Anda di halaman 1dari 29

Tugas Makalah Mata Kuliah Kajian Kurikulum Bidang Studi Akuntansi

“KURIKULUM”

Dosen Pengampu:
Drs. H. Abdul Rijal, M.Si.

Disusun Oleh :

Nama : Nur Aliyah Darwis


Nim : 220902502013
Kelas : A Pendidikan Akuntansi

PRODI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…


Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini sebagai tugas kami.
Dalam menjelaskan makalah ini, saya banyak mengalami kesulitan dalam pembuatan
makalah ini. Namun, dari kesulitan itu kami menyadari bahwa banyak pihak yang membantu.
Demikian pula saya merasa sangat bersyukur dan mengucapkan banyak terimah kasih kepada
segenap pihak yang telah membantu.
Tak lupa saya mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampuh saya serta teman-teman yang senantiasa mendukung penuh keihklasan yang
membantu saya sehingga selesainya makalah ini.
Dengan judul makalah “Kurikulum”. Makalah yang saya ajukan tidak lain dan tidak
bukan sebagai tugas dalam mata kuliah Kajian Kurikulum Bidang Akuntansi. Dengan
selesainya makalah ini belum bisa di katakan layak untuk diajukan karena masih memiliki
banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, saya hanya berharap kepada siapapun
yang membaca makalah ini, saya berharap anda dapat memberikan kritikan ataupun saran
kepada makalah ini.
Akhir kata dari saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang
membacanya. salam hangat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Makassar, 03 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Pendahuluan .................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

A. Pengertian Kurikulum ..................................................................................................... 3

B. Hakikat Kurikulum ......................................................................................................... 4

C. Sejarah dan Asal Usul Kurikulum .................................................................................. 7

D. Peran Kurikulum ........................................................................................................... 10

E. Fungsi Kurikulum ......................................................................................................... 12

F. Komponen-Komponen Kurikulum ............................................................................... 13

G. Asas-Asas Kurikulum ................................................................................................... 17

H. Praktik Pengembangan Kurikulum Di Indoensia ......................................................... 19

BAB III .................................................................................................................................... 24

PENUTUP................................................................................................................................ 24

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 24

B. Saran ............................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Dalam melakukan suatu kegiatan pasti akan memerlukan suatu perencanaan dan
organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur agar dapat mencapai
tujuan yang ditentukan atau yang diharapkan. Demikian pula halnya pendidikan,
diperlukan adanya program yang terencana dan dapat mengantarkan proses pembelajaran
atau pendidikan sampai pada tujuan yang diharapkan. Proses, pelaksanaan, sampai
penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah "kurikulum pendidikan".
Dalam dunia pendidikan, kurikulum memunyai peranan yang penting karena
merupakan operasionalisasi tujuan yang hendak dicapai, bahkan tujuan tidak akan
tercapai tanpa melibatkan kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu
komponen pokok dalam pendidikan. Kurikulum sendiri juga merupakan sistem yang
mempunyai komponen-komponen tertentu. Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah
dokumen perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan
pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat
dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
pencapaian tujuan, serta implementasi dari dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat
strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Pendidikan tidak mungkin berjalan
dengan baik atau berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan jika pendidikan tidak
dijalankan sesuai dengan kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian kurikulum?
2. Bagaimana hakikat kurikulum?
3. Bagaimana sejarah dan asal asul usul kurikulum?
4. Bagaimana peran kurikulum?
5. Bagaimana fungsi kurikulum?
6. Bagaimana komponen-komponen kurikulum?
7. Bagaimana asas-asas kurikulum?
8. Bagaimana praktik pengembangan kurikulum di Indonensia?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kurikulum
2. Untuk mengetahui hakikat kurikulum
3. Untuk mengetahui sejarah dan asal asul usul kurikulum
4. Untuk mengetahui peran kurikulum
5. Untuk mengetahui fungsi kurikulum
6. Untuk mengetahui komponen-komponen kurikulum
7. Untuk mengetahui asas-asas kurikulum
8. Untuk mengetahui praktik pengembangan kurikulum di Indonensia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan “ruh” pendidikan yang harus dievaluasi secara inovatif,
dinamis, dan berkala sesuai dengan perkembangan zaman dan IPTEKS, kompetensi yang
diperlukan masyarakat dan pengguna lulusan. Kurikulum merupakan deskripsi dari visi,
misi, dan tujuan pendidikan suatu institusi atau lembaga pendidikan. Kurikulum juga
merupakan sentral muatan-muatan nilai yang akan ditransformasikan kepada para peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian Kurikulum menurut definisi para ahli:
1. Kurikulum menurut Daniel Tanner dan Laurel Tanner, kurikulum adalah
pengalaman pembelajaran yang terarah dan terencana secara terstuktur dan tersusun
melalui proses rekontruksi pengetahuan dan pengalaman secara sistematis yang
berada di bawah pengawasan lembaga pendidikan sehingga pelajar memiliki
motivasi dan minat belajar.
2. Kurikulum menurut Inlow (1966): kurikulum adalah usaha menyeluruh dirancang
khusus oleh sekolah dalam membimbing murid memperoleh hasil dari pelajaran
yang telah ditentukan.
3. Kurikulum menurut Hilda Taba (1962): kurikulum sebagai a plan of learning yang
berarti bahwa kurikulum adalah sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh
siswa yang memuat rencana untuk peserta didik. Dalam bukunya "Curriculum
Development Theory and Pratice".
4. Kurikulum menurut Kerr, J. F (1968): kurikulum adalah sebuah pembelajaran yang
dirancang dan dilaksanakan dengan individu dan berkelompok baik di luar maupun
di dalam sekolah.
5. Kurikulum menurut George A. Beaucham (1976): kurikulum adalah dokumen
tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik
melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam
kehidupan sehari- hari.
6. Kurikulum menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua
pengalaman yang telah dirancang oleh pihak sekolah untuk menolong para siswa
dalam mencapai hasil belajar kepada kemampuan siswa yang paling baik.

