataan kesempatan belajar bagi peserta didik, artinya semua warga
negara yang membutuhkan pendidikan, baik yang ada di perkotaan maupun dipedesaan
dapat menikmati fasilitas yang sama dan memadai, sesuai kebutuhan peserta didik.

6
b. Berlangsungnya proses pendidikan yang berkualitas dengan sasaran pencapaian tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan dalam pembukaan UUD1945.

c. Sumber daya manusia yang dihasilkan dari proses pendidikan relevan dengan kebutuhan
pasar, sehingga penyerapan tenaga kerja setelah peserta didik menyelesaikan proses
pendidikan menjadi tinggi

5. Tantangan Pendidikan Nasional

 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Pendidikan yang berkualitas di suatu negara akan menghasilkan perkembangan IPTEK


yang cepat dari negara tersebut, sehingga proses pendidikan yang baik menjadi kunci
keberhasilan sebuah negara, sehingga menjadi negara yang maju dibandingkan negara lainnya.
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dan perkembangan IPTEK, dimana ilmu
pengetahuan merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta
yang diperoleh secara sistematis, sedangkan teknologi merupakan hasil terapan dari ilmu
pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Pengaruh langsung dalam sistem pendidikan berupa inovasi dan pembaruan dengan
model dan variasi teknologi yang beraneka ragam. Perkembangan teknologi ini berupaya untuk
mengatasi kekurangan guru dan kekurangan sarana sekolah sehingga efisiensi dan relevansi
pendidikan dapat tercapai secara maksimal. Oleh karena itu perkembangan teknologi memberi
manfaat yang besar dalam proses pendidikan, namun juga memberi tantangan bagi bangsa
Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Secara kuantitatif pendidikan di Indonesia
telah mengalami kemajuan. Indikator ini terlihat dari pencapaiannya kemampuan baca tulis
masyarakat yang mencapai 67,24% (Afifah, 2017). Hal ini disebabkan oleh program pemerataan
pendidikan, terutama melalui Sekolah Dasar Inpres yang dibangun oleh masa Orde Baru. Namun
demikian, kemajuan secara kuantitatif tidak diikuti oleh kemajuan kualitas pendidikan dimana
Indonesia hanya berada pada peringkat ke 55 pada tahun 2020 dan peringkat ke 54 tahun 2021
secara global. Lulusan sekolah tingkat atas atau sekolah menengah kejuruan dan perguruan
tinggi, masih sulit untuk memperoleh pekerjaan di sektor formal karena belum tercukupinya
keahlian mereka.

 Laju Pertumbuhan Penduduk

Pertambahan jumlah penduduk yang cepat dan tidak dikuti dengan penambahan sarana/
prasarana pendidikan memberi tantangan tersendiri dalam pendidikan nasional. Jumlah
penduduk yang besar, disatu sisi menjadi kekuatan bagi sebuah bangsa dalam pembangunan,
namun juga memberi beban pembangunan secara nasional, dimana Negara bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan pendidikan yang layak dan memadai bagi setiap warga negaranya.
Kepadatan jumlah penduduk terdapat di kota-kota besar, sedangkan di daerah-daerah pedalaman
dan terpencil sebaran penduduknya tidak merata. Sebaran inipun menimbulkan kesulitan pada

7
terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan. Contohnya Pemerataan pembangunan gedung
Sekolah Dasar di daerah terpencil dalam memenuhi kebutuhan akan pendidikan. Jika rasio
pembangunan tidak seimbang antara guru dengan siswa tidak seimbang maka efisiensi anggaran
tidak maksimal. Demikian juga dengan kualitas pendidikan, harus didukung dengan sarana dan
prasarana sekolah serta kompetensi dari tenaga pengajar.

