Anda di halaman 1dari 27

CASE REPORT

HIPERTENSI PADA PASIEN ANAK


GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS

Disusun oleh:
Tubagus Firman Hidayat (01073220171)

Dibimbing Oleh:
dr. Andry Juliansen, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2023
TANGERANG

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... i


BAB I ...................................................................................................................................................... 1
ILUSTRASI KASUS .............................................................................................................................. 1
1.1 IDENTITAS PASIEN ......................................................................................................................... 1
1.2 ANAMNESIS ....................................................................................................................................... 1
1.3 PEMERIKSAAN FISIK ..................................................................................................................... 4
1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................................................ 9
1.7 DIAGNOSIS AKHIR .......................................................................................................................11
1.8 TATALAKSANA...............................................................................................................................11
1.9 PROGNOSIS.....................................................................................................................................12
1.10 FOLLOW UP .....................................................................................................................................12

BAB II .................................................................................................................................................. 18
ANALISA KASUS ................................................................................................................................ 18
2.1 Analisa Kasus GNAPS.........................................................................................................................18
2.2 Analisa Kasus Hipertensi Krisis ....................................................................................................20
2.3 Hubungan Antara Hipertensi dan GNAPS..................................................................................21
2.4 Tatalaksana pada Pasien .................................................................................................................21
BAB III ................................................................................................................................................. 23
KESIMPULAN .................................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 24

i
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama pasien : An. SM
Usia : 7 Tahun 7 Bulan
Tanggal lahir : 29 Maret 2016
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2023
Nomor MR : 287874

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dari ibu dan ayah pasien
pada tanggal 14 November 2023 di Rumah Sakit Umum Daerah Balaraja.

Keluhan Utama
Pasien datang ke RS dengan keluhan bengkak pada daerah wajah sejak 5 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 5 hari SMRS. Bengkak tidak
nyeri dan kemerahan, kemunculan awal pada daerah wajah yang kemudian meluas ke tangan,
perut hingga kaki. Ibu pasien menceritakan bahwa bengkak terlihat lebih parah saat pagi hari
sedikit berkurang pada siang hari. Menurut keterangan ibu pasien, sejak adanya bengkak nafsu
makan pasien berkurang dan aktifitas sehari-hari pasien berkurang dan terlihat lemas. Pasien
sempat dibawa ke bidan, kemudian diberi sirup namun ibu lupa merk sirup tersebut, keluhan
tidak membaik dan bengkak semakin parah.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut sejak 4 hari SMRS, nyeri terasa di
seluruh bagian perut dan semakin terasa ketika ditekan. Pasien juga mengeluhkan adanya
gangguan pada BAB, pasien merasa frekuensi BAB menurun, kemudian saat BAB pasien
merasa tinja sulit keluar dan terasa keras, namun keluhan lain seperti mual dan muntah

1
disangkal. Pasien juga merasa lebih jarang BAK dan volume urin berkurang dan berwarna
kecoklatan seperti (Cola), pasien menyangkal adanya buih pada urin atau rasa nyeri saat pasien
BAK.
Ibu pasien juga menceritakan bahwa pasien sering mengeluhkan nyeri kepala sejak 3
hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti nyut-nyutan, dan dikeluhkan hilang timbul yang biasanya
muncul pada saat subuh sehingga pasien terbangun kemudian membaik pada pagi hari.
Keluhan lain berupa demam (-), mual (-), muntah (-), alergi (-), ruam (-), kejang (-), sesak (-)
disangkal.
Menurut keterangan ibu pasien, 1 minggu yang lalu terdapat lesi yang berisi cairan
berupa nanah pada kulit pasien terutama di bagian tangan dan kaki. Keluhan tersebut sempat
diobati dengan salep yang dibeli ibu di apotek, kemudian membaik +/- 5 hari setelah awal
muncul.
Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Balaraja untuk berkonsultasi dengan dokter
spesialis anak. Saat di poliklinik RSUDB dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah hingga 159/109 mmHg pada lengan kanan dan
157/115 mmHg pada lengan kiri. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik tampak adanya edema
pada wajah terutama di sekitar palpebra, terjadi pembesaran KGB submandibula sinistra
dengan diameter 1 cm berbatas tegas, terlihat juga adanya pembesaran pada perut (distensi)
dengan fluid wave +, serta pembengkakan pada ekstremitas atas dan bawah (pitting edema +).
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut pasien didiagnosis dengan hipertensi emergensi karena
tekanan darah yang meningkat dan dicurigai adanya Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus (GNAPS). Dengan temuan tersebut pasien sempat diberi obat berupa nifedipin
1.25mg secara sublingual, disertai evaluasi tekanan darah setiap 10 menit yang jika tekanan
darah belum normal, dapat kembali diberikan obat yang sama. Kemudian pasien direncanakan
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium (DPL, Ur, Cr, Albumin, elektrolit, Asto, GDS),
Analisa Urin, dan Rontgen Thorax. Lalu pasien diharuskan untuk rawat inap di RSUD Balaraja.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu dan belum pernah mengalami hal serupa
sebelumnya dan riwayat rawat inap di rumah sakit disangkal. Pasien juga tidak memiliki
riwayat mengonsumsi obat-obatan rutin.

