Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KINERJA KARYAWAN RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu : Maya Kartika Sari, S.Kes M.Kes


Oleh
Novri Ramadi : (2202041011)
Khiar Tarhim Teku Fatri : (2202041026)
Kurnia Rane : (2202041028)
Mhd. Fauzan Naufal : (2202041032)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
KATA PENGANTAR

Dalam era perubahan dan kompleksitas sistem perawatan kesehatan,


rumah sakit memegang peran sentral dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Sebagai lembaga yang menangani berbagai aspek pengobatan
dan perawatan, rumah sakit menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan mendalam tentang
berbagai aspek yang terkait dengan rumah sakit, termasuk perkembangan terkini,
peran strategis dalam sistem kesehatan, tantangan, dan inovasi yang
mendefinisikan masa depan layanan kesehatan. Kami berusaha untuk menggali
lanskap rumah sakit di Indonesia dengan mengintegrasikan data, penelitian, dan
wawancara dengan para ahli dalam bidang ini.
Penting untuk mencatat bahwa pembuatan makalah ini tidak akan
mungkin tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak. Kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi, berbagi
pengetahuan, dan memberikan wawasan berharga selama proses penelitian. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan teman-teman yang telah
memberikan dukungan dan motivasi selama perjalanan ini.
Kami berharap bahwa makalah ini akan memberikan pemahaman yang
lebih mendalam tentang peran krusial rumah sakit dalam sistem perawatan
kesehatan Indonesia. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dalam
memahami kompleksitas dan perubahan yang terus-menerus terjadi dalam dunia
rumah sakit.
Terima kasih,
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah lembaga kesehatan yang memiliki peran
krusial dalam memberikan perawatan medis kepada individu yang sakit
atau terluka. Fungsi utamanya adalah untuk mendiagnosis, merawat, dan
menyembuhkan pasien, serta memberikan perawatan jangka panjang,
pendidikan kedokteran, dan penelitian medis. Rumah sakit juga berperan
sebagai tempat darurat untuk mengatasi keadaan gawat darurat kesehatan.
Rumah sakit dapat beragam jenis, seperti rumah sakit umum,
rumah sakit spesialis, rumah sakit pemerintah, dan rumah sakit swasta.
Mereka memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam sistem
perawatan kesehatan.
Rumah sakit memiliki peran strategis dalam memastikan kesehatan
masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup individu. Mereka juga
berkontribusi dalam pendidikan tenaga medis, pengembangan inovasi
medis, dan penelitian ilmiah.
Ketika merancang, mengelola, atau berinvestasi dalam sistem
kesehatan, pemahaman yang mendalam tentang rumah sakit dan peran
mereka sangat penting. Dalam latar belakang singkat ini, kita akan
menjelajahi berbagai aspek rumah sakit dan pentingnya pemahaman
mereka dalam konteks sistem perawatan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sih definisi Karyawan?
2. Bagaimana Kinerja Karyawan?
3. Gimana Budaya Organisasi?
Ketiga masalah tersebutlah yang akan disoroti pada pembahasan berikut
ini.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi karyawan
2. Untuk memahami bagaimana kinerja karyawan
3. Untuk menggali pemahaman mengenai budaya organisasi

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
BAB 1.................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..............................................................................................................iii
A. Latar Belakang.....................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah................................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................iii
BAB II..................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................................5
A. Karyawan................................................................................................................5
1. Pengertian Karyawan...................................................................................................5
2. Status Karyawan..........................................................................................................6
B. Kinerja Karyawan.................................................................................................7
2. Standar Penilaian Kinerja Karyawan...........................................................................9
3. Aspek-aspek Kinerja Karyawan.................................................................................15
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan..............................................17
C. Budaya Organisasi...............................................................................................19
2. Fungsi Budaya Organisasi.........................................................................................20
3. Aspek-aspek Budaya Organisasi................................................................................21
D. Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan................25
E. Kerangka Konseptual..........................................................................................26
F. Hipotesis................................................................................................................27
BAB III..............................................................................................................................28
PENUTUP..........................................................................................................................28
Kesimpulan...................................................................................................................28
DAFTAR REFERENSI.....................................................................................................29
BAB II

