Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN CASE METHOD ILMU PEMULIAAN TERNAK

SPT3014

PENURUNAN MUTU GENETIK TERNAK SAPI


PERANAKAN ONGOLE (PO) DI PETERNAKAN
RAKYAT

KELAS DURIAN

Ditulis oleh :

2203511138 Olaf Joshua Asaribab


2203511139 I Komang Edy Adnyana
2203511149 I Made Aravinda Ananda Saputra
2203511151 Afif Muzakki
2203511156 Kadek Susilo
2203511165 Salwa Muliddiyah
2203511171 Alfredo Lomy
2203511174 I Gusti Lanang Kresna Aditya
2203511181 I Putu Yura Pranaditha Kumara

DOSEN PEMBIMBING:
Dr Ir. DEWI AYU WARMADEWI, S.Pt., M.Si., IPM., ASEAN
Eng.
PROGRAM STUDI SARJANA PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
JIMBARAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah case method ini,
sehingga tersusunnya Makalah Penurunan Mutu Genetik Ternak Sapi Peranakan
Ongole (PO) di Peternakan Rakyat. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk menjelaskan contoh kasus penurunan mutu genetik ternak sapi peranakan
ongole (PO) di peternakan rakyat yang terdapat di Indonesia.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami menyelesaikan tulisan ini, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah case method ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan adanya kritik dan
saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik
lagi.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat menyampaikan contoh kasus
penurunan mutu genetik ternak sapi peranakan ongole (PO) yang terdapat di
peternakan rakyat di Indonesia. Sekian dan Terima kasih.

Jimbaran, 5 November 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................ 1
1.2 TUJUAN .................................................................................................... 1
1.3 MANFAAT ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 2
2.1 SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) ....................................................... 2
2.2 PENURUNAN MUTU GENETIK ............................................................ 3
2.3 STUDI KASUS .......................................................................................... 4
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 6
3.1 KESIMPULAN .......................................................................................... 6
3.2 SARAN ...................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 7

2
BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Salah satu sapi lokal yang mempunyai potensi dan juga terancam sebagai
sapi potong unggul adalah sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi PO merupakan sapi
lokal meskipun bukan galur murni, telah menjadi idola petani-peternak Indonesia.
Hal ini mengingat rekam jejak sejarah sapi PO yang menggeser sapi lokal galur
murni menjadi idola petani-peternak semenjak adanya kebijakan Ongolisasi dari
pemerintah kolonial Hindia Belanda pada masa kebijakan politik balas budi.
Citra sebagai idola tersebut menjadi salah satu ancaman adanya
“pengurasan stok” sapi PO. Kondisi tersebut perlu diatasi dengan peningkatan
ketersediaan stok sapi PO melalui program pembibitan sapi PO yang terarah dan
terencana. Program pembibitan ternak tersebut merupakan salah satu upaya
perbaikan mutu genetik ternak dengan pendekatan pembinaan wilayah.
Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi potong lokal yang
diisukan mengalami penurunan populasi dan mutu genetik. Studi kasus yang
dilakukan oleh Widianingtyas (2007) menemukan bahwa, populasi sapi PO yang
ada di Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta memiliki persentase
terendah dari total sapi potong yang ada yaitu sebesar 31,74%, sedangkan 68,26%
lainnya merupakan sapi hasil silangan. Kenyataan ini menjadi isu yang sangat
mencemaskan mengingat sapi PO merupakan salah satu sumber daya genetik yang
harus dipertahankan. Bila hal ini dibiarkan begitu saja maka tidak tertutup
kemungkinan sapi PO akan mengalami kepunahan.

1.2 TUJUAN
- Mengetahui mutu genetik Ternak Sapi Peranakan Ongole (PO).
- Mengidentifikasi masalah penurunan mutu genetik Ternak Sapi Peranakan
Ongole (PO) yang terdapat di peternakan rakyat.
- Mencari solusi atas masalah penurunan mutu genetik Ternak Sapi Peranakan
Ongole (PO).

1.3 MANFAAT
- Mengidentifikasi penyebab penurunan mutu genetik pada Ternak Sapi
Peranakan Ongole (PO) di peternakan rakyat.
- Mencegah penurunan mutu genetik Ternak Sapi Peranakan Ongole (PO).

