Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN PSIKIANTRI

”ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN NARAPIDANA”

KELOMPOK 5:

RECHI YULIANDA 2214201045

FADHIMA RAHMI ISLAMI 2214201020

NOVELIA YULIANTI 2214201039

VONY DWI RAHMAWATI 2214201058

ELISA PUTRI 2214201017

ANISA 2210201010

STELA CARLITA FLORENCIA 2214201049

DOSEN PENGAMPU: Ns.WELLY M.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH

KOTA PADANG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya
penyusun dapat menyelesaiakan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan. Ucap terimakasih kami sampaikan kepada ibu Ns.welly M.Kep
sebagai dosen pengampu mata kuliah “keperawatan psikiantri” yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik
dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................7
C. TUJUAN.............................................................................................................................7
BAB II........................................................................................................................................8
PEMBAHASAN........................................................................................................................8
A. Pengertian.......................................................................................................................8
B. Etiologi..........................................................................................................................10
C. Klasifikasi.....................................................................................................................12
D. Masalah Kesehatan Pada Narapidana.........................................................................12
E. Penatalaksanaan..........................................................................................................13
BAB III....................................................................................................................................16
ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................................16
BAB IV.....................................................................................................................................23
PENUTUP...............................................................................................................................23
A. Kesimpulan......................................................................................................................23
B. Saran................................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak-anak merupakan harta yang berharga baik bagi orang tua maupun negara
dimasa mendatang. Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang merupakan
generasi penerus bangsa, dipundak merekalah harapan-harapan dari orang tua dan
negara ini berada. Dapat dikatakan demikian karena bagaimanapun juga
kemajuan suatu bangsa berada ditangan anak-anak tersebut. Perkembangan
seorang anak dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan sekitarnya.
Selain itu, situasi dan kondisi sosial sangat berpengaruh terhadap kejiwaan dan
perilaku seorang anak. Di era globalisasi ini, berbagai pengaruh dari dunia luar
semakin jelas terlihat, modernisasi berlangsung sangat cepat, pendidikan yang
semakin mahal, berbagai media elektronik yang terakses tanpa batas dan
pengawasan orang tua yang minim karena sibuk bekerja berdampak sangat serius
terhadap anak. Hal ini mendorong anak-anak melakukan perbuatan yang
menyimpang, yaitu kenakalan hingga mengarah pada bentuk tindakan kriminal,
seperti narkoba, minuman keras, perkelahian, pengrusakan, pencurian bahkan bisa
sampai pada melakukan tindakan pembunuhan, yang dapat dikategorikan ke
dalam tindak pidana. Bahkan, angka kriminalitas dengan pelaku anak di bawah
umur mengalami peningkatan. Kondisi ini. Berdasarkan data dari Direktorat
Jenderal Pemasyrakatan yang dikutip oleh Apong Herlina, dinyatakan bahwa
setiap tahun lebih dari 7.000 anak sebagai pelaku tindak pidana masuk proses
peradilan. Bulan Juli 2010 terdapat 6.273 anak yang berada di Tahanan dan lapas
di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 3.076 anak dengan status tahanan, 3.197
berstatus anak pidana dan 56 Anak negara. Dari 6.273 anak tersebut diatas, 2.357
anak ditempatkan di Lapas Anak, sedangkan sisanya sebanyak 3.916 anak
ditempatkan di Lapas Dewasa. 5 (lima) Jenis tindak pidana yang paling dominan
dilakukan oleh anak-anak tersebut meliputi pencurian, narkotika, susila,
penganiayaan dan pengeroyokan (Apong Herlina, 2012).
Sementara itu, berdasarkan data dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I
Yogyakarta mencatat kasus kriminalitas anak selama 2010 terdapat 287 kasus
sedang untuk 2011 sampai dengan April terdapat 125 kasus. Kepala Bapas kelas I