3
7. Kurikulum menurut UU. No. 20 Tahun 2003: kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pengajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
8. Kurikulum menurut Good V. Carter (1973): kurikulum adalah kelompok pengajaran
yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi
dalam pelajaran mayor.
9. Kurikulum menurut Grayson (1978): kurikulum adalah suatu perencanaan untuk
mendapatkan pengeluaran (out-comes) yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
10. Kurikulum menurut Murray Print: kurikulum adalah sebuah ruang pembelajaran
yang terencana diberikan secara langsung kepada siswa oleh sebuah lembaga
pendidikan dan pengalaman yang dapat dinikmati semua siswa pada saat kurikulum
diterapkan.
11. Kurikulum menurut Crow and Crow: kurikulum adalah rancangan pengajaran atau
sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu
program untuk memperoleh ijazah.

B. Hakikat Kurikulum
Istilah “kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar
dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa ini. Tafsiran
tafsiran tersebut berdeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan
pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni
"Curriculae" artinya jarak yang harus ditempuh seseorang pelari. Pada waktu itu,
pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa
yang bertujuan untuk memperoleh ijazah Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya
merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana
pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu
tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu
kurikulum dianggap sebagai jenbatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari
suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu. Beberapa tafsiran
lainnya dikemukakan berikut ini (Hamalik, 2008:16-17).
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum lalah sejumlah mata ajaran
yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan.
Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang

4
pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, bakat
pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan
selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut urutan tertentu, dan logis, artinya
dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi materi pelajaran yang
disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang
berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan maka semakin
banyak pula mata ajaramn yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh
siswa disekolah (Hamalik, 2008:16-17).
Ditinjau dari asal katanya, kurikulum berasal dari bahasa yunani yang mula-mula
digunakan dalam bidang olahraga, yaitu kata currure yang berarti jarak tempuh lari.
Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang harus ditempuh mulai dari stort sampai
dengan finish. Jarak dari stort sampai dengan finish disebut currure. Atas dasar tersebut
pengertian kurikulum diterapkan dalam bidang pendidikan.
Banyak ahli pendidikan dan ahli kurikulum yang membatasi pengertian kurikulum
beberapa definisi tersebut dirumuskan dengan berbeda meskipun pada initinya
terkandung maksud yang sama. Sebagai gambaran ada beberapa pengertian kurukulum
yang dikembangkan oleh bebrapa orang ahli. Hilda, Taba dalam bukunya, Curriculum
Development, Theory and Practice (1962), mendefinisikan kurikulum sebagai a plan for
learning. J. F Kerr (1966) mendefinisikan kurikulum sebagai:
"All the learning which is planned or guided by the school, whether it is carried on
in groups or individually, inside of or outside the school".
Definisi yang lebih kompleks tentang kurikulum dikemukakan oleh Rene Ochs
(1964) yang dikutipoleh Ariech Lewy (1970) sebagai berikut:
This term often to design aqually a programme for a given subject matter for the
entire cycle or even the whole range of cycles. Further, the term curriculum is
sometimes used in a wider sense to cover the various educational activities through
which the content is conveyed as well as materials used and methods employed.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan
aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta didik di
bawah bimbingan sekolah, baik di dalam maupun luar sekolah. Atas dasar tersebut secara
oprasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai berikut.
1. Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah
yang dilaksanakan dari tahun ke tahun;

5
2. Bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan guru dalam melaksanakan
pengajaran untuk siswa-siswanya;
3. Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari suatu rencana
pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru di
sekolah;
4. Tujuan-tujuan pengajaran, pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara
penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan; dan
5. Suatu program bpendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.
Definisi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kurikulum
sebagai program yang direncanakan dan dilaksanakan di sekolah serta kurikulum sebagai
program yang direncanakan dan dilaksanakan secara nyata di kelas.
Ada pakar kurikulum yang mengutarakan bahwa “kurikulum mencakupi maksud,
tujuan, isi, proses, sumber daya, dan sarana-sarana evaluasi bagi semua pengalaman
belajar yang direncanakan bagi para pembelajar baik di dalam maupun di luar sekolah
dan masyarakat melaluipengajaran kelas dan program- program terkait”, dan selanjutnya
membatasi “silabus sebagai suatu pernyataan mengenai rencana bagi setiap bagian
kurikulum menesampingkan unsure evaluasi kurikulum itu sendiri:... silabus hendaknya
dipandang dalam konteks proses pengembangan kurikulum yang sedang berlangsung”
(Robertson 1971: 584; Shaw 1977 dalam Tarigan, 1993:5).
Selain itu, masih terdapat bermacam-macam pengertian diberikan kepada istilah
kurikulum. Ada pengertian yang sangat luas dan sebaliknya terdpat pengertian yang
sempit. Perkataan kurikulum bukan perkataan Indonesia asli, tetapi berasal dari bahasa
asing, yaitu bahasa Yunani. Di dalam kamus Webster dalam Team Pembina Mata Kuliah
Didaktik Metodik (1995:97) terdapat beberapa arti dari kurikulum, di antaranya yaitu
sebagai berikut.
1. Tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh pelari kereta lomba.
2. Pelajaram-pelajaran tertentu yang diberikan di sekolah atau perguruan tinggi yang
ditujukan untuk mencapai suatu tingkat atau ijazah.
3. Keseluruhan pelajaran yang diberikan dalam suatu lembaga pendidikan.
Lazimnya, kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah
atau lembaga pendidikan berserta staf pengajarnya (Nasution, 2006:5). Pengertian
kurikulum yang lebih luas kemudian diberikan oleh para pendidikan yaitu "segala usaha