Riwayat Penyakit Keluarga

2
Kakek pasien memiliki riwayat asma, hipertensi, dan diabetes. Belum ada yang
mengalami hal serupa sebelumnya pada keluarga pasien.

Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, konsumsi alkohol maupun konsumsi obat
obatan terlarang disangkal pasien. Pasien merupakan siswa SD yang terkenal ceria.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan, cuaca, maupun obat-obatan.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien lahir dari ibu G3P2A0, usia cukup bulan secara spontan dirumah yang dibantu
oleh bidan dan dukun beranak. Ibu pasien mengatakan berat badan lahir pasien 2500g namun
ibu pasien lupa mengenai panjang pasien saat lahir.
Selama hamil ibu pasien mengatakan rutin datang ke posyandu sebulan sekali untuk
kontrol kehamilannya dan rutin mengonsumsi obat-obatan yang diberikan. Ibu pasien
menyangkal adanya riwayat merokok ataupun konsumsi alkohol selama masa kehamilan.
Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada penyulit atau komplikasi saat kehamilan hingga
persalinan.

Riwayat Nutrisi
Pasien menerima ASI eksklusif hingga +/- 1,5 tahun, kemudian mulai mengonsumsi
makanan pendamping ASI sejak berusia 1 tahun berupa pisang, bubur bayi saset ataupun
olahan rumahan. Saat ini pasien mengkonsumsi makanan keluarga 3 kali sehari, namun pasien
kurang suka olahan sayur.

Riwayat Tumbuh Kembang


Pasien bertumbuh dan berkembang sesuai dengan teman sebayanya. Pasien sehari-hari
merupakan anak yang ceria yang aktif beraktivitas dan bermain bersama teman-temanya.
Pasien dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan baik dan mendapat nilai yang
tergolong bagus.

Riwayat Imunisasi

3
Ibu pasien mengatakan bahwa imunisasi pasien lengkap dan pasien rutin dibawa ke
posyandu hingga pasien berusia 5 tahun.

Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien berasal dari keluarga menengah kebawah. Pasien tinggal serumah dengan kakek,
nenek, orang tua, dan saudara pasien.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Penilaian Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4 M6 V5)

Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 128/87 mmHg (Kanan), 131/85 mmHg (Kiri)
Nadi : 100x/menit
Laju pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36.8°C
Saturasi O2 : 99% on room air

Status Gizi dan Antropometri


Tinggi badan : 109 cm
Berat badan : 18 kg
Berat Badan Ideal/U : 24 kg
IMT : 15 kg/m²
LILA : 16 cm
BB/U : 18/24x100% = 75 % (Berat Badan Kurang)
TB/U : 109/125x100% = 87 % (Tinggi Badan Pendek)
BB/TB : 18/19x100% = 94 % (Status Gizi Baik)
LP : 48 cm

Kesan:
Pasien laki-laki usia 7 tahun, perawakan pendek dengan status gizi baik.

4
5
Status Generalis
Pemeriksaan tanggal 14 November 2023

Kepala Normosefali

Wajah Edema (+)

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil isokor


3mm

Mulut Kebersihan mulut baik, sianosis sentral (-)

Telinga Otorrhea (-/-), deformitas (-/-)

Hidung Deformitas (-), deviasi septum nasi (-), sekret (-)

Tenggorok T1/T1, massa (-), uvula di tengah intak, arkus faring simetris

Leher Pembesaran KGB (+) regio submandibula

Paru-paru VBS (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung S1 S2 reg, gallop (-), murmur (-)

Abdomen Tampak datar


Bising usus (+) 8x/menit
Nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen
Shifting dullness (-)
Timpani seluruh lapang paru
Pembesaran hepar (-)
Ballotement ginjal (-)

Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik


Edema (+) Pitting (-)
Ad regio palmar, crusis, dan dorsalis pedis bilateral terdapat
lesi makula hipopigmentasi dengan skuama halus ukuran
lentikuler multipel dengan skuama dan krusta.

