Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Mengkaji Berbagai Model Evaluasi Kurikulum


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Kurikulum

Dosen Pengampu :
Prof. Dr Anik Ghufron M.Pd.

Anggota Kelompok 6 :
1. Reza Ilham Karisma D. (20105241029)
2. Annisa Syarah A. (20105241039)
3. Anggi Anggreini (20105244014)
4. Abdiel Zefanya H. (20105244038)

Teknologi Pendidikan - B

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mengkaji
Berbagai Model Evaluasi Kurikulum” dengan baik pada waktu yang tepat. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Prof. Dr Anik Ghufron, M.Pd.
selaku dosen Mata Kuliah Evaluasi Kurikulum. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca mengenai topik yang akan disajikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr Anik Ghufron, M.Pd. dan
juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun, sehingga kami dapat berkarya lebih baik pada lain kesempatan.

Yogyakarta, 23 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
1. BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
2. BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1. Pengertian Model Evaluasi Kurikulum ............................................................... 3
2.2. Tujuan Evaluasi Kurikulum ................................................................................. 4
2.3. Konsep Model Evaluasi Kurikulum .................................................................... 4
2.4. Jenis-Jenis Model Evaluasi Kuantitatif ............................................................... 6
2.5. Jenis-Jenis Model Evaluasi Ekonomi Mikro ..................................................... 14
2.6. Jenis-Jenis Model Evaluasi Kualitatif (Humanistik-Naturalistik) ..................... 15
3. BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 19
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Model evaluasi kurikulum berkembang sesuai gejala disiplin ilmu penidikan yang
pernah atau sedang terjadi. Peristiwa perkembangan bidang evaluasi kurikulum
memperlihatkan suatu yang khas. Selanjutnya, perkembangan menyajikan fenomena lain
untuk dikembangkan secara khusus baik individual maupun kelompok. Model-model
evaluasi kurikulum dikembangkan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sebagai
contoh, ada model yang mencakup keseluruhan proses pengembangan kurikulum,
sebaliknya ada juga yang memiliki fokus khusus pada suatu fase kegiatan pengembangan
kurikulum. Model yang tak kalah pentingnya adalah yang memperhatikan hasil lebih dari
fase kegiatan pengembangan kurikulum lainnya. Ada juga model evaluasi kurikulum yang
tidak memperhatikan proses pengembangan kurikulum.
Perkembangan model dapat dilihat dari perspektif lain seperti kerisauan akaemik para
ahli karena model yang digunakan kurang bisa mencapai sasaran yang dituju dan kelahiran
model-model dipacu oleh adanya kebijakan yang berhasil di bidang lain. Perkembangan
lain yang menarik dalam masalah model evaluasi kurikulum ialah adanya suatu upaya
untuk bersikap eklektik. Eklektik dalam penggunaan baik paradigm positivism maupun
fenemenologi.
Model-model yang dikembangakan dari tradisi lain di luar pendidikan seperti ekonomi,
politik, dan hukum tidak didasarkan pada pemikiran mengenai pengembangan kurikulum.
Model ekonomi dikembangan berdasarkan konsep ekonomi, sedangkan model judicial
dikembangan berdasarkan konsep hukum. Maka dari itu, banyaknya fakta menarik
mengenai perkembangan beragam jenis model evaluasi kurikulum inilah yang menarik
minat evaluator dan peneliti untuk mengamati langsung implementasi beragam jenis model
evaluasi kurikulum. Beberapa model-model evaluasi kurikulum yang cukup popular akan
dibahas pada makalah ini. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah memahami dan
menganalisis implementasi beragam jenis model evaluasi kurikulum yang meliputi model
evaluasi kurikulum kuantitatif, model evaluasi ekonomi mikro, dan model evaluasi
kurikulum kualitatif.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian model evaluasi kurikulum?
2. Apa tujuan evaluasi kurikulum?
3. Bagaimana konsep model evaluasi kurikulum?
4. Apa saja jenis-jenis model evaluasi kurikulum kuantitatif?
5. Apa saja jenis-jenis model evaluasi kurikulum ekonomi mikro?
6. Apa saja jenis-jenis model evaluasi kurikulum kualitatif?

1.3. Tujuan Penulisan


Makalah ini ditujukan agar dapat mengetahui pengertian model evaluasi kurikulum,
tujuan model evaluasi kurikulum, konsep model evaluasi kurikulum, jenis-jenis model
evaluasi kurikulum kuantitatif, jenis-jenis model evaluasi kurikulum ekonomi mikro, dan
jenis-jenis model evaluasi kurikulum kualitatif.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.
2.1. Pengertian Model Evaluasi Kurikulum
Menurut Lefudin (2017, hlm. 171) model merupakan suatu konsepsi untuk mengejar
suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam model mencakup strategi,
pendekatan, metode maupun teknik tertentu. Kemudian, evaluasi menurut Wrigstone, dkk.
(1956) diartikan sebagai penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan ke arah tujuan
atau nilai-nilai yang telah ditetapkan. Prof. Drs. H. Darkir, menyatakan bahwa kurikulum
merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan. Jadi, kurikulum ialah program
pendidikan dan bukan program pengajaran, sehingga program itu direncanakan dan
dirancang sebagai bahan ajar dan juga pengalaman belajar. Sehingga, model evaluasi
kurikulum dapat diartikan sebagai strategi atau metode yang dapat digunakan untuk
menilai dan mengevaluasi kinerja kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Model evaluasi kurikulum merupakan suatu kebijakan publik yang keberadaannya
didasari oleh ketentuan bahwa pengembangan kurikulum harus terbuka untuk di evaluasi.
Undang-Undang Nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Indonesia
telah memiliki landasan hukum yang mewajibkan adanya evaluasi terhadap konstruksi
kurikulum dan pelaksanaan kurikulum. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting
baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya maupun pengambilan
keputusan. Evaluasi kurikulum dimaksudkan sebagai suatu proses mempertimbangkan
utnuk memberi nilai dan arti terhadap suatu kurikulum tertentu. Kurikulum yang dimaksud
di sini adalah rencana yang mengatur tentang isi dan tujuan pendidikan serta cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Hasil-hasil evaluasi kurikulum
dapat digunakan langkah pengembangan kurikulum selanjutnya. Evaluasi kurikulum
sendiri memiliki beberapa model-model yang digunakan dalam mengevaluasi kurikulum.
Model-model tersebut diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada evaluator untuk
mempertimbangkan model yang tersedia untuk dipilih sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukan.