 Letak Geografis Wilayah Indonesia

Letak geografis wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan tersebar sepanjang
nusantara yang luas, menyebabkan sulitnya beberapa wilayah dijangkau. Bagi wilayah yang
letak georgrafisnya cukup terpencil dari ibu kota, berakibat pada keterbatasan sarana dan
prasarana pendidikan. Letak geografis suatu daerah, mempengaruhi kepadatan sebuah
masyarakat khususnya di daerah terpencil. Faktor kekurangan masyarakat secara ekonomipun
menjadi kendala untuk menggunakan teknologi yang sedang berkembang saat ini. Jadi
permasalahannya adalah bagaimana meningkatkan ekonomi masyarakat dan menyiapkan sarana/
prasarana pendidikan yang murah serta mudah dijangkau bagi masyarakat di daerah terpelosok.
Sehingga sistem pendidikan yang layak dapat dinikmati dan dirasakan masyarakat di daerah
terpelosok sekalipun, dengan demikian pemerataan pembangunan dari segi pendidikan dapat
berlangsung dengan baik.

Demikian halnya dengan kebudayaan, pada masyarakat Indonesia secara umum,


sebenarnya tidak ada kebiasaan atau kebudayaan yang secara penuh bersifat statis dan tidak
mengalami perubahan. Semua kebudayaan yang ada mengalami perkembangan dan perubahan.
Perubahan kebudayaan dapat terjadi karena berbagai faktor baik secara internal maupun
eksternal seperti hal baru dari luar maupun dari dalam lingkungan masyarakat sendiri.
Kebudayaan baru itu dapat bersifat material contohnya penemuan peralatan-peralatan pertanian
yang lebih modern, alat rumah tangga, sarana transportasi, teknologi dan sistem komunikasi.
Kebudayaan yang bersifat non material dapat berupa paham atau konsep baru tentang hakikat
keluarga berencana, kebiasaan menabung, disiplin terhadap waktu, perubahan cara berpikir dan
mengambil tindakan dan lain-lain.

Khaerudin Kurniawan (1999), mendeskripsikan berbagai tantangan pendidikan dalam


menghadapi arus globalisasi, antara lain:

a. Tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan


produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya
untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing
development).

b. Tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi
dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat
modern-industrial dan informasi- 2 komunikasi, serta bagaimana implikasinya bagi
peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.

8
c. Tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing
bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran,
penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

d. Tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang IPTEK, yang
menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.

B. Pemahaman Multikultural

Istilah multicultural akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di berbagai kalangan


berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di negara ini. Multikultural yang dimiliki Indonesia
dianggap faktor utama terjadinya konflik. Konflik berbau sara yaitu suku, agama, ras, dan
antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua, Kupang, Maluku dan berbagai daerah
lainnya adalah realitas yang dapat mengancam integrasi bangsa di satu sisi dan membutuhkan
solusi konkret dalam penyelesaiannya di sisi lain. Multikultural adalah berbagai macam status
social budaya meliputi latar belakang suku, agama, ras, tempat dll. Menurut Komarudin Hidayat
(2004) menyatakan bahwa istilah Multikultural tidak hanya merujuk pada kenyataan sosial
antropologis adanya pluralitas kelompok etnis,bahasa,dan agama yang berkembang di Indonesia
tetapi juga mengasumsikan sebuah sikap demokratis dan egaliter umtuk bis menerima
keragaman budaya.

Membangun suatu masyarakat demokrasi yang multikultural tentunya meminta sistem


pendidikan nasional yang dapat membangun masyarakat yang demikian. Artinya sistem
pendidikan nasional harus mengacu dan menerapkan proses untuk mewujudkan tujuan tersebut.