6
Genitalia Edema (-), sekret (-)

Resume
Seorang anak laki-laki berusia 7 tahun 7 bulan datang ke RSUDB dengan keluhan
bengkak sejak 5 hari SMRS. Bengkak tidak nyeri dan kemerahan, kemunculan awal pada
daerah wajah yang kemudian meluas ke tangan, perut hingga kaki, terlihat lebih parah saat pagi
hari, sehari-hari terlihat lemas. Pasien sempat dibawa ke bidan, keluhan tidak membaik. Nyeri
perut (+) sejak 4 hari SMRS, pada seluruh bagian perut dan semakin terasa ketika ditekan.
Gangguan BAB (+), frekuensi BAB menurun, tinja sulit keluar dan terasa keras, volume urin

7
saat BAK berkurang, berwarna kecoklatan seperti (Cola), buih (-), nyeri (-) saat pasien BAK.
Nyeri kepala (+) sejak 3 hari SMRS. Karakteristik nyut-nyutan, hilang timbul, sering muncul
saat subuh. Muncul lesi pada kulit bagian tangan dan kaki berisi nanah 1 minggu yang lalu.
Sempat diobati dengan salep dari apotek, kemudian membaik +/- 5 hari setelah awal muncul.
Keluhan lain berupa demam (-), mual (-), muntah (-), alergi (-), ruam (-), kejang (-), sesak (-)
disangkal.
Pasien dirujuk ke poliklinik RSUDB, hipertensi (+) TD 159/109 mmHg pada lengan
kanan dan 157/115 mmHg pada lengan kiri. Pada pemeriksaan fisik tampak adanya edema
pada wajah, pembesaran KGB submandibula sinistra dengan diameter 1 cm berbatas tegas,
pembesaran pada perut (distensi) dengan fluid wave (+), pembengkakan ekstremitas atas dan
bawah (pitting edema +). Kemudian didiagnosis dengan hipertensi emergensi dan suspek
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS). Lalu diberi obat nifedipin 1.25mg
secara sublingual. Pasien direncanakan untuk rawat inap serta melakukan pemeriksaan
laboratorium (DPL, Ur, Cr, Albumin, elektrolit, Asto, GDS), Analisa Urin, dan Rontgen
Thorax.
Pada pemeriksaan fisik di bangsal (malam harinya), ditemukan adanya edema pada
wajah, perut, dan ekstremitas atas non pitting, nyeri tekan abdomen (anasarka), terdapat lesi
makula hipopigmentasi dengan skuama halus ukuran lentikuler multipel dengan skuama dan
krusta pada regio palmar, crusis, dan dorsalis pedis bilateral.

Diagnosis
Diagnosis Kerja
● Hipertensi Emergensi
● Suspek GNAPS

Diagnosis Banding
● Sindrom Nefrotik
● Infeksi Saluran Kemih

Tata Laksana
Non-farmakologis:
● Rawat inap
● Monitoring ketat TD/2 jam
● IVFD stopper

8
● Pasang kateter (monitor urin BC/8 jam)
● Cek lab (dpl, led, ur cr, albumin, elektrolit, asto, gds, elek), UL, rontgen thorax

Farmakologis:
● Bila TD > 170/110 mmhg --> Nifedipin SL 1,5 mg SL
● Furosemid 3x15 mg IV
● Ampisulbak 4x600 mg IV

1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2023

Parameter Hasil Satuan Normal

Hematologi

Darah Lengkap

Hemoglobin 10.9 g/dL 13,2 - 17,3

Hematocrit 32 % 40 - 52

Erythrocyte (RBC) 4.02 10^6/µL 4,4 - 5,9

WBC 12.40 10^3/µL 3,8 - 10,6

Platelet Count 356000 10^3/µL

LED 92

Diff Count (0/2/0/53/39/6)%

MCV 79 fL 80 - 100

MCH 27 pg 26 - 34

MCHC 34 g/dL 32 - 36

9
Renal Profile

Ureum 57 H mg/dL <50

Kreatinin 0.6 mg/dL 0,5 - 1,3

Albumin 3.2 L 3.4-5.4

GDS (14/11/23) 90 mg/dL <200

Elektrolit

Natrium 148 H mmol/L 137 - 145

Potassium 4.8 mmol/L 3.6 - 5.0

Chloride 110 mmol/L 98 - 107

Makroskopik

Warna Merah Jernih

Kekeruhan Keruh

PH 6.0

Berat jenis 1.025

Protein +3

Glucosa -

Bilirubin -

Urobilinogen -

Keton -

Blood +3

Eritrosit Memenuhi seluruh


lapang pandang

10
Nitrit -

Leukosit esterase -

Bakteri +1

Epitel +1

Kristal -

Silinder 3-4

ASTO 400-800

1.6.2 X-Ray Toraks

1.7 DIAGNOSIS AKHIR


● Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
● Hipertensi derajat 2 dengan TD > 5 mmHg diatas persentil 99

1.8 TATALAKSANA
Non Medikamentosa:
● Rawat bangsal

11
● Monitor ini TTV per 2 jam
● IVFD stopper
● Konsul Sp.A

Medikamentosa:
● Lisinopril 1x2 mg
● Ampicillin Sulbactam 4x600mg (H1)