3
Yogyakarta Subagya mengatakan jumlah angka kriminalitas mengalami
peningkatan. Semester pertama 2011 ini saja jumlahnya sudah 125 kasus. Jumlah
tersebut baru dari tiga daerah, yakni wilayah Kabupaten Sleman, Kulonprogo, dan
Kota Yogyakarta (Seputar Indonesia, 24 Mei 2011). Sleman merupakan
kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang tingkat kriminalitasnya tertinggi
selama periode semester pertama tahun 2012 dari kabupaten lainnnya (Ernyta dan
Hari Atmaja, 2012). Data lain yang lebih mengejutkan datang dari Badan Pusat
Statistik DIY yang menyatakan bahwa pelaku tindak kejahatan pada tahun 2011
cukup memprihatinkan bahwa 7,19 % pelaku kejahatan adalah dilakukan oleh
anak-anak, sementara 10 anak (5,49%) diantaranya berjenis kelamin perempuan.
Sebanyak 44,58 % pelaku tindak kejahatan oleh anak-anak pada tahun 2011
adalah berasal dari Kabupaten Sleman (Badan Pusat Statistik, 2011). Bahkan, dari
catatan Seputar Indonesia (SINDO), dalam sepekan setidaknya ada empat kasus
kriminalitas yang melibatkan anak-anak di bawah umur. Selain kriminal murni,
remaja ini juga ada yang terlibat dalam pergaulan bebas (Rima News, 06 Mei
2012). Di wilayah Sleman juga marak terjadi tawuran, hingga menyebabkan 1
orang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Jetis tewas dianiaya
sekelompok orang berseragam di Merian, Margomulyo, Sayegan (Rulam, 2012).
Kenakalan remaja juga dapat dilatar belakangi oleh hal-hal yang dapat dianggap
sebagai hal yang sepele. Misalnya, dua orang anak (16 Tahun) tertangkap tangan
mencuri burung hanya karena ingin membeli rokok (Sumardiyono, 2012).
Menurut laporan Dirjen Pemasyarakatan Kantor Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Lembaga Pemasyarakatan Sleman,
saat ini terdapat 6 orang anak pidana yang merupakan napi anak pidana
(Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, 2013).
Di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta belum terdapat Lembaga
Pemasyarakatan khusus anak, sehingga penempatan anak pidana masih di gabung
bersama narapidana dewasa di Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini menjadi
perhatian khusus karena anak-anak membutuhkan penanganan khusus, karena
mereka masih dalam tahap pencarian jati diri. Mereka merupakan bagian dari
masyarakat yang mempunyai hak yang sama dengan anggota masyarakat lainnya,
dengan keberadaanya dalam sebuah lembaga pemasyarakatan menyebabkan
mereka tidak dapat menerima pendidikan yang menjadi kebutuhan bagi mereka.
Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang

4
menampung, merawat, dan membina narapidana. Dengan kata lain Lembaga
Pemasyarakatan merupakan lembaga yang melaksanakan pelayanan tahanan,
pembinaan narapidana, anak negara dan bimbingan klien pemasyarakatan yang
pelaksanaannya dilakukan secara terpadu bersama dengan semua penegak hukum
yang bertujuan agar setelah menjalani pidana mereka dapat kembali menjadi
warga negara yang baik. Dalam Pasal 60 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997
Tentang Pengadilan Anak tersebut, dinyatakan bahwa anak didik pemasyarakatan
harus ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak yang harus terpisah dari
orang dewasa. Kemudian dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, Lembaga Pemasyarakatan Anak tersebut dikenal
dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA
adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya. Lembaga tersebut
merupakan institusi yang melaksanakan pembinaan terhadap narapidana anak.
Soejono Dirdjosisworo, dalam Gasti Ratnawati menyimpulkan bahwa:
“Yang dimaksud dengan pembinaan NAPI adalah segala daya upaya perbaikan
terhadap tuna warga atau narapidana dengan maksud secara langsung dan minimal
menghindarkan pengulangan tingkah laku yang menyebabkan keputusan hakim
tersebut. Lapas mempunyai tugas pemasyarakatan dan berfungsi dalam
melakukan pembinaan terhadap narapidana atau anak didik, memberikan
bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, melakukan
pemeliharaan keamanan dan tata tertib, serta melakukan urusan tata usaha rumah
tangga Lapas. Sistem Pemasyarakatan identik dengan reintegrasi sosial, terpidana
tidak hanya menjadi obyek tetapi juga menjadi subyek dalam pembinaan” (Gasti
Ratnawati, 2011).
Pasal 20 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan terhadap anak pidana di Lapas Anak
dilakukan penggolongan berdasarkan umur, jenis kelamin, lamanya pidana yang
dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau
perkembangan pembinaan. Selanjutnya Sri Suharti, juga menyatakan bahwa:
Dalam melaksanakan pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan sesuai
dengan sistem pemasyarakatan maka LPA terlebih dahulu telah
mempertimbangkan bahwa usia kematangan jiwa antara terpidana dewasa berbeda
dengan terpidana anak dengan ciri khas yang masih bersifat labil dan belum
memiliki kematangan jiwa, sehingga terhadap terpidana anak perlu diterapkan

