Anda di halaman 1dari 23

Sistem Manajemen Konstruksi

Disusun Oleh:
Alda Fuadiyah (213313010045)
Anabel Tesalonika (213313010031)
Anastasya Manurung (213313010035)
Anggi Puspita Sari (213313010043)
Ashila Zahrani (213313010045)
Avivani Azzhara (213313010087)
Betaria Tarigan (223313010001)
Chris Cahyani Lase (213313010032)
Desna Nermawati Boangmanalu (213313010070)
Hanna Grasela Damayanti Saragih (213313010004)
Lusiana Jesika Situmorang (213313010033)
Rahel Krisna P (213313010021)
Tiara Lorensia (213313010075)
Valentino Sinaga (213313010065)
Wigma Aprinda Elizabeth Br. Mahulae (213313010061)

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul "Sistem Manajemen Keselamatan,
Kesehatan dan kerja (K3) Konstruksi”. Tujuan penulisan ini untuk memenuhi tugas dari Ibu Putri
Pane, SKM.M.Kes Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan bagi pembaca
serta bagi penulis sendiri.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Putri Pane SKM.,M.Kes selaku dosen pengampu
mata kuliah Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan, Kerja (K3), yang sudah mempercayakan
tugas ini kepada penulis, sehingga sangat membantu penulis untuk memperdalam pengetahuan
pada bidang studi yang sedang ditekuni. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak
yang telah berbagi pengetahuannya kepada penulis, sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
Tidak ada gading yang tak retak, penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran demi kesempurnaan dari
makalah ini.

Medan, 26 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULAUN………………………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..2
1.3 Tujuan Makalah……………………………………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………………3
2.1 Pengertian SMK3 Konstruksi…………………………………………………………………3
2.2 contoh Penerapan SMK3 Konstruksi………………………………………………………….3
2.3 Kebijakan SMK3 Perusahaan Konstruksi……………………………………………………..4
2.4 Perencanaan dalam SMK3 Konstruksi………………………………………………………..7
2.5 Manfaat dan Tujuan SMK3 Konstruksi……………………………………………………….9
2.6 Tahapan SMK3 Konstruksi Sesuai UU SMK3………………………………………………11
2.7 Sanksi yang Tidak Mematuhi UU SMK3 Konstruksi……………………………………….15
2.8 C ontoh Kasus SMK3 Konstruksi……………………………………………………………18
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..19
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………..19
3.2 Saran…………………………………………………………………………………………19
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proyek pembangunannya yang berada pada ketinggian dan menggunakan alat berat akan
meningkatkan risiko kecelakaan kerja bagi tenaga kerja yang terlibat di dalamnya penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di dunia kontsruksi saat ini menjadi
suatu keharusan mengingat banyaknya jumlah tenaga kerja yang terlibat dan lokasi kerja yang
memiliki risiko kecelakaan kerja.
Menurut pelaporan Kementerian Pekerjaan Umum, pangsa pasar konstruksi Pemerintah rata-
rata mencapai 40% dari pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang ada sehingga apabila para pelaku
jasa konstruksi di lingkungan proyek-proyek pemerintah melaksanakan K3 konstruksi, hal itu
sangat baik sebagai penerapan regulasi K3 yang telah diterbitkan pemerintah. Pada proyek
pekerjaan pemerintah penerapan K3 terindikasi masih belum juga dilaksanakan oleh para pelaku
jasa konstruksi baik pengguna jasa dan penyedia jasa. Yang dilakukan baru sekedar memenuhi
persyaratan proses tender pekerjaan konstruksi walaupun pada waktu proses kontrak selanjutnya
sudah dipersyaratkan juga namun kesadaran pengetrapan K3 belum signifikan 1. Masalah
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Masalah yang perlu dicermati dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
1. Konstruksi bangunan gedung bertingkat tinggi,
2. Teknologi yang terus berkembang
3. Hunian yang padat (High-rise Building Syndrome)
a. Sumber bahaya complex
b. Resiko tinggi
c. Keselamatan jiwa
d. Kerugian asset
4. Dampak sosial
a. Bersifat sangat kompleks
b. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar dan berpendidikan relatif rendah
c. Masa kerja yang terbatas
d. Intensitas kerja yang tinggi
e. Menggunakan peralatan kerja beragam dan berpotensi bahaya Resiko adanya
kemungkinan kecelakaan kerja pada pekerjaan jasa Konstruksi menjadi salah satu
penyebab terganggunya aktivitas pekerjaan di lapangan. Oleh karena itu pada saat
pelaksanaan pekerjaan diwajibkan menerapkan SMK3 di lokasi pekerjaan. SMK3 wajib
diterapkan, sebagai upaya mengurangi kecelakaan kerja sebagaimana telah diatur oleh
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09 /PER/M/2008, TENTANG PEDOMAN
SISTEM MANEJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM yang diterbitkan pada tahun 2008. Pada
tahun 2009 Menteri Pekerjaan Umum telah mencanangkan

1
Tahun 2009 sebagai tahun K3 dilingkungan Pekerjaan umum".
Penerapan SMK3 pada proyek konstruksi oleh pihak kontraktor dilakukan dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif.
pentingnya penerapan SMK3 yang bertujuan untuk:
1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yan terencana,
terukur, terstruktur dan terintegrasi.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, pekerja/buruh dan atau serikat pekerja/serikat buruh, serta
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong produktivitas.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan Masalah ditulisnya penelitian ini yang diantaranya:
1. Bagaimana tingkat penerapan SMK3 berdasarkan krietria penilaian dalam PP RI nomor
50 Tahun 2012 di proyek pembangunan apartemen SS Bandung, baik pada kategori tingkat
awal, transisi dan lanjutan?
2. Apakah tingkah pencapain penerapannya sudah memuaskan dan sesuai?
3. Apa saja bentuk penerapan SMK 3 pada proyek pembangunan apartemen SS Bandung?
4. Apakah penerapan SMK 3 pada proyek tersebut sudah layak dan telah sesuai dengan
kebijakan nasional ?