1.9 PROGNOSIS
● Ad vitam : dubia ad bonam
● Ad functionam : dubia ad bonam
● Ad sanationam : dubia ad bonam

1.10 FOLLOW UP

Tanggal, 15 November 2023

S Pasien saat ini bengkak pada wajah pasien perbaikan. Keluhan bengkak
terlihat pada area palpebra superior dan inferior tidak disertai nyeri maupun
sensasi panas. Selain bengkak pada wajah, keluhan bengkak pada tangan,
perut hingga kaki perbaikan. Keluhan nyeri perut perbaikan. Pasien juga
sudah BAB sekali konsistensi padat, warna coklat, darah (-), serta sudah
kentut. Pasien juga mengeluh nyeri kepala muncul sekitar pukul 04.00
subuh. Nyeri kepala dirasakan seperti nyut-nyutan pada seluruh daerah
kepala, VAS 4/10. Keluhan nyeri kepala disertai dengan pusing berputar.
Keluhan pusing dipengaruhi posisi dari tidur ke duduk, membaik setelah
duduk +/- 1 menit, dan tidak disertai rasa mual dan muntah. Keluhan ruam
dan vesikel yang muncul pada tangan dan kaki pasien perbaikan, tidak
disertai rasa gatal dan sensasi panas. Keluhan lain seperti batuk, pilek, dan
demam disangkal.

12
O KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
GCS : E4M6V5
TD : 120/60 mmHg
Nadi : 68 x/min
RR : 18x/min
Suhu : 36,5ºC
SpO2 : 98% on RA

BB 18.2 kg
TB 112 cm

Status lokasi :
Terpasan IV stopper metacarpal dextra.
Terpasang kateter urin no.10 dengan UO 400 ml pkl 9.40AM.

Pemeriksaan Fisik
Kepala : normosefali, deformitas (-)
Wajah : tampak edema et regio palpebra superior et inferior.
Telinga : normotia, sekret (-)
Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : faring hiperemis (-), tonsil T1 T1 tenang
Tenggorokan : pembesaran KGB (-), nyeri (-)

Toraks :
Paru : NT (-), retraksi (-), VBS (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
Jantung : pectus carinatum, pectus excavatum (-), S1 S2 reguler, gallop (-),
murmur (-)

Abdomen :
I : tampak datar, luka (-), ascites (+) perbaikan
A : BU(+) 10x/menit, metallic sound (-), bruit (-)
P : nyeri di seluruh regio abdomen, hepatomegali (-), splenomegali (-),

13
balotemen (-/-), CVA (-/-)
P : timpani di seluruh regio abdomen, fluid wave (-), shifting dullness (-)

Extremitas atas : edema (-/-) perbaikan, CRT < 2 detik


Ekstremitas bawah : edema et regio tibialis anterior dextra et sinistra
tampak perbaikan, CRT < 2 detik

A Hipertensi Emergensi
GNAPS

P IVFD Stopper
Inj Ampicillin Sulbactam 4 x 600 mg (H1)
Inj Furosemid 3 x 15 mg
Bila TD > 170/100 mmHg → Nifedipin SL 1.5 mg, observasi 10 menit
pasca nifedipin, bila masih >170/110 berikan nifedipin dengan dosis 3 mg
Lisinopril 1 x 1.5 mg
Periksa UL per 3 hari (17-11-2023)
Timbang BB/Hari
TTV/4 jam, BC/4 jam

Tanggal, 16 November 2023

S Pasien cenderung mengantuk, namun berkurang. Keluhan pasien hari ini


hanya bengkak perbaikan. Nyeri perut -. BAB normal konsistensi padat,
warna coklat, darah (-), mual dan muntah (-). Demam (-). Batuk (-)

O KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : CM
GCS : E4M6V5
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 83 x/min
RR : 20x/min
Suhu : 36,8ºC
SpO2 : 98% on RA

14
BB 17.5 kg
TB 112 cm

Status lokalis :
Terpasan IV stopper metacarpal dextra.
Terpasang kateter urin no.10

Pemeriksaan Fisik
Kepala : normosefali, deformitas (-)
Wajah : tampak edema ringan ad regio palpebra superior et inferior.
Telinga : normotia, sekret (-)
Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 tenang
Tenggorokan : pembesaran KGB (-), nyeri (-)

Toraks :
Paru : NT (-), retraksi (-), VBS (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
Jantung : pectus carinatum, pectus excavatum (-), S1 S2 reguler, gallop (-),
murmur (-)

Abdomen :
I : tampak datar, luka (-), ascites (-)
A : BU(+) 8x/menit, metallic sound (-), bruit (-)
P : nyeri di seluruh regio abdomen, hepatomegali (-), splenomegali (-),
balotemen (-/-), CVA (-/-)
P : timpani di seluruh regio abdomen, fluid wave (-), shifting dullness (-)

Extremitas atas : edema (-/-) perbaikan, CRT < 2 detik


Ekstremitas bawah : edema ad regio tibialis bilateral tampak perbaikan,
CRT < 2 detik

A Hipertensi Emergensi
GNAPS

15
P IVFD Stopper
Inj Ampicillin Sulbactam 4 x 600 mg (H1)
Inj Furosemid 3 x 15 mg
Lisinopril 1 x 2 mg
Bila TD > 170/100 mmHg --> Nifedipin SL 1,5 mg
Periksa ulang UL (3 hari → tanggal 17 nov 2023)
Timbang ulang BB/3 hari
TTV/4 jam, BC/4 jam
Bladder training → R/ Aff Kateter