PEMBAHASAN
A. Karyawan
1. Pengertian Karyawan
Pada dasarnya pengertian karyawan dipersamakan dengan
pengertian buruh, tenaga kerja/pekerja atau diistilahkan juga dengan
sebutan sumber daya manusia (SDM). Dalam artian secara makro, SDM
meliputi semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara
atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan
kerja, baik yang sudah memasuki usia angkatan kerja, maupun yang sudah
mampu memperoleh pekerjaan.
Disamping itu Sumber Daya Manusia secara makro berarti juga
penduduk yang berada dalam usia produktif, meskipun karena berbagai
sebab dan masalah masih terdapat yang belum produktif karena belum
memasuki lapangan kerja yang terdapat di masyarakatnya. Sumber Daya
Manusia dalam arti mikro secara sederhana menurut Simamora (2005)
adalah manusia atau orang yang bekerja atau jadi anggota suatu organisasi
yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain-
lain
Lebih spesifik, karyawan/i adalah manusia yang menggunakan
tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa
pendapatan, baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada pemberi
kerja atau pengusaha atau majikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006)
menyebutkan bahwa karyawan merupakan orang yang bekerja pada suatu
lembaga (kantor, perusahaan, dsb) dengan mendapatkan gaji atau upah.
Hasibuan (2013) mendefinisikan karyawan honorer sebagai penjual jasa
(pikiran dan tenaga) dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah
ditetapkan terlebih dahulu.
Dalam konteks penelitian ini, karyawan dimaksud adalah tenaga
kerja yang dipekerjakan di salah satu RSU di Medan, yaitu tenaga kerja
yang masuk dalam struktur perusahaan yang menunjunkkan hubungan,
tugas, tanggung jawab dan wewenang yang dimiliki disetiap posisi atau
jabatan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
karyawan adalah orang yang bekerja ataupun orang yang menjual pikiran
dan tenaga untuk mendapatkan upah maupun kompensasi yang besarnya
telah disepakati dan ditetapkan terlebih dahulu.
2. Status Karyawan
a. Karyawan tetap
Pengertian karyawan tetap dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah pegawai yang bekerja di suatu badan usaha
(perusahaan) secara tetap berdasarkan surat keputusan. Sedangkan
dalam kamus bisnis dan bank (dalam Mangkunegara, 2010) Pekerja
tetap adalah pekerja atau mereka yang bekerja dengan memperoleh
upah /gaji secara tetap baik ada kegiatan ataupun tidak, dibayar tetap,
pada suatu periode tertentu dan tidak tergantung pada hari masuk
kerjanya. Berdasarkan peraturan Dirjen pajak nomor 31/PJ/2009,
pengertian pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
termaksud anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas
yang secara teratur terus menerus ikut mengelola perusahaan secara
langsung, serta pegawai yang bekerja kontrak untuk suatu jangka
waktu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (fulltime)
dalam pekerjaan tersebut.
b. Karyawan honorer
Pengertian pekerja honorer dalam kamus Bisnis dan Bank adalah
mereka yang bekerja tidak tetap yang upah mereka dibayar secara
memperhatikan jumlah hari kerja pekerja tersebut. Dalam peraturan
pemerintah nomor 48 tahun 2005 pasal 1 yang dimaksud dengan
tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat Pembina
kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan atau yang
penghasilanya menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja
Negara atau daerah.
c. Karyawan honorer
Pengertian pekerja honorer dalam kamus Bisnis dan Bank adalah
mereka yang bekerja tidak tetap yang upah mereka dibayar secara
memperhatikan jumlah hari kerja pekerja tersebut. Dalam peraturan
pemerintah nomor 48 tahun 2005 pasal 1 yang dimaksud dengan
tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat Pembina
kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan atau yang
penghasilanya menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja
Negara atau daerah.
d. Karyawan kontrak
Pengertian karyawan kontrak adalah karyawan yang bekerja
pada suatu instansi dengan kerja waktu tertentu yang didasari atas
suatu perjanjian atau kontrak dapat disebut dengan perjanjian kerja
waktu tertentu (PKWT), yaitu perjanjian kerja didasarkan pada
suatu jangka waktu yang diadakan untuk paling lama 2 tahun dan
hanya dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu maksimal 1
tahun (undang-undang RI ketenagakerjaan 2003, pasal 59 ayat 1).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada
beberapa jenis status karyawan diantaranya: karyawan tetap yaitu
karyawan yang bekerja disuatu badan usaha secara tetap berdasarkan
surat keputusan. Karyawan honorer adalah karyawan yang bekerja
tidak tetap yang upah mereka dibayar dengan cara memperhatikan
jumlah hari kerja pekerja tersebut, dan karyawan kontrak adalah
karyawan yang bekerja pada waktu tertentu yang didasari dengan
suatu perjanjian.
B. Kinerja Karyawan
1. Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan
diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui
tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi
yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif
dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan
adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan
dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas
kebijakan, meluruskan kegiatan- kegiatan utama, dan tugas pokok
instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat
keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-
lain.
Nitisemo (2001) mendefinisikan kinerja (performance)
sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan
tanggungjawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan
organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, kinerja
perorangan dan kinerja kelompok sangat mempengaruhi kinerja
perusahaan atau organisasi secara keseluruhan dalam rangka
mencapai tujuan perusahaan tersebut.
Hasibuan (2002) menyatakan bahwa secara sederhana
kinerja adalah apa yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh
karyawan. Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta
waktu. Kinerja ini adalah gabungan dari tiga faktor penting, yaitu
kemampuan dan minat seseorang pekerja, kemampuan dan
penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran, serta tingkat
motivasi seoran pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas maka
semakin besar kinerja karyawan yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Sedarmayati (2001), kegiatan yang


paling lazim dinilai dalam organisasi adalah kinerja seseorang,
yaitu bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang berhubungan
dengan suatu jabatan, pekerjaan, atau peranan dalam organisasi.
Kinerja berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja
atau hasil kerja untuk penampilan kerja. Pengertian kinerja tersebut
menunjuk pada hasil pelaksanaan pekerjaan karyawan. Simamora
(2005) mengatakan kinerja karyawan adalah tingkat dimana para
karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh
para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan
perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan
standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang
dicapai oleh seseorang, baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu
organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.

