Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“MIKROSPORANGIUM-STRUKTUR, PERKEMBANGAN DAN


MIKROSPOROGENESIS”
Matakuliah : Emberiologi Tumbuhan

Di Susun Oleh:
Kelompok 5
Fransischa Angellina : 1713051401
Heviana Otal : 1713051404
Indah Nurcahyani : 1713051405
Natalia Sugin : 1713051415

Kelas : A.13
Semester : V (Lima)
Program Studi Pendidikan Biologi
Dosen Pengampu : Hendrikus Julung M.Pd

PERKUMPULAN BADAN PENDIDIKAN KARYA BANGSA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PERSADA KHATULISTIWA SINTANG
TAHUN AKADEMIK
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
limpahan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah mikrosporangium
struktur, perkembangan dan mikrosporogenesis sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan staf pengajar maupun
pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan arahan serta dukungan, sehingga dalam
menyelesaikan pembuatan makalah penulis menjadi sangat terbantu. Tujuan dari Makalah ini
adalah agar pembaca khususnya mahasiswa Pendidikan Biologi dapat menambah wawasan
pengetahuannya mengenai bahasan dari setiap materi yang tertuang pada makalah kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan masukan sangat penulis harapkan, yang dapat
bermanfaat bagi kami dan bersifat membangun serta berkaitan dengan perbaikan Makalah di
masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap, kiranya Makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan.