3
2.2. Tujuan Evaluasi Kurikulum
Tujuan evaluasi kurikulum yaitu mengungkapkan proses
pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan, ditinjau dari berbagai aspek. Adapun indikator
kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan program. Hal
ini dimaksudkan untuk memberikan acuan dan gambaran program kedepan.
Tujuan evaluasi kurikulum tercantum dalam Permendiknas no 159 tahun 2014 pasal 2,
yaitu Evaluasi Kurikulum bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai hal-hal
berikut ini.
a. Kesesuaian antara Ide Kurikulum dan Desain Kurikulum.
b. Kesesuaian antara Desain Kurikulum dan Dokumen Kurikulum.
c. Kesesuaian antara Dokumen Kurikulum dan Implementasi Kurikulum.
d. Kesesuaian antara Ide Kurikulum, Hasil Kurikulum, dan Dampak Kurikulum.
Pendapat lain disampaikan oleh Zainal Arifin, yang menyatakan bahwa tujuan evaluasi
kurikulum adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum, baik yang
menyangkut tentang tujuan, isi/materi, strategi, media, sumber belajar, lingkungan
maupun sistem penilaian itu sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Purwanto dan Atwi,
“bahwa tujuan evaluasi, yaitu sebagai berikut ini.
a. Mengukur tercapainya tujuan dan mengetahuai hambatan-hambatan dalam
pencapaian tujuan kurikulum.
b. Mengukur dan membandingkan keberhasilan kurikulum serta mengetahui potensi
keberhasilannya.
c. Memonitor dan mengawasi pelaksanaan program, mengidentifikasi
permasalahan yang timbul.
d. Kenentukan kegunaan kurikulum, keuntungan, dan kemungkinan
pengembangannya lebih lanjut.
e. Mengukur dampak kurikulum bagi peningkatan kinerja SDM.

2.3. Konsep Model Evaluasi Kurikulum


A. Measurement
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan
perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi digunakan terutama untuk
keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan perbandingan efektifitas antara
dua atau lebih program/metode pendidikan.

4
Objek evaluasi dititik beratkan pada hasil belajar terutama dalam aspek kognitif
dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang objektif dan dapat
dibakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi adalah data objektif
khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh
pendekatan/cara-cara berikut ini.
a. Menempatkan `kedudukan` setiap siswa dalam kelompoknya melalui
pengembangan norma kelompok dalam evaluasi hasil belajar.
b. Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang
menggunakan program/metode pengajaran yang berbeda- beda, melalui
analisis secara kuantitatif.
c. Teknik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam bentuk
objektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat evaluasi yang
reliabel dan valid.
B. Congruence
Makna congruence disini ialah bahwa evaluasi ini pada dasarnya merupakan suatu
proses dalam pemeriksaan kesesuaian antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang
dicapai yang digunakan untuk melihat sejauh mana perubahan hasil pendidikan telah
terjadi. Hasil evaluasi tersebut diperlukan untuk dilakukannya penyempurnaan
program, bimbingan pendidikan, dan pemberian informasi kepada pihak di luar
pendidikan. Objek dari proses evaluasi difokuskan pada hasil belajar dalam bentuk
kognitif, psikomotorik, serta nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan ialah data
objektif berupa skor hasil tes. Dalam proses evaluasi cenderung ditempuh melalui
pendekatan berikut.
a. Menggunakan prosedur pre-and post-assessment dengan menempuh langkah
pokok berupa penegasan tujuan, pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan
hasil evaluasi.
b. Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.
c. Teknik evaluasi mencakup tes dan teknik evaluasi lainnya yang cocok untuk
menilai berbagai macam perilaku yang terdapat dalam tujuan.
d. Kurang menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua atau lebih
program.
C. Educational System Evaluation
Evaluasi merupakan perbandingan antara kinerja setiap dimensi program dengan
kriteria awal yang ditetapkan dalam suatu program. Evaluasi berakhir pada suatu

5
deskripsi dan penilaian. Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan
penyimpulan hasil program secara keseluruhan.
Objek evaluasi mencakup input (bahan, rencana, peralatan), proses dan hasil yang
dicapai dalam arti yang lebih luas. Jenis data yang dikumpulkan meliputi baik data
objektif maupun data subjektif (judgment data) yang dapat diperoleh melalui kegiatan
berikut ini.
a. Membandingkan kinerja setiap dimensi program dengan kriteria internal.
b. Membandingkan kinerja program dengan menggunakan kriteria eksternal,
yaitu kinerja program lainnya.
c. Teknik evaluasi mencakup tes, observasi, wawancara, angket dan analisis
dokumen.
Ketepatan suatu model tak dapat dilepaskan dari tujuan yang ingin dicapai dari
kegiatan evaluasi yang kita adakan. Setiap model, termasuk model educational system
evaluation memiliki kekuatan dan kelemahan ditinjau dari berbagai segi. Model
educational system evaluation merupakan salah satu model yang tepat karena kita
dapat memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai kurikulum yang
dikembangkan.