1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat keberhasilan penerapan (SMK3) pada proyek
gedung bertingkat tinggi yaitu proyek apartemen SS di Kota Bandung dengan menggunakan
kriteria penilaian yang tercantum dalam PP Nomor 50 tahun 2012.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SMK3 Konstruksi


Manajemen konstruksi tersusun dari dua kata yaitu “Manajemen” dan “Konstruksi”. Kata
manajemen berarti melatih kuda mengangkat kaki, kata konstruksi mempunyai arti susunan dari
elemen -elemen bangunan yang kedudukan setiap bagian-bagian sesuai dengan fungsinya.
Selanjutnya dapat disimpulkan suatu definisi dari Manajemen Konstruksi sebagai berikut
“Manajemen Konstruksi adalah usaha yang dilakukan melalui proses manajemen yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan proyek dari awal sampai
akhir dengan mengalokasikan sumber-sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai
suatu hasil yang memuaskan sesuai sasaran yang diinginkan”.
Dalam buku Manajemen Konstruksi, manajemen konstruksi didefinisikan sebagai “Usaha-
usaha yang dilakukan dalam suatu kegiatan agar tujuan dari kegiatan tersebut dapat tercapai secara
efektif dan efisien”. Selanjutnya dapat dipahami mengenai bagaimana maksud dari
pengaturan/penataan konstruksi yang teratur. Artinya suatu pekerjaan konstruksi, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan dan sampai konstruksi selesai, kegiatan-kegiatannya tersusun secara
berurutan. Misalnya: membuat pondasi dikerjakan setelah galian selesai, membuat sloof setelah
pondasi selesai dan lain-lain.
Manajemen pada suatu konstruksi merupakan suatu alat untuk mengefektifkan dan
mengefisienkan kegiatan-kegiatan pada proyek tersebut. Parameter yang digunakan di sini adalah
fungsi waktu dan biaya dari setiap kegiatan proyek konstruksi. Jadi, untuk mengatur/menata
kegiatan-kegiatan ini seseorang harus lebih dahulu mengerti dan memahami persoalan dari awal
sampai akhir, dengan kata lain kita harus memasuki ke dalam konstruksi secara utuh.
Setiap proyek konstruksi, terdapat sumber daya yang akan diproses, pada saat proses inilah
diperlukan manajemen agar proses ini berjalan efektif dan efisien, dan diperoleh hasil yang
memuaskan. Sumber daya adalah berbagai daya untuk memungkinkan sebuah hasil yang ingin
dicapai. Sumber daya itu terdiri dari 6M+I+S+T yaitu Money (uang), Material (bahan), Machine
(peralatan), Man-power (tenaga manusia), Market (pasar), dan Methode (metode) serta
Information (informasi), Space (ruang) dan Time (waktu).
Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) adalah bagian dari sistem manajemen
pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam rangka menjamin terwujudnya “keselamatan konstruksi”,
yaitu pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan yang menjamin
keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, keselamatan publik
dan lingkungan. Konsultan manajemen konstruksi, konstruksi pengawasan konstruksi, dan
kontraktor harus menerapkan SMKK yang memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan
dan keberlanjutan. SMKK diterapkan pada tahapan pemilihan, pelaksanaan, dan serah terima
pekerjaan.

2.2 Contoh SMK3 Konstruksi


SMK3 merupakan upaya untuk mencegah setiap tindakan yang mengancam keselamatan dan
mengakibatkan kecelakaan, untuk itu perusahaan wajib menerapkan prinsip prinsip K3 untuk

3
jaminan keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja dan orang lain di sekitar tempat kerja. Contoh
K3 yang disediakan salah satunya yaitu seperti :
1. Peralatan dan pakaian kerja
• Perusahaan menyediakan pakain kerja, helm, sepatu boots, sarung tangan, masker, sabuk
pengaman dan lainnya.
• Semua peralatan dan pakaian kerja dalam kondisi baik dan dapat digunakan sesuai dengan
fungsinya
• Perusahaan menyediakan alat pengamanan kerja seperti tangga, jaring, dan lainnya
• Perusahaan melakukan perawatan secara berkala pada alat – alat yang sering digunakan
2. Keamanan tempat bekerja
• Lokasi proyek memiliki penerangan dan pencahayaan yang baik
• Telah terpasang rambu-rambu/tanda-tanda keselamatan kerja pada area tertentu di proyek
3. Kebakaran & Perlindungan terhadap public
• Telah diberlakukan larangan merokok pada area terlarang untuk menghindari kebakaran
• Tersedia alat pemadam kebakaran yang mencukupi
• Tersedia tempat untuk menyimpan dan membuang material/barang-barang yang mudah
terbakar
• Telah terpasang rambu/tanda/informasi mengenai proyek di sekitar lokai proyek
• Pemasangan sign board K3 yang beerisi antara lain slogan yang mengingatkan akan
perlunya bekerja dengan selamat
• Terdapat jalur penyelamatan yang cukup sebagai jalur alternatif dalam keadaan darurat
4. Kesehatan kerja
• Tersedianya kotak P3K untuk pertolongan pertama pekerja
• Pemeriksaan Kesehatan untuk karyawan sebelum dilakukan proyek dan pemeriksaan
Kesehatan berkala saat pelaksanaan proyek
• Memberikan asuransi dan bekerja sama dengan pihak puskesmas atau dengan pihak rumah
sakit untuk para pekerja

2.3 Kebijakan SMK3 Perusahaan Konstruksi


Kesuksesan program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada
proyek konstruksi tidak lepas dari peran berbagai pihak yang saling terlibat, berinteraksi dan
bekerja sama. Hal ini sudah seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam pelak-sanaan
pembangunan proyek konstruksi yang dilakukan oleh tim proyek dan seluruh manajemen dari
berbagai pihak yang terkait didalamnya. Masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab
bersama yang saling mendukung untuk keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi yang ditandai
dengan evaluasi positif dari pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai pedoman penerapan SMK3 yang berlaku di Indonesia
menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No: PER.05/ MEN/ 1996:
2.3.1 Komitmen dan Kebijakan

4
Pengusaha dan pengurus tempat kerja harus menetapkan komitmen dan kebijakan K3 serta
organisasi K3, menyediakan anggaran dan tenaga kerja dibidang K3. Disamping itu pengusaha
dan pengurus juga melakukan koordinasi terhadap perencanaan K3. Dalam hal ini yang perlu
menjadi perhatian penting terdiri atas 3 hal yaitu:
1. Kepemimpinan dan Komitmen
2. Tinjauan Awal K3
3. Kebijakan K3
2.3.2 Perencanaan
Dalam perencanaan ini secara lebih rinci menjadi beberapa hal:
1. Perencanaan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko dari kegiatan, produk
barang dan jasa.
2. Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kemudian
memberlakukan kepada seluruh pekerja.
3. Menetapkan sasaran dan tujuan dari kebijakan K3 yang harus dapat diukur, menggunakan
satuan/indicator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.
4. Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3 sekaligus menjadi informasi
keberhasilan pencapaian SMK3.
5. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dan saran untuk pencapaian kebijakan K3.
6. Keberhasilan penerapan dan pelaksanaan SMK3 memerlukan suatu proses perencanaan
yang efektif dengan hasil keluaran (output) yang terdefinisi dengan baik serta dapat diukur.
2.3.3 Penerapan
Menerapkan kebijakan K3 secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan
mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran K3. Suatu
tempat kerja dalam menerapkan kebijakan K3 harus dapat mengitegrasikan Sistem Manajemen
Perusahaan yang sudah ada. Yang perlu diperhatikan oleh perusahaan pada tahap ini adalah :
1. Jaminan Kemampuan
a. Sumber daya manusia, fisik dan financial.
b. Integrasi.
c. Tanggung jawab dan tanggung gugat.
d. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran.
e. Pelatihan dan Keterampilan
2. Dukungan Tindakan
a. Komunikasi
b. Pelaporan
c. Dokumentasi
d. Pengendalian Dokumen
e. Pencatatan Manajemen Operasi
3. Identifikasi Sumber Bahaya dan Pengendalian Resiko
a. Identifikasi Sumber Bahaya
b. Penilaian Resiko