2. Standar Penilaian Kinerja Karyawan


Timpe (2009) menyatakan bahwa standar kerja merupakan
standar kerja dianggap memuaskan bila pernyataannya menunjukkan
beberapa bidang pokok tanggung jawab karyawan, memuat bagaimana
suatu kegiatan kerja akan dilakukan, dan mengarahkan perhatian kepada
mekanisme kuantitif bagaimana hasil-hasil kinerja diukur. Menurut
Wirawan (2009), Standar kinerja adalah target, sasaran, tujuan upaya
kerja karyawan dalam kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan
pekerjaannya, karyawan harus mengarahkan semua tenaga, pikiran,
ketrampilan, pengetahuan, dan waktu kerjanya untuk mencapai apa
yang ditentukan oleh standar kinerja.

Schular dan Jackson (2009) menyebutkan terdapat tiga jenis dasar


kriteria kinerja, yaitu:
a. Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik
pribadi seorang karyawan).
b. Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi
pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal).
c. Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah
dicapai atau dihasilkan).
Menurut Prawirosentono (2008), kinerja dapat dinilai atau diukur
dengan beberapa indikator yaitu:
a) Efektifitas, yaitu tujuan kelompok dapat dicapai sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan.
b) Tanggung jawab, yaitu bagian yang tak terpisahkan atau sebagai
akibat kepemilikan wewenang.
c) Disiplin, yaitu ketaatan karyawan yang bersangkutan dalam
menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan dimana dia
bekerja.
d) Inisiatif, yaitu berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam
bentuk suatu ide yang berkaitan tujuan perusahaan. Sifat inisiatif
sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan perusahaan dan
atasan yang baik. Dengan perkataan lain inisiatif karyawan
merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan
mempengaruhi kinerja karyawan.
e) Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik
pribadi seorang karyawan).
f) Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi
pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal).
g) Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah
dicapai atau dihasilkan).
Menurut Prawirosentono (2008), kinerja dapat dinilai atau diukur
dengan beberapa indikator yaitu:
h) Efektifitas, yaitu tujuan kelompok dapat dicapai sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan.
i) Tanggung jawab, yaitu bagian yang tak terpisahkan atau sebagai
akibat kepemilikan wewenang.
j) Disiplin, yaitu ketaatan karyawan yang bersangkutan dalam
menghormati perjanjian kerja dengan perusahaan dimana dia
bekerja.
k) Inisiatif, yaitu berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam
bentuk suatu ide yang berkaitan tujuan perusahaan. Sifat inisiatif
sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan perusahaan dan
atasan yang baik. Dengan perkataan lain inisiatif karyawan
merupakan daya dorong kemajuan yang akhirnya akan
mempengaruhi kinerja karyawan.
Paryaman (2001) mengatakan dalam kehidupan suatu organisasi,
ada beberapa asumsi tentang perilaku manusia sebagai sumber daya
manusia yang mendasari pentingnya penilaian kinerja karyawan dan
asumsi tersebut antara lain:

a. Setiap orang ingin memiliki peluang untuk mengembangkan


kemampuan kinerjanya sampai tingkat maksimal.
b. Setiap orang ingin mendapatkan penghargaan apabila ia
dinilai melaksanakan tugasnya dengan baik.
c. Setiap orang ingin mengetahui secara pasti tentang karier yang
akan diraihnya apabila dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
d. Setiap orang ingin mendapatkan perlakuan yang objektif dan
penilaian atas dasar prestasi kerja.
e. Setiap orang pada umunya tidak hanya melakukan kegiatan yang
sifatnya rutin.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
228/Menkes/ SK/III/2002 tentang pedoman penyusunan standar
pelayanan minimal (SPM) Rumah Sakit menguraikan beberapa hal yang
diperhatikan dalam Standar Pengukuran Jasa Pelayanan Kesehatan
Nasional, antara lain:
a. BOR (Bed Occupancy Rate)
Bed Occupancy Rate (BOR) merupakan persentase dari
pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator
ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan
dari tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal
adalah antara 60%- 85%.
b. LOS (Length Of Stay)

Length of Stay (LOS) merupakan rasio yang mengukur jangka


waktu atau periode rata-rata pasien dirawat atau menggunakan jasa
pelayanan kesehatan rumah sakit. Semakin lama angka LOS maka
semakin menurun tingkat efisiensi dalam pemberian pelayanan
kesehatan di rumah sakit itu, dan sebaliknya semakin pendek angka
LOS berarti juga terjadi ketidaktelitian dalam pemberian pelayanan
kesehatan di rumah sakit tersebut. Jangka waktu pelayanan yang
ideal adalah enam sampai dengan sembilan hari.
c. TOI (Turn Over Internal)
Turn Over Internal (TOI) merupakan rata-rata hari tempat
tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya. TOI
merupakan indikator penggunaan tempat tidur oleh pasien yang
dirawat di rumah sakit. Indikator ini juga memberikan gambaran
tingkat efisiensi dari pada penggunaan tempat tidur. Idealnya
tempat tidur kosong hanya dalam jangka waktu satu sampai dengan
tiga hari.