Sintang, 18 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2
D. Manfaat..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Mikrosporangium.........................................................................3
B. Struktur Mikrosporangium.............................................................................4
C. Fungsi Mikrosporangium...............................................................................4
D. Perkembangan Mikrosporangium dan mikrospora pada Angiospermae.......5
E. Pengertian Mikrosporogenesis.......................................................................7
F. Fungsi Mikrosporogenesis.............................................................................7
G. Proses Mikrosporogenesis..............................................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................9
B. Saran...............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reproduksi atau perkembangan merupakan salah satu ciri makhluk hidup.
Dengan reproduksi makhluk hidup dapat mempertahankan kelangsungan jenisnya
( spesies) sehingga tidak punah. Reproduksi pada tumbuahan berlangsung secara
vegetatif (aseksual atau tidak kawin), generatif (seksual atau kawin), dan metagenesis
(vegetatif dan generatif secara bergantian). Seksual pada tumbuhan terjadi pada
gimnospermae (tumbuhan biji terbuka) dan agiospermae (tumbuhan berbiji tertutup).
Reproduksi aseksual pada tumbuhan dibedakan menjadi gametogenesis, penyerbukan
(polinisasi) dan pembuahan (fertilisasi). Gametogenesis adalah peristiwa
pembentukan gamet (sel kelamin). Pembentukan spermatozoid disebut dengan
spermatogenesis, sedangkan ovum disebut dengan oogenesis. Metagenesis adalah
siklus hidup tumbuhan memperlihatkan suatu pergiliran tumbuhan.
Mikrosporogenesis pada tumbuhan adalah proses pembentukan serbuk sari yang
berlangsung di kepala sari dan Megasporogenesis berlangsung di ruang bakal buah
(putik). Penyerbukan adalah jatuhnya serbuk sari di kepala putik untuk tumbuhan
Angiospermae sedang untuk Gymnospermae langsung pada bakal biji.
Reproduksi pada tumbuhan dari sel generatif dapat terjadi dengan pembuahan
(amfimiksis), atau tanpa melalui pembuahan (apomiksis). Reproduksi
(perkembangbiakan) ini merupakan salah satu ciri makhluk hidup. Dengan
reproduksi maka makhluk hidup dapat mempertahankan kelangsungan jenisnya
(spesies) sehingga tidak punah. Pembuahan pada angiospermae disebut pembuahan
ganda sebab terjadi 2 kali pembuahan (Pratiwi 2004: 193). Sama seperti halnya
mahluk hidup lain, tumbuhan juga bereproduksi untuk mempertahankan
kelangsungan spesiesnya. Tumbuhan berbunga melakukan reproduksi dengan cara
membentuk biji. Biji terbentuk dengan jalan reproduksi seksual yaitu bergabungnya
sel kelamin jantan dari serbuk sari dengan sel kelamin betina dari bakal buah. Baik
benang sari maupun putik dilindungi oleh kelopak bunga dan daun mahkota.
Keduanya membentuk mahkota bunga. Polinasi atau penyerbukan terjadi ketika butir
sel jantan dari benang sari masuk ke kepala putik bunga lalu turun ke tangkai putik
untuk bergabung dengan bakal biji. Ada juga tumbuhan yang bisa dikembangkan
tanpa pembuahan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Mikrosporangium?
2. Bagaimana struktur mikrosporangium?
3. Apa fungsi mikrosporangium?
4. Bagaimana perkembangan mikrosporangium dan mikrospora pada
angiospermae?
5. Apa pengertian mikrosporogenesis?
6. Apa fungsi mikrosporogenesis?
7. Bagaimana Proses mikrosporogenesis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian mikrosporagium.
2. Untuk mengetahui stuktur mikrosporangium.
3. Untuk mengetahui fungsi mikroporangium.
4. Untuk mengetahui perkembangan mikrosporangium dan mikrospora pada
angiospermae.
5. Untuk mengetahui pengertian mikrospoogenesis.
6. Untuk mengetahui fungsi mikrosporogenesis.
7. Untuk mengetahui proses mikrosporogenesis.
D. Manfaat
1. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui pengertian mikrosporagium.
2. Mahasiswa atau pembaca dapat stuktur mikrosporangium.
3. Mahasiswa atau pembaca dapat fungsi mikroporangium.
4. Mahasiswa atau pembaca mengetahui perkembangan mikrosporangium dan
mikrospora pada angiospermae.
5. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui pengertian mikrospoogenesis.
6. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui dan memahami fungsi
mikrosporogenesis.
7. Mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui proses mikrosporogenesis.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mikrosporangium
Mikrosporagium adalah sporangium yang menghasilkan spora yang
pengembangan gametofit jantan. Mikrosporangium terkenal di spikemosses, dan
sebagian kecil dari pakis. Mikrosporagium adalah struktur di organ reproduksi jantan
di mana pengembangan serbuk sari berlangsung.
Mikrosporangium adalah struktur tanaman yang memproduksi mikrospora atau
gamet jantan dengan menjalani meiosis. Proses ini dikenal sebagai
microsporogenesis. Microsporanium terjadi di ‘anther of the flower’ pada
angiospermae dan ‘kerucut jantan’ dari gymnospermae. Dalam angiospermae,
mikrosporangium dikelilingi oleh empat lapisan sel yang dikenal sebagai epidermis,
endotelium, lapisan tengah, dan tapetum. Tiga lapisan luar melindungi
mikrosporangium dan membantu melepaskan butiran serbuk sari. Tapetum, lapisan
dalam, membantu mengembangkan dan memberi nutrisi pada serbuk sari.
Jaringan sporangium, yang mengalami meiosis untuk menghasilkan mikrospora,
dapat ditemukan di tengah-tengah tapetum. Dinding sel mikrospora terdiri dari kalus.
Selama pengembangan butiran serbuk sari dari mikrospora ini, dinding sel callose
terdegradasi dan dinding bagian dalam dan luar dari butiran serbuk sari terbentuk.
Dalam Gymnospermae dan Angiospermae, mikrosporagium menghasilkan
mikrosporosit, juga dikenal sebagai sel induk mikrospora, yang kemudian
menciptakan empat mikrospora melalui meiosis. Mikrospora membelah untuk
membuat butiran serbuk sari. Istilah ini tidak digunakan untuk Bryofita.
Mikrosporangium teletak di dalam seluruh permukaan bawah mikrosporofil.
Mikrosporangia merupakan mikrosporangium yang telah dewasa. Di dalam
mikrosporangium tersimpan banyak mikrospora atau pollen (jika sudah masak).
Mikrosporangium yang sudah dewasa terdiri dari beberapa lapisan diantaranya :
1. Epidermis
2. Dinding mikrosporangia berlapis (multilayered mikrosporangial wall)
Lapisan lapisan tersebut adalah :
a) Lapisan terdalam berfungsi sebagai tapetum.
Tapetum menutupi jaringan sporogen dan terdiri dari sejumlah lapisan selapis
(single layer), kaya akan sel multinukleat cytoplasmi. Tapetum sebagian besar
bertipe sekresi/glandular. Sel tapetal menunjukan aktivitas maksimalnya
3
selama meiosis di dalam sel induk mikrospora dan mengalami penurunan
setelah sejumlah spora lepas dari tetrad. Fungsi utama dari tapetum adalah
untuk nutrisi dari sel sporogen dan mikrospora muda. Selain itu, tapetum
terkait dalam proses reproduksi dan pelepasan kalaza, mengirimkan material
PAS-positif ke dalam lokulus, membentuk acetolysis-membran resisten dan
exin dari mikrospora.
b) Sel epidermal mikrosporangium yang mengembangkan serabut tebal dan
membentuk exothecium
c) Lapisan tengah, yang mana lapisan ini dihancurkan selama pendewasaan
mikrosporangium. Sel sporogen primer membelah secara berulang-ulang
membentuk banyak sekali sel sporogen yang kemudian menjadi sel induk
mikrospora. Sel induk mikrospora, setelah membelah secara meiosis
membentuk tetrad mikrospora. Mikrospora akhirnya dibebaskan dari tetrad
dengan exine yang tipis.
B. Struktur Mikrosporagium
Mikrosporagium tampaknya memiliki garis melingkar ketika dilihat secara melintang.
Dikelilingi oleh empat lapisan:
 Kulit ari
 Endotelium
 Lapisan tengah
 Tapetum
Tiga lapisan terluar melindungi serbuk sari dan membantu pemisahan antera untuk
melepaskan serbuk sari. Tapetum memberi nutrisi pada serbuk sari. Sel-sel tapetum
berinti banyak dan memiliki sitoplasma padat. Sebuah antera muda terdiri dari
sekelompok sel homogen yang tersusun rapi yang disebut jaringan sporogen.
C. Fungsi Mikrosporangium
Fungsi mikrosporogenisi adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan mikrospora atau polen
2. Tempat pembentukan serbuk sari