5
metode pendekatan yang tepat dan terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan
mental anak tersebut (Gasti Ratnawati, 2011). Sistem pembinaan terhadap anak-
anak di lembaga pemasyarakatan adalah sistem pemasyarakatan yang bertujuan
tidaklah semata-mata untuk menghukum anak melainkan memberikan bimbingan
dan pengarahan yang benar agar si anak tidak menjadi terganggu jiwa dan
mentalnya di dalam menjalani hukumannya (Tholib Setiady, 2010: 213-214).
Dalam pelaksanaan pembinaan, terlebih lagi terhadap narapidana anak perlu
memerhatikan keadaan fisik dan psikis. Perlakuan tersebut akan menentukan
masa depan dari anak tersebut, dimana lingkungan akan mempengaruhi jiwanya
yang sedang berkembang yang akan membentuk kepribadian bagi masa depannya.
Mengingat anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,
yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,
memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan
seimbang (Gasti Ratnawati, 2011).
Lembaga pemasyarakatan perlu untuk menciptakan suasana dan keadaan yang
kondusif dalam kegiatan pembinaan terhadap narapidana anak tersebut. Dalam
pembinaan anak pidana diperlukan penangganan khusus yang sebaiknya
dilakukan oleh petugas yang terdidik atau memahami tentang anak nakal dan anak
terlantar. Walaupun proses pemasyarakatan yang dilakukan dengan menjalankan
pembinaan terhadap anak pidana telah diupayakan memenuhi dan sesuai dengan
kebijakan yang diatur dalam perundang-undangan, yang memperhatikan hak
terpidana dan didasarkan atas asas-asas pembinaan yang tepat dan terbaik bagi
anak, serta dilaksanakan dengan metode pendekatan yang telah memperhatikan
kepentingan anak, namun dalam kenyataannya tetap akan memberikan citra
negatif bagi anak. Terutama bagi kepentingan perkembangan dan pertumbuhan
jiwa anak, semestinya penjatuhan pidana terhadap anak harus benar-benar sebagai
upaya terakhir apabila cara-cara lain memang sudah tidak ada yang dipandang
tepat (Gasti Ratnawati, 2011). Guna memperbaiki pelaksanaan pidana penjara
adalah dengan menerapkan Standard Minimum Rules (SMR). Untuk dapat
menampung, mengawasi dan membina para narapidana, maka jumlah narapidana
tidak boleh melampaui kapasitas lembaga pemasyarakatan pada umumnya (Barda
Nawawi Arief, 2010: 48). Bagaimanakah Lembaga Pemasyarakatan Sleman dapat

6
menjalankan fungsinya dengan maksimal jika berdasarkan data dari Dirjen
Pemasyarakatan Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, saat ini Lembaga
Pemasyarakatan Sleman di huni 306 orang yang terdiri dari 144 tahanan dan 162
narapidana, sedangkan kapasitasnya sendiri hanya untuk 163 orang (Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, 2013). Selain itu, Sumber Daya Manusia pendukung di
Lembaga Pemasyarakatan Sleman saat ini hanya terdapat 113 pegawai yang
terdiri dari: 13 orang Pejabat Struktural, 59 orang Satuan Pengamanan, 18 orang
Dukungan Teknis, 3 orang tenaga kesehatan, namun hanya ada 20 orang petugas
yang berstatus sebagai Pembina Pemasyarakatan (Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan, 2013). Melihat dari kenyataan tersebut, dapat diasumsikan
bahwa Petugas pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman dalam
melaksanakan pembinaan terhadap anak pidana masih mengalami hambatan.
Padahal, dalam pembinaan terhadap anak pidana membutuhkan penanganan
khusus.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Narapidana,Anak dan Narapidana Anak?
2. Apa faktor penyebab pada Narapidana Anak?
3. Bagaimana klasifikasi pada Narapidana Anak?
4. Apa masalah kesehatan pada Narapidana Anak?
5. Bagaimana penatalaksanaan gangguan jiwa pada Narapidana Anak?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada Narapidana Anak?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Narapidana,Anak dan Narapidana Anak
2. Untuk mengetahui faktor penyebab pada Narapidana Anak
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada Narapidana Anak
4. Untuk mengetahui masalah kesehatan pada Narapidana Anak
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan gangguan jiwa pada Narapidana Anak
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Narapidana Anak

7
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengertian Narapidana berasal dari dua suku kata yaitu Nara artinya orang dan
Pindana artinya hukuman dan kejahatan
(pembunuhan,perampokan,pemerkosaan,narkoba dan sebagainya). Jadi pengertian
narapidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai orang hukuman
(orang yang menjalani hukuman) karena melakukan tindakan pidana (Kamus Besar
Bahasa Indonesia,2001:612).
Dalam pengertian sehari – hari narapidana adalah orang – orang yang telah melakukan
kesalahan menurut hokum dan harus dimasukan ke dalam penjara. Menurut
Ensiklopedia Indonesia, status narapidana dimulai ketika terdakwa tidak lagi dapat
mengajukan banding,pemeeriksaan kembali perkara atau ditolak permohonan grasi kepada
presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan. Status terdakwa menjadi status
terhukum dengan sebutan napi sampai terhukum selsai menjalani hukuman (penjara)
atau dibebaskan.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
Narapidana yang diterima atau masuk kedalam lembaga pemasyarakatan maupun
rumah tahanan negara wajib dilapor yang prosesnya meliputi: pencatatan putusan
pengadilan, jati diri ,barang dan uang yang dibawa, pemeriksaan kesehatan, pembuatan
pasphoto, pengambilan sidik jari dan pembuatan berita acara serah terima terpidana.
Setiap narapidana mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Narapidana yang ditahan dirutan dengan cara tertentu menurut
Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP) pasal 1
dilakukan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan untuk disidangkan
di pengadilan.Pihak-Pihak yang menahan adalah Penyidik, Penuntut Umum, Hakim
dan mahkamah agung. Pada pasal 21 KUHAP Penahanan hanya dapat dilakukan
terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana termasuk pencurian. Batas waktu
penahanan bervariasi sejak ditahan sampai dengan 110 hari sesuai kasus dan ketentuan
yang berlaku.