Tanggal, 17 November 2023

S Pasien saat ini bengkak pada palpebra superior dan inferior perbaikan.
KEluhan bengkak pada tangan, perut hingga kaki perbaikan. Nyeri perut
perbaikan. Pasien sudah BAB dengan frekuensi 3 kali, konsistensi pada,
volume sedikit, warna coklat dan tidak ada darah, dan sudah kentut dari
kamis malam (16/11). Ruam dan vesikel pada kedua tangan dan kaki
perbaikan. Keluhan nyeri kepala disertai pusing perbaikan. Pasien sudah
mulai BAB di pagi hari pkl 8.00 dengan frekuensi 3 kali volume sedikit,
warna putih, dan tidak darah maupun gangguan miksi.

O GCS: E4M6V5
TD: 140/80 mmHg
Nadi: 68 x/min
RR: 18 x/min
Suhu: 37,1ºC
SpO2: 98%

BB 18.8 kg
TB 112 cm

Pemeriksaan Fisik
Kepala : normosefali, deformitas (-)
Wajah : Facial swelling perbaikan

16
Telinga : normotia, sekret (-)
Hidung : sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : faring hiperemis (-), tonsil T1 T1 tenang
Tenggorokan : pembesaran KGB (-), nyeri (-)

Toraks :
Paru : NT (-), retraksi (-), VBS (+/+), wh (-/-), rh (-/-)
Jantung : pectus carinatum, pectus excavatum (-), S1 S2 reguler, gallop (-),
murmur (-)

Abdomen :
I : tampak datar, luka (-), ascites (-)
A : BU(+) 10x/menit, metallic sound (-), bruit (-)
P : nyeri di seluruh regio abdomen, hepatomegali (-), splenomegali (-),
balotemen (-/-), CVA (-/-)
P : timpani di seluruh regio abdomen, fluid wave (-), shifting dullness (-)

Extremitas atas : edema (-/-) perbaikan, CRT < 2 detik


Ekstremitas bawah : edema (-/-), CRT < 2 detik

A GNAPS

P Amoxicillin 500 mg tablet


Lisinopril 5 mg tablet
Ampicillin Sulbactam 750 mg
Kontrol satu minggu di poli anak.

17
BAB II

ANALISA KASUS

2.1 Analisa Kasus GNAPS


Penyakit GNAPS sebenarnya dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada
usia 6-7 tahun. Selama 30 tahun terakhir, insidensi GNAPS telah menurun secara signifikan di negara
maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Eropa Tengah, dan Jepang. Alasan dari hal tersebut adalah
penggunaan profilaksis antibiotik dan peningkatan kondisi higenis. Di negara-negara tersebut, GNAPS
menjadi lebih sering ditemukan pada pasien dewasa yang menderita penyakit kronis sehingga sistem
imun tubuh menjadi lemah. Berbeda dengan insiden GNAPS yang meningkat di negara berkembangan
dikarenakan peningkatan kejadian infeksi kulit. Tercatat sebanyak 8.5- 28.5 per 100.000 orang memiliki
GNAPS, dengan 97% kasus yang dilaporkan merupakan warga negara berkembang. Di Indonesia
sendiri insidensi GNAPS memperlihatkan sebaran usia 2.5-15 tahun dengan rata-rata usian tertinggi
8.46 tahun dan rasio laki-laki: perempuan 1.34:1. Pasien An SM memenuhi kriteria seseorang yang
rentan terkena GNAPS, karena pasien SM merupakan seorang anak laki-laki berusia 7 tahun yang
tinggal di negara berkembang. (5,6,7)
Berdasarkan anamnesis, pasien dan keluarga tidak memiliki penyakit jantung dan gejala
penyakit jantung seperti sesak nafas, keringat dingin, ortopnea sehingga dapat disingkirkan
edema akibat gagal jantung. Pada pasien ini tidak terdapat nyeri terlokalisasi pada regio
hipokondriak kanan sehingga kemungkinan edema karena obstruksi vena (sirosis hepatik)
dapat disingkirkan. Penggunaan obat-obatan seperti vasodilator dan calcium channel blockers
disangkal, maka dari itu dapat disingkirkan penyebab edema karena drug induced. Pasien ini
memiliki gizi baik sehingga dapat disingkirkan edema akibat malnutrisi protein karena gizi
buruk (kwashiorkor). Pada pasien ini juga tidak terdapat adanya bekas luka bakar dan sepsis
sehingga dapat disingkirkan.(10)
Sehingga penyebab edema dapat dikerucutkan menjadi glomerulonephritis akut atau
sindrom nefrotik berdasarkan anamnesis. Hal tersebut sesuai dengan teori gejala khas pada
sindrom nefrotik dimana didahului bengkak pada wajah lalu diikuti bengkak di seluruh badan.
(4) Glomerulonefritis akut dipikirkan karena adanya tanda-tanda infeksi seperti ruam dan
vesikel yang berisi cairan serta nanah pada kulit terutama di tangan dan kaki. Selain itu,
ditemukan urin berwarna gelap, berbusa dan urin sedikit, serta keluhan tambahan rasa tidak
nyaman pada perut dan malaise. Pada pasien ini juga terdapat nyeri perut dan BAB terasa sulit
serta volume BAK yang berkurang. Gejala tersebut mengarah pada GNAPS dengan gambaran