6
sekolah untuk memengaruhi anak belajar, di dalam kelas, di halaman sekolah maupun di
luarnya" atau "segala kegiatan di bawah tanggung jawab sekolah yang memengaruhi
anak dalam pendidikannya" (Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:97).
Pendapat ini timbul karena para pendidik kini beranggapan, dengan memperhatikan
pengaruh hidden curriculum sangat membutuhkan pemikiran-pemikiran dan
pertimbangan-pertimbangan yang lebih luas dan mungkin biaya yang lebih besar
daripada merencanakan kurikulum yang bersifat tertulis. Yang termasuk hidden
curriculum, misalnya dengan tersedianya ruang perpustakaan yang nyaman dan buku-
buku yang lengkap akan dengan sendirinya meningkatkan gairah membaca murid-murid.
Karakteristik lain dari kurikulum terutama stated curriculum yaitu sebagai berikut.
1. Kurikulum harus bersifat fleksibel, mudah diubah menuju ke kesempurnaan, sesuai
dengan kubutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
2. Kurikulum adalah deskripsi atau uraian tentang rencana atau program yang akan
dilaksanakan.
3. Kurikulum biasanya berisi tentang bermacam-macam bidang studi (areas of
learning).
4. Kurikulum dapat diperuntukkan bagi seorang pelajar saja atau disusun bagi suatu
kelompok yang besar.
5. Kurikulum selalu berhubungan dengan atau merupakan program dari suatu lembaga
pendidikan (educational centre).
(Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik, 1995:100).

C. Sejarah dan Asal Usul Kurikulum


Dilihat dari sisi sejarah, istilah kurikulum (curriculum) adalah suatu istilah yang
berasal dari bahasa yunani. Pada awalnya istilah ini digunakan untuk dunia olahraga,
yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada masa yunani dahutu
kata istilah "kurikulum" digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui
atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan lari estafet yang dikenal dalam
dunia atletik. Dalam proses lebih lanjut istilah ini ternyata mengalami perkembangan
sehingga penggunaan istilah ini meluas dan merambah ke dunia pendidikan. Sejauh ini
belum diketahui secara pasti kapan istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan.
Demikian pula mengenai tokoh yang berkuasa pada masa itu yang berjasa dalam
mengangkat istilah kurikulum ke dunia pendidikan secara meyakinkan belum ditemukan
dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Agaknya persoalan ini

7
memerlukan penelitian sejarah kurikulum yang lebih mendalam untuk melihat lebih jauh
mengenai sejarah peristilahan-peristilahan kurikulum yang dari awalnya telah
berkembang pada masa Yunani (Athena).
Dari sisi etimologi kata "kurikulum" (curriculum) terambil dari bahasa latin yang
memiliki makna yang sama dengan kata "rarecourse" (gelanggang perlombaan). Kata
"curriculum" dalam bentuk kata kerja yang dalam bahasa latin dikenal dengan istilah
"curere" mengandung arti "menjalankan perlombaan" (running of the race). Sedangkan
dari sudut terminologinya, istilah kurikulum digunakan dalam berbagai versi. Zais
menggunakan istilah kurikulum untuk menunjukkan dua hal yang disebutnya sebagai; (1)
rencana pendidikan untuk siswa (plan for the education of learners) dan (2) lapangan
studi (field of study).
Kurikulum sebagai rencana pendidikan untuk siswa biasa disebut sebagai kurikulum
untuk suatu sekolah. Kurikulum dalam pengertian ini mencakup mata pelajaran yang
tercakup ke dalam lapangan kurikulum (the curriculum field). Adapun kurikulum sebagai
lapangan studi (as a field of study) oleh para ahli kurikulum diberi batasan sebagai
berikut: (1) studi yang berhubungan dengan struktur substantif dari setiap rnata pelajaran
dan (2) prosedur penyelidikan praksis-praksis yang berhubungan dengan struktur
sintaksis (kurikulum). Lebih jelasnya dapat ditegaskan bahwa kurikulum sebagai
lapangan studi mencakup: (a) mata pelajaran yang disajikan dalam kurikulum, dan (b)
proses-proses mata pelajaran yang berhubungan dengan perubahan dan pengembangan
kurikulum.
Kurikulum sebagai lapangan studi dapat dilihat akarnya pada gerakan pengikut-
pengikut Herbart pada akhir abad 19 M. Johan Friedrich Herbart (1776-1841), seorang
filsuf berkebangsaan Jerman yang mempunyai gagasan-gagasan pendidikan yang cukup
luas pengaruhnya dan diterima oleh masyarakat Amerika Serikat pada akhir pertengahan
abad 19. Teori-teori Herbart tentang pengajaran dan pembelajaran telah menuntut
perhatian serius berbagai kalangan di Amerika untuk melakukan pilihan-pilihan dan
pengorganisasian mata pelajaran.
Gerakan-gerakan dari pengikut Herbart ini berhasil memperlihatkan kesadaran dan
minat yang tinggi terhadap Isi kurikulum pendidikan di Amerika, yang oleh Kliebard
(1968) sebagaimana dikutip oleh Zais dalam Hasibuan (2010), menyebutkan bahwa sejak
abad ini kurikulum telah menjadi isu pendidikan yang populer di Amerika.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peristiwa-peristiwa penting dalam pendidikan
dilakukan oleh sejumlah pihak, sehingga minat untuk membicarakan kurikulum pun