1
BAB II PEMBAHASAN

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO)
Sapi Peranakan Ongole (sapi PO) sering disebut sebagai Sapi Lokal atau
Sapi Jawa atau Sapi Putih. Sapi PO ini merupakan hasil persilangan antara pejantan
sapi Sumba Ongole (SO) dengan sapi betina Jawa yang berwarna putih. Sapi
Ongole (Bos Indicus) sebenarnya berasal dari India, termasuk tipe sapi pekerja dan
pedaging yang disebarkan di Indonesia sebagai sapi Sumba Ongole (SO). Sapi PO
memiliki ciri-ciri antara lain: tubuh besar, kaki panjang dan kuat, tanduk pendek
tumpul, telinga panjang menggantung, gelambir lebar bergantung dan warna kulit
kelabu hingga putih.

Gambar 1. Bibit Sapi PO Jantan (kiri) dan Betina (kanan)

Penentuan sifat kuantitatif berdasarkan umur ternak dengan pembagian


umur 18-24 bulan atau poel 1 dan lebih dari 24-36 bulan atau poel 2. Terdapat
pembagian kelas pada setiap parameter pada tiap umur. Kelas dibagi menjadi 3
yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Berikut merupakan tabel persyaratan minimum
kuantitatif bibit sapi peranakan ongole jantan dan betina:
Kelas
Umur
Parameter Satuan
(Bulan)
I II III

Tinggi Pundak 128 125 122

Panjang Badan 134 127 124


18 - 24
Lingkar Dada 152 148 144

Lingkar Skrotum 26
cm
Tinggi Pundak 133 130 127

Panjang Badan 139 133 129


>24 - 36
Lingkar Dada 175 160 149

Lingkar Skrotum 26
Tabel 1. SNI Kuantitatif Bibit Sapi PO Jantan
Sumber (Badan Standarisasi Nasional, 2015)

2
BAB II PEMBAHASAN

Kelas
Umur
Parameter Satuan
(Bulan)
I II III

Tinggi Pundak 119 116 113

18 - 24 Panjang Badan 120 118 117

Lingkar Dada 138 134 130


cm
Tinggi Pundak 129 125 121

>24 - 36 Panjang Badan 132 129 127

Lingkar Dada 161 156 139


Tabel 2. SNI Kuantitatif Bibit Sapi PO Betina
Sumber (Badan Standarisasi Nasional, 2015)

Saat ini Sapi PO yang murni mulai sulit ditemukan, karena telah banyak
disilangkan dengan sapi Brahman. Oleh karena itu sapi PO sering diartikan sebagai
sapi lokal berwarna putih (keabu-abuan), berkelasa dan gelambir. Sesuai dengan
induk persilangannya, Sapi PO terkenal sebagai sapi pedaging dan sapi pekerja.
Mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perbedaan kondisi
lingkungan, sapi ini juga memiliki tenaga yang kuat.
Aktivitas reproduksi induknya cepat kembali normal setelah beranak,
sedangkan jantannya memiliki kualitas semen yang baik. Keunggulan sapi PO ini
antara lain tahan terhadap panas, terhadap ekto dan endoparasit, pertumbuhan
relatif cepat walaupun adaptasi terhadap pakan kurang, serta persentase karkas dan
kualitas daging baik.

2.2 PENURUNAN MUTU GENETIK


Mutu genetik adalah kemampuan warisan yang berasal dari tetua dan
moyang individu. Kemampuan ini akan dimunculkan setelah bekerja sama dengan
pengaruh faktor lingkungan di tempat ternak tersebut dipelihara. Penurunan mutu
genetik dapat diidentifikasi dari penurunan performan produksinya yang
terekspresikan pada performan anaknya. Penurunan performan produksi tersebut
merupakan salah satu bentuk ancaman terhadap keunggulan potensi genetik sapi.
Sapi PO merupakan sapi lokal hasil persilangan antara pejantan sapi Sumba
Ongole (SO) dengan sapi betina Jawa yang berwarna putih. Meskipun bukan galur
murni, sapi PO telah menjadi idola petani–peternak Indonesia. Hal ini mengingat
rekam jejak sejarah sapi PO yang menggeser sapi lokal. Sapi PO yang merupakan
idola petani–peternak menjadikan salah satu ancaman adanya “pengurasan stok”
sapi PO. Kondisi tersebut perlu diatasi dengan peningkatan ketersediaan stok sapi
PO melalui program pembibitan sapi PO yang terarah dan terencana. Ketiadaan
manajemen dan kontrol yang baik terhadap mutu genetik ternak, khususnya pada
tatalaksana reproduksinya yaitu kawin alami berdampak pada penurunan mutu