Adapun paradigma pendidikan multikultural yang ditawarkan Zamroni (2011) adalah sebagai
berikut:

a. Pendidikan Multikultural adalah jantung untuk menciptakan kesetaraan pendidikan bagi


seluruh warga masyarkat.

b. Pendidikan multikultural bukan sekedar perubahan kurikulum atau perubahan metode


pembelajaran.

c. Pendidikan multikultural mentransformasi kesadaran yang memberikan arah kemana


transformasi praktik pendidikan harus menuju.

d. Pengalaman menunjukan bahwa upaya mempersempit kesenjangan pendidikan salah arah


yang justru menciptakan ketimpangan semakin membesar.

e. Pendidikan multikultural bertujuan untuk berbuat sesuatu, yaitu membangun jembatan


yaitu antara kurikulum dan karakter guru,pedagogi,iklim kelas dan kultur sekolah guna
membangun visi sekolah yang menjungjung kesejahteraan.

9
Menurut James A Banks(2002:14), Pendidikan multikultural adalah cara memandang
realistis dan cara berpikir, dan bukan hanya konten tentang beragam kelompok etnis,ras,dan
budaya. Sedangkan menurut Muhaemin el Ma’hady berpendapat bahwa secara sederhana
pendidikan multikultural dapat didefenisikan sevagai pendidikan tentang keragaman kebudayaan
dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu bahkan
dunia secara keseluruhan.

Menurut Yudi Hartono (2003; 420) pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah
pendidikan yang menghargai perbedaan. Sehingga nantinya perbedaan tersebut tidak menjadi
sumber konflik dan perpecahan. Sikap saling toleransi inilah yang nantinya akan menjadikan
keberagaman yang dinamis, kekayaan budaya yang menjadi jati diri bangsa yang patut untuk
dilestarikan. Pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus,
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural
(Musa Asy’arie: 2004:15

Pada dasarnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan.


Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan, baik pada tingkat diskriptif dan normatif yang
menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat
multikultural. Lebih jauh juga mencakup tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan
dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat. Pendidikan multikultural juga untuk
membantu semua siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan kerampilan yang diperoleh dalam
menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokratik-pluralistik, serta
diperlukan untuk berinteraksi, negoisasi dan komunikasi dengan warga kelompok lain agar
tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.

 Prinsip-Prinsip Pendidikan Multikultural

Ada tiga prinsip pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh Tilaar (2004:12), antara lain
sebagai berikut:

a. Pendidikan multikultural didasar pada pedagogik kesetaraan manusia (equity pedagogy).

b. Pendidikan multikultural ditujukan kepada terwujudnya manusia Indonesia yang cerdas


dan mengembangkan pribadi-pribadi Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan
dengan sebaikbaiknya.

c. Prinsip globalisasi tidak perlu ditakuti bangsa ini terhadap arah serta nilai- nilai baik
buruk yang dibawanya

 Karakteristik Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia upaya pengajaran, pelatihan, proses,
perbuatan dan cara-cara mendidikyang menghargai pluralitas dan heterogenitas secara

10
humanistik. Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di
Indonesia, yaitu:

a. Agama, suku bangsa dan tradisi

Agama secara actual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang
Indonesia sebagai suatu bangsa.hal ini akan dapat menjadi perusak apabila digunakan
sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu atau kelompokekonomi.

b. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan unsur yang terpenting dalam hidup bermasyarakat. Munculnya


kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika
tidak ada komunikasi di dalam masyarakat plural.

c. Toleransi

Toleransi merupakan bentuk tertinggi ketika kita mencapai keyakinanyang


dapatberubah.Toleransi juga merupakan suatu pendekatan dalam perubahan pandangan,
wawasan dan akal pikiran.

 Faktor Penyebab Terjadinya Multikultural

 Faktor geografis, faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan sua tu
masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki kondisi geografis yang berbeda
maka akan terdapat perbedaan dalam masyarakat (multikultural).

 Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab


terjadinyamultikultural, karena masyarakat yang sudah mengetahui budayabudaya asing
kemungkinan akan terpengaruh mind set mereka dan menjadkan perbedaan antara budaya
asing dan budaya negaranya sendiri.

 Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama dengan perbedaan letak geografis
suatu daerah.