2.4. Jenis-Jenis Model Evaluasi Kuantitatif


A. Model Black Box Tyler
Nama model ini diambil dari nama pengembangnya yaitu Tyler. Dalam buku Basic
Principles of Curriculum and Instruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan
gagasannya tentang evaluasi. Salah satu bab dari buku tersebut diberinya judul how
can the the effectiveness of learning experience be evaluated ? Model ini dibangun
atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan kepada tingkah laku peserta
didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum
melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan
pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukkan bahwa seorang
evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah
peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa
perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran.
Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama
pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer
dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Model ini

6
mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir. Untuk menjamin validitas ini maka
perlu adanya kontrol dengan menggunakan disain eksperimen. Model Tyler disebut
juga model black box karena model ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes
akhir. Dengan demikian, apa yang terjadi dalam proses tidak perlu diperhatikan.
Dimensi proses ini dianggap sebagai “kotak hitam” yang menyimpan segala macam
teka-teki. Menurut Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu sebagai
berikut.
a. Menentukan tujuan kurikulum yang akan dievaluasi. Tujuan kurikulum yang
dimaksud disini adalah model tujuan behavioral. Dan model ini di Indonesia sudah
dikembangkan sejak kurikulum 1975. Adapun untuk kurikulum KTSP saat ini
maka harus mengembangkan tujuan behavioral ini jika berkenaan dengan model
kurikulum berbasis kompetensi.
b. Menentukan situasi dimana peserta didik mendapatkan kesempatan untuk
memperlihatkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan. Dari langkah ini
diharapkan evaluator memberikan perhatian dengan seksama supaya proses
pembelajaran yang terjadi mengungkapkan hasil belajar yang dirancang
kurikulum.
c. Menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk megukur tingkah laku
peserta didik. Alat evaluasi ini dapat berbentuk tes, observasi, kuisioner, panduan
wawancara dan sebagainya. Adapun instrument evaluasi ini harus teruji validitas
dan reliabilitasnya.
Inilah tiga prosedur dalam evaluasi model Tyler. Adapun kelemahan dari model
Tyler ini adalah tidak sejalan dengan pendidikan karena fokus pada hasil belajar da
mengabaikan dimensi proses. Padahal hasil belajar adalah produk dari proses belajar
Sehingga evaluasi yang mengabaikan proses berarti mengabaikan komponen pentin
dari kurikulum.
Adapun kelebihan dari model Tyler ini adalah kesederhanaanya. Evaluator dapat
memfokuskan kajian evaluasinya hanya pada satu dimensi kurikulum yaitu dimensi
hasil belajar. Sedang dimensi dokumen dan proses tidak menjadi fokus evaluasi.
B. Model Teoritik dan Maguire
Model evaluasi kurikulum Taylor dan Maguire ini lebih mendasarkan pada
pertimbangan teoritik. Model ini melibatkan variabel dan langkah yang ada dalam
proses pengembangan kurikulum. Dalam melaksanakan evaluasi kurikulum sesuai
model teoritik Taylor dan Maguire meliputi dua hal, yaitu: pertama, mengumpulkan

7
data objektif yang dihasilkan dari berbagai sumber mengenai komponen tujuan,
lingkungan, personalia, metode, konten, hasil belajar langsung maupun hasil belajar
dalam jangka panjang. Dikatakan data objektif karena mereka berasal dari luar
pertimbangan evaluator.
Kedua, pengumpulan data yang merupakan hasil pertimbangan individual terutama
mengenai kualitas tujuan, masukan dan hasil belajar. Adapun cara kerja model
evaluasi Taylor dan Maquaire ini adalah sebagai berikut.
a. Dimulai dari adanya tekanan/keinginan masyarakat terhadap pendidikan.
Tekanan dan tuntutan masyarakat ini dikembangkan menjadi tujuan. Kemudian
tujuan dari masyarakat ini dikembangkan menjadi tujuan yang ingin dicapai
kurikulum. Adapun dalam pengembangan KTSP maka tekanan dari masyarakat ini
dikembangkan pada tingkat Nasional dalam bentuk Standar Isi dan Standar
Kompetensi Kelulusan. Dari dua standar ini maka satuan pendidikan
mengembangkan visi dan tujuan yang hendak dicapai satuan pendidikan.
Kemudian tujuan satuan pendidikan tersebut menjadi tujuan kurikulum dan tujuan
mata pelajaran.
b. Evaluator mencari data mengenai keserasian antara tujuan umum dengan
tujuan behavioral.
Maka tugas evaluator disini mencari relevansi antara tujuan satuan pendidikan,
kurikulum dan mata pelajaran yang berbeda dalam tingkat-tingkat abstraksinya.
Dalam tahap ini evaluator harus menentukan apakah pengembagan tujuan
behavioral tersebut membawa gains atau losses dibandingkan dengan tujuan umum
ditahap pertama.
c. Penafsiran tujuan kurikulum.
Pada tahap ini tugas evaluator adalah memberikan pertimbangan mengenai
nilai tujuan umum pada tahap pertama. Adapun dua criteria yang dikemukan oleh
Taylor dan Maguaire dalam memberi pertimbangan adalah: pertama, kesesuaian
dengan tugas utama sekolah. kedua, tingkat pentingnya tujuan kurikulum untuk
dijadikan program sekolah. adapun hasil dari kegiatan ini adalah sejumlah tujuan
behavioral yang sudah tersaring dan akan dijadikan tujuan yang akan dicapai oleh
mata pelajaran yang bersangkutan.
d. Mengevaluasi pengembangan tujuan menjadi pengalaman belajar.
Tugas evaluator disini adalah menentukan hasil dari suatu kegiatan belajar.
Menelaah apakah hasil belajar yang telah diperoleh dapat digunakan dalam