8
semakin tumbuh secara intensif. Apalagi setelah didirikannya suatu komite yang dikenal
dengan nama Komite Sepuluh (The Committee of Ten) oleh Presiden Harvard, Charles
W. Elliot. Komite ini memberikan laporan pendidikan yang begitu mengagumkan pada
tahun 1893. Laporan ini menjadi isu penting pendidikan yang benar-benar menonjol pada
tahun tersebut. Selanjutnya untuk dua dekade terakhir, keberadaan komite menjadi lebih
kuat karena dapat memberikan pengaruh terhadap berdirinya organisasi yang
memberikan perhatian serius terhadap pendidikan.
Kehadiran organisasi-organisasi ini semakin menunjukkan pentingnya pembicaraan-
pembicaraan yang berhubungan dengan persoalan isi dan organisasi kurikulum. Dalam
waktu yang sama John Dewey melakukan pula percobaan-percobaan untuk
mengembangkan inovasi di sekolah laboratorium terkenal di Universitas chicago.
Kendatipun perhatian yang dipusatkan pada isu kurikulum sudah ada pada saat itu,
namun dilihat dari sisi individu yang benar-benar memberikan perhatian khusus kepada
kurikulum belum ada pada waktu itu, sehingga pemikiran ke arah tenaga spesialis
kurikulum pun belum muncul pada waktu itu.
Pemikiran ke arah tenaga spesialis kurikulum baru muncul sesudah tahun 1918,
yaitu ketika diterbitkannya buku pertama yang membahas tentang kurikulum oleh
Franklin Bobbitt, berjudul "The Curriculum". Lahirnya karya di atas menjadi awal
munculnya kebutuhan untuk memunculkan tenaga-tenaga spesialis kurikulum yang
menjadikan kurikulum sebagai Lapangan studi. Karya Bobbitt kemudian diikuti oleh
munculnya karya-karya lain yang berbicara secara khusus dalam bidang kurikulum.
Beberapa buku kurikulum lainnya diterbitkan oleh para teorisi dan praktisi
pendidikan di mana mereka telah berpikir sebagai seorang tenaga spesialis kurikulum.
Mereka ini antara lain adalah W. W. Charters dari Universitas Ohio yang menerbitkan
buku yang berjudul "Curriculum Construction" (Konstruksi Kurikulum) pada tahun
1923. Demikian juga pada tahun berikutnya, buku berjudul "How To Make A
Curriculum" merupakan karya besar kedua yang ditulis oleh Bobbitt.
Dalam tahun 1926 perkumpulan masyarakat nasional (The National Society)
Amerika yang bergerak dalam pendidikan menerbitkan buku dalam bentuk review 685
halaman, berisi tinjauan ulang tentang perkembangan kurikulum, dan diberi judul "The
Foundation and Technique of Curriculum Construction". Dua dari bagian buku tahunan
yang dipublikasikan oleh perkumpulan masyarakat nasional ini, disiapkan oleh sebuah
komite yang terdiri dari para sarjana kurikulum. Komite ini diketuai oleh Harold Rugg,
beranggotakan antara lain: Franklin Bobbitt, W. W. Charters, dan Charles Judd.

9
Sejak masa ini kurikulum telah menjadi lapangan studi yang dalam perkembangan
lebih lanjut mengalami variasi. Ada yang menyebutnya dengan istilah "Curriculum
Conscious" dengan memuat program-program revisi kurikulum dalam sistem sekolah.
Denver misalnya dalam tahun 1922 menggulirkan studi kurikulum dengan mengangkat
tema "Rencana Perbaikan Kurikulum". Demikian pula St. Louis dalam tahun 1925
menarik perhatian masyarakat nasional Amerika, karena kajian kurikulum. yang
berhubungan dengan program revisi komprehensif. Kajian ini telah melibatkan beratus-
ratus tenaga pengajar dan juga kelompok besar dari tenaga konsultan kurikulum. Proyek
ini secara keseluruhan telah berhasil mendorong berkembangnya komunitas pendidikan
pada masa-masa selanjutnya.