18
sindrom nefrotik hingga sindrom nefritik dimana terdapat bukti hematuria, hipertensi dan
proteinuria. (3)

Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan tekanan darah 159/109 mmHg. Pada
pemeriksaan wajah terdapat edema periorbital. Pemeriksaan abdomen ditemukan perut tampak
cembung, adanya distensi dan fluid wave (+). Serta pada pemeriksaan ekstremitas atas dan
bawah ditemukan adanya pitting edema perifer (+). Berdasarkan data yang didapat tersebut
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didukung dengan pemeriksaan penunjang adanya
hipoalbumin 3.2, warna urin merah (+), protein (+3), blood (+), bakteri (+), dan adanya
peningkatan ASTO 400-800. Pemeriksaan kadar ASTO untuk melihat kadar anti-streptolisin
titer O untuk mengetahui keberadaan infeksi bakteri jenis streptokokus. Biasanya kenaikan titer
dimulai pada hari ke 10-14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu
ke 3-5 dan akan menurun pada bulan ke 2-6. Perlu diperhatikan bahwa titer ASTO dapat
menggambarkan false ngative akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid, atau
pemeriksaan pada waktu yang kurang tepat. Pada infeksi GNAPS yang disebabkan oleh
pioderma hanya 50% kasus yang menunjukkan titer ASTO yang meningkat karena adanya
jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus,
sehingga biasanya titer ADnase juga diperiksa. Pada pasien ditemukan kadar ASTO 400-800,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita GNAPS.(5)

Patofisiologi GNAPS didahului oleh infeksi group A β-hemolytic streptococci


(GABHS) melalui 2 cara yaitu infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau infeksi kulit
(pioderma) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA dan 3 minggu pada pioderma. Di
Indonesia sendiri infeksi melalui ISPA terdapat pada 45.8% kasus sedangkan melalui kulit
31.6%. Hanya 15% dari GABHS yag menyebabkan kerusakan glomerulus dimana serotipe
tersebut harus bersifat nefritogenik untuk mencetuskan GNAPS, biasanya dinding serotipe
tersebut mengandung protein M atau T.(5) Pada pasien dipikirkan sumber infeksinya merupakan
infeksi kulit (pioderma) yang pasien alami membekas hingga sekarang. Penyakit GNAPS
bersifat imunologis dan didasari oleh reaksi hipersensitivitas tipe III. Mekanisme pastinya
terjadi GNAPS tidak sepenuhnya diketahui, namun dipikirkan bahwa tubuh mencetuskan
respon terhadap infeksi streptokokus nefritogenik dengan membentuk kompleks imun yang
mengandung antigen streptokokus dan antibodi manusia. Beberapa teori menyatakan bahwa
kompleks imun tersebut akan terdeposit di dalam glomerulus ginjal melalui sirkulasi darah.
Teori lainnya mengatakan bahwa kondisinya dicetuskan oleh pembentukan kompleks antigen-

19
antibodi secara "in situ" di dalam glomerulus ginjal yang disebabkan oleh reaksi imun yang
ada di membran dasar glomerulus. Adapula teori yang mengatakan terjadi cross reactivity
antara antibodi dengan komponen glomerulus karena molecular mimickry.(8)