4
D. Perkembangan Mikrosporangium dan Mikrospora pada Angiospremae
Pada penampang melintang antera yang masih sangat muda tampak berbentuk
persegi atau rectangular, tersusun atas sel-sel parenkimatis yang homogen dan
dikelililingi oleh epidermis. Di tiap lobus antera, beberapa sel hypodermal (di bawah
epodermis) menjadi menonjol dibandingkan sel-sel yang lain karena ukurannya lebih
besar, memanjang ke arah radial dan inti selnya sangat jelas. Sel-sel tersebut disebut
sel-sel arkesporium.

Sel-sel arkesporial membelah secara periklinal membentuk lapisan parietal primer


ke arah luar dan lapisan sporogen primer ke arah dalam. Sel-sel parietal primer
membelah dengan dinding periklinal dan antiklinal menghasilkan beberapa lapisan
sel, biasanya 2 sampai 5 lapisan sel yang menyusun dinding kepala sari. Sel-sel
sporogen primer mungkin langsung berfungsi sebagai sel-sel induk mikrospora atau
mengalami pembelahan-pembelahan lebih dulu agar dihasilkan sel-sel yang
jumlahnya lebih banyak. Sangat jarang sel arkhesporial langsung berfungsi sebagai sel
induk mikrospora. Contoh tumbuhan yang arkhesporialnya langsung berfungsi
sebagai sel induk mikrospora adalah Cananga dan beberapa anggota Annonaceae.