D. Peran Kurikulum
Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah atau madrasah memiliki peranan
yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Terdapat tiga
peranan yang dinilai sangat penting yaitu:
1. Peranan Konservatif
Salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan
adalah mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat kepada generasi muda yakni siswa.
Siswa perlu memahami dan menyadari norma- norma dan pandangan hidup
masyarakatnya, sehingga ketika mereka kembali ke masyarakat mereka dapat
menjunjung tinggi dan berperilaku sesuai dengan norma- norma tersebut. Peran
konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa
lalu. Dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya
lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat penting.
Melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh
yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajegan dan identitas
masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik. Peranan ini menekankan bahwa
kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan
budaya yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal
ini para siswa.
2. Peranan Kreatif
Apakah tugas dan tangung jawab sekolah hanya sebatas pada mewariskan nilai-nilai
lama? Ternyata juga tidak. Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan

10
hal-hal baru sesuai dengan tuntunan zaman. Sebab, pada kenyataannya masyarakat tidak
bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami perubahan. Dalam rangka
inilah kurikulum memiliki peran kreatif. Kurikulum harus mampu menjawab setiap
tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah.
Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat
membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar
dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang senan tiasa bergerak maju
secara dinamis. Mengapa kurikulum harus berperan kreatif? Sebab, manakala kurikulum
tidak mengandung unsur-unsur baru maka pendidikan selamanya akan tertinggal, yang
berarti apa yang diberikan di sekolah pada akhirnya akan kurang bermakna, karena tidak
relevan lagi dengan kebutuhan dan tuntutan sosial masyarakat.
Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran di atas harus berjalan secara
seimbang. Kurikulum yang terlalu menonjolkan peran konservatifnya cenderung akan
membuat pendidikan ketinggalan oleh kemajuan zaman: sebaliknya kurikulum yang
terlalu menonjolkan peran kreatifnya dapat membuat hilangnya nilai-nila budaya
masyarakat. Sesuai dengan peran yang harus dimainkan kurikulum sebagai alat dan
pedoman pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan dengan tujuan pendidikan itu
sendiri. Mengapa demikian? Sebab, tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan pada
dasarnya mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri. Dilihat dari cakupan dan
tujuannya menurut McNeil (1990) isi kurikulum memiliki empat fungsi, yaitu 1) fungsi
pendidikan umum (Common and General Education) 2) Suplementasi
(Supplementation), 3) Eksplorasi (Esploration) dan 4). Keahlian (Specialization).
Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu
yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang.
3. Peranan Kritis dan Evaluatif
Apakah setiap nilai dan budaya lama harus diwariskan kepada setiap anak didik?
Apakah setiap nilai dan budaya baru sesual dengan perkembangan zaman juga harus
dimiliki oleh setiap anak didik? Tentu tidak. Tidak setiap nilai dan budaya lama harus
tetap dipertahankan, sebab kadang-kadang nilai dan budaya lama itu sudah tidak sesuai
dengan tuntutan perkembangan masyarakat; demikian juga ada kalanya nilai dan budaya
baru itu juga tidak sesuai dengan nilai-nilai lama yang masih relevan dengan keadaan
dan tuntutan zaman. Dengan demikian kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan
budaya mana yang perlu dipertahankan, dan nilai atau buadaya baru yang mana yang

11
harus dimiliki anak didik. Dalam rangka inilah peran kritis dan evaluatif kurikulum
diperlukan. Kurikukum harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala
sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik. Peranan ini
dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam
masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya
masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa
sekarang.

E. Fungsi Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru,
kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi
kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam membimbing anaknya belajar dirumah. Bagi masyarakat, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses
pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, sisiwa kurikulum berfungsi sebagi suatu
belajar.
Selain itu fungsi kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri yang
berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum memiliki
arti sebagai berikut:
1. Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifar well adjusted 11 yaitu mampu
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial.
2. Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya
merupakan anggota dan bagian integral masyarakat. ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Fungsi Diferensiasi
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
memberikan layanan terhadap perbedaan individusiswa. Setiap siswa memiliki
perbedaan baik dari aspek fisik maupun psikis.

12
4. Fungsi persiapan
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
memprsiapkan siswa melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih.
5. Fungsi pemilihan
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar
yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat
kaitannya dengan fungsi diferensiasi karena pengakuan atas adanya perbedaan
individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk
memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.
6. Fungsi diagnostik
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu
membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima potensi
dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya. Maka diharapkan siswa dapat
mengembangkan sendiri potensi yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-
kelemahannya.

F. Komponen-Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, dimana kelima komponen tersebut
memiliki keterkaitan yang erat dan tidak biasa dipisahkan. Kelima komponen tersebut,
yaitu:
1. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah
mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai
ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara,
keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan Tingkungannya
masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada
dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh
Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga
jenis nilai utama yaitu:
Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge,
and ability so that they can manage their personal and collective life to the
greatest possible extent.