2.2 Analisa Kasus Hipertensi Krisis


Pada saat diperiksa di poliklinik RSUDB, pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala
yang dapat menjadi indikasi awal peningkatan tekanan darah, kemudian dijumpai tekanan
darah 159/109 mmHg pada lengan kanan dan 157/115 mmHg pada lengan kiri. Dengan nilai
tekanan darah tersebut dapat kita lakukan plotting pada chart tekanan darah berdasarkan usia,
jenis kelamin, dan tinggi badan yang memperlihatkan angka maksimal tekanan darah sistolik
normal sebesar 117 mmHg dan diastolik 82 mmHg pada persentil 99. Berdasarkan nilai
tersebut pasien dapat dikategorikan sebagai hipertensi krisis karena sudah jauh melebihi batas
untuk hipertensi derajat 2 dan terjadi peningkatan tekanan darah (>30 mmHg di atas persentil
95) secara mendadak dan cepat yang berpotensi menimbulkan kerusakan yang fatal pada organ
target. (1)
Kemudian pasien diberi tatalaksana segera berupa nifedipin 1.25mg secara sublingual,
disertai evaluasi tekanan darah setiap 10 menit yang jika tekanan darah belum normal, kembali
diberikan obat yang sama. Pemberian obat secara oral atau sublingual dapat dipertimbangkan
sebagai tatalaksana awal selama menunggu obat antihipertensi parenteral disiapkan. (1)
Pemilihan obat parenteral disesuaikan dengan penyebab hipertensi dan komplikasi
yang dapat terjadi sehingga saat di bangsal pasien diberikan Furosemid 3x15mg yang bekerja
sebagai diuretik, obat ini dipilih karena berhubungan dengan hipertensi yang disebabkan
karena kelebihan cairan yang sering terjadi pada pasien dengan gangguan ginjal sesuai dengan
kecurigaan bahwa pasien mengalami penyakit Glomerulonefritis Akus Pasca Streptokokus
(3)
(GNAPS). Pasien juga diresepkan Lisinopril 1x2 mg sebagai obat tambahan untuk
menurunkan tekanan darah pasien. Lisinopril merupakan antihipertensi golongan ACE
inhibitor yang juga memiliki pengaruh terhadap hemodinamik ginjal yang dapat mengurangi
tekanan hidrolik glomerulus. ACE inhibitor dapat menurunkan hipertensi glomerular dan
proteinuria dengan memodifikasi tekanan kapiler dan glomerular permselectivity. ACE
inhibitor bermanfaat untuk mengurangi ekskresi protein urin pada penyakit ginjal non-
diabetik.(9)
Di bangsal, dilakukan kembali pengecekan tanda-tanda vital pada pasien dan
didapatkan angka tekanan darah 128/87 mmHg (Kanan), 131/85 mmHg (Kiri). Dari hasil
tersebut dapat dilihat terdapat penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah tersebut

20
berhubungan dengan membaiknya akumulasi cairan yang menyebabkan volume darah yang
sebelumnya meningkat di dalam tubuh pasien menjadi berkurang seiring membaiknya edema
pada beberapa bagian tubuh pasien.

2.3 Hubungan Antara Hipertensi dan GNAPS


Tekanan darah ditentukan oleh cardiac output dan tahanan perifer. Peningkatan cardiac
output (curah jantung) akibat peningkatan stroke volume (isi sekuncup) serta peningkatan
frekuensi jantung. Pada gangguan ginjal misalnya uremia, glomerulopati, ginjal polikistik
dapat mengganggu cardiac output maupun tahanan perifer, sehingga terjadi hipertensi.
Peningkatan stroke volume terjadi akibat peningkatan volume cairan ekstrasel. (1) Hipertensi
juga disebabkan karena adanya retensi cairan dan larutan yang berlebihan, juga oleh kerusakan
pembuluh ginjal, sekresi renin, maupun kondisi hipovolemi yang menyebabkan terjadinya
kelainan pada ginjal. Hipertensi dapat tinggi secara tiba-tiba selama 3-5 hari dan dalam waktu
1-2 minggu mengalami penurunan secara perlahan-lahan. (2)
Bila dihubungkan dengan hipertensi, akibat respon inflamasi terhadap glomerulus
hingga perfusi ke ginjal menurun, akan muncul feedback terhadap sel juxtaglomerulus, hingga
teraktivasi sistem renin-angiotensin, yang kemudian menyebabkan vasokonstriksi dan tekanan
darah meningkat pada pasien GNAPS. (1)

2.4 Tatalaksana pada Pasien


Tatalaksana yang diberikan pada pasien dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana non
medikamentosa yaitu tirah baring dan IVFD stopper dan medikamentosa yaitu furosemid,
ampicilin, dan nifedipine dengan dosis yang sesuai berat badan pasien. Namun dapat disarankan
beberapa terapi non medikamentosa seperti perubahan diet. Pasien dianjurkan untuk membatasi garam
karena memiliki gejala edema ringan sehingga garam yang dikonsumsi menjadi sebanyak 0.5-1g/hari.
Protein juga bisa dibatasi sebanyak 0.5-1gr/kgbb/hari dan dapat dilakukan juga pembatasan cairan
untuk mencegah fluid overload. Jumlah cairan harus diperhatikan sehingga jumlah yang masuk
seimbang dengan jumlah yang keluar, maka dari itu perhitungan asupan cairan bisa dihitung dari jumlah
urin + insensible water loss (10-25ml/kgbb/hari). Pasien dipulangkan atas dasar kondisi pasien yang
stabil, namun tetap dianjurkan untuk kontrol ke poli anak 1 minggu kemudian agar dapat dilakukan
pemeriksaan urinalisis kembali untuk menilai efektivitas dari pengobatan. (5,6,7)