8
Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan
ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
melahirkan keturunannya, yang dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari
sel telur laki- laki yang kemudian berkembang biak di dalam rahim wanita berupa suatu
kandungan dan kemudian wanita tersebut pada waktunya nanti melahirkan
keturunannya. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas
sumber potensi dan generasi muda penerus perjuangan cita-cita bangsa dimasa yang
akan datang nantinya, oleh karna itu harus kita jaga dan kita lindungi dari perbuatan
buruk ataupun sebagai korban dari perbuatan buruk
seseorang. Menururt Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak Dalam Pasal 1 butir 1 undang – undang ini pengertian anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Sehingga anak yang belum dilahirkan dan masih di dalam kandungan ibu
menurut undang-undang ini telah mendapatkan suatu perlindungan hukum. Selain
terdapat pengertian anak, dalam undang – undang ini terdapat pengertian mengenai
anak telantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan, anak
angkat dan anak asuh.ndungi dari perbuatan buruk ataupun sebagai korban dari
perbuatan buruk seseorang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan
Anak. Definisi anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah berumur 8
(delapan) tahun,tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah
kawin (Pasal 1 ayat(1) ) Sedangkan dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini
menyebutkan bahwa batasan umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak
adalah anak yang sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18
(delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Dalam Undang – Undang No.12 Tahun 1995 tentang permasyarakatan,yang di
sebut Anak Didik Pemasyarakatan adalah seorang yang dinyatakan sebagai anak
berdasarkan putusan pengadilan sehingga dirampas kebebasannya dan ditempatkan di
Lembaga Permasyarakatan Anak. Menurut pasal 1 Undang – Undang No. 12 Tahun
1995 tentang Permasyarakatan,Anak Didik Permasyarakatan adalah :
1. Anak Pidana
Yaitu,anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di lapas anak paling
lama samapai berumur 18 tahun.
2. Anak Negara

9
Yaitu,anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk di didik
dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama 18 tahun.
3. Anak Sipil
Yaitu,anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan
pengadilan untuk dididik di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

B. Etiologi
Faktor – faktor penyebab kejahatan sehingga seseorang menjadi narapidana adalah :
1. Faktor Ekonomi
a. Sistem Ekonomi
System ekonomi baru dengan produksi besar – besaran,persaingan bebas,
menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan,cara penjualan modern dan
lain – lain. Yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang dan
sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk kesempatan melakukan penipuan -
penipuan.
b. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan ekonomi
nasional,upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks keadaan ekonomi
pada umumnya. Maka dari itu perubahan – perubahan harga pasar (Market
Fluctuations) harus diperhatikan.
c. Pengangguran
Diantara faktor – faktor baik secara langsung atau tidak langsung dapat
memperngaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu – waktu krisis.
Pengangguran dianggap paling penting,bekerja terlalu muda,tak ada
pengharapan maju,pengangguran berkala yang tepat,pengangguran
biasa,berpindahnya pekerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain. Perubahan
gaji sehingga tidak mungkin membuat anggaran belanja,kurangnya
libur,sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah faktor yang
paling penting.
2. Faktor Mental
a. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis bila
dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah meresap sacara

10
menyeluruh. Meskipun adanya faktor – faktor negative,memang merupakan

11
sebuah fakta bahwa noema – norma etis yang secara teratur diajarkan oleh
bimbingan agama dan khususnya bersambung pada keyakinan keagamaan
yang sungguh,membangun secara khusus dorongan – dorongan yang kuat
untuk melawan kecendrungan kriminal.

b. Bacaan dan Film


Banyak orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor kromogenik
yang kuat, mulai dengan roman – roman dari abad ke – 18, lalu dengan cerita
– cerita dan gambar – gambar erotis dan pornografi,buku – buku piciscan lain
dan akhirnya cerita – cerita detektif denngan penjahat sebagai
pahlawannya,penuh dengan kejadian berdarah. Pengaruh krimogenik yang
lebih langsung dari bacaan demikian ialah gambaran suatu kejahatan tertentu
dapat berpengaruh langsung dari bacaan demikian ialah gambaran suatu
kejahatan tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian yang
mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat berasal dari koran
– koran. Disamping bacaan – bacaan tersebut diatas film (Termasuk TV)
dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas terutama kenakalan remaja
akhir – akhir ini.
3. Faktor Pribadi
a. Umur
Meskipun umur penting sebagai faktor penyebab kejahatan baik secara yuridis
maupun kriminal dan sampai suatu batas tertentu berhubungan dengan faktor –
faktor seks atau jenis kelamin dan bangsa, tapi faktor tersebut pada akhirnya
merupakan pengertian – pengertian netral bagi kriminologi. Artinya hanya
dalam kerjasamanya dengan faktor – faktor lingkungan mereka baru
memperoleh arti bagi kriminologi. Kecenderungan untuk berbuat antisosial
bertambah selama masih sekolah dan memuncak antara umur 20 dan 25,
menurun perlahan – lahan sampai umur 40, lalu meluncur dengan cepat untuk
berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve atau garisnya tidak berbeda pada
garis aktivitas lain yang tergantung dari irama kehidupan manusia.
b. Alkohol