13
Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by
coverring them an equal basic education. Survival; permit every nation to
transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide
education towards mutual understanding and towards what has become a
worldwide realization of common destiny.
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat
secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bahwa: "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab"
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran
makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan
pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan
pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu
kepada tujuan umum pendidikan berikut.
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
2. Materi
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat
dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa
pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme,

14
eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam
hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
a. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
menspesifikasi hubungan-hubungan antara variabel-variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
b. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-
kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
c. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber
dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
d. Prinsip, yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
e. Prosedur, yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran
yang harus dilakukan peserta didik.
f. Fakta, sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri
dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
g. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan
dalam materi.
h. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas suatu uraian atau pendapat.
i. Definisi: yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata
dalam garis besarnya.
j. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran
dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena
itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta
didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-
topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang
ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada
teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung
penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas

15
dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan
obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang
melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi
pembelajaran. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu, maka dalam praktiknya
cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel.
3. Strategi
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang
melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan
dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap
penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi
tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual, sebagaimana
yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka
pewarisan budaya atau pun keabadian, maka strategi pembelajaran yang
dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di
dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan.
Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima
sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada
umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau
seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari
kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif
dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik
secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan
kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang
menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran
yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat
individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif),
seperti: pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan
sejenisnya.

16
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya
sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha
menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi
peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider,
guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya
secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang
menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri
dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi
atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran
teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual.
Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa
tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director
of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk
melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya.
4. Organisasi kurikulum
5. Evaluasi

G. Asas-Asas Kurikulum
1. Asas filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Faktor
“baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filssafat yang dianut
sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan dunia.
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu bangsa, terutama
dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan yang harus dicapai
melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu menjamin
terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Jadi, asas filosofis berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan
filsafat negara. Perbedaan filsafat suaatu negara menimbulkan implikasi yang
berbeda di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan

17
tata cara mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluassi yang ditempuh. Apabila
pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesiaa,
penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan
Pancasila, Undang-Unang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai landasan filosofis negara.
2. Asas sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala social
hubungan antarindividu dengan individu, antargolongan, lembaga social yang
disebut juga ilmu masyarakat. Masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah
hidup dan bekerja sama hingga mereka mengatur diri mereka sendiri dan
menganggap sebagai suatu kesatuan social. Sekolah adalah institusi social yang
didirikan dan ditujukan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
Maka kurikulum sekolah dalam penyusunan dan pelaksanaan banyak dipengaruhi
oleh kekuatan-kekuatan social yang berkembang dan selalu berubah di dalam
masyarakat.
3. Asas psikomotor
Asas psikomotor berarti kegiatan yang mengacu pada hal-hal yang bersifat
psikologi. Manusia sebagai makhluk yang bersifat unitas multiplex yang terdiri atas
Sembilan aspek psikologi yang kompleks tetapi satu, yaitu aspek ketakwaan, aspek
cipta, asspek rasa, aspek karsa, aspek karya (kreatif), aspek karya (keprigelan), aspek
kesehatan, aspek social dan aspek karya.
4. Asas organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah bagaimana bahan pelajaran akan disiapkan.
Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan
adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam bentuk broad
field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain. Ataukah diusahakan
hubungan secara lebih mendalam dengan mengapuskan segala batas-batas mata
pelajaran (dalam bentuk kurikulum terpadu). Penganut ilmu jiwa asisiasi akan
memilih bentuk organisasi kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran, sedangkan
penganut ilmu jiwa gestait akan cenderung memilih kurikulum terpadu.

18
H. Praktik Pengembangan Kurikulum Di Indoensia
1. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan bentuk pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu
dilakukan perubahan struktur kurikulum pendidikan pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni. Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 ditekankan pada upaya
untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Sedangkan isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran kurikulum
1968 bersifat politis, mengganti rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan produk
Orde Lama. Pada tujuan pembentukan manusia pancasila sejati, kurikulum 1968
menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Dalam kurikulum ini sendiri
terdapat 9 mata pelajaran.
Kurikulum 1968 dinamakan kurikulum bulat "hanya memuat mata pelajaran
pokok-pokok saja, "karena muatan materi pelajaran bersifat teoretis dengan tidak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi
apa saja yang tepat diberikan kepada siswa disetiap jenjang pendidikan. Kurikulum
1968 lahir dengan pertimbangan politis-ideologis. Tujuan pendidikan pada
kurikulum 1964 yang menciptakan masyarakat yang sosialis Indonesia diberangus,
pendidikan pada masa ini lebih di tekankan untuk membentuk manusia pancasilais
sejati.
Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curiculum, artinya materi pelajaran
tingkat bawah dikorelasikan dengan kurikulum sekolah lanjutan. Bidang studi pada
kurikulum ini di kelompokan pada tiga kelompok besar, pembinaan pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajaran ada 9 mata pelajaran,
yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja. Materi pelajaran sendiri hanya
teoretis, tidak lagi mengaitkan dengan permasalahan yang aktual di lingkungan
sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pendidikan dan psikologi. Pada akhir tahun 1960-an salah satunya teori psikologi
unsur, contoh penerapan metode pembelajaran ini adalah eja ketika pembelajaran