8
kehidupan dimasyarakat. Karena kurikulum yang baik adalah kurikulum yang
menjadikan hasil belajar yang diperoleh peserta didik dapat digunakan dalam
kehidupannya di masyarakat.
Demikianlah tahapan pelaksanaan model evaluasi Taylor dan Maguaire. Adapun
kelebihan dari model ini adalah memberikan kesempatan pada evaluator untuk
menerapkan kajian secara komprenhensip. Baik nilai maupun arti kurikulum dapat dikaji
dengan menggunakan model ini. Adapun masalahnya bila diterapkan di Indonesia bahwa
model ini hanya diterapkan di tingkat satuan pendidikan. Sehingga keseluruhan proses
pengembangan kurikulum tingkat nasional tidak dapat dievaluasi dengan model ini.
C. Model Pendekatan Sistem Alkin
Model evaluasi yang dikembangkan Alkin termasuk model yang unik dimana ia
selalu memasukkan unsur pendekatan ekonomi mikro dalam pengerjaan evaluasinya.
Alkin memasukkan variabel perhitungan ekonomi. Adapun dua hal yang harus
diperhatikan oleh evaluator dalam model ini adalah pengukuran dan control variable.
Sistem Alkin tetap memakai tiga komponen pembagian (masukan, perantara, dan
keluaran) seperti dalam pendekatan sistem pada umumnya. Alkin juga mengenal
sistem internal dalam yang merupakan interaksi antar komponen yang berhubungan
langsung dengan pendidikan, juga sistem eksternal luar yang memiliki pengaruh atau
dipengaruhi oleh pendidikan.
Model Alkin dikembangkan berdasarkan empat asumsi. Apabila keempat asumsi
ini sudah dipenuhi maka model Alkin dapat digunakan. Adapun keempat asumsi itu
yaitu, sebagai berikut.
a. Variabel perantara adalah satu-satunya variable yang dapat dimanipulasi.
b. Sistem luar tidak langsung dipengaruhi oleh keluaran sistem (persekolahan).
c. Para pengambil keputusan sekolah tidak memiliki kontrol mengenai pengaruh
yang diberikan sistem luar terhadap sekolah.
d. Faktor masukan mempengaruhi aktivitas faktor perantara dan pada gilirannya
faktor perantara berpegaruh terhadap faktor keluaran.
Adapun kelebihan dari model ini adalah keterikatannya dengan sistem. Dengan
model pendekatan system ini kegiatan sekolah dapat diikuti dengan seksama mulai
dari variable-variable yang ada dalam komponen masukan, proses dan keluaran.
Komponen masukan yang dimaksudkan adalah semua informasi yang berhubungan
dengan karakteristik peserta didik, kemampuan intelektual, hasil belajar sebelumnya,
kepribadian, kebiasaan, latar belakang keluarga, latar belakang lingkungan dan

9
sebagainya.
Faktor perantara meliputi kelompok variabel yang secara langsung memperngaruhi
keluaran. Adapun yang masuk dalam variabel perantara ini diantaranya adalah rasio
jumlah guru dengan peserta didik, jumlah peserta didik dalam kelas, pengaturan
administrasi, penyediaan buku bacaan, prosedur pengajaran dan sebagainya.
Adapun keluaran peserta didik adalah setiap perubahan yang terjadi pada diri
peserta didik sebagai akibat dari pengalaman belajar yang diperolehnya. Perubahan
ini harus diikuti sejak peserta didik masuk sistem hingga keluar system. Perubahan
harus diukur meliputi setiap aspek perubahan yang mungkin terjadi termasuk
didalamnya kemampuan peserta didik dalam melanjutkan pelajaran ditingkat
pendidikan yang lebih tinggi, pada waktu memasuki lapangan kerja, dalam melakukan
pekerjaan bahkan termasuk aktifitas dalam kehidupan di masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas, kelemahan dari model Alkin adalah keterbatasannya
dalam fokus kajian yaitu yang hanya fokus pada kegiatan persekolahan. Sehingga
model ini hanya dapat digunakan untuk mengevaluasi kurikulum yang sudah siap
dilaksanakan di sekolah.
D. Model Countenance Stake
Model countenance adalah model pertama evaluasi kurikulum yang dikembangkan
oleh Stake. Stake mendasarkan modelnya ini pada evaluasi formal. Evaluasi formal
adalah evaluasi yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak terlibat dengan evaluan.
Model countenance Stake terdiri atas dua matriks. Matrik pertama dinamakan matriks
Deskripsi dan yang kedua dinamakan matriks pertimbangan.
a. Matriks Deskripsi
Kategori pertama dari matrik deskripsi adalah sesuatu yang direncanakan
(intent) pengembang kurikulum dan program. Dalam konteks KTSP maka
kurikulum tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan.
Sedangkan program adalah silabus dan RPP yang dikembangkan guru. Kategori
kedua adalah observasi, yang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya sebagai
implementasi dari apa yang diinginkan pada kategori pertama. Pada kategori ini
evaluan harus melakukan observasi mengenai antecendent, transaksi dan hasil
yang ada di satu satuan pendidikan atau unit kajian yang terdiri atas beberapa
satuan pendidikan.
b. Matriks Pertimbangan
Dalam matrik ini terdapat kategori standar, pertimbangan dan fokus