Tingkat efisiensi dalam pemberian pelayanan kesehatan di


rumah sakit itu, dan sebaliknya semakin pendek angka LOS berarti
juga terjadi ketidaktelitian dalam pemberian pelayanan kesehatan
di rumah sakit tersebut. Jangka waktu pelayanan yang ideal adalah
enam sampai dengan sembilan hari.
d. TOI (Turn Over Internal)
Turn Over Internal (TOI) merupakan rata-rata hari tempat
tidur tidak ditempati dari saat terisi ke saat terisi berikutnya. TOI
merupakan indikator penggunaan tempat tidur oleh pasien yang
dirawat di rumah sakit. Indikator ini juga memberikan gambaran
tingkat efisiensi dari pada penggunaan tempat tidur. Idealnya
tempat tidur kosong hanya dalam jangka waktu satu sampai dengan
tiga hari.
e. Pasien Rawat Inap
Pencapaian program kerja dari jumlah pasien yang dirawat
merupakan masukan bagi rumah sakit, khususnya pada instalasi
rawat inap karena semakin banyak jumlah pasien yang dirawa
menunjukkan pelayanan rumah sakit yang semakin baik. Artinya
masyarakat mempunyai image yang baik dan percaya bahwa
pelayanan yang diberikan rumah sakit tersebut baik.
Jumlah pasien yang banyak sangat diharapkan oleh rumah sakit
agar pendapatan juga meningkat, tetapi jumlah yang berlebihan
sehingga melebihi kapasitas rumah sakit juga tidak diharapkan
karena hal itu dapat mengurangi tingkat kenyamanan pasien yang
dirawat.

f. Pasien Rawat Jalan


Instalasi rawat jalan merupakan salah satu sumber pendapatan
rumah sakit, karena intalasi ini memberikan pelayanan jasa
kesehatan untuk pasien rawat jalan. Namun akan lebih baik jika
pasien yang datang bukan merupakan pasien yang sama dengan
penyakit yang sama, tetapi pasien yang sama atau berbeda dengan
kesadaran untuk pengobatan lebih lanjut atau sekedar chek up
kesehatan saja. Jika yang datang adalah pasien yang sama dengan
penyakit yang sama, maka berarti rumah sakit tidak mampu untuk
memberikan pelayanan yang baik. Semakin banyak jumlah pasien
yang berobat jalan, dengan penyakit yang berbeda-beda
menunjukkan pelayanan rumah sakit yang semakin baik.

g. Pasien Rawat Jalan


Instalasi rawat jalan merupakan salah satu sumber pendapatan
rumah sakit, karena intalasi ini memberikan pelayanan jasa
kesehatan untuk pasien rawat jalan. Namun akan lebih baik jika
pasien yang datang bukan merupakan pasien yang sama dengan
penyakit yang sama, tetapi pasien yang sama atau berbeda dengan
kesadaran untuk pengobatan lebih lanjut atau sekedar chek up
kesehatan saja. Jika yang datang adalah pasien yang sama dengan
penyakit yang sama, maka berarti rumah sakit tidak mampu untuk
memberikan pelayanan yang baik. Semakin banyak jumlah pasien
yang berobat jalan, dengan penyakit yang berbeda-beda
menunjukkan pelayanan rumah sakit yang semakin baik.
h. BTO (Bed Turn Over Ratio)
Bed Turn Over (BTO) merupakan frekuensi pemakaian
tempat tidur, berapa kali dalam satu satuan waktu tertentu
(biasanya satu tahun) tempat tidur rumah sakit dipakai oleh pasien.
Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi dari pada
pemakaian tempat tidur. Menurut standar nasional, tempat tidur itu
idealnya dipakai antara 40-50 kali dalam satu tahun.
i. GDR (Gross Death Rate)

Gross Death Rate (GDR) merupakan angka kematian umum


untuk tiap- tiap 1.000 penderita keluar. GDR merupakan jumlah
keseluruhan angka kematian yang terjadi dalam rumah sakit, baik
yang dirawat kurang dari 48 jam atau yang dirawat lebih dari 48
jam. Indikator ini dapat memberikan gambaran tentang kecepatan
dan ketepatan pelayanan yang diberikan rumah sakit. Nilai GDR
yang ideal seharusnya tidak lebih dari 45 per 1.000 penderita
keluar, kecuali jika terjadi kejadian khusus, seperti wabah
penyakit, bencana alam, perang dan lain-lain.
j. NDR (Net Death Rate)
Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian yang lebih dari
satu atau sama dengan 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1.000
pasien keluar. Indikator ini memberikan gambaran tentang mutu
pelayanan di rumah sakit.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa banyak standar
ataupun kritria yang digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja.
Sesuai dengan objek yang diteliti yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu
RSU Advent Medan, disimpulkan 8 (delapan) indikator untuk mengukur
jasa pelayanan medis, yaitu : BOR (Bed Occupancy Ratio), LOS (Length
of Stay), TOI (Turn Over Internal), BTO (Bed Turn Over), jumlah pasien
rawat inap, jumlah pasien rawat jalan, jumlah pasien rawat darurat,
CDR/GDR (Crude/Gross Death Rate), dan NDR (Net DeathRate).

3. Aspek-aspek Kinerja Karyawan


Robbins (2006) mengatakan kinerja sebagai fungsi interaksi antara
kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan peluang
atau opportunity (O), yaitu kinerja = f (A x M x O).