5
c. Tindakan Pengendalian
d. Perencanaan dan Rekayasa
e. Pengendalian Administratif
f. Tinjauan Ulang Kontrak
g. Pembelian
h. Prosedur Tanggap Darurat atau Bencana
i. Prosedur Menghadapi Insiden
j. Prosedur Rencana Pemulihan
4. Pengukuran dan Evaluasi
a. Inspeksi dan pengujian
b. Audit SMK3
c. Tindakan perbaikan dan pencegahan
5. Tinjauan Oleh Pihak Manajemen
a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3.
d. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk mengubah
Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:
• Perubahan peraturan perundangan.
• Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.
• Perubahan produk dan kegiatan perubahan.
• Perubahan struktur organisasi perusahaan.
• Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk epidemologi.
• Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja.
• Pelaporan.
• Umpan balik khususnya dari tenaga kerja
Faktor – Faktor Penyebab Rendahnya Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Perusahaan
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Endang dan Devi (2018),
Tannya, pingkan, dan Jantje (2017), Elfitria (2010), Rudi (2018), Candra, Sien dan Astawa (2018),
Jajang, dkk (2108) terkait Sistem Manajemen K3 diperoleh beberapa faktor penyebab rendahnya
penerapan sistem manajemen K3 di perusahaan yang dikelompokkan kedalam lima katagori yaitu,
faktor pemenuhan peraturan perundangan, faktor komitmen kebijakan, faktor manusia dan
lingkungan kerja, dan faktor anggaran atau keuangan dan terakhir faktor dukungan dari
pemerintah.
Faktor pemenuhan peraturan perundangan bisa dikatakan penyebab rendahnya penerapan
sistem manajemen K3 pada perusahaan diantaranya yakni, perusahaan dalam penerapannya tidak
dilaksanakan secara konsisten serta tidak sesuai dengan standar peraturan yang ada (Awuy, T.,
Pratasis, P.A.K., & Mangare, J.B, 2017). Faktor peraturan perundangan lainnya adalah perusahaan
hanya sebagian kecil melaksakan pemenuhan peraturan perundangan yang diharuskan mengenai
K3 (Kamdhari, E., & Estralita, D, 2018).

6
Sedangkan, faktor komitmen kebijakan K3 yang menyebabkan rendahnya penerapan sistem
manajemen K3 pada perusahaan diantaranya adalah kurangnya ketegasan dari perusahaan dalam
penerapan sanksi bagi pelanggar peraturan yang membuat pekerja berulang kali melakukan
kesalahan (Wiratmani, E, 2010). Ditambah lagi kurangnya prioritas dalam menanggulangi
kebijakan K3 (Dharmayanti, G.A.P.C., Pramana, G.N.P.S., & Diputra, G.A. 2018).
Pada faktor manusia dan lingkungan kerja penyebab rendahnya penerapan sistem manajeman
K3 diantaranya adalah setiap pekerja masih banyak tidak mau bekerjasama dalam menerapkan
sistem manajemen K3 di daerah kerja (Wijaya, R., & Paing, J, 2018), lalu banyak pekerja yang
mempunyai persepsi bahwa keselamatan kerja tidak terlalu penting, dan juga kesadaran dari
pekerja tentang bahayanya kecelakaan kerja sangat kurang (Atmaja, J., Suardi, E., Natalia, M.,
Mirani, Z., & Alpina, M. P, 2018).
Faktor anggaran atau keuangan merupakan faktor selanjutnya penyebab rendahnya penerapan
sistem manajemn K3 diantaranya adalah keterbatasan biaya dan tidak adanya anggaran mengenai
K3 dalam perusahaan (Awuy, T., Pratasis, P.A.K., & Mangare, J.B, 2017).
Faktor dukungan dari pemerintah termasuk penyebab rendahnya penerapan sistem manajemen
K3 pada perusahaan diantaranya adalah pemerintah sendiri masih kurang melakukan pengawasan
mengenai peraturan perundangan mengenai Sistem manajemen K3 terhadap tiap
perusahaan.(Awuy, T., Pratasis, P.A.K., & Mangare, J.B, 2017).

2.4 Perencanaan dalam SMK3 Konstruksi


Perencanaan program keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja konstruksi adalah cara
perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan program keselamatan dan kesehatankerja. Hal ini
dilakukan untuk kebaikan perusahaan dan pekerja konstruksi. Untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dari perusahaan, prosedur penerapan
keselamatan dan kesehatankerja diterapkan agar semua pekerja merasa aman dan nyaman dalam
melaksanakan pekerjaannya, pekerja jadi lebih mengerti tentang keselamatan dan kesehatan
kerja. Dalam hal ini pekerja diwajibkan harus menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD).
Perencanaan K3 bertujuan untuk menciptakan suatu sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja dalam ruang lingkup pekerja bidang konstruksi dengan melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan kerja yang terintregrasi dalam rangka mencegah
dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya suasana tempat kerja yang
aman dan nyaman, efisien dan produktif.
Dengan demikian tenaga kerja sebagai sumberdaya manusia dalam melakukan pekerjaanya
dapat terhindar dari kecelakaan kerja pada pekerjaan konstruksi, sehingga kesehatan dan
kemampuan, semangat, kreativitas, loyalitas pada proyek diharapkan akan meningkat serta
diharapkan dapat juga meningkatkan kualitas dan produktvitas yang baik.
Perencanaan program keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja konstruksi memberi
pengaruh pada kinerja dan loyalitas pekerjanya pada proyek. Dan untuk menghindari terjadinya

