Anda di halaman 1dari 61

KEBUTUHAN KHUSUS PERMASALAHAN

PSIKOLOGIS PADA KASUS KDRT

DISUSUN OLEH
Kelompok 2:
1. Ely Azlita 2215201110
2. Ida Eswi Sinaga 2215201111
3. Istitoah n Sopiah 2215201123
4. Noviza Farida Dwi Putri 2215201106
5. Wenny Sianipar 2215201116
6. Yusrita Manurung 2215201130
7. Rika Sari 2215201117
8. Rotua Hulu 2215201120
9. Nur Romadoni 2215201125
10. Lilis Eriani 2215201119
11. Rena Sulastri 2215201132
12. Khasi Lestari Pohan 2215201123
13. Pretty Tampubolon 2215201134

PRODI : S1 KEBIDANAN

MATA KULIAH : ASUHAN KEBIDANAN PADA PEREMPUAN DAN

ANAK DENGAN KONDISI RENTAN

DOSEN PEMBIMBING : ELVALINI WARNELIS, SST, MKM

PRODI S1 KEBIDANAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai dengan selesai. Saya dan teman kelompok saya sangat berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Maret 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekerasan Dalam Rumah Tangga di dunia setiap tahun mengalami


peningkatan. Meski kasus terbanyak ada pada perempuan, namun laki-laki juga bisa
mengalami KDRT (Helmi, 2017). Pada laki-laki KDRT yang dialami cenderung ke
tindakan ancaman, pelecehan, serta pemaksaan, yang berujung pada kematian
(Hogan, 2016). Menurut Sukeri dan Man (2017) dampak-dampak yang diterima
oleh korban KDRT diantaranya sakit fisik bahkan kecacatan, rasa cemas hingga
stress tingkat tinggi yang bisa berujung pada depresi dan gangguan jiwa. Pada
perempuan, KDRT juga bisa mengganggu kesehatan reproduksi, sepertipenurunan
libido dan menopause lebih awal. Jelas terlihat bahwa dampak KDRT bisa
merenggut nyawa laki-laki maupun perempuan.
Sebagian besar kasus KDRT di dunia dialami oleh perempuan. Menurut
WHO (2016), kurang lebih 60% wanita yang telah menikah dari sekitar 50 negara
di dunia mengalami kekerasan fisik dan seksual. Bangladesh merupakan 1 dari 50
negara tersebut, dimana wanita yang berusia 15-19 tahun lebih besar mengalami
kekerasan fisik dan seksual dengan presentase 48%, dibandingkan wanita yang
berusia 45-49 tahun sebesar 10%. Data yang sama diperoleh dari hasil penelitian
Fakir, dkk (2016) di Kota Peru, dimana 41% wanita yang berusia 15-19 tahun
mengalami kekerasan fisik, seksual atau keduanya dan sebaliknya wanita yang
berusia 45-49 tahun hanya sebanyak 8%. Data tersebut menunjukan perbandingan
yang tinggi antara KDRT yang dialami wanita usia 15-19 tahun dengan wanita yang
lebih tua.
Beberapa sumber menunjukan jumlah KDRT di beberapa negara yang ada
di Asia termasuk Indonesia. Presentase tertinggi terdapat di Timor Leste kurang
lebih 59%, Afghanistan sebanyak 51%, dan terendah yaitu Singapurasebanyak 6%
(Plan International, 2020). Dari Catatan Tahunan Komisi Nasional Perempuan
Indonesia tahun 2017 Indonesia mencapai angka 75% atau sebanyak

1
10.205 kasus KDRT (KPPA, 2017). Data di atas menunjukan bahwa kasus KDRT
di Asia tergolong tinggi.
Kasus KDRT yang tinggi terdapat di beberapa Provinsi di Indonesia.
Tahun 2015 perempuan Indonesia yang mengalami kekerasan berjumlah 69% dan
30% diantaranya dialami oleh perempuan yang berusia di bawah 18 tahun
(Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /KPPA, 2015).
Selain itu, enam provinsi dengan kasus KDRT yang tinggi, yakni Jawa Barat
sebanyak 1.459 kasus, Jawa Timur 1.455 kasus, Banten 918 kasus, SulawesiSelatan
879 kasus, DKI Jakarta 820 kasus, dan Nusa Tenggara Barat 437 kasus (Badan
Pusat Statistik, 2019). Data di atas menunjukan bahwa di Indonesia, Provinsi Jawa
Barat memiliki kasus KDRT tertinggi pada tahun 2019 dan kasus terendah terdapat
di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Terdapat beberapa sumber yang menunjukan tingginya kasus KDRT di
Kota Manado. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mantiri, Siwu dan Kristanto
(2013) menunjukan bahwa perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun lebih
sering mengalami KDRT, dengan presentase 68,53% dialami wanita dalam rentan
usia 15-20 tahun, 24,07% dialami oleh wanita berusia 21-25 tahun, dan 5,55%
dialami oleh wanita dengan usia 26-30 tahun. Selain itu, KDRT yang dialami oleh
wanita yang berusia dibawah 20 tahun juga bisa dilihat dari data yang diperoleh
Badan Pusat Statistik (2019), yaitu kurang lebih 19,43% kasus di perkotaan dan
32,24% di Pedesaan. Data tersebut menunjukan bahwa sebagian besar kasus KDRT
di Kota Manado dialami oleh wanita di bawah usia 20 tahun.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengurangi kejadian KDRT. Pada
tahun 2014, Uni Afrika meluncurkan kampanye untuk menghapus perkawinan anak
di bawah umur demi mencegah terjadinya peningkatan KDRT (UNICEF, 2014).
Beberapa negara juga telah membuat UU untuk mencegah kasus KDRT, seperti
Malaysia yang memberlakukan Akta Keganasan RT Tahun 2004, Filipina yang
memberlakukan Anti-Violence Against Women and Their Children act of 2004, dan
Provinsi Manitoba Kanada yang memberlakukan Domestic Violence and Stalking
act. Indonesia juga telah mengeluarkan UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan KDRT (UU PKDRT) dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(KEMENKUMHAM, 2006). Selain itu, terdapat beberapa Lembaga

