Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“ KONSEP ISTISHAN DAN ISTISHAB “

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ushul Fiqih


Dosen Pengampu : Pakina Herliani,S.Ag.,M.sy

DISUSUN OLEH :

Kelompok 8

1. Ainul Mardiah
2. M Reza Atallah

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANGHARI

FAKULTAS SYARI’AH

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan Rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini tentang “KONSEP ISTIHSAN DAN
ISTISHAB”. Dalam menyusun Makalah ini, ada sedikit kesulitan dan
hambatan yang kami alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat
dari orang terdekat, sehingga kami mampu menyelesaikannya.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir,
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Wassalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Muara Bulian, 6 Desember 2023

Penyusun
Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i

Daftar Isi ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2

A. ISTIHSAN .............................................................................. 2
B. ISTISHAB............................................................................... 6

BAB III PENUTUP .................................................................................... 8

A. Kesimpulan ............................................................................. 8

Daftar Pustaka ............................................................................................. 9

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istihsan yaitu: ‘’Perpindahan dari satu hukum yang telah ditetapkan oleh
dalil syara kepada hukum lain karena ada dalil syara yang mengharuskan
perpindahan ini sesuai dengan jiwa Syariah Islam”. Sedangkan istishhab berarti
meminta kebersamaan (thalabal- mushahabah), atau berlanjutnya kebersamaan
(istimrar ash-shuhbah).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ISTIHSAN?
2. Jelaskan apa itu ISTISHAB?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. AL-ISTIHSANI
a. Pengertian Istihsan
Dari segi etimologi, istihsan berarti menilai sesuatu dengan yang bai.
Sedankanmenurut itilah ushul fiqh, terdapat beberapa definisi yang dikemukakan
ulama,antara lain:1
Menurut al-Bazdawi: Beralih dari konsekuensi suatu qiyas kepada model
qiyas lain yang lebih kuatdari qiyas yang pertama.
Menurut al-Kharakhi, sebagaimana dikutip oleh al-Bukhari: Seorang
mujtahid beralih dari hukum suatu masalah yang sama hukumnya berdasarkan
metode qiyas, kepada hukum lain yang berbeda,karena ada faktoryang lebih kuat
yang meuntu adanya pengalihan tersebut dari hukum yang pertama.
Menurut Imam Malik: Menerapkan yang terkuat di antara dua dalil,atau
mengunakan prinsipkemaslahatan yang bersifat parsial dalam posisi yang
bertentangan dengandalil yang bersifat umum.
Sedangkan Wahbah az-Zuhaili merumuskan dua definisi yaitu:
Pertama: Lebih mengungulkan qiyas khafi drai pada qiyas jali berdasarkan alasan
tertentu.
Kedua:Mengecualikan Hukum kasus tertentu dari prinsip hukum atau premisyang
bersifat umum, berdasarkan alasan tertentu yang menuntut berlakunya
pengecualian tersebut.2
Dari sekian pengertian Bisa disimpulkan bahawa istihsan yaitu:
‘’Perpindahan dari satu hukum yang telah ditetapkan oleh dalil syara kepada
hukum lain karena ada dalil syara yang mengharuskan perpindahan ini sesuai
dengan jiwa Syariah Islam”.3

1
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,(Jakrta: Amzah, 2016.) hal.197
2
Abd. Rahman Dahlan, OPCIT hal 197-198
3
A. Djazuli, Ilmu Fiqh,(Jakara: Kencana, 2005) hal.83

2
Dari definisi – definisi di atas, secara sederhana istihsan Dibagi menjadi
dua yaitu,istihsan qiyasi dan istihsan istitsna`i.
a) Istihsan Qiyasi
Ialah, suatu bentuk pengalihan hukum dari ketentuan hukum yang
didasarkan padaqiyas jali kepada ketentuan hukum yang didasarkan pada qiyas
khafi, karena adanyaalasan yang kuat untuk mengalihkan ketentuan hukum
tersebut. Contohnya ialah,Berdasarkan istihsan qiyahi, yang dilandasi oleh qiyas
khafi, air sisa minuman burung buas, adalh suci dan boleh diminum, seperti: sisa
minuman burung gagakatau burung elang. Padahal, berdasarkan qiyas jali, sisa
minuman binantang buas,seperti anjing dan burung buas adalah najis dan haram di
minum, karena sisaminuman tersebut telah bercampur dengan air liurnya,yaitu
dengan mengqiyaskandengan dagingnya.
Sebagaiman diketahui, binatang buas itu minum dengan mulutnya,sehingga
airliurnya masuk ke tempat minumnya. Akan tetapi, paruh burung buas berbeda
dengan mulut binatang buas yang tidak lansung bertemu dengan dagingnya. Mulut
binatang buas terdiri atas daging yang haram di makan, sedangkan paruh burubg
buas merupakan tulang atau zat tanduk. Sedangkan tulang atau tanduk tidak najis4
b) Istihsan Istisna’I Ialah, qiyas dalam bentuk pengecualian dari ketentuan
hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip umum, kepada ketentuan hukum
tertentu yang bersifat khusus.Istihsan bentuk yang kedua ini dapat dibagi
kepada beberapa macam sebagai berikut:5
1) Istihsan bi an-Nashsh Ialah, pengalihan hukum dari ketentuan hukum dari
ketentuan yang umumkepada ketentuan lain dalam bentuk pengecualian,
karena ada nash yangmengecualikanya, baik nashsh tersebut Alquran
maupun sunnah.
2) Istihsan bi al-Ijma’ Ialah, pengalihan hukum dari ketentuan umum kepada
ketentuan lain dalam bentuk pengecualian, karena ada ketentuan
ijma`yang mengecualikanya.