7
kecelakaan kerja dan kesehatan pekerja yang dapat mengganggu pekerjaan pekerja.
Karena proyek memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi.
a. Para Pekerja Konstruksi merupakan perusahaan yang bergerak dibidang jasa pelayanan
perawatan dan pembangungnan jaringan atau kontraktor, mengadakan prosedur Keselamatan
dan Kesehatan Kerja guna menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja konstruksi.
Sehingga timbul rassa aman dan nyaman terhadap pekerjaan yang dilakukan dan diharapkan
dapat meningkatkan loyalitas dankualita pekerjaanya.
b. Dalam teori dan peraturan pemerintah mewajibkan setiap perusahaan menerapkan
prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna menjamin pekerja dalam hal keselamatan,
keehatan, kenyamanan, keamanan dari bahaya yang mungkin terjadi di tempat kerja susah
melakukan kegiaan sesuai teori dan peraturan pemerintah yaitu dengan menerapkan program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bertujuan untuk melindungi pekerja dari incident
dan accident atau seuatu yang tidak diinginkan menimpa pekerja.
c. Penyebab kecelakaan kerja yang terjadi saat bekerja dalam teori disebutkan bahwa kecelakaan
disebebkan oleh dua faktor yaitu,
• Kondisi tidak aman, yang dikarenakan kurang lengkapnya peralatan pelindung yang
digunakan saat bekerja, dan juga kelalaian yangbisa timbul dari pekerja dan
perusahaan.
• Tindakan tidak aman, yaitu adalah kondisi dimana yangdisebebkan oleh kecerobohan
pekerja itu sendiri.

Perencanaan K3
1. Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan:
a. Hasil penelaahan awal
Hasil penelaahan awal merupakan tinjauan awal kondisi K3 perusahaan yang telah
dilakukan pada penyusunan kebijakan.
b. Identifikasi potensi bahaya
Penilaian dan pengendalian risiko Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian
risiko harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana.
c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya harus:
• Ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi dan diidentifikasi oleh perusahaan; dan
• disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh.
d. Sumber daya yang dimiliki
Dalam menyusun perencanaan harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki
meliputi tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta
dana.
2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit memuat :
a. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan
perkembangan. Tujuan dan sasaran K3 paling sedikit memenuhi kualifikasi:
• Dapat diukur;
• Satuan/indikator pengukuran; dan

8
• Sasaran pencapaian.
Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, pengusaha harus berkonsultasi dengan:
• Wakil pekerja/buruh;
• Ahli K3;
• P2K3; dan
• Pihak-pihak lain yang terkait.
b. Skala Prioritas
Skala prioritas merupakan urutan pekerjaan berdasarkan tingkat risiko, dimana pekerjaan
yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi diprioritaskan dalam perencanaan.
c. Upaya Pengendalian Bahaya
Upaya pengendalian bahaya, penilaian risiko melalui dilakukan berdasarkan hasil
pengendalian teknis, administratif, dan penggunaan alat pelindung diri.
d. Penetapan Sumber Daya
Penetapan sumber daya dilaksanakan untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia
yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana yang memadai agar pelaksanaan K3 dapat
berjalan.
e. Jangka Waktu Pelaksanaan
Dalam perencanaansetiap kegiatan harus mencakup jangka waktu pelaksanaan.
f. Indikator Pencapaian
Dalam menetapkan indikator pencapaian harus ditentukan dengan parameter yang dapat
diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 -yang sekaligus merupakan informasi mengenai
keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3.
g. Sistem Pertanggung Jawaban
Sistem pertanggung jawabanharus ditetapkan dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai
dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan untuk menjamin
perencanaan tersebut dapat dilaksanakan. Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak
dalam perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan dan pengembangan
SMK3, dan memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan kontribusi
bagi SMK3.
Berdasarkan hal ini pengusaha harus menentukan, menunjuk, mendokumentasikan dan
mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat di bidang K3 dan wewenang untuk
bertindak dan menjelaskan hubungan pelaporan untuk semua tingkatan manajemen,
pekerja/buruh, kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung; mempunyai prosedur untuk memantau
dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh
terhadap sistem dan program K3; dan memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi
yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.

2.5 Manfaat dan Tujuan dari SMK3 Konstruksi


Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan SMK3 konstruksi,beberapa
diantaranya adalah :
1. Melindungi Pekerja

9
Tujuan utama penerapan SMK3 adalah untuk melindungi pekerja dari segala bentuk
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Bagaimanapun pekerja adalah asset perusahaan yang
paling penting. Dengan menerapkan K3 angka kecelakaan dapat dikurangi atau ditiadakan
sama sekali, hal ini juga akan menguntungkan bagi perusahaan, karena pekerja yang merasa
aman dari ancaman kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akan bekerja lebih bersemangat
dan produktif.
2. Patuh Terhadap Peraturan dan Undang-Undang
Perusahaan-perusahaan yang mematuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku
pada umumnya terlihat lebih sehat dan exist. Karena bagaimanapun peraturan atau perundang-
undangan yang dibuat bertujuan untuk kebaikan semua pihak. Dengan mematuhi peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku maka perusahaan akan lebih tertib dan hal ini dapat
meningkatkan citra baik perusahaan itu sendiri. Berapa banyak perusahaan yang melakukan
pembangkangan terhadap peraturan yang berlaku mengalami kebangkrutan atau kerugian
karena mengalami banyak permasalahan baik dengan karyawan, pemerintah dan lingkungan
setempat.
3. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan
Penerapan SMK3 secara baik akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Betapa
banyak pelanggan yang mensyaratkan para pemasok atau supplier mereka untuk menerapkan
SMK3 atau OHSAS 18001. Karena penerapan SMK3 akan dapat menjamin proses yang aman,
tertib dan bersih sehingga bisa meningkatkan kualitas dan mengurangi produk cacat. Para
pekerja akan bekerja secara lebih baik, karena mereka terlindungi dengan baik sehingga bisa
lebih produktif. Kecelakaan dapat dihindari sehingga bisa menjamin perusahaan beroperasi
secara penuh dan normal untuk menjamin kontinuitas supplai kepada pelanggan. Tidak jarang
pelanggan melakukan audit K3 kepada para pemasok mereka untuk memastikan bahwa pekerja
terlindungi dengan baik dan proses produksi dilakukan secara aman. Tujuan mereka tidak lain
adalah untuk memastikan bahwa mereka sedang berbisnis dengan perusahaan yang bisa
menjamin kontinuitas supplai bahan baku mereka. Disamping itu dengan memiliki sertifikat
SMK3 atau OHSAS 18001 akan dapat meningkatkan citra perusahaan sehingga pelanggan
semakin percaya terhadap perusahaan tersebut.
4. Membuat Sistem Manajemen Yang Efektif
Dengan menerapkan SMK3 atau OHSAS 18001 maka sistem manajemen keselamatan
akan tertata dengan baik dan efektif. Karena didalam SMK3 ataupun OHSAS 18001
dipersyaratkan adanya prosedur yang terdokumentasi, sehingga segala aktifitas dan kegiatan
yang dilakukan akan terorganisir, terarah, berada dalam koridor yang teratur dan dilakukan
secara konsisten. Rekaman-rekaman sebagai bukti penerapan sistem disimpan untuk
memudahkan pembuktian identifikasi akar masalah ketidaksesuaian. Sehingga analysis atau
identifikasi ketidaksesuaian tidak berlarut-larut dan melebar menjadi tidak terarah, yang pada
akhirnya memberikan rekomendasi yang tidak tepat atau tidak menyelesaikan masalah. Dalam
sistem ini juga dipersyaratkan untuk dilakukan perencanaan, pengendalian, tinjau ulang,
umpan balik, perbaikan dan pencegahan. Semua itu merupakan bentuk sistem manajemen yang
efektif. Sistem ini juga meminta komitmen manajemen dan partisipasi dari semua karyawan,
sehingga totalitas keterlibatan line manajemen dengan pekerja sangat dituntut dalam
menjalankan semua program yang berkaitan dengan K3. Keterlibatan secara totalitas ini akan

10
memberikan lebih banyak peluang untuk melakukan peningkatan atau perbaikkan yang lebih
efektif bagi perusahaan.
Sebagai catatan penting, keberadaan rambu-rambu K3 memiliki peranan penting agar para
pekerja terjamin keselamatan dan kelancaran selama proses pengerjaan proyek konstruksi.
Tujuannya dalam beberapa hal berikut ini:
1. Mencegah, mengurangi, hingga memadamkan bermacam-macam risiko kecelakaan,
kebakaran, maupun peledakan.
2. Memberikan petunjuk, arahan, atau kesempatan jalan sebagai sarana penyelamatan diri
pada suatu keadaan darurat yang sedang terjadi.
3. Mampu menyalurkan pertolongan serta sebagai alat perlindungan ketika terjadi suatu
kecelakaan maupun keadaan darurat tertentu.
4. Melakukan pengendalian terhadap penyebarluasan kotoran, suhu, suara, angin, getaran,
maupun faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya.
5. Melaksanakan pengendalian terhadap timbulnya suatu penyakit karena kerja, entah itu
psikis maupun fisik.
6. Penyelenggara dari aktivitas penyegaran suhu, udara, dan kelembaban.
7. Memberikan penerangan yang sangat mencukupi pada kondisi darurat.
8. Mengatur langkah-langkah pengamanan sekaligus kelancaran pada proses evakuasi
keadaan darurat sekaligus menjadi sarana pemeliharaan bangunan.
9. Menghasilkan adanya keserasian antara tenaga kerja dengan lingkungannya melalui
aktivitas pemeliharaan kebersihan lingkungan.
10. Penyesuaian dan penyempurnaan bermacam-macam pengaman selama bekerja.
(UU No. 1 Tahun 1970)
Adapun tujuan smk3 kontruksi lainnya,sebagai berikut :
1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana,
terukur, terstruktur, dan terintegrasi.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, dan
3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
(PP No 50 tahun 2012)

2.6 Tahapan SMK3 Konstruksi Sesuai UU SMK3


Menurut Undang-Undang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (UU SMK3)
di Indonesia, tahapan SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) konstruksi
mencakup beberapa langkah berikut:
1. Identifikasi Bahaya (Hazard Identification):
Pada tahap ini, dilakukan identifikasi potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja
konstruksi. Bahaya dapat berupa kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, atau faktor-faktor
lingkungan yang berpotensi membahayakan karyawan.
2. Penilaian Risiko (Risk Assessment):

11
Setelah bahaya diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian risiko.
Risiko diukur berdasarkan kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat keparahannya.
Penilaian risiko membantu dalam mengidentifikasi prioritas tindakan pengendalian dan upaya
pencegahan yang harus dilakukan.
3. Pengendalian Risiko (Risk Control):
Tahap ini melibatkan perencanaan dan penerapan tindakan pengendalian risiko. Tindakan
ini dapat berupa penggunaan peralatan pelindung diri, perbaikan desain konstruksi, pengaturan
tata letak yang aman, pelatihan karyawan, dan prosedur kerja yang aman.
4. Pelaksanaan dan Implementasi (Implementation):
Setelah tindakan pengendalian risiko direncanakan, tahap selanjutnya adalah
melaksanakan tindakan tersebut. Ini melibatkan implementasi langkah-langkah keselamatan
dan kesehatan kerja di lapangan konstruksi, termasuk pelatihan karyawan, pengawasan, dan
penerapan prosedur kerja yang aman.
5. Pemantauan dan Evaluasi (Monitoring and Evaluation):
Tahap ini melibatkan pemantauan dan evaluasi terhadap efektivitas langkah-langkah
SMK3 yang telah diimplementasikan. Evaluasi dilakukan untuk memastikan bahwa upaya
keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan konstruksi berjalan dengan baik dan memenuhi
standar yang ditetapkan.
6. Tindakan Perbaikan (Corrective Action):
Jika terdapat ketidaksesuaian atau temuan yang perlu diperbaiki selama pemantauan dan
evaluasi, langkah perbaikan harus segera diambil. Tindakan perbaikan bertujuan untuk
mengatasi masalah yang diidentifikasi dan memastikan bahwa keselamatan dan kesehatan
kerja terus ditingkatkan.
7. Komunikasi dan Konsultasi:
Selama semua tahapan di atas dilakukan, penting untuk menjaga komunikasi dan
konsultasi yang efektif antara manajemen, karyawan, dan pihak terkait lainnya. Komunikasi
yang baik memungkinkan pertukaran informasi tentang risiko, tindakan pengendalian, dan
perbaikan yang direkomendasikan.
Adapun tahap tahapannya yaitu:
a. Tahap Pra Konstruksi
Tahap pra Konstruksi terdiri dari 3 (tiga) macam pekerjaan, yaitu Tahapan Rancangan
Konseptual, Tahapan Penyusunan DED (Detailed Engineering Design), dan Tahapan
Penyusunan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/jasa. Dari ketiga tahapan pra konstruksi
tersebut, tahap Penyusunan Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa merupakan pintu
masuk pertama dalam penerapan K3. Penyusunan dokumen Pemilihan Penyedia Barang/jasa
pelaksana Rancangan dan/atau Perencana (Penyusunan DED) wajib mensyaratkan aspek K3,
sehingga produk dari Tahap Rancangan dan/atau Perencanaan (Penyusunan DED) sudah
memuat telaahan K3, Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Skala Prioritas, Pengendalian
Risiko, dan biaya K3. Oleh karena itu, dalam setiap pekerjaan perencanaan harus memuat
syarat adanya ahli K3 agar produk perencanaan sudah memuat aspek K3. Dalam Kaitannya
dengan penerapan SMK3 Konstruksi, Tugas Penyedia Jasa Pekerjaan Pra Konstruksi seperti
Studi Kelayakan, Studi Identifikasi dan desain, dsb adalah mengidentifikasi dan menganalisis
Tingkat Risiko K3 dari kegiatan/proyek yang akan dilaksanakan. Dokumen hasil identifikasi

12
dan analisis ini merupakan dasar bagi pengguna jasa Pelaksana Pekerjaan Konstruksi untuk
menyusun potensi bahaya, jenis bahaya dan identifikasi bahaya K3 Konstruksi yang
selanjutnya menjadi salah satu syarat teknis penyedia jasa pelaksana pekerjaan konstruksi.
Dengan demikian, Tugas dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Perencana Konstruksi meliputi
membuat telaahan aspek K3 dalam perencanaan pekerjaan Konstruksi. Berdasarkan uraian
diatas, diketahui bahwa Tugas dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Perencana Konstruksi
meliputi membuat telaahan aspek k3 dalam perencanaan pekerjaan Konstruksi. Implikasinya
adalah Penyedia Jasa Perencana Konstruksi harus memiliki Ahli K3 Konstruksi yang memiliki
tugas dan tanggung jawab melakukan mengidentifikasi dan menganalisis Tingkat Risiko K3
dari kegiatan/proyek yang akan dilaksanakan termasuk biaya Penyelenggaraan K3 Konstruksi.
b. Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa (Procurement)
Pada Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa atau Tahap pelelangan, dokumen Pemilihan
Penyedia Barang/Jasa harus memuat persyaratan K3 Konstruksi yang merupakan bagian dari
ketentuan persyaratan teknis dan memuat ketentuan tentang kriteria evaluasi RK3K. Untuk
pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi, wajib dipersyaratkan rekrutmen Ahli K3 Konstruksi
dan dapat dipersyaratkan sertifikat SMK3 perusahaan. Artinya, persyaratan rekrutmen Ahli K3
Konstruksi sudah menunjukkan bahwa pekerjaan yang dimaksud memiliki potensi Bahaya
Tinggi atau hasil dari pekerjaan yang dimaksud digunakan untuk pekerjaan yang memiliki
potensi Bahaya Tinggi, sedangkan persyaratan Petugas K3 menunjukkan bahwa pekerjaan
yang sedang atau akan dilelangkan memiliki potensi bahaya rendah. Demikian juga dengan
persyaratan Sertifikat SMK3 atau yang setara seperti OHSAS 18001, mengindikasikan bahwa
pekerjaan memiliki potensi bahaya tinggi. Rencana Keselamatan dan Kesehatan kerja
Konstruksi disusun oleh penyedia jasa yang merupakan bagian dari dokumen teknis dalam
dokumen penawaran. Pada Pekerjaan Jasa Konsultansi, RK3K merupakan bagian dari usulan
teknis dan dapat dijadikan lampiran pada dokumen teknis. Sedangkan pada pekerjaan Jasa
pelaksana konstruksi RK3K merupakan dokumen teknis yang merupakan bagian dari dokumen
penawaran.
Biaya penerapan K3 konstruksi dihitung berdasarkan kebutuhan seluruh pengendalian
resiko K3 Konstruksi. Biaya penyelenggaraan SMK3 konstruksi dialokasikan dalam biaya
umum atau overhead yang merupakan komponen penyusun HPS. Biaya penyelenggaraan
SMK3 konstruksi meliputi:
• Penyiapan RK3K;
• Sosialisasi dan promosi K3;
• Alat pelindung kerja;
• Alat pelindungi diri;
• Asuransi dan perijinan;
• Personil K3;
• Fasilitas sarana kesehatan;
• Rambu- rambu; dan
• Lain-lain terkait pengendalian risiko K3.
Dalam Permen PU No 11/PRT/M/2013 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan
Bidang Pekerjaan Umum, Bagian 3: Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Bina Marga,

13
biaya penyelenggaraan SMK3 dapat ditetapkan sebagai satu Mata Pembayaran Pekerjaan,
yaitu pada Divisi 1, seksi 1.19 Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Pada Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa atau Tahap pelelangan, dokumen Pemilihan
Penyedia Barang/Jasa harus memuat persyaratan K3 Konstruksi yang merupakan bagian dari
ketentuan persyaratan teknis dan memuat ketentuan tentang kriteria evaluasi RK3K. Untuk
pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi, wajib dipersyaratkan rekrutmen Ahli K3 Konstruksi
dan dapat dipersyaratkan sertifikat SMK3 perusahaan. Artinya, persyaratan rekrutmen Ahli K3
Konstruksi sudah menunjukkan bahwa pekerjaan yang dimaksud memiliki potensi Bahaya
Tinggi atau hasil dari pekerjaan yang dimaksud digunakan untuk pekerjaan yang memiliki
potensi Bahaya Tinggi, sedangkan persyaratan Petugas K3 menunjukkan bahwa pekerjaan
yang sedang atau akan dilelangkan memiliki potensi bahaya rendah. Demikian juga dengan
persyaratan Sertifikat SMK3 atau yang setara seperti OHSAS 18001, mengindikasikan bahwa
pekerjaan memiliki potensi bahaya tinggi. Rencana Keselamatan dan Kesehatan kerja
Konstruksi disusun oleh penyedia jasa yang merupakan bagian dari dokumen teknis dalam
dokumen penawaran. Pada Pekerjaan Jasa Konsultansi, RK3K merupakan bagian dari usulan
teknis dan dapat dijadikan lampiran pada dokumen teknis. Sedangkan pada pekerjaan Jasa
pelaksana konstruksi RK3K merupakan dokumen teknis yang merupakan bagian dari dokumen
penawaran.
Biaya penerapan K3 konstruksi dihitung berdasarkan kebutuhan seluruh pengendalian
resiko K3 Konstruksi. Biaya penyelenggaraan SMK3 konstruksi dialokasikan dalam biaya
umum atau overhead yang merupakan komponen penyusun HPS. Biaya penyelenggaraan
SMK3 konstruksi meliputi:
• Penyiapan RK3K;
• Sosialisasi dan promosi K3;
• Alat pelindung kerja;
• Alat pelindung diri;
• Asuransi dan perijinan;
• Personil K3;
• Fasilitas sarana kesehatan;
• Rambu- rambu; dan
• Lain-lain terkait pengendalian risiko K3.
Dalam Permen PU No 11/PRT/M/2013 tentang Pedoman Analisis Harga Satuan Pekerjaan
Bidang Pekerjaan Umum, Bagian 3: Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Bina Marga,
biaya penyelenggaraan SMK3 dapat ditetapkan sebagai satu Mata Pembayaran Pekerjaan,
yaitu pada Divisi 1, seksi 1.19 Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
c. Tahap Pelaksanaan Konstruksi
Pada tahap awal Pelaksanaan konstruksi dilakukan presentasi RK3K, telaah, dan
pengesahan RK3K yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen kontrak
konstruksi dan menjadi acuan penerapan dan acuan evaluasi kinerja SMK3 Konstruksi.
Presentasi dan telaah RK3K Konstruksi dilaksanakan pada rapat persiapan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi / PreConstruction meeting (PCM) oleh penyedia jasa untuk selanjutnya
direvisi dan disahkan dan diandatangani oleh PPK. Sebagai bagian dari kontrak, apabila terjadi
perubahan dan/atau pekerjaan tambah/kurang, maka RK3K harus ditinjau ulang dan dilakukan
14
penyesuaian mengikuti perubahan dan/atau pekerjaan tambah/kurang kontrak kerja konstruksi.
Pada Tahap pelaksanaan Konstruksi, penyedia jasa wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam
program perlindungan tenaga kerja selama kegiatan pekerjaan konstruksi. Program
perlindungan tenaga kerja sekurang-kurangnya program Jaminan Kecelakaan Kerja dan
jaminan kematian sebagaimana diatur dalam PP No 44 Tahun 2015.Program pengendalian
resiko K3 Konstruksi dilakukan secar terus-menerus untuk mencapai Kebijakan dan Tujuan
SMK3 Konstruksi. Pengendalian resiko K3 Konstruksi dilakukan dengan cara melakukan
inspeksi terhadap tempat kerja, Peralatan Kerja, cara kerja, alat pelindung Kerja, alat pelindung
diri, rambu-rambu, dan lingkungan kerja konstruksi.
Hasil pelaksanaan RK3K didokumentasikan oleh penyedia jasa dan menjadi bagian dari
laporan pelaksanaan pekerjaan yang dibuat secara berkala sesuai dengan ketentuan pelaporan
pelaksanaan pekerjaan. Laporan pelaksanaan RK3K memuat dokumentasi kejadian
kecelakaan kerja dan lampiran arsip laporan-laporan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa
sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Selain itu, laporan pelaksanaan K3 memuat hasil
evaluasi kinerja RK3K, perbaikan dan peningkatan kinerja RK3K dalam rangka menjamun
kesesuaian dan efektifitas penerapan RK3K.

2.7 Sanksi yang Tidak Mematuhi UU SMK3 Konstruksi


2.7.1 BAB XII SANKSI ADMINISTRATIF
• Pasal 89
(1) Setiap usaha orang perseorangan yang tidak memiliki Tanda Daftar Usaha Perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif; dan/atau
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
(2) Setiap badan usaha dan badan usaha asing yang tidak memenuhi kewajiban memiliki Izin
Usaha yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 34
ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif, dan/atau
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
• Pasal 90
(1) Setiap badan usaha yang mengerjakan Jasa Konstruksi tidak memiliki Sertifikat Badan
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. denda administrative
b. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi; dan/atau
c. pencantuman dalam daftar hitam.
(2) Setiap asosiasi badan usaha yang tidak melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (6) dikenai
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan akreditasi; dan/atau
c. pencabutan akreditasi.

15
• Pasal 91
Setiap badan usaha Jasa Konstruksi asing atau usaha orang perseorangan Jasa Konstruksi
asing yang akan melakukan usaha Jasa Konstruksi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif; dan/atau
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi
• Pasal 92
Setiap kantor perwakilan badan usaha asing yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
d. pencantuman dalam daftar hitam;
e. pembekuan izin; dan/atau
f. pencabutan izin.
• Pasal 9
Setiap Pengguna Jasa yang menggunakan layanan professional tenaga kerja konstruksi
pada kualifikasi jenjang jabatan ahli yang tidak memperhatikan standar remunerasi
minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dikenai sanksi
a. peringatan tertulis; dan/atau administratif berupa
b. denda administratif.
• Pasal 94
Setiap Pengguna Jasa yang menggunakan Penyedia Jasa yang terafiliasi untuk
pembangunan kepentingan umum tanpa melalui tender atau seleksi, atau pengadaan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis, dan/atau
b. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
• Pasal 95
Setiap Penyedia Jana yang melanggar ketentuan pemberian pekerjaan utama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. denda administrative
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi dan/atau
d. pembekuan izin.
• Pasal 96
(1) Setiap Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa yang tidak memenuhi Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan. dalam penyelenggaraan Jasa, Konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa
a. peringatan tertulis;
b. denda administrative
c. penghentian sementara kegiatan Konstruksi; layanan Jasa
d. pencantuman dalam daftar hitam;

16
e. pembekuan izin; dan/atau pencabutan izin
(2) Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang dalam memberikan pengesahan atau
persetujuan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) dikenai
sanksi administratif berupa
a. peringatan tertulis
b. denda administrative
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
d. pencantuman dalam daftar hitam;
e. pembekuan izin; dan/atau I pencabutan izin.
• Pasal 97
Setiap penilai ahli yang dalam melaksanakan tugasnya tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis,
b. pemberhentian dari tugas; dan/atau
c. dikeluarkan dari daftar penilai ahli yang teregistrasi.
2.7.2 Penyedia Jasa yang tidak memenuhi kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki
Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dikenal sanksi administratif
berupa:
• Pasal 98
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
d. pencantuman dalam daftar hitam; dan/atau
e. pembekuan izin; pencabutan izin
• Pasal 99
(1) Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi tidak memiliki
Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dikenal sanksi
administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja.
(2) Setiap Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa yang mempekerjakan tenaga kerja konstruksi
yang tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa
a. denda administratif, dan/atau
b. penghentian sementara kegiatan layanan Konstruksi
(3) Setiap lembaga sertifikasi ketentuan pelaksanaan uji kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa Jasa profesi yang tidak
mengikuti
a. peringatan tertulis;
b. denda administrative
c. pembekuan lisensi; dan/atau
d. pencabutan lisensi
• Pasal 100

17
Setiap asosiasi profesi yang tidak melakukan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (5) dikenai sanksi
administrative berupa:
a. peringatan tertulis
b. pembekuan akreditasi; dan/atau
c. pencabutan akreditasi
• Pasal 101
(1) Setiap pemberi kerja tenaga kerja konstruksi asing yang tidak memiliki rencana
penggunaan tenaga kerja konstruksi asing dan izin mempekerjakan tenaga kerja konstruksi
asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dan mempekerjakan tenaga kerja
konstruksi asing yang tidak memiliki registrasi dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis
b. denda administrative
c. penghentian sementara Konstruksi; dan/atau d. pencantuman dalam daftar hitam
kegiatan layanan Jasa
(2) Setiap tenaga kerja konstruksi asing pada jabatan ahli yang tidak melaksanakan kewajiban
alih pengetahuan dan alih teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) dikenai
sanksi administratif berupa
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pemberhentian dari pekerjaan; dan/atau
d. pencantuman dalam daftar hitam.
• Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut mengenal tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 sampai dengan Pasal 101 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2.8 Contoh Kasus SMK3 Konstruksi


Berdasarkan hasil dari penelitian maka proses penerapan kebijakan K3 pada proyek
penggantian jembatan Waimamongu yang dikerjakan oleh PT. Wijaya Inti Bersaudara sesuai
peraturan yang telah dikeluarkan dan yang sudah diatur oleh perusahaan, dimulai dari dibentuknya
lembaga keselamatan dan kesehatan kerja (K3), dibentuknya kebijakan K3 dan sampai
dilaksanakan dilapangan, dalam proses penerapan dilibatkan yaitu manajemen dan tim panitia
pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3).Berdasarkan hasil diatas maka peneliti
berpendapat bahwa proses pererapan kebijakan pada proyek penggantian jembatan waimamongu
yang dikerjakan oleh PT. Wijaya Inti Bersaudara sudah sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan
oleh perusahaan yang dibentuk oleh manajemen K3 dan sudah dijalankan dengan baik,
berdasarkan jawab yang dipaparkan oleh responden, serta untuk pembinaan keselamatan dan
kesehatan kerja (P2K3) sudah berjalan dilapangan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setiap proyek konstruksi, terdapat sumber daya yang akan diproses, pada saat proses inilah
diperlukan manajemen agar proses ini berjalan efektif dan efisien, dan diperoleh hasil yang
memuaskan. Sumber daya adalah berbagai daya untuk memungkinkan sebuah hasil yang ingin
dicapai. Sumber daya itu terdiri dari 6M+I+S+T yaitu Money (uang), Material (bahan),
Machine (peralatan), Man-power (tenaga manusia), Market (pasar), dan Methode (metode)
serta Information (informasi), Space (ruang) dan Time (waktu).
Pada Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa atau Tahap pelelangan, dokumen Pemilihan
Penyedia Barang/Jasa harus memuat persyaratan K3 Konstruksi yang merupakan bagian dari
ketentuan persyaratan teknis dan memuat ketentuan tentang kriteria evaluasi RK3K. Untuk
pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi, wajib dipersyaratkan rekrutmen Ahli K3 Konstruksi
dan dapat dipersyaratkan sertifikat SMK3 perusahaan. Artinya, persyaratan rekrutmen Ahli K3
Konstruksi sudah menunjukkan bahwa pekerjaan yang dimaksud memiliki potensi Bahaya
Tinggi atau hasil dari pekerjaan yang dimaksud digunakan untuk pekerjaan yang memiliki
potensi Bahaya Tinggi, sedangkan persyaratan Petugas K3 menunjukkan bahwa pekerjaan
yang sedang atau akan dilelangkan memiliki potensi bahaya rendah. Demikian juga dengan
persyaratan Sertifikat SMK3 atau yang setara seperti OHSAS 18001, mengindikasikan bahwa
pekerjaan memiliki potensi bahaya tinggi. Rencana Keselamatan dan Kesehatan kerja
Konstruksi disusun oleh penyedia jasa yang merupakan bagian dari dokumen teknis dalam
dokumen penawaran.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
• Pihak perencana proyek harus mempertimbangkan dan memperhitungkan segala
kemungkinan dan resiko yang bisa terjadi, sehingga tidak mengakibatkan kerugian dan
kegagalan dalam pelaksanaan.
• Persediaan material untuk keperluan proyek hendaknya diperhitungkan secara cermat
sehingga tidak mengalami kekurangan atau kelebihan stok material yang digunakan
sebagai bahan baku.
• Sebelum semua peralatan dipergunakan maka pihak kontraktor harus mengecek terlebih
dahulu sesuai dengan petunjuk teknis alat yang akan dipakai.
• Melakukan pengawasan terhadap para pekerja supaya memakai alat-alat pengaman baik
berupa sarung tangan, helm dan sepatu pelindung, serta memperingatkan pekerja agar
jangan bertindak ceroboh yang bisa menimbulkan bahaya bagi dirinya sendiri maupun
orang lain.
• Menerapkan kaidah manajemen kontruksi yaitu perencanaan, perancangan,
pengorganisasian, koordinasi dan pengawasan.
• Meningkatkan hubungan kerja sama dan pembagian tugas yang jelas antara unsur
pelaksana proyek.

19
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, J., Suardi, E., Natalia, M., Mirani, Z., & Alpina, M. P. (2018). Penerapan Sistem
Pengendalian Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi di
Kota Padang. Jurnal Ilmiah Rekayasa Sipil, 15(2), 64– 76.
https://doi.org/10.30630/jirs.15.2.125
Awuy, T., Pratasis, P.A.K., & Mangare, J.B. (2017). Faktor – Faktor Penghambat Penerapan Sistem
Manajemen K3 Pada Proyek Konstruksi Di Kota Manado. Fakultas Teknik Jurusan Sipil
Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.4 Juni 2017 (187-194)
ISSN: 2337-6732.
Dharmayanti, G.A.P.C., Pramana, G.N.P.S., & Diputra, G.A. (2018). Kendala Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pada Kontraktor Di Bali. Program
Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Bandung. Volume 15 No.1
Oktober 2018 12 – 18
Kamdhari, E., & Estralita, D. (2018). Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (SMK3) Pada Proyek FEMALE APARTMENT ADHIGRYA PANGESTU. Jurusan
teknik sipil politeknik negeri jakarta. Politeknologi Vol.17 No.1
OHSAS 18001.2007. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Diakses dari 123
https://www.dckonsultan.com/assets/dckonsultan/download/Brosur_OHS AS_18001.pdf
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No: PER.05/ MEN/ 1996
Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2012 – Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Wiratmani Elfitria. 2010. Implementasi Metode 5S Pada Divisi Gudang Barang Jadi. Jurnal Ilmiah
Faktor Exacta. Universitas Indraprasta PGRI

20

Anda mungkin juga menyukai