19
membaca. Begitu pula pada mata pelajaran lain "anak belajar melalui unsur-unsur
nalar dulu”.
2. Kurikulum 1975
Latar belakang lahirnya kurikulum 1975, menteri pendidikan Republik
Indonesia (Syarif Thayeb) menjelaskan tentang diterapkan kurikulum 1975 sebagai
pedoman pelaksanaan pengajaran di sekolah penjelasan tersebut sebagai berikut:
Sejak tahun 1968 di negara Indonesia telah banyak perubahan yang terjadi sebagai
akibat lajunya pembangunan nasional, yang mempunyai dampak baru terhadap
program pendidikan nasional, Hal-hal yang memengaruhi program maupun
kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan pembaharuan itu adalah:
a. Selama PELITA 1 yang mulai pada tahun 1969 talah banyak timbul gagasan
baru tentang pelaksanaan sistem pendidikan nasional.
b. Adanya kebijakan pemerintah dibidang pendidikan nasional yang digariskan
dalam GBHN yang antara lain: "mengejar ketinggalan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mempercepat lajunya pembengunan".
c. Adanya hasil analisis dan penelaian pendidikan nasional oleh departemen
pendidikan dan kebudayaan mendorong pemerintah untuk meninjau
kebijaksanaan pendidikan nasional.
d. Adanya inovasi dalam sistem belajar mengajar yang dianggap lebih efesien dan
efektif yang telah memasuki dunia pendidikan Indonesia.
e. Keluhan masyarakat tentang mutu lulusan pendidikan untuk meninjau sistem
yang sudah berlaku.
f. Pada kurikulum 1968 terdapat hal-hal yang merupakan faktor kebijakan
pemerintah yang berkembang dalam rangka pembangunan nasional tersebut
belum diperhitungkan, sehingga diperlukan peninjauan terhadap kurikulum
1968 tersebut agar sesuai dengan tuntunan masyarakat yang sedang
membangun.
Atas pertimbangan tersebut maka dibentuklah kurikulum tahun 1975. Segala
upaya untuk mewujudkan strategi pembangunan di bawah pemerintah Orde Baru
dengan program PELITA dan REPELITA.
3. Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bahkan sidang umum MPR 1983 yang produknya tertuang dalam GBHN 1983

20
menyatakan keputusan politik yang menghendaki perubahan kurikulum dari
kurikulum 1975 kepada kurikulum 1984.
4. Kurikulum1994
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Jiwanya ingin mengombinasikan abtara kurikulum 1975 dan 1984
antara pendekatan proses. Sayangnya perpaduan tujuan dan proses belum berhasil.
Materi muatan local disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing, misalnya bahasa
daerah, kesenian, keterampilan daerah dan lain-lain. Berbagai kepentingan
kelompok masyaraka juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Alhasil, kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Kejatuhan rezim Suharto pada 1998 diikuti kehadiran suplemen kurikulum 1999.
Tapi perubahannya lebih pada menambah sejumlah materi
5. Kurikulum 2004
Bahasa kerennya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) setiap pelajaran diurai
berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa. Sayangnya kerancuan muncul
bila dikaitkan dengan alat ukur kompetensi siswa yakni ujian. Uijian akhir nasional
masih berupa pilihan ganda. Bila target kompetensi yang ingin dicapai, evaluasinya
tentu lebih banyak pada praktik atau uraian yang mampu mengukur seberapa besar
pemahaman dan kompetensi siswa. Meski baru diujicobakan di sejumlah sekolah
kota-kota di Pulau Jawa dan kota besar di luar pulau Jawa telah menerapkan KBK.
Hasilnya tak memuaskan, Guru-guru pun tak paham betul apa sebenarnya
kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
6. Kurikulum KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan muncullah kurikulum) tingkat satuan
pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah
banyak perbedaan dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah
guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan
kerangka dasar (KD), setandar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk satuan pendidikan telah
ditetapkan oleh departemen pendidikan nasional. Jadi pengembangan perangkat
pembelajaran seperti silabus dan system penilaian merupakan kewenangan satuan
pendidikan (sekolah) di bawah koordinasi dan supervisi pemerintah kabupaten/kota.

21
7. Kurikulum 2013
Kurikumlum 2013 mempunyai ciri dan karakteristik tertentu. Karakteristik dan
ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
a. Mewujudkan pendidikan berkarakter Pendidkan berkarakter sebenarnya
merupakan karakter dan ciri pokok kurikulum pendidikan sebelumnya. Di mana
dalam kurikulum tersebut dituntut bagaimana mencetak peserta didik yang
memiliki karakter yang baik, bermoral dan mmemiliki budi pekerti yang baik.
Namun pada implementasi kkurikulum ini masih terdapat berbagai kekuragan
sehingga menual berbagai kritik. sehingga kurikulum berbasis kompetensi ini
direvisi guna menciptakan sistem pendidikan yang berkelanjutan dan dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa.
b. Menciptakan Pendidikan Berwawasan Lokal Wawasan lokal merupakan satu
hal yang sangat penting. Namun pada kenyataan yang terjadi selama ini, potensi
dan budaya lokal seakan terabaikan dan tergerus oleh tingginya pengaruh
buudaya modern. Budaya yang cenderung membawa masyarakat untuk
melupakan cita- cita luhur nenek moyang dan potensi yang dimilikinya dari
dalam jiwa. Hal itulah yang mendorong bagaimana penanaman budaya lokal
dalam pendidikan dapat diterapkan. Sistem ini akan diterapkan dalam konsep
sintem pendidikan kurikulum 2013. Sistem yang dapat lebih mengentalkan
budaya lokal yang selamaa ini dilupakan dan seakan diacuhkan. Olehnya itu
dengan sistem pendidkan kurikulum 2013 diharapkan pilar budaya lokal dapat
kembali menjadi inspirasi dan implementasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Dihrapkan budaya lokal dapat menjadi ciri penting dan menjadi raja di negeri
sendiri dan tidak punah ditelan zaman.
c. Menciptakan Pendidikan yang ceria dan Bersahabat Pendidikan tidak hanya
sebagai media pembelajaran. Tetapi pada dasarnya pendidikan merupakan
tempat untuk menggali seluruh potensi dalam diri. Olehnya itu, dengan sistem
pendidikan yang diterapkan pada kurikulum 2013 nantinya akan diharapkan
dapat menggali seluruh potensi diri peserta didik, baik prestasi akademik
maupun nonakademik. Maka dengan begitu pada kurikulum 2013 nantinya akan
diterapkan pendidikan yang lebih menyenangkan, bersahabat, menarik dan
berkompeten. Sehingga dengan cara tersebut diharapkan seluruh potensi dan
kreativitas serta inovasi peserta didik dapat tereksploitasi secara cepat dan tepat.