12
Dianggap faktor penting dalam mengakibatkan kriminalitas seperti
pelanggaran lalu lintas, kejahatan dilakukan dengan kekerasan, pengemisan,
kejahatan seks, dan penimbulan pembakaran. Walaupun alkohol merupakan
faktor yang kuat masih juga merupakan tanda tanya sampai berapa jauh
pengaruhnya.
c. Perang
Memang sebagai akibat perang dan karena keadaan lingkungan, seringkali
terjadi bahwa orang yang tadinya patuh terhadap hukum melakukan
kriminalitas. Kesimpulannya yaitu sesudah perang, ada krisis – krisis
perpindahan rakyat ke lain lingkungan dan terjadi inflasi dan revolusi
ekonomi. Di samping kemungkinan orang jadi kasar karena perang,
kepemilikan senjata api menambah bahaya akan terjadinya perbuatan –
perbuatan kriminal.

C. Klasifikasi
Dalam standar registrasi dan klasifikasi narapidana dan tahanan yang di tetapkan
berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor : Pas – 170.Pk.01.01.02 Tahun 2015 tentang Standar
Registrasi dan Klasifikasi Narapidana dan Tahanan.
1. penggolongan narapidana berdasarkan umur terdiri atas :
a. Anak (12 – 18 tahun)
b. Dewasa (diatas 18 tahun)
2. Penggolongan narapidana berdasarkan jenis kelamin,terdiri atas :
a. Laki – laki
b. Perempuan
3. Penggolongan narapidana berdasarkan lama pidana,terdiri atas :
a. Pidana 1 hari – 3 bulan (Register B.II b)
b. Pidana 3 bulan – 12 bulan 5 hari (1 tahun) (Register B.II a)
c. Pidana 12 bulan 5 hari (1 tahun ke atas ) (Register B.I)
d. Pidana seumur hidup (Register Seumur Hidup)
e. Pidana mati (Register Mati)
4. Panggilan narapidana berdasarkan jenis kejahatan,terdiri atas :
a. Jenis kejahatan umum
b. Jenis kejahatan khusus

13
D. Masalah Kesehatan Pada Narapidana
1. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000 tahanan
dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa. Penyakit jiwa yang sering
dijumpai adalah skozofrenia, bipolar affective disorder dan personality disorder.
Karena banyak yang mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.
2. Kesehatan fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan penyakit
menular seperti HIV, Hepatitis dan Tuberculosis.
a. HIV
Angka kejadian HIV diantara para narapidana diperkiraan 6 kali lebih tinggi
daripada populasi umum. Tingginya angka infeksi HIV ini berkaian dengan
perilaku yang beresiko tinggi seperti penggunaan obat-obaan, sexual
intercourse yang tidak aman dan pemakaian tato. Pendekatan yang dilakukan
utnuk menekan angka kejadian yaitu dengan dilakukannya penegaan dan
program pendidikan kesehatan mengenai HIV dan AIDS.
b. Hepatitis
Hepatitis B dan C meningkat lebih tinggi dariopada populasi umum walaupun
data yang ada belum lengkap. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obat
lewat suntikan, tato, imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C
tinggi. National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC)
menyarankan agar dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika
diindikasikan maka harus segera diberikan pengobatan. NCCHC juga
merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan mengenai cara
penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan penyakit.
c. Tuberculosis
Angka TB tiga kali lebih besar di LP dibanding populasi umum. Hal ini terkait
dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang buruk, yang mempengaruhi
penyebaran penyakit. Pada tahun 196, lembaga yang menangani tuberculosis
yaitu CC merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga
pemasyarakatan yaitu:
1) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan

14
2) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan pengobatan yang
sesuai
3) Monitoring dan evaluasi skrining

E. Penatalaksanaan
1. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang
lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan
diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
(Maramis,2005,hal.231).
2. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat dan Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri
harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.Terapi
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan
aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan
persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
3. Terapi kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan
partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan.
Terapi ini berfokus pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar
mandiri, tidak tergantung pada pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto,
2009).
a. Terapi kerja pada narapidana laki laki
1) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang- binatang dianggap
dapat membantu narapidana untuk mendapatkan terapi secara psikologis
dan menjadi lebih terlatih secara emosional. Binatang yang dilatih tidak