10
antecendent, transaksi, autocamo (hasil yang diperoleh). Standar adalah kriteria
yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau program yang dijadikan evaluan.
Berikutnya adalah evaluator hendaknya melakukan pertimbangan dari apa yang
telah dilakukan dari kategori pertama dan matriks deskriptif.
Adapun dua hal lain yang harus diperhatikan dalam menggunakan model
countenance adalah contingency dan congruence. Kedua konsep ini adalah konsep
yang memperlihatkan keterkaitan dan keterhubungan 12 kotak tersebut. Contingency
terdiri atas contigency logis dan contingency empiric. Contingency logis adalah hasil
pertimbangan evaluator terhadap keterkaitan logis antara kotak antecedence dengan
transaksi dan hasil. Kemudian evaluator juga harus memberikan pertimbangan
empiric berdasarkan data lapangan.
Evaluator juga harus memberikan pertimbangan congruence atau perbedaan yang
terjadi antara apa yang direncanakan dengan apa yang terjadi dilapangan. Adapun
kelebihan dari model ini adalah adanya analisis yang rinci. Setiap aspek dicoba dikaji
kesesuainnya. Misalkan, analisis apakah persyaratan awal yang direncanakan dengan
yang terjadi sesuai apa tidak. Hasil belajar peserta didik sesuai tidak dengan harapan.
E. Model CIPP
Menurut Wirawan, Tujuan dari evaluasi CIPP diantaranya, yaitu : Mengukur
pengaruh program, menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana, mengukur apakah program sesuai dengan standar, evaluasi program dapat
mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan, mana yang tidak
berjalan, pengembangan staf program, memenuhi ketentuan undang-undang,
akreditasi Program, mengukur anggaran setiap program, mengambil keputusan
mengenai program, untuk mempertanggungjawabkan pimpinan dan pelaksanaan
program, memberikan balikan kepada pimpinan dan staf program, mengembangkan
teori ilmu evaluasi.
Model ini dikembangkan oleh sebuah tim yang diketuai oleh Stufflebeam.
Sehingga sesuai dengan namanya, model CIPP ini memiliki 4 jenis evaluasi yaitu:
evaluasi Context (konteks), Input (masukan), Process (proses), dan Product (hasil).
Adapun tugas evaluator dari keempat jenis evaluasi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Evaluasi Context
Evaluasi ini lebih terkait pada penyediaan informasi untuk menetapkan tujuan
yang baik, merumuskan lingkungan yang relevan serta mengidentifikasi masalah
yang berhubungan dengan program atau kegiatan belajar, maupun kegiatan

11
pendidikan. Evaluasi konteks dimaksudkan juga untuk menyediakan informasi
guna merumuskan “goal and objectives”.
Tujuan utama dari evaluasi context adalah untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan evaluan. Evaluator mengidentifikasi berbagai faktor guru, peserta
didik, manajemen, fasilitas kerja, suasana kerja, peraturan, peran komite sekolah,
masyarakat dan faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap kurikulum.
b. Evaluasi Input
Input adalah bahan mentah yang dimasukkan ke dalam transformasi. Dalam
dunia sekolah maka yang dimaksud dengan bahan mentah adalah calon siswa
baru yang akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki suatu tingkat sekolah,
calon siswa itu dinilai dahulu kemampuannya. Penilaian itu digunakan untuk
mengetahui apakah kelak ia akan mampu mengikuti pelajaran dan melaksanakan
tugas yang akan diberikan kepadanya.
Tujuan utama dari evaluasi input adalah untuk menentukan bagaimana
memanfaatkan input dalam mencapai tujuan program. Untuk maksud tersebut
perlu dilakukan evaluasi, agar mendapatkan input (manusia dan fasilitas) yang
mampu dan berguna dalam pelaksanaan suatu program pendidikan.
Kualitas input dapat dikembangkan untuk suatu pendekatan yang wajar dan
terkontrol dalam pelaksanaan program tersebut. Kendala yang ada dapat
diketahui dan diatasi sebaik mungkin.
c. Process
Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan dari suatu inovasi
kurikulum. Evaluator mengumpulkan berbagai informasi mengenai
keterlaksanaan implementasi kurikulum, berbagai kekuatan dan kelemahan
proses implementasi. Evaluator harus merekam berbagai pengaruh variabel input
terhadap proses.
d. Evaluasi Proses
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” kegiatan yang
dilakukan dalam program, “siapa” orang yang ditunjuk sebagai penanggung
jawab program, “kapan” kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi
proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam
program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Pertanyaan untuk proses antara
lain, sebagai berikut.