22
8. Kurikulum Merdeka
Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler
yang beragam, konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu
untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan
untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan
dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Kurikulum Merdeka diterapkan
dengan tujuan untuk melatih kemerdekaan dalam berpikir peserta didik. Inti paling
penting dari kemerdekaan berpikir ditujukan kepada guru. Jika guru dalam mengajar
belum merdeka dalam mengajar, tentu peserta didik juga ikut tidak merdeka dalam
berpikir.
Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) terdiri dari dua konsep yaitu
“Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka” di dalam satu program. Merdeka belajar
adalah kebebasan berpikir dan kebebasan inovasi. Sedangkan kampus merdeka
adalah lanjutan program merdeka belajar untuk pendidikan tinggi. Transformasi
pendidikan melalui kebijakan merdeka belajar adalah salah satu langkah untuk
mewujudkan SDM unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Kurikulum Merdeka Belajar ditujukan untuk jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan menengah seperti SMP/SMA/SMK/sederajat.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan “ruh” pendidikan yang harus dievaluasi secara inovatif,
dinamis, dan berkala sesuai dengan perkembangan zaman dan IPTEKS, kompetensi yang
diperlukan masyarakat dan pengguna lulusan.
Kurikulum adalah suatu rencana atau program pendidikan yang dirancang untuk
memandu proses belajar-mengajar di sekolah atau lembaga pendidikan. Ini mencakup
berbagai aspek, termasuk isi pelajaran, tujuan pendidikan, metode pengajaran, sumber
daya, dan evaluasi. Kurikulum dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, mulai dari
aspek formal yang terdokumentasi hingga aspek informal yang terkait dengan
pengalaman belajar di dalam dan di luar sekolah.
Kurikulum juga harus bersifat fleksibel, mudah diubah sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kebutuhan, dan dapat disesuaikan untuk seorang pelajar atau
kelompok besar. Selain itu, kurikulum tidak hanya mencakup apa yang diajarkan di
kelas, tetapi juga pengaruh-pengaruh yang memengaruhi pembelajaran di luar kelas,
yang dikenal sebagai "hidden curriculum".
Terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting dalam kurikulum, yaitu peranan
konservatif, peranan kreatif, serta peranan kritis dan evaluatif. Selain itu fungsi
kurikulum terdiri atas, fungau penyesuaian, fungsi integrasi, fungsi diferensiasi, fungsi
persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnotis.
Dalam kurikulum setidaknya terdapat lima komponen yang memiliki keterkaitan
yang erat dan tidak bisa dipisahkan yaitu tujuan, materi, strategi, organisasi kurikulum
dan evaluasi. Selain itu terdapat tiga asas dalan kurikulum yakni asas filosofis, asas
sosiologis, asas psikomotir dan asas organisatoris.
Praktik pengembangan kurikulum di indonesia yaitu kurikulum 1968, kurikulum
1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum KTSP 2006,
kurikulum 2013 dan yang terakhir adalah kurikulum merdeka.

B. Saran
Demikianlah saya menyampaikan materi dalam makalah yang saya buat. Mungkin
masih banyak kesalahan materi atau penulisa kata yang telah saya buat dalam makalah
ini, oleh karena itu saya sangat membutuhkan masukan dan saran agar makalah saya

24
menjadi sedikit lebih baik. Mudah mudahan apa yang saya sampaikan bermanfaat bagi
pembaca.

25
DAFTAR PUSTAKA

Khoirurrijal, Fadriati, Sofia, Makrufi, A. D., Gandi, S., Muin, A., . . . Suprapno. (2022).
Pengembangan Kurikulum Merdeka. Malang: CV. Literasi Nusantara Abadi.
Sarinah. (2015). Pengantar Kurikulum. Yogyakarta: Deepublish.
Suryaman, Maman. "Orientasi pengembangan kurikulum merdeka belajar." Seminar
Nasional Pendidikan Bahasa Dan Sastra. 2020.
Vhalery, Rendika, Albertus Maria Setyastanto, and Ari Wahyu Leksono. "Kurikulum
merdeka belajar kampus merdeka: Sebuah kajian literatur." Research and
Development Journal of Education 8.1 (2022): 185-201.

26

Anda mungkin juga menyukai