5
Sel-sel sporogen primer berkembang menjadi sel-sel induk mikrospora. Pada
berbagai tumbuhan sel-sel sporogen mengalami sedikit pembelahan sebelum
berfungsi sebagai sel-sel induk mikrospora. Jarang terjadi bahwa tanpa pembelahan
sel-sel sporogen berfungsi langsung sebagia sel-sel induk mikrospora. Sel sporogen
langsung berfungsi sebagai sel induk mirospora antara lain sitemukan pada Alangium,
Sansiviera, Knautia, serta beberapa jenis anggota Malvaceae dan Cucurbitacecea.
Pada jenis-jenis tumbuhanan tersebut terdapat satu lapisan sel-sel induk mikrospora di
dalam tiap sudut kepala sarinya.
Pada umumnya terdapat empat kelompok sel-sel sporogen pada tiap kepala sari.
Pada sejumlah tumbuhan, pada saat antera masak (sebelum pecah atau membuka)
batas antara kedua kantung sari pada tiap belahan rusak sehingga natera tetrasorangiat
hanya memperlihatkan dua ruang. Pada beberapa jenis tumbuhan terdapat kurang dari
empat kelompok sel-sel sporogen. Misalnya pada suku Malvaceae terdapat kepala sari
yang mempunyai dua mikrosporangia (bisporangiat) sehingga hanya ada dua
kelompok sel sporogen. Kedua mikrosporangis tersebut dapt berfusi membentuk
ruang yang tunggal.
Pembelahan sel-sel induk mikrospora dapat suksesif atau simulan. Pada tipe
suksesif sekat terbentuk segera setelah pembelahan pertama pada meiosis dan sekat
kedua terbentuk segera setelah pembelahan yang kedua. Zea mays menghasilkan
tetrad mikrospora yang mempunyai susunan isobilateral. Pada tipe simultan tidak
terjadi pembentukan dinding setelah pembelahan pertama dan sel induk terbagi
menjadi empat setelah selesai pembelahan meiosis kedua, contoh tipe simultan
dijumpai pada Nicotiana tabacum dan tetrad mikrospora yang dihasilkan mempunyai
susunan tetrahedral. Perbedaan yang lain antara kedua tipe tersebut adalah secara
sentrifugal ke dua arah, membagi sel menjadi dua yang sama besarnya. Pada tipe
simultan sekat terbentuk dari tepi, berkembang secara sentripetal dan bertemu di
tengah, mebagi sel induk mikrospora menjadi empat.
Tetrad mikrosporangia biasanya tersusun tetrahidris atau isobilateral. Jarang
ditemukan susunan tetrad mikrospora yang dekusatus, bentuk T, atau linear. Kadang-
kadang dijumpai hasil pembelahan sel induk mikrospora kurang lebih dari empat
mikrospora. Jika da inti yang mengalami stadium istirahat setelah pembelahan
pertama, atau pembentukan dinding yang tidak teratur yang menghasilkan spora
berinti dua dan dua mikrosporangia berinti satu, atau pembelahan hanya terjadi satu
kali pada sel induk mikrospora maka dihasilkan kurang dari empat mikrospora.
6
Umumnya mikrospora segera memisahkan diri satu sama lain setelah stadium
tetrad.Tetapi pada beberapa jenis tumbuhan mikrospora tetap berkumpul dalam tetrad
dalam waktu yang lam dan mebentuk serbuk sari majemuk. Pada kebanyakan anggota
suku Asclepiadaceae dan Orchidaceae semua mikrospora dalam satu sporangium tetap
bersatu membentuk polinium. Pada mimisaceae pada setiap sporangium dijumpai
sejumlah kumpulan mikrospora masula, biasanya tiap masula terdiri atas 8-64 butir
serbuk sari.
E. Pengertian Mikrosporogenesis
Mikrosporogenesis adalah proses pembentukan sel gamet jantan (sperma) pada
bunga, yaitu di kantong sari (anther) yang di dalamnya terdapat serbuk
sari/mikrosporangium. Dalam kepala sari (anther) terdapat empat mikrosporangium.
Setiap mikrosporangium mengandung mikrosporosit (diploid). Mikrosporosit ini
mengalami pembelahan meiosis I dan meiosis II. Pembelahan meiosis ini
menghasilkan empat mikrospora haploid dan berkelompok menjadi satu yang
disebut tetrad. Inti sel setiap mikrospora mengalami pembelahan inti (kariokinesis)
sehingga menghasilkan dua nukleus haploid, yaitu nukleus saluran serbuk sari dan
nukleus generatif. Setelah serbuk sari terbentuk, nukleus generatif mengalami
pembelahan mitosis menghasilkan dua nol.ukleus sperma, tetapi tidak diikuti
sitokinesis. Jadi, satu serbuk sari yang masak memmpunyai tiga nukleus haploid,
yaitu satu nukleus vegetatif (saluran serbuk sari) dan dua nukleus generatif (sperma).
 Perkembangan gamet jantan (Polen atau Serbuk Sari)
Di dalam sporangia (kantung polen) kepala sari, sel-sel diploid yang disebut
mikroporosit mengalami miosis, yang masing-masing membentuk empat mikrospora
haploid. masing-masing mikrospora akhirnya membelah sekali lagi melalui miosis
dan menghasilkan dua sel, yakni sel generatif dan sel tabung. struktur bersel dua ini
terbungkus dalam dinding tebal dan resisten yang terpahat pola rumit yang unik bagi
spesies tumbuhan tertentu. bersama-sama, kedua sel itu dan dindingnya membentuk
sebuah butiran serbuk sari atau gamet jantan yang belum dewasa.
F. Fungsi Mikrosporogenesis
Fungsi mikrosporogenis adalah sebagai berikut:
1. Untuk mereduksi jumlah kromosom
2. Menghasilkan banyak sel

