TERAPI HERBAL
KEPERAWATAN KOMPLEMENTER
Oleh :
Febrianatri Cahyaningrum
202310101031
Kelas A 2020
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2024
TERAPI KOMPLEMENTER BIOLOGICALLY BASED THERAPY :
TERAPI HERBAL
KEPERAWATAN KOMPLEMENTER
Oleh :
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2024
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Makalah yang
berjudul “Terapi Komplementer Manipulative Based Therapy: Terapi Herbal ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komplementer
Penyusunan makalah tidak lepas dari adanya hambatan dan tantangan. Adanya
pihak yang membangun sangat membantu dalam penyelesaian makalah ini. Oleh karena
itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:
Penulis sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas kesalahan yang ada pada makalah
ini. Sekaligus kami berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah ini.
penulis
3
DAFTAR ISI
4
LATAR BELAKANG
Dalam dunia keperawatan kita mempelajari apa yang dimaksud dengan
Keperawatan Komplementer. Komplementer maupun terapi komplementer
merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda dari pengobatan
konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia dan operasi,
yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Banyak terapi modalitas yang
digunakan pada terapi komplementer mirip dengan tindakan keperawatan seperti
teknik sentuhan, masase, dan manajemen stress. Menurut WHO (World Health
Organization), pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional
yang bukan berasal dari negara yang bersangkutan. Sebagai contoh di indonesia,
jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan
pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan
yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan diturunkan secara turun-temurun
pada suatu negara.
Terapi herbal adalah terapi komplementer menggunakan tumbuhan yang
berkhasiat obat. Indonesia dikenal memiliki tumbuhan obat yang sangat banyak.
Di dunia Internasional, penggunaan obat herbal sudah sangat berkembang,
cenderung meningkat, dan diperhitungkan sebagai komponen penting dalam
pelayanan kesehatan dasar. Penggunaan obat herbal sebagai bagian dari
pengobatan hipertensi semakin meningkat dalam dekade terakhir. Hal ini
disebabkan adanya beberapa faktor, salah satunya karena efek samping yang
dianggap lebih sedikit (Suryaningsih dkk,2023).
Menurut Dafriani dalam Suryaningsih (2023), Terapi herbal merupakan
salah satu pilihan dari terapi komplementer yang dapat dimanfaatkan sebagai
terapi penunjang dari terapi konvensional. Dalam memilih terapi komplementer
herbal untuk hipertensi, ada banyak jenis bagian tanaman yang dapat
dimanfaatkan untuk menurunkan tekanan darah seperti bagian akar, batang, buah,
daun, dan sebagainya. Terapi herbal yang digunakan dapat berfungsi sebagai
vasodilator dan vasorelaksan. Vasodilator adalah kandungan zat yang dapat
berfungsi untuk membantu melebarkan pembuluh darah sehingga dapat
menimbulkan efek relaksasi pada otot polos. Sedangkan vasorelaksan adalah
adalah zat yang dapat membantu proses dalam penurunan tekanan darah.
5
A. Definisi
Terapi herbal merupakan salah satu bentuk terapi komplementer dengan
menggunakan tanaman atau bagian dari tanaman untuk dimanfaatkan aroma, rasa,
dan sifat terapeutiknya. Terapi herbal juga dapat disebut dengan obat herbal yang
diartikan juga sebagai zat yang dimakan atau diminum berupa vitamin, mineral,
atau jamu untuk meningkatkan kesehatan (El-Dahiyat et al., 2020). Pengobatan
herbal dapat dikenal juga sebagai pengobatan Timur atau Fitoterapi merupakan
pemanfaatan tumbuhan atau herbal guna mengatasi permasalahan terkait kondisi
kesehatan seseorang. Istilah herbal atau tumbuhan obat dapat didefinisikan
sebagai obat pelengkap yang mengandung zat kimia guna mempercepat
penyembuhan suatu penyakit .
6
menerima informasi, ketepatan pemilihan untuk indikasi penyakit, dan tidak
disalahgunakan .
E. Indikasi
1. Pasien dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi
2. Pasien yang memiliki kolesterol tinggi
3. Pasien dengan imunitas rendah atau ingin meningkatkan daya tahan tubuh
F. Kontra Indikasi
Tidak dianjurkan bagi yang sensitive terhadap bawang putih, memiliki tekanan
darah rendah, memiliki riwayat atau sedang mengalami gastritis (sakit maag).
G. Cara Kerja
Dalam memberikan pengetahuan kepada pasien terkait terapi herbal
menggunakan bawang putih perlu dilakukan sesuai dengan Langkah-langkah
yang baik dan benar diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Tahap persiapan atau pra interaksi
a. Sebelum pergi ke klien sebaiknya, seorang perawat harus tau dan
mempelajari status atau riwayat kesehatan dari klien saat itu
7
b. Perawat dianjurkan untuk mencuci tangan sebelum bertemu klien
dan memberikan tindakan
2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam dan memperkenalkan diri kepada klien
b. Memvalidasi kondisi klien pada saat itu
c. Menjelaskan tujuan dan manfaat dari prosedur yang akan
dilakukan yaitu pemberian pengetahuan terkait terapi herbal
kepada klien dan keluarga
3. Tahap Kerja
a. Memberikan ektrak bawang putih dalam bentuk kapsul kepada
pasien
b. Menjelaskan dosis minum ektrak bawang putih yakni 2 kali sehari
1 kaplet (sekitar 600-900 mg/hari), diterapkan selama 12 minggu
(Ried et all,2016)
c. Obat herbal dari ekstrak bawang putih diminum sebelum makan
(Aumerrudy &Mohamad,2020).
4. Tahap Penutup atau terminasi
a. Perawat melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah
dilakukan klien yaitu pembuatan terapi herbal, evaluasi dilakukan
secara subjektif dan objektif
b. Perawat melakukan kontrak kegiatan selanjutnya pada klien
c. Perawat mengakhiri kegiatan dengan baik
d. Perawat mencuci tangan kembali setelah memberikan terapi herbal
kepada klien
e. Perawat melakukan dokumentasi terhadap kegiatan yang
dilakukan.
8
3. Apabila dikonsumsi dalam jumlah besar akan meningkatkan resiko
pendarahan pasca operasi
9
DAFTAR PUSTAKA
Nagy, M. and Dolenc, M. S. (2021) ‘Herbal Products Used in Menopause and for
Gynecological Disorders’, Molecules Journal, 26(7421), pp. 1–20.
Ried, K., & Fakler, P. (2014). Potential of garlic (Allium sativum) in lowering high blood
pressure: Mechanisms of action and clinical relevance. In Integrated Blood Pressure
Control (Vol. 7, pp. 71–82). Dove Medical Press Ltd.
https://doi.org/10.2147/IBPC.S51434
Ried, K., Travica, N., & Sali, A. (2016). The effect of aged garlic extract on blood
pressure and other cardiovascular risk factors in uncontrolled hypertensives: The
AGE at Heart trial. Integrated Blood Pressure Control, 9, 9–21.
https://doi.org/10.2147/IBPC.S93335
Simons, S., Wollersheim, H., & Thien, T. (2009). r e V i e W a systematic review on the
influence of trial quality on the effect of garlic on blood pressure. www.cochrane.nl.
Vickers, A., Zollman, C. and Lee, R. (2021) ‘Herbal medicine.’, The Western journal of
medicine, 175(2), pp. 125–128. doi: 10.1136/ewjm.175.2.125.
10