 Pendekatan Pendidikan Multikultural

 Pengajaran yang diberikan kepada mereka yang berbeda secara kultural dilakukan dengan
penitikberatan agar dikalangan mereka terjadi perubahan kultural

 Memperhatikan pentingnya hubungan manusia dengan mengarahkan atau mendorong


siswa memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri,mengembangkan toleransi
dan mau menerima orang lain.

 Menciptakan arena belajar dalam satu kelompok budaya.

11
 Pendidikan multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial
dan pluralism cultural dengan pemerataan kekuasaan antar kelompok.

 Pendidikan multikultural sekaligus sebagai upaya rekontruksi sosial agar terjadi


persamaan struktur sosial dan pluralisme kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap
warga negara aktif mengusahakan persamaan struktur sosial.

 Pentingnya Pendidikan Multikultural di Indonesia

 Sarana alternatif pemecahan konflik

Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat menjadi


solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya di
masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan budaya. Dengan kata
laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial-budaya.
Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan
bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan bangsa
sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.

Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang


benar. Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu
masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun etnis.
Penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila terbentuk pada diri
setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak berkonflik yang
disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya.

 Agar peserta didik tidak meninggalkan akar budaya

Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan
pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global,
termasuk kebudayaan. Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan
kompleks. Maka, upaya untuk mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret.
Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab
atas kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah
dan melupakan asal budayanya sendiri. Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah,
diharapkan mampu membangun Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat
ini. Karena keanekaragaman budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah
kekayaan yang harus kita jaga dan lestarikan.

 Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional

Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan


berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.
12
a. Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi
filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan
dan unit pendidikan.

b. Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai
aspek substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup
nilai moral, prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi
muda.

c. Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.

d. Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan
bersaing secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan
antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa
untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.

e. Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan

 Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural

Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman budaya
yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi keberanekaragaman
tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi
antar kebudayaan satu sama lain. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara
lain adalah demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam
perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan
keagamaan, ungkapan- ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya
komuniti, dan kosnep-konsep lain yang relevan.

13
C. MULTIKULTURALISME

 Pengertian Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki,
dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya
dengan kebudayaanya masing-masing yang unik (mahfud 2014;75).

Menurut May (1999) dalam Soemantri 2011, multiculturalism is an approach which replaces
universalism and which introduces ethnicity unnecessarily and unhelpfully into the civic realm
that is, ‘civil society’— multikulturalisme adalah suatu pendekatan yang menggantikan
unversalisme dan yang memperkenalkan etnik yang tidak perlu dan tidak mendukung ke dalam
wilayah perhatian atau kegiatan ‘masyakarat sipil’.

Lebih lanjut Steinberg (1997) menguraikan bahwa the concept of multiculturalism is a


multicultural position to respond racial, socio- economic class, gender, language, culture, sexual
preference, and disability-related diversity — konsep multikulturalisme adalah suatu posisi
multikultural untuk menjawab perbedaan yang berkaitan dengan rasial, golongan sosial-
ekonomi, jender, bahasa, budaya, jenis kelamin, dan ketunaan.

Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab
untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk
diakui (politics of recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang
kehidupan. Multikulturalisme merupakan suatu paham yang menekankan pada kesenjangan
budaya local tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Dengan kata lain,
penekanan utama multikulturalisme adalah kesataraan budaya.

Multikulturalisme adalah sebuah konsep di mana sebuah komunitas dalam konteks


kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku,
etnis, agama, dan lain sebagainya. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bawa sebuah
bangsa yang plural dan majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang
beragam (multikultural). Dan bangsa yang multikultural aalah bangsa yang kelompok-kelompok
etnik atau budaya (ethnic and cultural groups) yang ada dapat hidup berdampingan secara damai
dalam prinsip co existensi yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.