15
hanya binatang peliharaan, namun juga binatang yang ditinggalkan atau
dibuang oleh pemiliknya. Diharapkan nantinya binatang- binatang ini juga
dapat berguna di masyarakat, sama seperti narapidana yang mendapatkan
pelatihan untuk dapat diterima dan bekerja dengan masyarakat lainnya.
2) Bidang kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai pelatihan
memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang mendapatkan
pekerjaan sederhana seperti membuka kaleng, banyak pula yang
mendapatkan pelatihan memasak secara khusus, mulai dari membuat menu
hingga menyusun anggaran. Beberapa penjara juga bekerja sama dengan
restoran lokal untuk memberi pelatihan ini. Selain itu, dengan pekerja di
dapur, mereka tidak perlu banyak berinteraksi dengan masyarakat yang
mungkin memandang negatif.
3) Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi pada
mantan penjahat, namun di penjara, narapidana diberikan pengetahuan
mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini dikarenakan narapidana
memiliki pengalaman yang membuat mereka lebih mengerti mengenai
tindak kejahatan.
Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat memberikan konseling
dengan lebih baik kepada orang-orang yang bermasalah berdasarkan
pengalaman pribadi mereka serta pelatihan yang mereka terima.
1. Terapi kerja pada anak
a. Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal baginya
setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada mereka di berikan
latihan kerja. Pemberian latihan kerja ini dapat dilakukan oleh lembaga
pemasyarakatan sedangkan tempat penentuan kerja dan jenis pekerjaan
yang akan diberikan kepada narapidana ditetapkan oleh Tim Pengamat
Pemasyarakatan. Latihan kerja ini berupa latihan kerja di bidang
pertanian, Perkebunan, Pengelasan, Penjahitan dan lain sebagainya.
b. Terapi kerja pada narapidana perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di Lapas IIB
Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill dengan

16
pendekatan perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang dilaksanakan
yaitu pembinaan intelektual, pembinaan kerohanian dan pembinaan
rekreatif. Pembinaan hard skill yang dilaksanakan yaitu pembinaan
keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan kerja.Ketrampilan
khusus yang di latihkan pada naraidana perempuan berupa ketrampilan
hidup seperti pertukangan kayu, kerajinan sapu, las listrik, batik tulis,
kerajinan sangkar burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan pada Narapidana Anak


Tanggal Pengkajian : 17 Februari 2020
Tanggal Masuk : 16 Februari
2020 Ruang : Anggrek
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : An. R
Umur : 14 Tahun
Alamat : Pangkalan Bun
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tidak ada
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.
I
Hubungan dengan Klien : Ibu kandung
Alamat : Pangkalan
Bun

3. Alasan masuk
Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan Tindakan pencurian

4. Faktor Predisposisi
1) Klien belum pernah melakukan kejatahatan sebelumnya
2) Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah
3) Klien mempunyai pengalaman lalu yang tidak menyenangkan yaitu
Ketika di sekolah selalu di bully
5. Pemeriksaan Fisik

18
1) Tanda-tanda Vital
1.1 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
1.2 Nadi : 84x/menit
1.3 Suhu : 36,5 derajat selsius
1.4 Pernapasan : 26x/menit
2) Ukuran
2.1 Tinggi Badan : 110 Cm
2.2 Berat Badan : 38 kg
3) Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa-apa, tidak ada kelainan fisik

6. Psikososial
1) Konsep Diri
1.1 Citra Tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang paling disukai
adalah mata karena bisa melihat
1.2 Identitas : Klien mengatakan anak ke-2 dari 4 bersaudara
1.3 Peran : Klien mengatakan di dalam keluarga atau rumah
sebagai anak
1.4 Ideal diri : klien mengatakan merasa takut jika keluar dari lapas
1.5 Harga diri : klien mengatakan malu berhadapan langsung dengan
orang lain selain ibu dan adiknya, klien merasa tidak pantas jika
berada diantara orang lain, kurang interaksi sosial karena statusnya
sebagai narapidana
Masalah Keperawatan : HDR
2) Hubungan sosial
2.1 Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya
2.2 Peran serta kelompok/masyarakat : sebelum klien masuk lapas sering
keluyuran tidak jelas
3) Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi selama di
lapas pasien sering sholat.
4) Status mental
4.1 Penampilan : penampilan klien kurang rapi, rambut jarang disisir,
klien menggunakan baju yang disediakan di lapas
4.2 Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan dapat
dipahami
4.3 Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk, aktivitas klien
menyesuaikan
4.4 Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika masa
tahanannya sudah selesai karena takut tidak diterima oleh
masyarakat.
4.5 Afek : Klien tidak sesai dalam berpikir, bicara klien lambat

19
4.6 Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang karena
menunduk, sesekali klien menengadah, selalu menjawab jika ditanya
4.7 Persepsi : halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan
4.8 Pola Fikir : Tidak ada waaham
4.9 Tingkat kesadaran : klien sadar hari, tanggal dan waktu saat
pengkajian
4.10 Memori : daya ingat jangka Panjang klien masih ingat masa
lalunya
4.11 tingkat konsentrasi dalam berhitung : Klien berhitung lancar
dan jawabannya tepat
4.12 Kemampuan penilaian : klien mampu menilai antara masuk
kamar setelah makan atau membiarkan kursi tidak rapi, klien memilih
membereskan kursi
4.13 Daya tilik diri : klien tahu dan sadar bahwa dirinya dirumah
sakit jiwa