4
Abd. Rahman Dahlan, OPCIT hal198-200
5
Abd. Rahman Dahlan, OPCIT hal 200

3
3) Istihsan bi al-Urf Ialah, pengecualian hukum dari prinsip syariah yang
umum, berdasarkankebiasaan yang berlaku.
4) Istihsan bi ad-Dharurah Ialah, suatu keadaan darurat yang mendorong
mujtahid untuk mengecualikan ketentuan qiyas yang berlaku umum
kepada ketentuan lain yang memenuhi kebutuhan mengatasi keadaan
darurat.
5) Istihsan bi al-Mashlahah al-Mursalah Ialah, mengecualikan ketentuan
hukum yang berlaku umum berdasarkan kemaslahatan, dengan
memberlakukan ketentuan lain yang memenuhi prinsip kemaslahatan6
b. Sanad Istihsan Atau Sandaran
Istihsan Ulama- ulama Hanafiyah menyebutkan empat macam sandaran
istihsan yaitu:
 Istihsan yang sandaranya qiyas khafi.
 Istihsan yang sandaranya ‘urf yang shahi
 Istihsan yang sandaranya nash.
 Istihsan yang sandaranya darurat.
Sedangkan Ulama-ulama Malikiyah hanya menyebutkan tiga macam
sandaran istihsan yaitu:
 Istihsan yang sandaranya urf shahih
 Istihsan yang sandaranya mashlahat.
 Istihsan yang sandaranya raf’ al- kharaj.7
c. Pro Kontra di Sekitar Hehujjahan Istihsan
Pendapat ulama terbagi dua kelompok antar kehujjahan istihsan. Pertama
kelompok yang berpendapat bahwa istihsan merupakan dalil syara’. Mereka ini
adalah mazhab Hanafi, Maliki, dan mazhab Imam Ahmad bin Hanbal. Sedangkan
kelompok kedua yang menolak pengunaan istihsan sebagai dalil syara’ adalah asy-
Syafi’i, Zahiryyah, Mu’tazilah, Dan Syi’ah. Mereka berpendapat bahwa
mengunakan istihsan sebenarnya dikendalikan oleh hawa nafsu untuk besenang-
6
Abd. Rahman Dahlan, OPCIT hal 200-202
7
A. Djazuli, OPCIT hal 84-85

4
senang, dengan cara menggunakan nalar murni untuk menentang hukum yang
ditetapkan dalil syara’.
Pendapat ulama yang Mengunakan Istihsan ,Di antaranya sebagai berikut:
a. Mengunakan istihsan, berarti mencari yang mudah dan meningalkan yang
sulit.
b. Firman ALLAH pada surah az- Zumar(39): 55: “Dan ikutilah sebaik - baik
apa yang telah diturunkan kepadamu dari tuhanmu sebelum datang azab
kepadamu dengan tiba-tiba,sengkan kamu tidak menyadarinya”.
c. Sesuatu yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka ia di pandang baik
oleh Allah.
Sementara itu, kelompok ulama yang menolak kehujjahan istihsan
mengemukakandalil, antara lain, sebagai berikut:
a. Firman Allah pada surah al-Ma’idah (5): 49:“Dan hendaklah Kamu
memutuskan perkara di antara mereka menurut yang diturunkan Allah, Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.”
Ayat diatas menunjukan bahwa tidak boleh menetapkan hukum
kecuali berdasarkan nashsh, dan dilarang mengikuti hawa nafsu
b. Rasulullah tidak pernah menetapkan hukum berdasarkan istihsan
yangdasarnya adalah nalar murni, melainkan menunngu turunya wahyu.Sebab
beliau tidak pernah berbicara berdasarkan hawa nafsu belakac.
c. Istihsan itu landasanya adalah akal, di mana kedudukan orang yang terpelajar
dan tidak adalah sama. Jika mengunakan istihsan di benarkan, tentu setiap
orang boleh menetapkan hukum baru untuk kepentingan dirinya.
Pada hakikatnaya, istihsan, dengan dengan segala bentuknya, adalah
mengalihkan ketentuan hukum syara’ dari yang berdasarkan suatu dalil syara’
kepada hukum lainyang didasarkan kepada dalil syara’ yang lebih kuat. Karena
prinsip ini yang menjadi substansi istihsan, maka pada hakikatnya, tidak ada
seorang ulamapun yang menolak keberadaan istihsan sebagai dalil syara’