 Jenis – Jenis Multukulturalisme


Menururt Parekh (1997) dalam Ana Irhandayaningsih multikulturalisme dibedakan menjadi lima
model yaitu sebagai berikut:

14
1. Multikulturalisme isolasionis, yaitu masyarakat yang berbagai kelompok kulturalnya
menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi minimal satu sama lain.
Kelompok ini menerima keragaman, tetapi pada saat yang sama berusaha
mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari Masyarakat lain umumnya.
Contoh :
- Masyarakat yang ada pada system “millet” di Turki Usmani
- Masyarakat Amish di USA
- Masyarakat Baduy di Banten
- Suku Mascho Piro yang hidup di Taman Nasional Manu, Tenggara Peru
- Suku Korowai, mereka yang tinggal di Papua New Guinea dan budaya mereka masih
tetap terisolasi dari peradaban modern.

2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang


membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum
minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan
ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada
kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan mereka.
Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan.
Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.

Contoh :
- Di negara Inggris membantu integrasi para imigran dan kaum minoritas,
menghilangkan berbagai halangan terhadap keikutsertaan mereka dalam kehidupan
bernegara.
- Prancis menerapkan izin waktu bagi para umat Muslim untuk shalat dan beribadah di
saat waktu kerja.
- Banyaknya negara-negara di Eropa sudah menerapkan label “Halal” pada makanan
yang mereka jual, sehingga membantu Masyarakat umat Muslim dalam memilih
makanan.
- Di negara-negara Eropa, pemerintahnya sudah mulai menerapkan kurikulum
Pendidikan Agama Islam ke setiap sekolah yang membutuhkan serta mengizinkan
pendirian sekolah-sekolah Islam.
- Di negara Indonesia yang masyarakatnya mayoritas umat beragama Islam tetapi
dalam membentuk Undang-Undang sesuai atau tidak mengganggu hak dan kewajiban
dari pemeluk agama lain.

3. Multikulturalisme otonomis, yaitu masyarakat plural yang kelompok-kelompok kultural


utamanya berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan
meng-inginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa
diterima. Perhatian pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka,
yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok

15
dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat yang semua kelompoknya bisa
eksis sebagai mitra sejajar.

Contoh :
- Kaum zionis Yahudi yang menolak keberadaan kaum Palestina.
- Negara Belanda melarang Pembangunan Menara-menara masjid.
- Di Swiss pemerintah melarang penggunaan Hijab dan Cadar bagi masyarakatnya.

4. Multikulturalisme kritikal/interaktif, yakni masyarakat plural yang kelompokkelompok


kulturalnya tidak terlalu terfokus (concerned) dengan kehidupan kultural otonom, tetapi
lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-
perspektif khas mereka.

Contoh :
- Nelson Mandela salah satu tokoh yang menolak politik kulit hitam atau
“APARTHEID” yang membuat orang kulit hitam menjadi warga kelas bawah.
- Gus Dur mantan Presiden Indonesia yang memperjuangkan hak warga kaung
Tionghoa untuk merayakan hari raya Imlek.
- Pendeta Martin Luter King, Jr.,Ph.D menentang diskriminasi terhadap orang-orang
kulit hitam.
- Hj. Rangkayo Rasuna Said yang memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria
dan Wanita.

5. Multikulturalisme kosmopolitan, yaitu masyarakat plural yang berusaha menghapus


batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat tempat setiap
individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu, sebaliknya secara bebas terlibat dalam
percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural
masing-masing. Sebagian besar pendukung multikulturalisme jenis ini ialah kelompok
liberal yang memiliki kecenderungan postmodern, memandang seluruh budaya sebagai
resources yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas.

Contoh :
- Masyarakat yang ada di negara Amerika Serikat, Sebagian besar masyarakatnya yang
terdiri dari berbagai macam suku bangsa sudah mulai meninggalkan budaya ke-
sukuan. Justru timbul budaya multicultural baru yaitu : Haloween, Thanksgiving, dll.
- Di negara Singapura yang mayoritas penduduknya dari pendatang, memunculkan
budaya oriental dalam kehidupan masyarakatnya.
- Di negara Amerika Serikat dan Eropa sudah banyak masyarakatnya dapat tinggal satu
rumah pria dan Wanita walaupun belum terikat status pernikahan yang sah.
(Azra, 2007).