21
22
BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi pada anak harus mendapat perhatian yang serius, karena bila tidak ditangani
dengan baik, penyakit ini dapat menetap hingga dewasa dan mengakibatkan kerusakan
organ target. Agar hipertensi dapat dideteksi sedini mungkin sehingga dapat ditangani secara
tepat, maka pemeriksaan tekanan darah yang cermat harus dilakukan secara berkala setiap
tahun setelah anak berusia tiga tahun. Penting mengetahui cara mengukur tekanan darah
dengan benar untuk menghindari kesalahan dalam menegakkan diagnosis hipertensi. Mencari
penyebab terjadinya hipertensi mutlak harus dilakukan agar dapat mengatasi hipertensi secara
tuntas.
Hipertensi juga merupakan salah satu manifestasi klinis dari GNAPS, terjadi pada 60-
70% kasus. GNAPS merupakan penyakit bersifat imunologis biasanya didahului oleh infeksi
kulit atau tenggorokan sebelumnya oleh streptokokus grup A (streptokokus pyogenes), ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal secara cepat akibat respon inflamasi (reaksi hipersensitivitas
tipe III) setelah infeksi streptokokus, yang merupakan penyakit yang menyerang glomeruli
dan pembuluh darah ginjal. Gejala GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai
gejala yang khas. Trias klasik glomerulonefritis meliputi hematuria, edema dan hipertensi, serta
dikonfirmasi melalui beberapa tes laboratorium sebagai penunjang yaitu peningkatan titer anti
streptolisin O (ASTO).
Aktivasi renin-angiotensin aldosterone mempunyai peran penting pada hipertensi renal.
Dimana terjadi inflamasi, sekresi renin akan meningkat sehingga mengakibatkan penurunan
perfusi ginjal, penurunan load sodium maupun rangsangan saraf simpatis. Sehingga terjadi
overload cairan disebabkan akibat peningkatan retensi sodium akibat rangsangan angiotensin-
II. Sehingga mengakibatkan terjadi retensi cairan dan larutan yang berlebihan, oleh kerusakan
pembuluh ginjal, sekresi renin, maupun kondisi hipovolemi yang menyebabkan terjadinya
kelainan pada ginjal. Pada anak dengan hipertensi sering akibat dari overload cairan
ketidakpatuhan pasien karena banyak mengkonsumsi garam dan minum berlebihan. Akumulasi
cairan berlebihan secara kronis dapat menyebabkan hipertensi krisis.

23
DAFTAR PUSTAKA

1) Soemyarso NA, Prasetyo RV. Patofisiologi dan Diagnosis Hipertensi pada Anak. In:
Suryawan A, Puspitasari D, Prasetyo RV, Kusumastuti NP, editors. The 2nd Pediatric
Emergencies: Quick Responses and Prompt Management. Surabaya: Lentera Optima
Pustaka; 2019. p. 63–142.
2) Mumtaza, A.A., Valentine, U. and Andrian, U. (2023) (PDF) Gambaran Klinik Dan
Laboratorium glomerulonefritis Akut Pasca ... Available at:
https://www.researchgate.net/publication/375019978_Gambaran_Klinik_dan_Laborat
orium_Glomerulonefritis_Akut_Pasca_Streptokokus_pada_Anak (Accessed: 08
December 2023).
3) Bernardo, R.-I., MD and Mark, H., MD, PhD. (2016) National Center for
Biotechnology Information, Post-Streptococcal Glomerulonephritis. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333429/#_glomer_Etiology_and_pathogen
esis_ (Accessed: 08 December 2023).
4) Carolina , T. and Khalid , B. (2023) Nephrotic syndrome - statpearls - NCBI bookshelf,
Nephrotic Syndrome. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/
(Accessed: 08 December 2023).
5) Rauf S, Husein A, Aras J. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Unit Kerja
Koord Nefrol IDAI. 2012;1–18.
6) V anDeV oorde RG. Acute poststreptococcal glomerulonephritis: the most common acute
glomerulonephritis. Pediatr Rev. 2015 Jan;36(1):3-12; quiz 13.
7) Rodriguez-Iturbe B, Haas M. Post-Streptococcal Glomerulonephritis. In: Ferretti JJ, Stevens
DL, Fischetti VA, editors. Streptococcus pyogenes: Basic Biology to Clinical Manifestations
[Internet]. University of Oklahoma Health Sciences Center; Oklahoma City (OK): Feb 10,
2016.
8) Rawla P, Padala SA, Ludhwani D. Poststreptococcal Glomerulonephritis. [Updated 2022 Oct
9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
9) Prabu, Oryza G., and Hamzah Shatri. "Penggunaan ACE-Inhibitor untuk Mengurangi
Proteinuria pada Sindrom Nefrotik." eJournal Kedokteran Indonesia, vol. 3, no. 2, 28
Aug. 2015, doi:10.23886/ejki.3.5047
10) Valentini, MD RP. Pathophysiology and Etiology of Edema in Children [Internet].
www.uptodate.com. 2023. Available from:

24
https://www.uptodate.com/contents/pathophysiology-and-etiology-of-edema-in-
children

25

Anda mungkin juga menyukai