Gambar 1. Dimensi
Kinerja
Sumber: Organisational Behavior Leading and Managing in
Australia and New Zeland 3 rd Ed. (2001).
a. Aspek kemampuan (Ability)
Menurut Gibson, Ivancevich dan Donnely (2000), ability ialah
karakter yang menyebabkan seseorang mampu melakukan sesuatu
baik secara psikologis maupun fisiologis. Menurut Keith Davis
(dalam Mangkunegara 2000) kemampuan terdiri dari knowledge +
skill sehingga ability termasuk pendidikan yang memadai untuk
pekerjaan dan terampil dalam mengerjakan tugas sehari-hari.
Dengan demikian perlu juga untuk menempatkan karyawan sesuai
dengan keahliannya.
b. Aspek Motivasi (Motivation)

Robbins (2002) mengatakan salah satu dari pengertian definisi


(tanpa mengurangi makna substansinya) ialah bersemangat untuk
melakukan sesuatu, dan merupakan kondisi yang disebabkan
oleh kemampuan bertindak untuk kepuasan beberapa kebutuhan.
Menurut Mangkunegara (2000) Motivasi diartikan sebagai suatu
(attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation)
di lingkungan organisasinya.
c. Aspek Peluang (Opportunity)
Peluang merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan
yang mengendalakan karyawan itu (Rivai, 2005). Mangkunegara
(2000) memiliki pendapat yang sama dengan teori konvergensi dari
Willian Stern yang mengatakan bahwa kinerja terkait dengan
lingkungan organisasinya. Lingkungan organisasi yang dimaksud
ialah kondisi fisik meliputi sistem kerja, peraturan. Dan
perlengkapan kerja meliputi sistem upah dan pelatihan.
Mangkunegara (2007) mengemukakan aspek-aspek standar kinerja,
yaitu:
a. Aspek kuantitatif meliputi:
1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan.
2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan
pekerjaan.
3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan.
4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
b. Aspek kualitatif meliputi:
1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.
2) Tingkat kemampuan dalam bekerja.
Kemudian Mitchell (dalam Sedarmayanti, 2009), menyatakan
bahwa kinerja meliputi beberapa aspek, yaitu :
a. Kualitas kerja (Prom Quality of Work)

b. Ketepatan waktu (Promptness)


c. Inisiatif (Initiative)
d. Kemampuan (Capability)
e. Komunikasi (Communication)
Selanjutnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di RSU Advent
Medan, terdapat beberapa aspek yang dinilai dalam hal kinerja, yaitu aspek
kepribadian, dimana di dalamnya terdapat kehandalan, kehadiran, kerja
sama, sikap, kepatuhan dan inisiatif. Aspek kedua adalah kebiasaan kerja,
didalamnya terdapat kuantitas, adaptasi, kualitas kerja, dan pengetahuan
kerja. Aspek terakhir adalah kepemimpinan, yaitu potensi karyawan untuk
memimpin dan membimbing orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan aspek-aspek kinerja
karyawan yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi aspek
kepribadian, kebiasaan kerja dan kepemimpinan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berhubungan dengan


tenaga kerja itu sendiri, maupun yang berhubungan dengan lingkungan
perusahaan, masyarakat dan pemerintah secara keseluruhan. Hal tersebut
didasarkan atas pernyataan Nawawi (2005) yang membuktikan bahwa
kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melasanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, berdasarkan kecakapan
(pengetahuan, ketrampilan/keahlian), pengalaman kerja, dan kepribadian
(motivasi, minat, disiplin, kemampuan bekerja sama). Selain itu,
Mangkunegara (2000) juga menjelaskan bahwa pencapaian kinerja
dipengaruhi oleh faktor kemampuan dan faktor motivasi. Robbins (2006)
mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan,
adalah budaya organisasi.
Menurut Gibson (1996) banyak faktor yang mempengaruhi kinerja
seorang karyawan, diantaranya yaitu :
a. Faktor Individu
Kemampuan dan ketrampilan merupakan variable individual
yang dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan, karena
kemampuan merupakan potensial seorang untuk menyelesaikan
suatu pekrjaan sekaligus sebagai hasil dari pengetahuan dan
ketrampilan seorang yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
latihan, dan pengembangan dalam hubungannya dengan tugas yang
dimiliki.
b. Faktor Organisasional
Faktor organisasional terdiri dari sumber daya manusia,
kepemimpinan, dan system upah atau pendapatan. Manusia dalah
sumber daya yang berharga bagi perusahaan, karena melalui
kegiatan-kegiatan manusia tujuan perusahaan dapat tercapai.
Sehingga dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan
tergantung pada unsur manusia yang ada didalamnya.
c. Faktor Psikologis

Pemupukan motivasi dan minat kerja karyawan yang berorientasi


pada peningkatan prestasi atau hasil kerja, membutuhkan waktu
yang lama dan memerlukan teknik-teknik tertentu, antara lain
dengan meciptakan iklim dan lingkungan kerja yang kondusif.
Sikap merupakan salah satu penentu perilaku karyawan dalam
bekerja, karena sikap berhubungan erat dengan persepsi,
kepribadian, dan motivasi. Dengan sikapnya karyawan dapat
menunjukkan apakah mereka termotivasi oleh perusahaan untuk
meningkatkan kinerjanya atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu budaya organisasi, faktor individu
dan faktor psikologis.
C. Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Dalam arti klasik, budaya organisasi adalah persepsi yang sama
dikalangan para anggota organisasi tentang makna kehidupan bersama
dalam organisasi tersebut (Siagian, 2000). Lebih lanjut Siagian (2002)
mengartikan culture dan budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan
keyakinan bersama yang dianut oleh semua pihak yang harus berinteraksi
dalam rangka mencapai tujuan.
Menurut O’Reilly, Chatman, dan Caldwell (2001), budaya
organisasi ialah suatu bentuk acuan interaksi para anggota organisasi dan
bentuk acuan interaksi dengan pihak luar. Bentuk acuan itu adalah nilai,
norma-norma, dan aturan-aturan sebagai dasar para anggota untuk berpikir
dan berperilaku. Maka hakikatnya budaya organisasi adalah alat untuk
menafsirkan dan mereaksi kondisi obyektif, dan budaya organisasi dapat
dijadikan sumber tenaga keunggulan kompetitif.