16
 Multikulturalisme di Indonesia

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat


kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah
mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah
cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan
berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton), maka
konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat
luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya
masyarakat multikultural itu.
Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat
yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang
menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat
berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat.
Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena factor geografis, pengaruh budaya asing,
kondisi iklim yang berbeda, keanekaragaman suku bangsa dan ras.

D. Pendidikan Toleransi Sebagai Wahana Rekonsiliasi Sosial

 Pengertian Toleransi

Secara etimologi toleransi berasal dari kata “tolerance” (dalam Bahasa Inggris) yang berarti
sikap membiarkan, mengakui, dan menghormati keyakinan orang lain. Dalam bahsa Arab
menterjemahkan dengan “tasamuh” yang berartu saling mengizinkan, saling memudahkan.
(Munawar: 13)

Dari pengertian toleransi secara etimologi diatas maka disimpulkan toleransi adalah sikap
salaing mengizinkan dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan.

Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia
atau kepada sesama warga Masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur
hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan
menentukan sikapnya itu tidak bertentangan dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan
perdamaian dalam Masyarakat. (Hasyim,1972: 22)

17
W.J.S Porwadarminta menyatakan toleransi adalah sikap atau sifat menenggang berupa
menghargai serta memperbolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun
yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri. (Porwadaminta,1986 : 1084)

Dewan Ensiklopedia Indonesia Toleransi dalam aspek social, politik merupakan suatu sikap
membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda.

 Pendidikan Toleransi

Pendidikan dimulai di keluarga atas (infant) yang belum mandiri, kemudian diperluas di
lingkungan tetangga atau komunitas sekitar (milieu), lembaga prasekolah, persekolahan formal
dan lain-lain tempat anak-anak mulai dari kelompok kecil sampai rombongan relatif besar
(lingkup makro) dengan pendidikan dimulai dari guru rombongan/kelas yang mendidik secara
mikro dan menjadi pengganti orang tua (Sukardjo dan Komarudin, 2013:9).

Pendidikan pada sesi berikutnya mengemuka sebagai gejala perilaku dan upaya manusia
untuk memenuhi kebutuhan dasar primer bertahan hidup hidup (survival), bagian kegiatan untuk
meningkatkan kehidupan agar lebih bermakna atau bernilai. Gejala pendidikan timbul ketika
sekumpulan individu ingin memenuhi kebutuhan makna (meaning) yang lebih tinggi atau abstrak
seperti pengetahuan, nilai keadilan, kemakmuran, dan keterampilan agar terbebas dari kondisi
kekurangan seperti kemiskinan, penyakit, atau kurangnya kemampuan berinteraksi dengan alam
sekitar (Sukardjo dan Komarudin, 2013:9).

Toleransi adalah suatu sikap yang tidak menyimpang dari aturan seseorang untuk bisa
menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan dengan tidak adanya
diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat. Sikap toleransi dapat dikembangkan karena manusia adalah
makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain sehingga kerukunan hidup dapat
diciptakan. Dalam masyarakat berdasarkan Pancasila terutama Sila Pertama, bertaqwa kepada
Tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama
menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama wajib saling menghargai.

Dengan demikian, peran dan fungsi pendidikan toleransi adalah mengarahkan atau
mendorong peserta didik memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri,
megembangkan toleransi dan mau menerima orang lain. Selain itu, berupaya menciptakan arena

18
belajar dalam satu kelompok budaya tidak hanya di lingkup sekolah tetapi juga di rumah dan
lingkungan sosial. Sehingga tercapailah tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis.