7
G. Proses Mikrosporogenesis
Secara lengkap proses Mikrosporogenesis adalah sebagai berikut :
1. Nukleus sel induk mikrospora membelah diri secara miosis. Dari setiap satu
nukleus terbentuk 4 nukleus baru.
2. Terbentuk dinding pemisah yang memisahkan tiap tiap nukleus sehingga
terbentuk 4 sel mikrospora itu disebut tetrad.
3. Tiap tiap sel mikrospora memisahkan diri namun tetap berada didalam
microsporangium. Inti dari sel mikrospora kemudian mengalami pembelahan,
(pembelahan ini disebut kariokinesis) sehingga tiap tiap sel mikrospora
mempunyanyi dua inti satu inti disebut inti sel tabung (inti vagetatif) dan inti
lainnya disebut inti genetif. Sel mikrospora tumbuh menjadi serbuk sari dan sel
vagetatif membentuk buluh serbuk sari. Sel genetatif dalam buluh sebuk sari
membelah lagi namun tidak terjadi sitokinesis. Sari satu inti generatik terbentuk 2
inti genetatif yang masing masing haploid. Kedua inti genetif terbentuk 2 inti
genetif sperma. Dengan demikian didalam buluh serbuk sari terkandung 3 inti
yaitu satu inti vagetatif ( inti sel tabung ) dan dua inti genetif (inti sperma). pada
saat itu sel mikrospora tumbuh menjadi serbuk sari.
Berikut ini gambar proses terjadinya mikrosporogenesis:

Gambar proses mikrosporogenesis

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mikrosporangium adalah tempat gamet jantan atau mikrospora di produksi.
Fungsi mikrosporangium Menghasilkan mikrospora atau polen & Tempat
pembentukan serbuk sari.
Mikosporogenesis adalah proses pembentukan sel gamet jantan (sperma) pada
bunga, yaitu di kantong sari (anther) yang di dalamnya terdapat serbuk sari/
mikrosporangium.
B. Saran
Semoga makalah ini menjadi tambahan ilmu pengetahuan bagi kita semua. jika
ada kekurangan dan kesalahan, baik penyajian ataupun penulisan diharapkan
kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi kesempurnaan pada makalah-
makalah berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Mulyani, Sri . E. S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius


Tjitrosoepomo, Gembong. 1986. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta :
UGM press Watson M. Laetsch.1979. Plants. Canada : Brown and Company.
Barrett, Spancer C. H. 2008. Major Evolutionary Transition In Flowering Plant
Reproduction : An Overview. Vol 169 No.1

10

Anda mungkin juga menyukai