Anda di halaman 1dari 6

TEORI PEMBUKTIAN BEBAS

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Pembuktian”

Dosen Pengampu: Lukman Hakim Harahap, M.H

Disusun Oleh:

Kelompok 3

Alfania pane 0205211003

Ahmad Muharrom 0205213052

Abdul Aziz Lubis 0205211023

Mhd Anggi Hermawan 0205211010

Sabila Widyanti 0205211025

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2024/2025
A. Latar Belakang

Kata” pembuktian” berasal dari kata” bukti” artinya ”sesuatu yang menyatakan kebenaran
suatu peristiwa”, kemudian mendapat awalan ”pem” dan akhiran ”an”, maka pembuktian
artinya ”proses perbuatan, cara membukti-kan sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu
peristiwa”, demikian pula pengertian membuktikan yang mendapat awalan ”mem” dan akhiran
”an”, artinya memperlihatkan bukti, meyakinkan dengan bukti.1

Pembuktian merupakan bagian penting dalam pencarian kebenaran materiil dalam


proses pemeriksaan perkara pidana. Sistem Eropa Kontinental yang dianut oleh Indonesia
menggunakan keyakinan hakim untuk menilai alat bukti dengan keyakinannya sendiri. Hakim
dalam pembuktian ini harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan terdakwa.
Kepentingan masyarakat berarti orang yang telah melakukan tindak pidana harus mendapatkan
sanksi demi tercapainya keamanan, kesejahteraan, dan stabilitas dalam masyarakat. Sedangkan
kepentingan terdakwa berarti bahwa ia harus diperlakukan dengan adil sesuai dengan asas
Presumption of Innocence. Sehingga hukuman yang diterima oleh terdakwa seimbang dengan
kesalahannya.

Banyak ahli hukum yang mendefinisikan pembuktian ini melalui makna kata
membuktikan. Membuktikan menurut Sudikno Mertokusumo.2 disebut dalam arti yuridis yaitu
memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan
guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Lain halnya dengan
definisi membuktikan yang diungkapkan oleh Subekti.3 menyatakan bahwa membuktikan adalah
meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu
persengketaan.

Berdasarkan definisi para ahli hukum tersebut, membuktikan dapat dinyatakan sebagai proses
menjelaskan kedudukan hukum para pihak yang sebenarnya dan didasarkan pada dalil-dalil yang
dikemukakan para pihak, sehingga pada akhirnya hakim akan mengambil kesimpulan siapa yang benar
dan siapa yang salah. Proses pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk
menyatakan kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran
peristiwa tersebut.

1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Departemen P & K, Balai Pustaka,
Jakarta, 1990, hlm. 133
2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hlm. 35
3
Subekti., 2001, Hukum Pembuktian, Jakarta : Pradnya Paramitha, hlm. 1.
B. PEMBAHASAN

Teori Pembuktian Bebas

Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Log is (Conviction In
Raisone) Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga mengutamakan penilaian
keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi
keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis, diterima oleh
akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang
tidak diisyaratkan, meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim
bisa menggunakan alatalat bukti di luar ketentuan undang-undang. Hal yang perlu mendapat
penjelasan adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan dengan alasan yang
logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian convition in raisone harus dilandasi oleh
“reasoning” atau alasan-alasan dan alasan itu sendiri harus “reasonable” yakni berdasarkan
alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan
keyakinan yang tanpa batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian
bebas.4

Ajaran pembuktian Conviction In Raisone

Ajaran pembuktian ini juga masih menyandarkan pula kepada keyakinan hakim. Hakim
tetap tidak terikat pada alat-alat yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Meskipun alat-
alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang, tetapi hakim bisa mempergunakan alat-alat
bukti di luar yang ditentukan oleh undang-undang. Namun demikian di dalam mengambil
keputusan tentang salah atau tidaknya seorang terdakwa haruslah didasarkan alasan-alasan
yang jelas. Jadi hakim harus mendasarkan putusan-putusannya terhadap seorang terdakwa
berdasarkan alasan (reasoning). Oleh karena itu putusan tersebut juga berdasarkan alasan yang
dapat diterima oleh akal (reasonable). Keyakinan hakim haruslah didasari dengan alasan yang
logis dan dapat diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan keyakinan yang
tanpa batas. Sistem pembuktian ini sering disebut dengan sistem pembuktian bebas.