 Elemen-Elemen dalam Rekonsiliasi

Sebagai suatu representasi dari ruang sosial, rekonsiliasi tidak hanya mempertemukan pihak
yang saling benci, namun ia juga menurut Lederach (1999 : 29) adalah suatu tempat yang
didalamnya kebenaran (truth), sifat welas asih manusia (mercy), keadilan (justice), dan damai
(peace) dapat bertemu dan bersatu secara bersama. Lebih lanjut menurutnya, sebuah rekonsiliasi
yang sejati setidaknya akan tercapai jika mengandung syarat-syarat akan :
1. Kebenaran yang didalamnya terdapat pengakuan, transparansi, pengungkapan, dan
klarifikasi atas suatu kebenaran
2. Adanya sifat welas asih yang mana didalamnya terdapat penerimaan, pengampunan,
dukungan, keharusan, dan penyembuhan
3. Perdamaian dimana didalamnya terdapat unsur harmoni, kesatuan, kesejahteraan,
keamanan, dan penghargaan, dan yang terakhir adalah adanya syarat
4. Keadilan yang mana didalamnya terdapat unsur kesetaraan, pemulihan hubungan atas
dasar hak-hak yang dimiliki seseorang, memulihkan segala sesuatunya sesuai dengan
hak-hak dan kewajibannya, dan adanya restitusi atau pengembalian hak-hak masing-
masing individu.

Dalam hal ini rekonsiliasi mencakup 2 elemen penting, yaitu :


1. Rekonsiliasi sebagai sebuah fokus.
Sebagai sebuah fokus, rekonsiliasi dapat dipandang sebagai suatu perspektif yang
dibangun dan diarahkan dalam memperbaiki/memulihkan aspek relasional yang ada
dalam suatu konflik. Hampir dapat dipastikan bahwa jika konflik terjadi, maka bangunan
relasional baikantar individu, antar kelompok, maupun antar pihak akan terganggu.
Rekonsiliasi berkaitan dengan ini dapat dipahami sebagai suatu perspektif yang sengaja
dibangun bagaimana mengagendakan itu semua. Selain itu sebagai sebuah fokus,
rekonsiliasi dapat dipahami juga sebagai suatu paradox yang mencoba mempertemukan
kontradiksi yang ada, semisal bagaimana mempertemukan sisi-sisi yang negatif dari
dampak yang ditimbulkan oleh konflik (benci, amarah, dendam, dll) dengan sisi-sisi
positif dari sebuah pengharapan masa depan atas semua pelajaran yang diterima dari
sebuah konflik yang terjadi (harapan baru, semangat akan perubahan, dll).

19
2. Rekonsiliasi sebagai sebuah locus
Sebagai sebuah locus, kita dapat menyebut rekonsiliasi sebagai suatu gejala sosial, yang
mana ia merepresentasikan suatu ruang, ruang atau tempat atas bertemunya pihak-pihak
yang berkonflik. Rekonsiliasi haruslah dapat proaktif dalam menciptakan peluangpeluang
yang kreatif dan inovatif, dimana para pihak yang berkonflik dapat memfokuskan
bagaimana membangun hubungan relasional mereka agar dapat lebih baik dan
berkesinambungan. Dan tentunya bagaimana dapat membagi pandangan, perasaan dan
pengalaman antar mereka, dengan tujuan menciptakan suatu pemikiran baru atas
interpretasi hubungan mereka dulu yang penuh dengan kekerasan dan sisi negatif menjadi
hubungan yang lebih konstruktif (Lederach, 1999).

 Pendidikan Toleransi sebagai Wahana Rekonsiliasi Sosial


Jika selama Orde Baru yang menonjol adalah bentuk-bentuk keseragaman, maka
melalui pendidikan toleransi peserta didik diajak untuk menghayati suasana kebhinekaan,
sehingga suasana inklusif dan komunikatif akan terasa satu sama lain. melalui pendidikan
yang toleran, situasi tegang dan penuh konflik akan diarahkan kepada sikap empatik dan
inklusif terhadap pluralitas yang menjunjung tinggi integrasi dan rekonsiliasi sosial,
mempersempit semangat provinsialisme, tribalisme, dan sektarian.