7. Pola Fungsional Kesehatan


1) Makan
Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore dan minum 6 gelas/hari,
mandiri.
2) BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK 4x sehari, mandiri.
3) Mandi
Klien mandir 2x sehari, pagi dan sore, gosok gigi setiap kali mandi,
mandiri.
4) Berpakaian/berhias
Klien mampu berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain
5) Istirahat dan Tidur
Klien lebih banyak tiduran, tidur siang 12.30 WIB – 15.00 WIB, tidur
malam jam 20.00 WIB – 04.30 WIB
6) Penggunaan Obat
Klien minum obat 3x sehari setelah makan. Heloperidol 2x5 mg.
trihexiperidine 2x2 mg.
7) Pemeliharaan KesehatanKlien sudah pernah periksa di RSJ Ungaran
tetapi rawat jalan
8) Kegiatan di Dalam Rumah
Klien di rumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah
8. Mekanisme Koping
1) Klien mampu berbicara dengan orang lain, terlihat malu
2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang lain,
lebih suka diam.
Masalah keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif
9. Masalah Psikososial dan Lingkungan

20
1) Masalah berhubungan dengan lingkungan : klien menarik diri dari
lingkungan
2) Masalah dengan Kesehatan (-)
3) Masalah dengan perumahan : klien tinggal denga kedua orang tua dan
2 adiknya.
4) Masalah dengan ekonomi : kebutuhan klien dipenuhi oleh ibunya akan
tetapi ekonomi keluarganya sulit.
10. Aspek medik
1) Diagnosa medis : Schizofrenia
2) Terapi
a. Haloperidol 2x5 mg
b. Trihexiperidine 2x2 mg
3) Masalah Keperawatan
3.1 Harga Diri Rendah
3.2 Isolasi sosial
3.3 Koping Individu Tidak efektif

b. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
.
1. DS : Koping Individu Harga Diri Rendah
a. Klien mengatakan teman berkurang Tidak evektif
semenjak di lapas
b. Klien malu dengan teman karena
klien merasa tidak pantas diantara
mereka
c. Klien mengatakan malu untuk
jika keluar dari lapas karena
statusnya sebagai napi
DO :
a. Klien tampak malu saat berbicara

DS :
2. a. Klien mengatakan lebih senang Menarik Diri Isolasi Sosial
sendirian
b. Klien mengatakan orang lain tidak
akan bias menerimanya di
lingkungan
DO :
a. Klien sering mengurungkan diri
dalam kamar

c. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah b.d koping individu tidak efektif d.d klien tampak malu
saat diajak berbicara,
2. Isolasi sosial b.d menarik diri d.d klien sering mengurung diri dalam kamar.
21
d. Intervensi
NO Dx Tujuan
Keperawatan
1 Harga Diri Tujuan Umum : a. Klien mampu 1. Lakukan pendekatan
Rendah b.d Klien dapat duduk dengan baik, menerima
koping melakukan berdampingan klien apa adanya dan
Individu keputusan yang dengan perawat bersikap empati
Tidak Efektif efektif untuk b. Klien mampu 2. Cepat mengendalikan
d.d klien mengendalikan berbicara dengan perasaan dan reaksi
tampak malu sitauasi kehidupan perawat perawatan diri sendiri
saat diajak yang demikian c. Klien mampu misalnya rasa marah,
berbicara menurunkan merespon Tindakan empati
perasaan rendah diri perawat 3. Sediakan waktu untuk
berdiskusi dan bina
SP 1 hubungan yang sopan
Klien dapat 4. Berikab kesempatan
membina hubungan kepada klien untuk
terapeutik dengan merespon
perawat
2 SP 2 a. Klien dapat 1. Tujuan emosional yang
Klien dapat mengungkapkan sesuai
mengenali dan perasaannya 2. Gunakan tekhnik
mengekspresikan b. Klien mampu komunikasi terapeutik
emosinya mengenali komunikasi terapeutik
emosinya dan terbuka
dapat 3. Bantu klie
mengekspesikannya mengekpresikan
perasaannya
4. Bantu klien
mengidentifikasikan
situasi kehidupan yang
tidak berada dalam
kemampuan dan
mengontrolnya
5. Dorong untuk
menyatakan secara
verbal perasaan-perasaan
yang berhubungan
dengan ketidak
mampuannya
3 SP 3 a. Klien dapat 1. Diskusikan masalah
Klien dapat mengidentifikasi yang dihadapi klien
memodifikasi pola pemikiran yang dengan memintanya
kognitif yang negatif negative untuk menyimpulkannya
b. Klien dapat 2. Identifikasi pemikiran
menurunkan negative klien dan
penilaian yang bantu untuk
menurunkan