3
BAB II PEMBAHASAN

genetik Program pembibitan ternak tersebut merupakan salah satu upaya perbaikan
mutu genetik ternak dengan pendekatan pembinaan wilayah.
Mutu genetik ternak, pada sapi PO, dapat diketahui dengan analisis terhadap
potensi genetiknya yang tercermin dari fenotipe melalui performan produksi.
Kombinasi bobot badan induk dan pejantan tinggi merupakan mutu genetik ternak
yang diharapkan mampu menurunkan sifat bobot badan yang tinggi dengan
parameter awalnya adalah pada bobot lahir dan bobot sapih. Penurunan mutu
genetik dapat diketahui dengan analisa tingkat keturunan dari tetua ke anaknya.

2.3 STUDI KASUS


Penelitian yang dilakukan oleh Hartati et al., di provinsi Jawa Timur pada
Kabupaten Tuban dan Lamongan serta provinsi Jawa Tengah pada Kabupaten
Blora menunjukkan bahwa rataan bobot badan, panjang badan, tinggi gumba, tinggi
panggul, dalam dada, lebar dada, lingkar dada, canon bone, panjang kepala dan
lebar kepala tertinggi pada subpopulasi Lamongan dan terendah pada subpopulasi
Tuban.
Perbedaan antar subpopulasi pada penelitian ini disebabkan karena berbagai
faktor antara lain pengaruh lingkungan yang relatif beragam meliputi umur,
manajemen pemeliharaan, jumlah dan jenis pakan yang turut mempengaruhi
tampilan bobot badan dan ukuran tubuh antar subpopulasi. Menurut Basuki (2002),
ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada sapi potong yaitu faktor
internal (bangsa, umur, genetik, jenis kelamin dan hormon) dan faktor eksternal
(pakan, suhu lingkungan, penyakit, stres lingkungan dan latihan/kerja).
Sapi PO jantan yang digunakan dalam penelitian merupakan milik peternak
rakyat yang dipelihara dalam kondisi pemeliharaan tradisional, sehingga sulit untuk
mendapatkan umur yang relatif seragam. Berdasarkan hasil survei lapangan dapat
diketahui bahwa pada subpopulasi Lamongan, ketersediaan sapi PO jantan cukup
memadai dengan kriteria yang memenuhi syarat sebagai bibit, sedangkan pada
subpopulasi Tuban dan Blora, sangat sulit mendapatkan sapi PO jantan yang sesuai
dengan kriteria bibit, hal ini disebabkan karena peternak terbiasa menjual sapi PO
jantan pada umur yang masih relatif muda karena alasan ekonomi keluarga.
Pada kondisi peternakan rakyat, faktor-faktor lingkungan tidak seluruhnya
dapat diseragamkan karena pola pemeliharaan ternak antara satu dan lainnya tidak
sama sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi tampilan bobot badan.
Pada subpopulasi Lamongan, sebagian besar peternak responden memelihara sapi
induk dan jantan dengan cara dikandangkan dan pakan selalu tersedia dalam jumlah
yang cukup, sedangkan pada subpopulasi Tuban dan Blora, hampir semua ternak
digunakan untuk tenaga kerja bak sapi jantan maupun betina dan hanya
dikandangkan pada malam hari sehingga kondisi ini turut mempengaruhi tampilan
bobot badan dan ukuran tubuh pada ternak yang diamati.
Berdasarkan hasil survei lapangan dapat diketahui bahwa jenis pakan yang
digunakan oleh peternak responden relatif sama, yaitu tebon dan jerami kacang