Secara psikologis, pendidikan toleransi dan empati mampu memperhalus


sensibilitas manusia, membuatnya menyadari eksistensi dirinya sebagai bagian kecil dari
dari sistem sosial dan kosmos yang lebih besar. Dengan demikian, melalui toleransi dan
empati, manusia menyerap perasaan dan pengalaman kehidupan orang lain yang berasal
dari ranah geopolitik, geokultural, dan geoetnis berbeda (Sukardjo dan Komarudin,
2013:74).

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Tantangan Pendidikan di Indonesia meliputi masalah pemerataan Pendidikan, masalah
kualitas Pendidikan, masalah efisiensi Pendidikan, masalah relevansi Pendidikan, dan
tantangan Pendidikan nasional berupa perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), laju pertumbuhan penduduk, dan letak geografis wilayah Indonesia.
 Multikultural adalah berbagai macam status social budaya meliputi latar belakang suku,
agama, ras, tempat dll. Indonesia merupakan negara multikultural yang artinya memiliki
beranekaragam suku, budaya dan agama.
 Multikulturalisme adalah ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai
kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat
modern. Dengan menerapkan multikulturalisme dalam Pendidikan maka dapat membantu
anak didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikap secara memadai terhadap
lingkungan masyarakat yang beraneka ragam budaya.
 Pendidikan toleransi sebagai wadah rekonsiliasi sosial adalah mengarahkan atau
mendorong peserta didik memiliki perasaan positif, mengembangkan konsep diri,
megembangkan toleransi dan mau menerima orang lain. Selain itu, berupaya
menciptakan arena belajar dalam satu kelompok budaya tidak hanya di lingkup sekolah
tetapi juga di rumah dan lingkungan sosial. Sehingga tercapailah tujuan sebagai manusia
Indonesia yang demokratis.

21
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, 2007. Identitas dan Krisis Budaya, Membangun Multikulturalisme Indonesia
B.S. Mardiatmadja. 1984. Tantangan Dunia Pendidikan. (penerbit tidak diketahui).
Dede Rosyada, Pendidikan Multikultural Di Indonesia Sebuah Pandangan Konsepsional Fakultas
Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Eri Purwanti, Muhtarom, Muhammad Idris.PENDIDIKAN TOLERANSI DALAM
MASYARAKAT MULTIKULTURALISME
H.A.R Tilaar. 2003. Kekuatan dan Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Hasyim, U (1972). Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam sebagai Dasar Menuju
Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya : PT Bina Ilmu.
James A Banks, (2nd Edition, 2007). Educating Citizens in a Multicultural Society. New York:
Teachers College Press.
KA UIN Syarif Hidayatullah. 2003. Mengagas Pendidikan Multikultural , Vol. I No:2 Majalah:
Tsaqafah
Lederach, John Paul. 1999. Building Peace : Sustainable Reconciliation in Divided Societies.
Vatican City.
Mahfud, Choirul. 2011. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Munawaar,P.D Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta : Ciputat Press
Parekh, Bhikhu . Rethinking Multiculturalisme: Cultural Diversity and Political Theory.
Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si.MULTIKULTURALISME DAN PENDIDIKAN
Porwadarminta,W. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Soemantri, Hermana. 2011. Konflik dalam Perspektif Pendidikan Multikultural. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 17, Nomor 6
Sukardjo dan Komarudin, Ukim. 2013. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta :
Rajawali Pers.
https://prezi.com/xne4blejfmuo/tantangan-dunia-pendidikan-di-eraglobalisasi/(diakses pada

22
kamis, 14 September 2023 pukul 10.25 WIT)
http://armangeofrey.blogspot.com/2013/01/tantangan-pendidikan-di-eraglobalisasi.html (diakses
pada Kamis 14 September 2023 pukul 11.06 WIT)

23

Anda mungkin juga menyukai