22
negative pada melalui interupsi dan
dirinya substusi
3. Evaluasi ketetapan
persepsi logika dan
kesimpulan yang di
buat klien
4. Kurangi penilaian klien
yang negative terhadap
dirinya
5. Bantu klien menerima
nilai yang dimilikinya
atau perilaku atau
perubahan yang terjadi
pada dirinya
4 SP 4 a. Klien mampu 1. Libatkan klien dalam
Klien dapat menentukan menetapkan tujuan yang
berpartisipasi dalam kebutuhan untuk ingin dicapainya
mengambil perawatan pada 2. Memotivasi klien untuk
keputusann yang dirinya membuat jadwal
berkenan dengan b. Klien dapat aktivitas perawatan
perawatan dirinya berpartisipasi dalam dirinya
pengambilan 3. Berikan privasi sesuai
keputusan kebutuhan yang
ditentukan
4. Berikan reinsforcement
positif tentang
pencapaian kegiatan
yang telah sesuai
dengan keputusan yang
ditentukannya

e. Implementasi dan Evaluasi

NO Tanggal / Jam Impelentasi Evaluasi


.
1 17 Februari 1. Bina Hubungan saling percaya S : Klien menjawab dalam dan
2020 dengan : mengatakan selamat siang,
Jam 12.40 a. Menyapa klien dengan ramah menyebut nama dan alamat
b. Memperkenalkan diri dengan
sopan O:
c. Menanyakan nama lengkap - Klien mau berjabat tangan
serta alamat klien - Klien mau duduk berdampingan
d. Menunjukan sikap empati, - Klien maumengutarakan
jujur dan menempati janji masalahnya
e. Menanykan masalah yang
dihadapi A : SP 1
tercapai P :
- Lanjutkan SP 2 adakan kontrak
23
waku pertemuan berikutnya
- Anjurkan klien untuk dapat
menyapa perawat jika bertemu
dan percaya jika perawat akan
membantu masalah yang
dihadapi
2 18 Februari 2. Bina hubungan terapeutik dengan S : Klien mau duduk berdampingan
2020 dengan perawat : dengan perawat
a. Pendekatan dengan baik O:
Jam 12.30 ,menerima klien apa adanya - Klien mampu berbincang
b. Mengidentifikasi perasaan – bincang dengan perawat
dan reaksi perawatan diri - Klien mampu merespon
sendiri tindakan perawat.
c. Menyediakan waktu untuk A : SP 2
bina hubungan yang sopan tercapai P :
d. Menberikan kesempatan - Lanjutkan SP 3 adakan
untuk merespon kontrak waktu pertemuan
berikutnya.
- Anjurkan klien mampu
berkomunikasi,mampu memulai
berbicara dan tidak janggung.
3 19 Februari 3. Mengidentifikasi kemampuan S : Klien mengatakan cara
2020 dan aspek positif yang dimiliki penilaian positif tidak boleh berfikir
Jam 15.30 dengan: jelek terhadap orang lain,sopan
a. Membantu mengidentifikasi santun dan ramah yang diutamakan.
dengan aspek yang positif O : Klien dapat mengungkapkan
b. Mendorong agar perasaannya
berpenilaian positif A : SP 3 teratasi sebagian
c. Membantu mengungkapkan P:
perasaannya - lanjutkan SP 1 keluarga
- Anjurkan klien untuk
mempertahankan hubungan
saling percaya berinteraksi
secara terarah.

24
BAB IV

PENUTU

A. Kesimpulan
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun 1995).
Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga pemasyarakatan karena menjalani
hukuman akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Mereka akan mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi
mereka harus tetap mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan.
Selain itu, mereka juga harus terpisah dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa,
kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar, atau kehilangan pola seksualitasnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang menjadi narapidana adalah faktor
ekonomi, faktor mental, dan faktor pribadi. Masalah kesehatan yang muncul pada
narapidana yang berada di lapas yaitu kesehatan mental dan fisik. Kebanyakan
masalah kesehatan terjadi pada narapidana wanita dan remaja karena adanya koping
tidak efektif. Penatalaksanaan pada narapidana yang mengalami gangguan jiwa yaitu
terapi psikoterapi, keperawatan, terapi kerja.

25
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai andil
dalam memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan kepada semua
masyarakat bahkan narapidana sekalipun, karena banyak narapidana yang mengalami
gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan sampai berat (Butler,
dkk. 2005).

B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penangan masalah
keperawatan khusunya pada narapidana harus memiliki pengetahuan yang luas dan
tindakan yang dilakukan harus rasional sesuai gejala penyakit dan asuhan
keperawatan hendaknya diberikan secara komprehensif, biopsikososial cultural dan
spiritual.

26
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ilmu. (2017). Ilmu Sosial dan Keislaman Vol.2 No.1.

Jurnal Perkotaan. (Juni 2019). Jurnal Perkotaan Vol.11

No.1.

Justisia, F. (Januari - Maret 2015). Jurnal Ilmu Hukum. Jurnal Ilmu Hukum Vol.9 No.1.

Skillab Of Laboratory Keperawatan Jiwa . (2018 - 2019). Semarang: UNISSULA PRESS.

Sovia Hasnah, S. (2020, Maret 19). com. Retrieved from com:


https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt598d737413c6a/
penggolongan- penempatan-narapidana-dalam-satu-sel-lapas/

Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1


Cetakan Ke III (Revisi). (2017). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1


Cetakan II. (2018). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

web.id. (2020, Maret 13). Retrieved from web.id: https://kkbi.web.id

27

Anda mungkin juga menyukai