Sedangkan menurut Robbins dalam Siswanto dan Sucipto, (2008)


budaya organisasi memiliki definisi sebagai nilai-nilai dominan yang
didukung oleh organisasi atau falsafah yang menuntun kebijaksanaan
organisasi terhadap pegawai dan pelanggan, atau cara pekerjaan dilakukan
di tempat kerja, atau asumsi dan kepercayaan dasar yang terdapat di
antara anggota organisasi.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Schein (Munandar, 2001)
yang menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi
dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul
dalam proses penyesuaian dengan lingkungan, maupun sebagai hasil
memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi, antar unit-unit
organisasi yang berkaitan dengan integrasi. Budaya timbul sebagai hasil
belajar bersama dari para anggota organisasi agar tetap bertahan.
Asumsi–asumsi dasar yang dianggap absah diajarkan kepada
anggota- anggota baru sebagai cara yang tepat dalam hal mengamati,
memikirkan dan merasakan dalam hubungannya dengan masalah-masalah
tersebut. Sedarmayanti (2007) mendefinisikan budaya organisasi sebagai
sebuah keyakinan, sikap dan nilai yang umumnya dimiliki, yang timbul
dalam organisasi. Lebih lanjut dijelaskan budaya adalah cara kita
melakukan sesuatu di dalam suatu organisasi. Pola nilai, norma,
keyakinan, sikap dan asumsi mungkin tidak diungkapkan, tetapi akan
membentuk cara orang berperilaku dalam melakukan sesuatu.

Nilai mengacu kepada apa yang diyakini merupakan hal penting


mengenai cara karyawan dan organisasi berperilaku. Norma adalah
peraturan tidak tertulis mengenai perilaku. Budaya organisasi merupakan
aspek subjektif dari apa yang terjadi di dalam organisasi. Hal ini
mengacu kepada abstraksi, seperti nilai dan norma yang meliputi seluruh
atau bagian dari bisnis.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi adalah keyakinan dan nilai bersama yang memberikan makna
bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan keyakinan dan nilai tersebut
sebagai aturan atau pedoman berperilaku di dalam organisasi.

2. Fungsi Budaya Organisasi


Budaya organisasi mendorong terciptanya komitmen organisasi
dan meningkatkan konsistensi sikap karyawan. Dari sudut pandang
karyawan, budaya menjadi bermanfaat karena budaya organisasi tersebut
mengurangi keambiguan. Budaya organisasi menyampaikan kepada
karyawan bagaimana pekerjaan dilakukan dan hal apa saja yang bernilai
penting.
Melaksanakan budaya organisasi mempunyai arti penting karena
akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai
produktivitas kerja yang tinggi dalam menghadapi masa depan. Dalam
bukunya, Robbins (2005) menyatakan budaya memiliki beberapa fungsi
di dalam organisasi, yaitu:
a. Budaya sebagai tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan
yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang lain.
b. Budaya dapat dijadikan sebagai identitas bagi anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang
lebih luas daripada kepentingan diri pribadi masing-masing.
d. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. Budaya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat.

e. Sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu


dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Di samping fungsi yang telah disebutkan, budaya organisasi juga
mempengaruhi motivasi, panduan diri, dan komitmen. Hal itu memainkan
peranan penting dalam pengembangan organisasi sebab mempengaruhi
tindakan karyawan dalam organisasi. Budaya organisasi antara lain
menentukan apakah karyawan termotivasi untuk belajar dan bersedia
mengembangkan kemampuannya.
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa fungsi-fungsi
budaya organisasi merupakan kekuatan yang menggerakkan dan
mengendalikan perilaku anggotanya dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya. Selain itu, budaya organisasi mendorong terciptanya
komitmen dan mengakibatkan konsistensi sikap karyawan.
3. Aspek-aspek Budaya Organisasi
Dalam penelitiannya O’Reilly, Chatman, dan Caldwell dalam
Munandar (2001) menemukan beberapa aspek dari budaya organisasi.
Tiap aspek ini berlangsung pada suatu kontinum dari rendah ke tinggi.
Dengan menilai organisasi berdasarkan enam aspek akan diperoleh
gambaran majemuk dari budaya organisasi. Gambaran tersebut menjadi
dasar untuk pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai
organisasi, terutama dalam menemukan solusi alternatif bagi setiap
masalah yang dihadapi, dan cara para anggota berperilaku sesuai dengan
harapan organisasi.