5
B. AL- ISTISHHAB
1. Pengertian al- Istishhab
Dari segi makna umum etimologi, istishhab berarti meminta kebersamaan
(thalabal- mushahabah), atau berlanjutnya kebersamaan (istimrar ash-shuhbah).
Sedangkan dari segi terminologi, terdapat beberapa definisi istishab yang
dikemukakan ulama,antara lain:
1) Menurut asy-Syaukani :Tetap berlakumya suatu keadaan selama belum ada
yang mengubahnya.
2) Menurut Ibnu al-Qayyim al- Jauziyyah (w. 715 H): Mengukuhkan
berlakunya suatu hukum yang telah ada,atau menegasikan suatu hukum
yang tidak ada, sampai terdapat dalil lain yang mengubah keadaan tersebut.
3) Menurut Ibn Hazm: Tetap berlakunya suatu hukum didasarkan atas nashsh,
sampai ada dalil yang menyatakan berubahnya hukum tersebut.
Dari ketiga definisi yang dikemukakan ulama di atas, dapat dipahami
bahwa yang dimaksud dengan istishab memiliki beberapa unsur ketentuan sebagai
berikut:
1) Setiap hukum yang telah ada pada masa lalu, baik dalam bentuk itsbat
(pengukuhan suatu hukum) maupun dalam bentuk nafy (penegasan hukum),
maka hukum tersebut dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang.
2) Perubahan hukum yang ada hanya dapat terjadi, jika terdapat dalil yang
mengubahnya.
3) Berbeda dengan ulama lainya, Ibn Hazm menegaskan, pengakuan terhadap
berlakunya hukum di masa lalu itu harus berdasarkan dalil nash.
2. Dalil kehujjahan al-Istishahab
Sebagai dalil syara’, istishhab memiliki landasan yang kuat, baik dari segi
syara’maupun logika. Landasan dari segi syara’ adalah, berbagai hasil penelitian
hukum menunjukan, bahawa suatu hukum syara’ senantiasa tetap berlaku,
sebelum ada dalil yang mengubahnya. Adapun landasan dari segi logika, secara

6
singkat dapatditegaskan, logika yang benar pasti mendukung sepenuhnya prinsip
al- istishhab
3. macam macam al-Istishab
a. Istishhab hukm al- ibahah al- ashliyyah(tetap berlakunya hukum mubah yang
dasar) Ialah, setelah datangnya agama islam, pada dasarnya seseorng boleh
melakukan atau mengunakan sesuatu yang bermanfaat, selama tidak ada dalil
syara’ yang menegaskan hukum tertentu terhadapnya. Perlu ditegaskan,
ketentuan istishab bentuk pertama ini hanya berlaku dalm bidang
muamalah;tidak dalam bidang ibadah dan akidah.
b. Istishhab ma’dalla asy-syar’ aw al -‘aql ‘ala wujudih (istishhab terhadap
sesuatu yang menurut akal atau syara’ diakui keberadaanya) Bahwa
berdasarkan istishhab, tetap berlakunya hukum sesuatu baik keberlakuanya
ditinjau dari syara’ maupun menurut logika, sampai ada alasan atau dalil lain
yang mengubah keberlakuan hukum tersebut.
c. Istishhab al- Khashsh bi al-washf (tetapnya suatu hukum yang secar
khususberkaitan dengan sifat) Para ulama berbeda pendapat dalam
menjadikan bentuk istishhab yang keempat ini sebagai dalil syara’. Dalam hal
ini, ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah secara mutlak menerimanya sebagai
dalil syara’. Sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyyah berpendapat,
istishhab bentuk ini hanya dapat menjadi dalil untuk menolak ketentuan
hukum yang baru(shalih li ad-daf’i), tetapi tidak dapat menjadi dalil untuk
menetapkan hukum yang baru (ghairshalih li al-itsbat)

7
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Istihsan yaitu: ‘’Perpindahan dari satu hukum yang telah ditetapkan oleh
dalil syara kepada hukum lain karena ada dalil syara yang mengharuskan
perpindahan ini sesuai dengan jiwa Syariah Islam”. Sedangkan istishhab berarti
meminta kebersamaan (thalabal- mushahabah), atau berlanjutnya kebersamaan
(istimrar ash-shuhbah).

8
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh,(Jakrta: Amzah, 2016.) hal.197

Abd. Rahman Dahlan, OPCIT hal 197-198

A. Djazuli, Ilmu Fiqh,(Jakara: Kencana, 2005) hal.83

Anda mungkin juga menyukai