4
Andi Hamzah, 1985, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta:Ghana Indonesia, hlm.
241 .
Penggunaan Dan Pembuktian Alat Bukti Di Persidangan

Alat-alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), yaitu :

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Kebaikan jika hakim bebas dalam pembuktian.

1. Dengan kebebasan dapat menutupi keku rangan hakim akan pengetahuan mengenai
penguasaan undang-undang. Terutama bagi hakim yang kebetulan “kurang begitu senang
membaca dan belajar”, memudah kan dirinya jika tidak diikat oleh hukum positif dalam hal
pembuktian.

2. Dalam hal menilai keterangan kesaksian, maka jika hakim bebas, hakim dapat melakukan
penilaian secara “ka rakter evidence” pada pribadi saksi, sehingga bagi saksi yang tidak dapat
dipercayai hakim bebas untuk me lakukan penilaian sendiri.

3. Dengan memberi hakim kebebasan di dalam pembukti an, maka perkembangan hukum
pembuktian kita akan lebih cepat daripada harus menunggu proses perkembangan hu kum
tertulis yang tentu jauh lebih lamban, dari perkembangan hukum tidak tertulis. Dengan
demikian ha kim dalam putusannya dapat lebih menyesuaikan dengan kebutuhan hukum warga
masyarakat.

Kelemahan jika hakim bebas dalam pembuktian.

Tentu saja kelemahan yang paling mungkin dan paling mencolok adalah Belum Siapnya mental
dan penguasaan ilmu hukum sebagian besar hakim kita di Indonesia untuk menilai pembuktian
itu secara terlalu bebas, terutama ke sewenang-wenangan dapat terjadi karenanya. Sehubungan
teori pembuktian bebas yang menginginkan hakim bebas dalam pembuktian.
1. Kebebasan hakim dalam hukum pembuktian merupakan kebebasan di dalam menerima alat-
alat bukti. Sebagaimana diketahui bahwa di dalam hukum pembuk tian ada yang disebut
“ADMISSIBILITY”, yaitu dapat tidaknya diizinkan suatu alat bukti tertentu dalam peristiwa
tertentu. Jadi, hakim diberikan kebebasan sepenuhnya untuk menentukan kapan alat bukti
tertentu digunakan.

2. Penilaian yang mandiri oleh hakim. Dalam hal ini hakim mempunyai posisi yang objektif
dan penilaiannya objek tif pula. Dengan kebebasan yang lebih, hakim dapat melakukan
penilaian yang mandiri.

3. Penilaian secara mandiri pula ke arah kebenaran yang sebenarnya dari peristiwanya.

C. KESIMPULAN

Pembuktian proses perbuatan, cara membukti-kan sesuatu yang menyatakan kebenaran


suatu peristiwa. Pembuktian merupakan bagian penting dalam pencarian kebenaran materiil
dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Sistem Eropa Kontinental yang dianut oleh
Indonesia menggunakan keyakinan hakim untuk menilai alat bukti dengan keyakinannya
sendiri. Hakim dalam pembuktian ini harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan
terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti orang yang telah melakukan tindak pidana harus
mendapatkan sanksi demi tercapainya keamanan, kesejahteraan, dan stabilitas dalam
masyarakat.

Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Log is (Conviction
In Raisone) Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga mengutamakan penilaian
keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya alasan untuk menghukum terdakwa, akan tetapi
keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis, diterima oleh
akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang
tidak diisyaratkan, meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim
bisa menggunakan alatalat bukti di luar ketentuan undang-undang

Anda mungkin juga menyukai