Karakteritik budaya organisasi dibangun oleh suatu kreativitas


dan aktivitas anggota yang inovatif dan pengambilan resiko, yang
berusaha membangun image yang baik tentang organisasinya. Diharapkan
anggota dapat bergerak aktif dalam mencari peluang atau sesuatu yang
baru, berani mengambil resiko, bereksperimen, dan tidak merasa
terhambat oleh kebijakan dan praktek- praktek formal. Pembaruan
terhadap kinerja dengan mempertimbangkan perubahan zaman dan
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi menjadi faktor pendorong
yang sangat kuat untuk merangsang anggota organisasi agar senantiasan
memiliki kecerdasan dan kreativitas yang inovatif dan kosntruktif.
Inovasi yang diwujudkan melalui aktivitas organisasi tidak bersifat
setengah hati, dan untuk mewujudkannya maka perlu didukung oleh
adanya stabilitas dan keamanan, anggota dapat menghargai hal-hal yang
dapat diduga sebelumnya, membangun keamanan bersama, dan
penggunaan dari aturan-aturan yang diciptakan dapat mengarahkan kepada
perilaku yang bertanggung jawab. Sehingga budaya organisasi merupakan
budaya yang memperhatikan stabilitas keamanan dan kewajiban yang
harus dimanifestasikan dalam perilaku konkret.
Proses pembentukan kebudayaan dalam berorganisasi sangat
ditentukan oleh orang-orang yang menjadi pelaku organisasi. Oleh sebab
itu, organisasi yang berkeinginan membangun budayanya dengan baik,
senantiasa berorientasi pada personal organisasi (penghargaan kepada
orang), penempatan anggota sebagai bagian pengambilan keputusan yang
mendukung resiko, memperlihatkan adanya suatu toleransi, keadilan dan
penghargaan terhadap orang lain. Baik dan buruknya pembentukan budaya
organisasi bergantung pada professional dan tidaknya dalam melaksanakan
perencanaan organisasi dan pengelolaannya. Perwujudan perilaku konkret
merupakan proses membentuk kebudayaan positif dalam berorganisasi.

Oleh karena itu, seluruh kegiatan organisasi diorientasikan pada


hasil-hasil yang akan dicapai dengan memperhitungkan berbagai resiko
lainnya berikut alternatif pemecahan masalah.
Setiap anggota bekerja menurut tugasnya masing-masing, tetapi
sebagai sistem yang utuh, aktivitas organisasi diwujudkan melalui
pembentukan tim kerja dan kolaborasi yang solid dalam mencapai tujuan.
Oleh sebab itu, budaya organisasi perlu diorientasikan pada kinerja
anggota yang sinergis sebagai suatu kesatuan yang solid terhadap tugasnya
masing-masing. Tim yang mewujudkan aktivitas organisasi bergerak
dinamis dan agresif dalam persaingan yang sering terjadi sehingga
program demi program dapat dituntaskan sesuai dengan jadwal yang
disepakati. Pelaksanaan program kerja dilakukan secara sistematis dan
penuh perhitungan.
Moeldjono (2003) menyebutkan aspek-aspek budaya organisasi
terdiri atas empat komponen, yaitu:
a. Integritas
Integritas menunjukkan kepada diri, organisasi dan lingkungan
bahwa kita mempunyai identitas atau jati diri. Identitas ini memberi
makna kepada kemanusiaan kita, dan menjadikan kita mempunyai
motivasi untuk berkarya yang tidak sekedar berkarya, melainkan
berkarya memberikan yang terbaik.

Perilaku manusia tidak dapat dipahami dan dianggap terpisah dan


pengetahuan mengenai berbagai kebudayaan tempat perilaku itu
berlangsung. Kebiasaan tradisi, peraturan dan hukum merupakan
beberapa hal yang menjadi lingkungan menejemen. Dalam
organisasi, kebudayaan hendaknya dikembangkan sehingga
memudahkan kerja sama dan mengisi aspek kualitas organisasi.
b. Profesionalisme
Berdasarkan yang dimaksud dengan propesional adalah:
1) Bersangkutan dengan profesi
2) Melakukan kepandaian untuk menjalankannya
3) Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya
(lewat amatir)
c. Keteladanan
Keteladanan adalah hal-hal yang ditiru atau di contoh. Mengelola
sumber daya tidak saja sulit tetapi memerlukan waktu dan
dilakukan dengan lemah lembut, kesabaran. Mengamati pujian dan
memberikan peringatan lebih baik lagi bila di lakukan memberikan
keteladanan. Bila seseorang tidak percaya bahwa hal yang
disuruhnya patut dilakukan maka ia akan kesulitan mengharapkan
orang lain sudi melakukan apa yang di suruhnya. kekuatan dan
kelemahan suatu lembaga atau departemen adalah sering kali
mencerminkan kekuatan dan kelemahan orang yang memimpin dan
mengelola lembaga itu.
d. Penghargaan pada SDM