12
• Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal ?
• Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggup menanggani
kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan ?
• Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal ?
• Hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika
program dilanjutkan ?.
Evaluasi proses dimaksudkan untuk memberikan umpan balik secara periodik dalam
melaksanakan program. Disamping itu, dimaksudkan juga untuk mengontrol prosedur dan
rencana yang telah disusun. Dengan cara demikian, dapat mendeteksi atau meramalkan
segala sesuatu yang mungkin terjadi selama program itu dilaksanakan. Dan secara
keseluruhan, dapat mengidentifikasikan atau memantau apa yang terjadi, mengapa terjadi,
komponen mana yang tidak berfungsi, aspek apa yang kurang aktif atau hambatan apa yang
sering muncul dan perlu diatasi.
a) Product
Evaluasi produk dilakukan pada akhir suatu program atau kegiatan. Evaluasi ini
dimaksudkan untuk mengukur pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya,
berdasarkan standar dan kriteria tertentu. Apabila difokuskan pada proses pendidikan
disekolah, maka evaluasi produk lebih terkait pada seberapa jauh kemampuan peserta
didik dalam menyerap bahan yang telah disampaikan, baik dilihat dari segi kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Sehingga, dalam hal ini evaluasi produk merupakan
evaluasi hasil belajar peserta didik di sekolah.
Tipe evaluasi yang digunakan tergantung pada tujuan yang ingin diukur. Untuk
evaluasi belajar disekolah, dapat digunakan tes esai dan objektif atau tes unjuk kerja
maupun evaluasi potofolio, sedangkan untuk menilai kepribadian, minat atau sikap
dapat digunakan projective techniques, skala sikap atau tes kepribadian.
Evaluasi produk diarahkan untuk mencari jawaban. Evaluasi ini berupaya
mengidentifikasikan dan mengakses keluaran dan manfaat, baik yang direncana atau
yang tidak direncana, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Keduanya untuk
membantu staf menjaga upaya memfokuskan pada mencapai manfaat yang penting dan
akhirnya untuk membantu kelompok pemakai lebih luas mengukur kesuksesan upaya
dalam mencapai kebutuhan yang ditargetkan.Output atau keluaran, adalah bahan jadi
yang dihasilkan oleh transformasi. Yang dimaksud dalam pembicaraan ini adalah siswa
lulusan sekolah yang bersangkutan. Untuk dapat menentukan apakah seorang siswa

13
berhak lulus atau tidak, perlu diadakan kegiatan penilaian, sebagai alat penyaring
kualitas.
2.5. Jenis-Jenis Model Evaluasi Ekonomi Mikro
Evaluasi dengan model ekonomi mikro ini pada intinya merupakan suatu model
evaluasi yang dalam implementasinya menggunakan pendekatan kuantitatif serta memiliki
fokus utama pada hasil. Menurut Levin (1983: 17) terdapat 4 jenis model evaluasi ekonomi
mikro ini yaitu cost-effectiveness, cost-benefit, cost-utility, dan cost-feasibility.
A. Model Cost-Effectiveness
Dalam model cost-effectiveness ini, seorang evaluator harus mampu
membandingkan dua (2) program atau lebih, baik dari segi pengertian dana yang
digunakan untuk tiap program maupun hasil yang diperoleh dari tiap program
tersebut. Tentu proses pengukuran perbandingan tersebut menggunakan suatu
instrument yang telah terstandarisasi agar dapat diperoleh hasil perbandingan antara
biaya dengan hasil secara berimbang. Kemudian hasil perbandingan dari kedua
program tersebut akan menjadi masukan bagi para pemangku kebijakan atau pembuat
keputusan untuk menentukan program manakah yang paling menguntungkan
berdasarkan atas hubungan antara dana dan hasil.
B. Model Cost-Benefit
Dalam model cost-benefit ini, proses pengukuran hasil adalah dengan
menggunakan satuan unit berupa uang. Berapa besar uang yang diterima setelah
seseorang bekerja untuk jangka waktu tertentu sebagai akibat dari pendidikan yang
dialaminya. Perbedaan karakteristik kedua kurikulum yang dibandingkan, baik
perbedaan tujuan, proses, isi, dan lain sebagainya adalah variable yang menjelaskan
adanya perbedaan hasil belajar.
C. Model Cost-Utility
Model selanjutnya ialah cost-utility. Levin berpendapat bahwa pengertian dari
utility ialah “the estimated utility or valur of their outcomes” dan bukan hasil belajar.
Definisi yang disampaikan oleh Levin tersebut memberikan kesempatan bagi
evaluator untuk menggunakan data baik data kantitatif maupun kualitatif. Adanya
kesempatan tersebut maka ruang gerak evaluator menjadi lebih luas dan cenderung
tidak dibatasi terhadap satu jenis data saja. Levin menganjurkan agar dalam penerapan
model ini menggunakan utility scale atau skala kegunaan yang dapat bergerak dari 1
– 4 atau skala lainnya. Inti dari skala yang digunakan adalah setiap responden
memberikan pendapat mereka berdasarkan skala yang digunakan tersebut.

14
D. Model Cost-Feasibility
Model cost-feasibility ini memiliki perbedaan dengan ketiga model terdahulu.
Model ini tidak berusaha mencari hubungan yang terdapat di antara biaya dengan hasil
tertentu. Model cost-feasibility ini dirancang untuk menjawab pertanyaan evaluasi
apakah biaya yang diperlukan memang tersedia. Biaya yang diperlukan tersebut
diperoleh setelah dilakukan perhitungan biaya yang dilakukan setelah perumusan
suatu kurikulum. Perhitungan biaya tersebut harus berorientasi ke masa depan agar
kurikulum yang telah dikembangkan tersebut memiliki jaminan dalam
pelaksanaannya. Jangan sampai biaya tersebut hanya tersedia untuk satu atau dua
tahun pelaksanaan kurikulum sedangkan tahun-tahun berikutnya tidak tersedia dana
untuk pelaksanaan kurikulum, tidak cukup atau bahkan masih belum diketahui
sumbernya. Apabila ketiga atau salah satu dari ketiga keadaan tersebut terjadi, maka
keberlanjutan dari pelaksanaan kurikulum menjadi tidak terjamin, terjadi pemborosan
dalam pengembangan kurikulum, dan kurikulum tidak akan mampu mewujudlam ide
yang telah dirancang pada kurikulum.