4
BAB II PEMBAHASAN

tanah mendominasi menu pakan harian, meskipun bahan pakan ini sangat
bergantung pada musim panen namun peternak sudah terbiasa melakukan
pengawetan dalam bentuk kering, sehingga disaat musim kemarau tidak kesulitan
pakan, kemudian disusul oleh jerami padi dan rumput lapangan dan sisanya
meliputi klobot dan rumput gajah. pada subpopulasi Lamongan sebagian besar
peternak responden sudah terbiasa memberikan dedak sebagai pakan tambahan,
kondisi inilah yang mendukung performan sapi PO jantan di subpopulasi
Lamongan lebih tinggi dibandingkan subpopulasi Tuban dan Blora.
Kesamaan rataan ukuran tubuh antara subpopulasi Tuban dan Blora atau
perbedaan rataan antara ukuran-ukuran tubuh antara subpopulasi Lamongan dengan
Tuban dan Blora diduga disebabkan oleh kesamaan atau perbedaan genotipenya.
Hal ini didasarkan pada teori umum yang menyatakan bahwa tampilan fenotipe (P)
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (L), genotpie (G) serta interaksi lingkungan dan
genotipe (GEI) (Warwick et al., 2983). Oleh karena itu kondisi lingkungan ketiga
daerah asal ternak ini memiliki lingkungan makro yang relatif beragam, maka
kesamaan atau perbedaan fenotipik antar subpopulasi sapi PO ini diduga
disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Hardjosubroto (1994) mengatakan
bahwa, penampilan sifat kuantitatif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan,
serta kadang-kadang ditemukan pengaruh interaksi keduanya (genetik dan
lingkungan).

5
BAB III PENUTUP

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penurunan mutu genetik dapat diidentifikasi dari penurunan performan
produksinya yang terekspresikan pada performan anaknya. Penurunan performan
produksi tersebut merupakan salah satu bentuk ancaman terhadap keunggulan
potensi genetik sapi. Ketiadaan manajemen dan kontrol yang baik terhadap mutu
genetik ternak, khususnya pada tatalaksana reproduksinya yaitu kawin alami
berdampak pada penurunan mutu genetik program pembibitan ternak tersebut
merupakan salah satu upaya perbaikan mutu genetik ternak dengan pendekatan
pembinaan wilayah.
Mutu genetik ternak, pada sapi PO, dapat diketahui dengan analisis terhadap
potensi genetiknya yang tercermin dari fenotipe melalui performan produksi.
Kombinasi bobot badan induk dan pejantan tinggi merupakan mutu genetik ternak
yang diharapkan mampu menurunkan sifat bobot badan yang tinggi dengan
parameter awalnya adalah pada bobot lahir dan bobot sapih. Penurunan mutu
genetik dapat diketahui dengan analisa tingkat keturunan dari tetua ke anaknya.
Berdasarkan hasil survei, subpopulasi Lamongan memiliki performan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan subpopulasi Tuban dan Blora, hal ini disebabkan
karena faktor-faktor pendukung yang berada di Kabupaten Lamongan lebih
memadai dibandingkan dengan Kabupaten Tuban dan Blora, serta cara memelihara
ternak di Kabupaten Lamongan lebih bagus dibandingkan di Kabupaten Tuban dan
Blora. Penggunaan pakan tambahan juga hanya dilakukan di Kabupaten Lamongan,
di Kabupaten Tuban dan Blora tidak memakai pakan tambahan.
3.2 SARAN
Megetahui penurunan genetika sapi po dengan cara, mengetahui mutu
genetika yang berasal dari tertua moyang individu dan meningkatkan performa
genetika pada sapi po. Itulah yang dapat kami paparkan dari materi kami mohon
maaf apabila ada ada kesalahan dalam penulisan dan lainnya. Sekian dan terima
kasih.

6
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
Basuki, P. 2002. “Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja”. Laboratorium Ternak
Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.

Hardjosubroto, W. 1994. “Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan”. PT.


Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hartati, Sumadi, & Hartatik, T. 2009. “Identifikasi Karakteristik Genetik Sapi


Peranakan Ongole Di Peternakan Rakyat”. Vol. 33(2): 64–73. Web:
https://scholar.google.co.id/scholar?q=penurunan+mutu+gen+sapi+perana
kan+ongole&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart#d=gs_qabs&t=1699
191342638&u=%23p%3DC9-2N2rYBrIJ.

Kumala, R., & Wahyuni, D. 2020. Dasar Pemuliaan Ternak. Web:


www.litbangpemas.unisla.ac.id

Supartini, N., & Darmawan, H. 2014. “Profil Genetik Dan Peternakan Sapi
Peranakan Ongole Sebagai Strategi Dasar Pengembangan Desa Pusat Bibit
Ternak”. Buana Sains. Vol. 14. Web:
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/buanasains/article/view/83/82.

Warwick, E. J., J. M. Astuti, & Hardjosubroto, W. 1983. “Pemuliaan Ternak”.


Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai