Anda di halaman 1dari 21

“INFEKSI TROPIK”

 Masa inkubasi  5-14 hari


 Weil disease  bentuk berat dari leptospirosis yang ditandai demam,
ikterus (seluruh badan, kalau hanya sklera masih leptospirosis), gagal
ginjal akut, syok refrakter dan perdarahan (terutama paru)
 Weil disease  fase leptospiremia (3-7 hari) dan fase imun (10-30 hari)
 Reservoir host  kencing tikus
 Biasanya pada petani disawah atau saat korban banjir
 Tanda dan gejala leptospirosis :
- Nyeri tekan otot pada daera betis dan daerah lumbal
- Ronkhi pada auskultasi paru (hipoalbuminemia  tekanan onkotik
menurun  merembes ke interstisial)
- Sklera ikterik
- Conjunctival suffision
- Meningismus (hiporefleks atau arefleks pada tungkai)
- Demam (muncul mendadak dan bifasik  remiten tinggi pada fase
awal leptospiremia kemudian demam turun dan muncul saat fase
imun)
 Pemeriksaan penunjang :
- Kultur darah (fase I)
- Kultur urin (fase II)
- Mikroskop medan gelap
- Imunologi  microscopic agglutination test (MAT)  gold standard
 Tatalaksana :
1. Leptospirosis
- Doksisiklin 2x100 mg oral selama 7 hari (kontraindikasi pada ibu
hamil)
- Amoxcicillin 4x500 mg oral selama 7 hari
- Ampicillin 4x500 mg oral selama 7 hari
2. Weil disease (leptospirosis berat)
- Penicillin G intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari
- Ceftriaxone intravena 1 gr/24 jam selama 7 hari
- Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selama 7 hari
 Transmisi demam tifoid  fecal-oral
 Etiologi  Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
 Morfologi  bakteri gram (-), berflagel dan tidak berspora
 3 macam antigen Salmonella typhi  antigen O, H dan Vi
 Tanda dan gejala demam tifoid :
- Rose spot  ruam pada daerah punggung
- Typhoid tongue  lidah tertutup selaput putih
- Bradikardi relatif  setiap peningkatan 10C tidak diikuti dengan
peningkatan 10 denyut nadi
- Pola demam  minggu pertama (step ladder), minggu kedua
(kontinu)
- Gejala-gejala timbul pada minggu kedua  jadi untuk minggu
pertama curiga terlebih dahulu DBD
 Komplikasi (sering terjadi di minggu ketiga demam) :
- Perforasi usus
- Meningitis tifosa
- Hepatitis dan kolesistitis tifosa
- Perdarahan usus
 Lab rutin :
- Limfositosis relatif  hitung jenis limfosit meningkat, tetapi leukosit
normal atau menurun
- Leukopenia
- Monositosis
- Trombositopenia ringan
- Pemeriksaan darah  minggu 1
- Pemeriksaan feses  minggu 2
- Pemeriksaan urine  minggu 3
- Media kultur  SS agar (Salmonella-Shigella agar)
- Widal  mendeteksi antigen O (somatik) dan H (flagella), dilakukan
pada akhir minggu 1, positif jika kenaikan titer 4x atau titer O 1:320
- Tubex  deteksi IgM Salmonella typhi terhadap antigen O9 (nilai > 4
positif demam tifoid, > 6 indikasi kuat tifoid, 3 borderline, < 2 negatif)
 Florokuinolon  lini pertama pada dewasa
- Ciprofloxacin 2x500 mg (selama 7-14 hari)
- Ofloxacin 2x400 mg (selama 7-14 hari)
- Norfloxacin 2x 400 mg (selama 7-14 hari)
 Kloramfenikol  50-100 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis selama 14 hari 
boleh pada anak-anak
 Sefalosporin generasi 3  lini kedua
- Ceftriaxone 3-4 gr/hari (3-5 hari)
- Cefixime 20 mg/kgBB/hari (7-14 hari)
 Kontraindikasi :
- Ciprofloxacin  tidak boleh pada anak-anak  penutupan lempeng
epifisis lebih dini
- Kloramfenikol  tidak boleh pada ibu hamil  grey baby syndrome,
dan tidak boleh diberikan jika leukosit < 2000
 Pada ibu hamil :
- Amoxcicillin  lini pertama
- Cefotaxime 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi menjadi 3-4 dosis
- Ceftriaxone 100 mg/kgBB IV per 24 jam (max 4 gr/24 jam) dibagi
menjadi 1-2 dosis

 Etiologi  virus dengue tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4


 Transmisi  nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (betina) yang
hidup pada air bersih
 Gejala umum  demam, nyeri kepala, nyeri retroorbital, nyeri otot, nyeri
sendi
 Kriteria diagnosis (2 klinis + 1 laboratorium  DBD)
1. Klinis
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan :
 Uji bendung / torniquet (+)
 Petekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
 Hematemesis dan/atau melena
- Hepatomegali
- Syok
2. Laboratorium
- Trombositopenia (< 100.000)
- Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler
 Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar (biasanya
nilai standar 40)
 Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi
cairan
 Efusi pleura/perikardial, ascites, hipoproteinemia
 Patogenesis  trombositopenia terjadi melalui mekanisme :
1. Supresi sumsum tulang  keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
3. Agregasi trombosit pada endotel yang bocor

 Leukopenia
 Trombositopenia
(<150.000)
Demam disertai 2 atau lebih
 Peningkatan hematokrit
tanda sakit kepala, nyeri
Demam dengue (5-10%)
retroorbital, mialgia,
artralgia  Tidak ada tanda
kebocoran plasma (tidak
ada ascites, efusi pleura,
ronkhi)
Gejala demam dengue + uji
DBD derajat 1
bendung / torniquet (+)
Gejala demam dengue +
perdarahan spontan
DBD derajat 2
(perdarahan gusi,
epistaksis)  Trombositopenia
(<100.000)
Gejala demam dengue +
kegagalan sirkulasi (kulit  Peningkatan hematokrit
DBD derajat 3 (> 20%)
dan akral dingin, lembab,
(DSS)
gelisah, tekanan darah dan
nadi masih terukur)
Gejala demam dengue +
DBD derajat 4
syok (tekanan darah dan
(DSS)
nadi tidak terukur)
 Torniquet test / rumple leed test
- Pertahankan manset tensimeter pada pertengahan sistole dan
diastole selama 5 menit
- Positif  apabila terdapat > 10 petekie / 1 inchi
 NS1
- Antigen non struktural untuk replikasi virus
- Puncak deteksi NS1  hari ke 2-3 dan mulai tidak terdeteksi pada
hari ke 5 dan 6
 IgM dan IgG
- Infeksi primer IgM (+) muncul setelah hari ke 3-6 dan hilang dalam 2
bulan
- IgG muncul mulai hari ke 12
- IgG bertahan berbulan-bulan dan hasil positif seumur hidup, maka
untuk mendiagnosis dapat dilihat dari titernya

 Nyeri perut hebat Expanded Dengue Syndrome :


 Muntah persisten  Demam berdarah dengan
 Akumulasi cairan secara manifestasi yang unusual
klinis  Keterlibatan organ seperti
 Perdarahan pada mukosa hepar, ginjal, jantung dan
 Penurunan kesadaran otak
 Hepatomegali
 Peningkatan hematokrit
diikuti dengan penurunan
trombosit secara cepat
Terapi awal cairan intravena
kristaloid 6-7 ml/kg/jam
(evaluasi 3-4 jam)

Membaik Tidak
Membaik

Kurangi infus Tanda vital dan Infus kristaloid


kristaloid hematokrit 10 ml/kg/jam
5 ml/kg/jam memburuk

Membaik Membaik Tidak


Membaik

Terapi cairan Kondisi


dihentikan 24- memburuk
48 jam tanda syok

Tatalaksana
Membaik
sesuai protokol
syok

5% defisit
cairan

 Membaik  penurunan hematokrit, stabilnya pulsasi dan tekanan darah,


urine output meningkat
 Tidak membaik  peningkatan hematokrit, meningkatnya pulsasi,
tekanan darah menurun dibawah 20 mmHg, menurunnya urine output
 Tanda vital memburuk  menurunnya urine output dan adanya tanda-
tanda syok
Resusitasi dengan cairan kristaloid atau
koloid 20 ml/kg secepatnya (< 10 menit), beri
oksigen nasal canul 1-2 L/menit, usahakan
periksa hematokrit sebelum terapi

Membaik Tetap Syok

Kristaloid/Koloid IV 10 Kristaloid guyur 30 ml/kg/jam


ml/kgBB/jam selama 1 jam dalam 20-30 menit

Membaik Hematokrit Hematokrit


naik turun

Kristaloid/Koloid IV 5-7 Transfusi


ml/kgBB/jam selama 1-2 jam
darah
10 ml/kg

Membaik
Koloid 10-20 ml/kg dalam
10-15 menit
Kristaloid/Koloid IV 3-5
ml/kgBB/jam selama 2-4 jam
Membaik Tetap Syok

Membaik
Koloid maksimal 30 ml/kg

Kristaloid/Koloid IV 2-3
ml/kgBB/jam selama 2-4 jam
Membaik Tetap Syok

Stop infus dalam 24-48 jam Pasang kateter vena sentral


jika syok sudah teratasi,
tanda vital cukup, dan
hematokrit selalu dipantau
tiap 6-8 jam
Pasang kateter vena sentral

Koloid (bila dosis maksimal belum dicapai) atau kristaloid (bila


koloid sebelumnya telah mencapai dosis maksimal  10 ml/kg
dalam 10 menit, dapat diulang sampai 30 menit

Hipovolemik Normovolemik

Tetap
syok
Kristaloid dipantau Koreksi gangguan
10-15 menit asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
infeksi sekunder

Kombinasi Perbaikan Inotropik,


koloid-kristaloid bertahap vasopressor,
vasopressor vasodilator

Membaik

Catatan penting :
 Jika syok terkompensasi (tekanan sistolik stabil tetapi ada tanda
penurunan perfusi)  kristaloid 5-10 ml/kgBB/jam selama 1 jam
 Jika syok hipotensi  kristaloid atau koloid 20 ml/kgBB/jam selama <10
menit
 Hematokrit dipantau tiap 6-8 jam
- Jika hematokrit naik  pertimbangkan bolus cairan atau tingkatkan
jumlah pemberian cairan
- Jika hematokrit turun  pertimbangkan transfusi dengan fresh whole
blood
 Hentikan pemberian cairan maksimal 48 jam
 Kriteria pulang :
- Tidak demam selama 48 jam
- Perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan membaik,
hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada distress
pernapasan)
- Peningkatan jumlah trombosit
- Hematokrit stabil tanpa ada pemberian cairan IV
 Vektor  nyamuk Anopheles (betina)
 Patogen parasit  plasmodium falciparum, plasmodium vivax,
plasmodium ovale, plasmodium malariae, dan plasmodium knowlesi
 Tanda dan Gejala :
- Menggigil  demam tinggi  berkeringat
- Riwayat sakit malaria
- Riwayat berkunjung ke daerah endemis
- Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
 Pemeriksaan penunjang :
- Preparat darah tebal (mengetahui ada atau tidaknya parasit) dan
preparat darah tipis (mengetahui spesies dan stadium malaria)
- Rapid test malaria (dengan metode imunokromatografi)
 Patogenesis :
- Sitoadherensi  perlekatan antara eritrosit berparasit stadium matur
pada permukaan endotel vaskular
- Sekuestrasi  eritrosit berparasit matur yang mengalami sekuestrasi
yaitu parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular (hanya plasmodium falciparum yang bersekuestrasi
 karena siklusnya tidak terjadi pada pembuluh darah perifer)
- Rosetting  berkelompoknya eritrosit berparasit matur yang
diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit (menyebabkan
obstruksi aliran darah dalam jaringan)
- Sitokin  terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah
mendapat stimulasi dari toksin (TNF, IL-1, IL-3, IL-6, limfotoksin dan
interferon gamma)
- Nitrit oksida  kadar NO tepat memberikan efek protektif karena
membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi
molekuladhesi, jika kadar NO rendah mungkin menimbulkan malaria
berat
Plasmodium falciparum

Demam timbul intermitten dapat kontinu, sering


menyebabkan malaria berat (malaria tropikana)

Plasmodium vivax &


Plasmodium ovale

Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2


hari, malaria vivax dapat menjadi berat (malaria tertiana)

Plasmodium malariae

Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 3


hari (malaria kuartana)
 Serangan primer  keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas
dan berkeringat
 Periode laten  periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadi infeksi malaria
 Rekrudensi  berulang gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8
minggu sesudah berakhirnya serangan primer
 Rekuren  berulang gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer
 Relaps  berulang gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari
waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah
periode yang lama dari periode laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi
karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati 
hipnozoit) pada malaria vivax dan ovale
Masa Inkubasi 9-14 hari
Eritrosit Normal
Maurer dots (tipis)
Tanda khas
Starry sky pattern (tebal)
Bentuk stadium Cincin (ringform), accole
trofozoit ring (inti di tepi)
Maurer dots
Bentuk stadium Bulan sabit, pisang,
gametosit sosis, ginjal

Trofozoit Gametosit Skizon

Masa Inkubasi 12-17 hari


Eritrosit Lebih besar, pucat
Tanda khas Schuffner dots
Bentuk stadium
Ameboid, ring
trofozoit
Bentuk stadium
Sferis, bulat/oval Schuffner dots
gametosit

Trofozoit Gametosit Skizon


Masa Inkubasi 12-17 hari
Lebih besar, oval,
Eritrosit
fimbriated
Tanda khas Schuffner dots
Bentuk stadium Ring, bulat, ujung
trofozoit fimbrae merah
Bentuk stadium Sferis, bulat/oval, band
Schuffner dots
gametosit form

Trofozoit Gametosit Skizon

Masa Inkubasi 18-40 hari

Eritrosit Normal

Tanda khas Ziemann dots


Bentuk stadium Band form, rectangular,
trofozoit basket form, rosette
Bentuk stadium Ziemann dots
Sferis, bulat/oval
gametosit

Trofozoit Gametosit Skizon


Malaria berat  ditemukannya plasmodium falciparum stadium aseksual
dengan minimal salah satu tanda klinis atau lab berikut :
1. Tanda klinis
- Perubahan kesadaran (GCS < 11)
- Kelemahan otot
- Kejang berulang (> 2 episode dalam 24 jam)
- Distress pernapasan (cepat dan dalam  Kussmaul)
- Gagal sirkulasi atau syok (CRT > 3 detik)
- Ikterus (bilirubin > 3 mg%)
- Hemoglobinuria
- Perdarahan spontan abnormal
- Edema paru (SpO2 < 92%, RR > 30x/menit, chest indrawing)
2. Tanda laboratorium
- Hipoglikemia (GDS < 40 mg%)
- Asidosis metabolik (plasma bikarbonat < 15 mmol/L, asam laktat > 5
mmol/L)
- Anemia berat (Hb < 7 gr/dl atau Hct < 15%)
- Hiperparasitemia (parasit > 100.000, > 2% eritrosit)
- Gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 3 mg%)

Falciparum ACT (3 hari) + Primakuin (dosis tunggal)


Malariae ACT (3 hari)
ACT (3 hari) + Primakuin (14 hari)
Vivax/Ovale
Relaps  dosis primakuin ditingkatkan

Trimester 1
 Kina + klindamisin  Plasmodium falciparum
Hamil trimester 1-3  Kina saja  Plasmodium malariae, vivax, ovale
Trimester 2 dan 3
 ACT saja

ACT  Artemisinin-Based Combination Therapy :


 Dihidroartemisinin + Piperakuin (DHP)
 Artesunat + Amodiakuin
1. Artesunat injeksi
 Sediaan 60 mg/vial
 Pemberian intravena (IV) atau intramuscular (IM)
 Hari pertama  2,4 mg/kgBB pada jam ke 0, 12 dan 24
 Hari berikutnya  2,4 mg/kgBB (setiap hari sampai pasien
sadar)
 Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1
2. Artemeter injeksi
 Sediaan 80 mg/vial
 Pemberian intramuskular (IM)
 Hari pertama  3,2 mg/kgBB
 Hari berikutnya  1,6 mg/kgBB (1x sehari sampai pasien sadar)
 Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1

1. Doksisiklin
 1 tablet per hari (1x100 mg)
 Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu
setelah pulang
 Kontraindikasi  pada ibu hamil dan anak < 8 tahun
 Anak-anak > 8 tahun  20 mg/kgBB/hari (max 100 mg)
2. Mefloquine
 Untuk ibu hamil
 Dosis 250 mg (1 tablet per minggu)
 Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu
setelah pulang
 Perjalanan infeksi HIV :
- Fase infeksi akut (sindroma retroviral akut)  jumlah limfosit T CD4
> 500 sel/mm3 (infeksi primer HIV)
- Fase infeksi laten  jumlah limfosit T CD4 200-500 sel/mm3
(berlangsung sekitar 8-10 tahun post infeksi HIV)
- Fase infeksi kronis  jumlah limfosit T CD4 < 200 sel/mm3
 Tanda dan gejala :
- Demam > 1 bulan (terus-menerus atau intermitten)
- Diare > 1 bulan
- Kehilangan BB (< 10% dari BB dasar)
- Limfadenopati yang meluas
- Kulit (kutil genital, folikulitis, dan psoriasis)
- Infeksi (jamur  kandidiasis oral, dermatitis seboroik), (virus 
herpes zoster, moluskum kontagiosum, kondiloma)
- Gangguan pernapasan (batuk > 1 bulan, sesak napas, TBC,
pneumonia berulang)
- Gejala neurologis (nyeri kepala yang semakin parah, kejang demam,
menurunnya fungsi kognitif)

 Tidak ada gejala atau hanya ada limfadenopati luas


 Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya
 Infeksi saluran napas berulang
 Herpes zoster
 Ulkus mulut berulang
 Ruam kulit  papul yang gatal (papular pruritic eruption)
 Dermatitis seboroik
 Infeksi jamur pada kuku
 Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya
 Diare kronis > 1 bulan
 Demam menetap yang tidak diketahui penyebabnya
 Kandidiasis pada mulut
 Infeksi bakteri yang berat
 Sindrom wasting HIV  Nefropati
 Pneumonia berat berulang  Kardiomiopati
 Herpes simpleks berulang  Karsinoma serviks
 Kandidiasis  Limfoma
 TB ekstra paru  Septikemia
 Sarkoma kaposi  Mikosis desiminata
 CMV  Cryptosporidiosis kronis
 Toksoplasmosis  Leishmaniasis
 Ensefalopati HIV desiminata
1. ODHA tanpa gejala klinis (stadium 1) + belum pernah terapi ARV  bila
CD4 < 350 sel/mm3
2. ODHA dengan gejala klinis + belum pernah terapi ARV
 Stadium 2  bila CD4 < 350 sel/mm3
 Stadium 3 atau 4  berapapun jumlah CD4
3. Perempuan hamil dengan HIV  berapapun jumlah CD4 atau apapun
stadiumnya
4. ODHA dengan koinfeksi TB + belum pernah terapi ARV  berapapun
jumlah CD4
5. ODHA dengan koinfeksi hepatitis B + belum pernah terapi ARV 
berapapun jumlah CD4

Lini pertama 2 NRTI + 1 NNRTI

1. AZT + 3TC + NVP


2. AZT + 3TC + EFV
3. TDF + 3TC atau FTC + NVP
4. TDF + 3TC atau FTC + EFV

Lini kedua 1 NtRTI + 1 NRTI + 1 PI

TDF + 3TC atau FTC + LPV

NRTI (Nucleside Reverse Transcriptase Inhibitor) :


 AZT (Zidovudine)  250-300 mg tiap 12 jam
 3TC (Lamivudine)  150 mg tiap 12 jam atau 300 mg tiap 24 jam
 FTC (Emitricitabine)  300 mg tiap 12 jam atau 600 mg tiap 24 jam
NtRTI (Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :
 TDF (Tenofovir)  300 mg tiap 24 jam
NNRTI (Non Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :
 NVP (Nevirapine)  200 mg tiap 24 jam, selama 14 hari
 EFV (Efavirenz)  600 mg, single dose 24 jam (malam hari)
PI (Protease Inhibitor) :
 LPV (Lopinavir)  400 mg setiap 12 jam
 Sepsis  infeksi + > 2 gejala SIRS (sindrom inflamasi respon sistemik)
 tahun 2001
- Suhu > 380C atau < 360C
- Denyut jantung > 90 x/menit
- Pernapasan > 20 x/menit
- PaCO2 < 32 mmHg
- Leukosit > 12000 /mm3 atau < 4000 /mm3 atau > 10% immature
bands
 Sepsis  disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh
disregulasi respon host terhadap infeksi  tahun 2016
 Syok septik  subset dari sepsis dengan disfungsi peredaran darah dan
seluler / metabolik yang berhubungan dengan risiko mortalitas yang
tinggi
 Patofisiologi  infeksi  munculnya mediator inflamasi  menimbulkan
(vasodilator  hipotensi), (disfungsi endotel  edema), vasokonstriksi
dan penyumbatan mikrovaskular  ke-4 hal tersebut mengakibatkan
maldistribusi peredaran darah mikrovaskular  iskemia  kematian sel
 disfungsi organ  sepsis
 Menghitung rasio PaO2 / FiO2 :
- Rasio PaO2 / FiO2  normal > 300
- Rasio PaO2 / FiO2  < 300  acute lung injury
- Rasio PaO2 / FiO2  < 200  ARDS
- Cara hitung  cari nilai FiO2 (misalnya menggunakan oksigen nasal
canul 3 L/menit  FiO2 33% atau 0,32. Kemudian hasil pemeriksaan
AGD pada PaO2 didapatkan 82 mmHg
- Hasilnya  PaO2 / FiO2 = 82/0,33 = 273,3  acute lung injury
1. Oksigen  high flow 15 L/menit via non-rebreathe mask (target saturasi
>94%)
2. Kultur darah
3. Antibiotik  broad spektrum IV
4. Resusitasi cairan  NaCl 0,9% bolus atau Hartmann’s 20 ml/kgBB
sampai maksimal 60 ml/kgBB
5. Serum laktat
6. Urine output

Anda mungkin juga menyukai