2.6. Jenis-Jenis Model Evaluasi Kualitatif (Humanistik-Naturalistik)


A. Model Evaluasi Connoisseurship
Pengembangan model evaluasi connoisseurship dilakukan oleh Elliot W. Eisner,
seorang Magister of Science bidang Art Education dari Illonois Institut Technology
dan Master of Arts bida b pendidikan seni dari University of Chicago dan Ph.D dalam
bidang pendidikan di universitas yang sama. Berdasarkan bakatnya di bidang seni,
evaluasi model ini didasari oleh kegiatan Eisner dalam mengkritisi hasil karya seni
misalnya lukisan, opera, dan film.
Model kritik Eisner diadopsi pada dunia pendidikan dan melahirkan model baru
dalam mengevaluasi kurikulum yang disebut dengan model kononurship dan
kritisisme. “Eisner points out that educational connoisseurship is the art of
appreciating the educationally significant”, yang berarti bahwa keahlian pendidikan
adalah seni menghargai pendidikan secara signifikan. Eisner menyatakan bahwa
menilai pendidikan merupakan salah satu seni di bidang pendidikan.
Salah satu ciri Model Evaluasi Connoisseurship yang mana merupakan model
penelitian dengan pendekatan humanistic naturalistik adalah menjadikan seorang
evaluator berpartisipasi langsung dalam proses penelitian. Evaluator menganalisis
pola kerja pelajar dan pendidikan dengan seksama dan teliti. Ciri lainnya pada model

15
ini adalah penggunaan teknologi sebagai media di dalam penelitiannya seperti
penggunaan film, videotape, kamera dan audiotape.
Pada kenyataannya, model ini belum memiliki struktur penelitian yang baku. Akan
tetapi model penelitian ini memiliki tiga tahap penting dalam implementasinya, yaitu
sebagai berikut.
a. Tahap Deskriptif, yaitu tahap pertama implementasi model ini dengan cara
mendeskripsikan seluruh pola pembelajaran dan aktivitas di dalam kelas.
b. Tahap Interpretasi, yaitu tahap kedua dimana evaluator mulai menginterpretasi
dan mengkritisi hal yang terjadi pada tahap pertama. Penjelasan pada tahapan
ini akan menimbulkan aksi, reaksi, dan interaksi terhadap hal yang diamati.
c. Tahap Evaluasi, adalah tahap ketiga dimana evaluator akan
mempertimbangkan dan memberi keputusan terhadap program yang diamati.
Pertimbangan dan keputusan yang dibuat oleh evaluator didasarkan padakritik
yang dirancang sendiri berdasarkan data yang sudah diperoleh di tahap pertama
dan kedua.
B. Model Illuminative
Model Illuminative dikenalkan oleh Hanley pada tahun 1969 yang mana juga
termasuk dalam pendekatan Humanistik-Naturalistik. Kelanjutan pengembangan
model ini dilanjutkan oleh Parlett dan Hamilton pada tulisan yang berjudul
"Evaluation as illumination: a new approach to study of innovatory programs".
Hingga pada akhirnya, kedua tokoh ini dikenal sebagai tokoh evaluasi yang
melahirkan model illuminative. Banyak tokoh evaluasi lainnya yang merujuk kepada
Parlett dan Hamilton ketika menggunakan model ini diantaranya Stenhouse dan
Scrimshaw.
Parlett dan Hamilton mengatakan bahwa model ini tidak membatasi diri dalam
pengumpulan data seperti pada evaluasi tradisional. Model ini memiliki fokus pada
deskripsi daripada interpretasi angka dalam memprediksi penelitian. Parlett dan
Hamilton juga menyatakan 3 tujuan model ini, yaitu sebagai berikut.
a. Menganalisis pengaruh situasional pada kurikulum, pengaruh pendapat mereka
yang terlibat sebagai keuntungan dan kerugian, dan pengaruh kinerja siswa.
b. Membedakan dan mendiskusikan fitur penting dari kurikulum serta proses
kritis yang terlibat dalam mengimplementasikannya.
c. Mengidentifikasi semua bagian kurikulum yang diinginkan.