Banyak perusahaan yang mempunyai kebijaksanaan sendiri dalam


memberikan penghargaan atas prestasi dan perilaku, khususnya
kebanyakan penghargaan ini ditunjukan untuk prestasi pegawai.
Suatu hal yang paling didambakan oleh semua perusahaan dimana
saja seperti saran, penghematan anggaran, pelayanan konsumen
terbaik atau tercapainya target penjualan.
Penghargaan atas kerja keras pegawai merupakan masalah penting
untuk dipertahankan agar memotivasi mereka terus bekerja sebaik
mungkin. Jika anda dapat menghargai dan membuat pegawai
senang anda dapat memuaskan dua keinginan yang paling
didambakan hampirsemua pegawai, perasaan senang bekerja serta
tempat kerja yang menyenangkan.
Keberadaan dan aspek-aspek tersebut akan mempengaruhi tumbuh
dan berkembangnya budaya organisasi pada suatu perusahaan dan turut
menentukan akseptabilitas suatu budaya oleh suatu perusahaan.
Dengan demikian dapat diduga bahwa di dalam kegiatan sehari-
hari terdapat pengaruh-pengaruh lain disamping keempat faktor budaya
organisasi yang telah ada terdapat kepuasan kerja, biasanya yang
berhubungan dengan aspek manajerial, organisasi, maupun aspek
operasional (Moeldjono, 2003).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
budaya organisasi antara lain integritas, profesionalisme, keteladanan dan
penghargaan pada SDM (sumber daya manusia).
D. Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan
Sumber daya manusia (SDM) merupakan asset yang paling vital
dalam perusahaan. Maju mundurnya suatu perusahaan ditentukan oleh
SDM yang ada di perusahaan tersebut. Lebih konkrit lagi, baik buruknya
kinerja karyawan merupakan penentu eksistensi suatu perusahaan.
Semakin baik kinerja karyawan maka, semakin baik kinerja perusahaan,
dan sebaliknya semakin buruk kinerja karyawan, maka semakin buruk
pula kinerja perusahaan. Robbin (2006) mengatakan baik buruknya kinerja
karyawan dapat dilihat dari aspek kemampuan (ability), motivasi
(motivation) dan peluang (opportunity).
Untuk mencapai kinerja karyawan yang baik dan meningkat,
bukanlah hal yang mudah. Banyak varians atau faktor yang
mempengaruhinya. Baik internal, eksternal maupun psikologis. Robbins
(2006) mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan adalah budaya organisasi. Pandangan ini sejalan dengan temuan
penelitian Sinaga (2008), Sudarmadi (2007) membuktikan budaya
organisasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan. Selain itu Chasanah (2008) yang membuktikan baik secara
simultan maupun parsial budaya organisasi dan self efficacy berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Siagian (2002) mengatakan bahwa culture dan budaya organisasi
adalah suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang dianut oleh semua
pihak yang harus berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan. O’Reilly,
Chatman, dan Caldwell (dalam Munandar, 2001) mengatakan karakteristik
budaya organisasi dalam suatu perusahaan dapat dilihat dari ciri ciri:
inovasi dan pengambilan resiko, stabilitas dan keamanan, penghargaan
kepada orang, orientasi hasil, orientasi tim dan kolaborasi, serta
keagresifan dan persaingan.

Hasil penelitian sebelumnya yang sejalan dengan tulisan ini adalah


yang dilakukan Koesmono (2005) yang mengadakan penelitian dengan
judul pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi dan kepuasan kerja
serta kinerja karyawan pada sub sektor industri pengolahan kayu skala
menengah di Jawa Timur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa
budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0.506. Artinya
budaya organisasi berpengaruh sebesar 50,6% terhadap kinertja karyawan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa budaya
organisasi yang terjadi akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Apabila karyawan merasa senang atau sesuai dengan budaya organisasi
yang ditetapkan perusahaan, maka kondisi ini akan mendukung
peningkatan kinerja para karyawan.
E. Kerangka Konseptual
Untuk memperjelas hubungan antara budaya organisasi dengan
kinerja karyawan, peneliti membuat sebuah bagan sebagai berikut:

Karyawan

Budaya Organisasi

Aspek-aspek: Kinerja
- Integritas
Aspek-aspek:
- Profesionalisme
- Kepribadian
- Keteladanan
- Kebiasaan kerja
- Penghargaan pada SDM
- Kepemimpinan
(Moeldjono, 2003)
F. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Ada
hubungan yang positif antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan”.
Artinya semakin baik budaya organisasi, maka kinerja karyawan semakin
baik. Sebaliknya semakin buruk budaya organisasi, maka semakin rendah
kinerja karyawan.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pada dasarnya pengertian karyawan dipersamakan dengan
pengertian buruh, tenaga kerja/pekerja atau diistilahkan juga dengan
sebutan sumber daya manusia (SDM).
Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh
karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil
yang dicapai oleh seseorang, baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu
organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
Budaya organisasi adalah keyakinan dan nilai bersama yang
memberikan makna bagi anggota sebuah institusi dan menjadikan
keyakinan dan nilai tersebut sebagai aturan atau pedoman berperilaku di
dalam organisasi.
DAFTAR REFERENSI

Wibowo, A. (2017). Manajemen Kinerja: Konsep, Desain, dan Praktek. Rajawali


PersCetakan.

Afiff, A. Z. (2019). Kinerja Karyawan: Konsep dan Aplikasi di Tempat Kerja Indonesia.
Erlangga.

Prabowo, H. Y. (2020). Pengembangan Karyawan: Teori dan Praktek di Perusahaan


Indonesia. Gramedia.

Soedirdjo, A. N. (2015). Kepemimpinan dan Motivasi Karyawan Indonesia. Bentang


Pustaka.

Malayu, S. P. Hasibuan. (2019). Manajemen Sumber Daya Manusia di Indonesia. Gagas


Media.

Anda mungkin juga menyukai