16
Ada tiga tahapan dan metode dalam mengumpulkan data dengan menggunakan
Model Illuminative, yaitu sebagai berikut.
a. Observasi
Pada tahap ini evaluator mengobservasi keseluruhan program pendidikan di
antaranya tujuan sekolah, metode dalam belajar mengajar, materi yang
digunakan, dan teknik evaluasi yang dilakukan guru.
b. Inkuiri
Pada tahap ini, evaluator akan memisahkan data penting dan yang tidak penting
untuk dianalisis. Pada tahap ini pula evaluator tidak hanya mengamati program
itu berjalan tetapi mengapa program itu dapat berjalan. Jawaban tersebut dapat
dicari dengan melakukan penelitian secara langsung di lapangan.
c. Ekspalanasi
Pada tahap ini, evaluator tidak saja mempertimbangkan dan mengambil
keputusan pada hasil penelitiannya, tetapi memperbanyak data dengan cara
menjelaskan apa yang terjadi dan mengapa itu bisa terjadi.
C. Model Responsive Stake
Model Evaluasi Responsif dikembangkan pada tahun 1975 oleh Robert Stake.
Evaluasi ini diberi nama evaluasi yang berpusat pada klien. Evaluasi responsif
merupakan model penelitian evaluasi yang bersifat kualitatif. Evaluasi ini juga diberi
nama evaluasi yang berpusat pada klien. Penelitian responsif mengambil sampel
dengan cara purposive (secara sengaja), mencari informasi dari pihak yang
bersebrangan, dan laporan bersifat ekspresif atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Menurut Stake, Evaluasi disebut respon jika memenuhi tiga kriteria, yaitu sebagai
berikut.
a. Lebih berorientasi pada secara langsung kepada aktivitas program dari pada
tujuan program.
b. Merespon kepada persyaratan kebutuhan informasi dari audiens.
c. Perspektif nilai-nilai yang berbeda dari orang-orang dilayani dilaporkan dalam
kesuksesan dan kegagalan dari program.
Evaluasi responsive lebih berorientasi pada aktivitas, keunikan dan keragaman
sosial dari program. Model ini menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik.
Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
(Bogdan dan Tylor dalam Moleong ,1993:3). Pendekatan naturalistik adalah cara

17
mengamati dan mengumpulkan data yang dilakukan tanpa memanipulasi subjek
yang diteliti.
Dalam evaluasi responsif lebih dikenal isu ketimbang rumusan masalah. Isu
merupakan hal penting yang menjadi kajian, atau sebuah studi evaluasi. Hal yang
menjadi permasalahan sebuah program dapat menjadi isu dalam penelitian. Karena
itu pemahaman awal akan program yang dievaluasi dapat memudahkan dalam
menentukan isu.
Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau
melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat,
berminat dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi adalah
untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut
pandang yang berbeda. Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan
observasi langsung maupun tidak langsung dengan interpretasi data yang
inpresionistik.
Model ini digunakan untuk memberikan penegasan kepada beberapa hal di
antaranya sebagai berikut.
a. Educational issues rather than objectives or hypothesis (isu-isu pendidikan
berangkat dari tujuan dan hipotesis).
b. Direct and indirect observation of involvement and participation in the
curriculum being evaluated (adanya pengamatan dan partisipasi baik langsung
maupun tidak langsung terhadap kurikulum yang dievaluasi).
c. The variety of different value standards held by various groups involved (not
just those of teaching staff), (adanya standar nilai yang berbeda dari varian grup
yang terlibat/tidak hanya orang-orang dari staf pengajar).
d. Continuous attention to the information needs of the audience of the evaluation
(kebutuhan yang berkesinambungan akan informasi oleh pengguna evaluasi.
Model Responsive Stake memiliki 12 langkah penelitian yang digambarkan
pada jam penelitian.

18
BAB III
PENUTUP
3.
3.1 Kesimpulan
Model evaluasi kurikulum dapat diartikan sebagai strategi atau metode yang dapat
digunakan untuk menilai dan mengevaluasi kinerja kurikulum dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Tujuan evaluasi kurikulum yaitu mengungkapkan proses
pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan, ditinjau dari berbagai inikator, seperti
efektivitas, efisiensi, relevansi, serta kelayakan program. Konsep model evaluasi
kurikulum meliputi measurement (pengukuran terhadap perilaku siswa), congruence
(kesesuaian program dengan tujuan), serta educational system evaluation (kinerja setiap
elemen).
Selanjutnya, terdapat 3 jenis model evaluasi kurikulum, yaitu jenis-jenis model evaluasi
kuantitatif, jenis-jenis model evaluasi ekonomi mikro, dan model evaluasi kualitatif.
Model evaluasi kuantitatif terdiri dari, model black box Tyler, model teoritik Taylor dan
Maguire, model pendekatan sistem alkin, model countenance stake, dan model CIPP.
Kemudian, model evaluasi ekonomi mikro, terdiri atas, model cost-effectiveness, model
cost-benefit, model cost-utility, dan model cost-feasibility. Hingga kemudian, model
evaluasi kualitatif (humanistic-naturalistik) terdiri dari model evaluasi connoisseurship,
model illuminative, dan model responsive stake.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, Ibrahim. & Masitoh, M. (2017). Evaluasi Kurikulum. Kurikulum Dan Pembelajaran,
materi ke. Rosdia Karya
Pembelajaran, K. (n.d.). Evaluasi Kurikulum. MODEL-MODEL EVALUASI KURIKULUM. (n.d.).
Adnan, M., Manajemen, P., Islam, P., Jufri, H., & Gresik, B. (2017). EVALUASI KURIKULUM
SEBAGAI KERANGKA ACUAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM (Vol. 1, Issue 2).
Arifin, Zainal. 2011.EVALUASI PEMBELAJARAN. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
wirdanurfitrian.blogspot.com. (2015, 05 Mei). Model-Model Evaluasi Kurikulum. Diakses
pada 22 Maret 2022, dari http://wirdanurfitrian.blogspot.com/2015/05/model-model-
evaluasi-kurikulum.html
adischinta.blogspot.com. (n.d). Model-Model Evaluasi Kurikulum. Diakses pada 22 Maret
2022, dari http://adischinta.blogspot.com/2013/03/model-model-evaluasi-
kurikulum.html#.YjnaPOpByMo

20

Anda mungkin juga menyukai