2
Pemerintah seperti Pusat Pelayanan Terpadu yang menyediakan layanan konseling
serta rumah aman untuk korban KDRT, dan Badan Penasehatan, Pembinaan, dan
Pelestarian Perkawinan (BP4) yang menyediakan layanan bimbingan/kursus calon
pengantin (KEMENKO PMK, 2019). Dapat dilihat bahwa KDRT menjadi masalah
serius di berbagai negara yang mendapat perhatian dari Pemerintah setempat.
Walaupun upaya-upaya di atas telah dilakukan Pemerintah, namun angka
kejadian KDRT masih tetap tinggi. Selain itu penelitian tentang KDRT masih
sangat terbatas, serta wanita korban KDRT masih banyak yang memilih untuk tidak
melaporkan kasus KDRT yang dialami. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian
ini untuk mengetahui persepsi wanita tentang kekerasan dalam rumah tangga.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana pemahaman Ibu tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengeksplorasi persepsi wanita yang mengalami KDRT

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Hasil sintesis dalam penelitian ini diharapkan bisa menjadi landasan


konseptual yang berguna untuk pengembangan ilmu keperawatan,
terutama untuk penelitian-penelitian selanjutnya, baik penelitian
kualitatif maupun kuantitatif.

1.4.2 Praktis

Penelitian ini diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan atau


informasi masyarakat tentang bahaya KDRT serta penyebabnya, lebih
khusus penyebab utama yakni pernikahan di usia muda, agar
masyarakat bisa mencegah penyebab KDRT tersebut.

3
1.5 Ringkasan Bab

Dalam penelitian ini, peneliti membagi tujuh pokok bahasan, yang pertama
Bab I yaitu pendahuluan. Dalam bab pendahuluan ini berisi latar belakang, tujuan
penelitian, pertanyaan penelitian dan ringkasan bab. Berikutnya bab II yakni
tinjauan pustaka, yang berisi konsep teori yang digunakan dalam penelitian ini.
Dalam bab II ini juga berisi tentang penelitian terkait masalah kekerasan dalam
rumah tangga, dan aplikasi teori keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu teori keperawatan dari Pamela G. Reed. Selanjutnya bab III kerangka konsep.
Bab ini berisi kerangka konsep dari teori keperawatan yang digunakan dalam
penelitian, serta definisi konseptual dalam penelitian ini.
Selanjutnya bab IV yaitu metode penelitian. Dalam bab ini berisi tentang
metode yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi desain, lokasi dan waktu
penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, pengumpulan dan analisa
data, serta etika penelitian. Berikutnya Bab V yaitu hasil penelitian, berisi tentang
hasil yang diperoleh selama proses penelitian. Selanjutnya Bab VI yaitu
pembahasan, berisi penjelasan dari tema yang diperoleh dari hasil penelitian, serta
keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Terakhir Bab VII yaitu penutup, berisi
tentang kesimpulan dan saran penelitian.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB II ini dibahas tentang teori-teori dari topik yang diangkat,
meliputi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), KDRT pada pernikahan dini,
dan Persepsi wanita tentang KDRT. Dalam BAB II ini juga akan dibahas tentang
penelitian terkait dan teori keperawatan yang akan digunakan. Teori-teori yang ada
diperoleh dari textbook, e-book, e-journal, dan e-resources dengan kata kunci :
kawin dini dan kdrt, child marriage, violence against women.

2.1 Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

2.1.1 Pengertian KDRT

Beberapa sumber menjelaskan pemahaman tentang Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (KDRT). Menurut World Health Organization (WHO), kekerasan
adalah suatu perilaku terhadap seorang atau sekelompok orang dengan
menggunakan kekuatan atau kekuasaan yang disengaja sehingga menyebabkan luka
fisik, kerugian secara psikologi, bahkan kematian. Kekerasan juga diartikan sebagai
keadaan yang bisa membahayakan fisik yang dilakukan oleh seseorang terhadap diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan sekitar (Stuart & Sundeen, 2015). Dari dua
pernyataan di atas, kekerasan bisa disimpulkan sebagai perilaku/tindakan yang
dilakukan seorang terhadap yang lain, yang memberikan dampak fisik, psikologi,
sampai pada kematian.
Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT) No. 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa KDRT merupakan perilaku yang
bisa memberikan dampak negatif baik secara fisik, psikis, maupun seksual yang
dilakukan oleh suami, istri, atau anak dalam suatu keluarga. Selain itu, Abolmaali
(2014) mendefinisikan KDRT sebagai tindakan kekerasan yang terjadi antar
anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Jadi dapat disimpulkan bahwa KDRT
merupakan suatu tindak kekerasan baik secara fisik maupun psikologis yang
berdampak buruk dan terjadi dalam lingkup rumah tangga.

5
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak hanya dilakukan oleh
suami terhadap istri atau orang tua terhadap anak, tapi ada juga istri terhadap suami
bahkan anak-anak terhadap orang tua. Tindak kekerasan yang dilakukan bukan
hanya melukai fisik, tapi kata kasar atau penelantaran keluarga juga merupakan
tindak kekerasan secara psikologis/emosional (Kurniawan, 2015). Contoh
kekerasan secara psikologis/emosional lainnya menurut Khaleed (2018) adalah
ketergantungan pada pasangan dalam hal ekonomi, yang dikarenakan suami
melarang istri untuk bekerja atau sebaliknya. Bisa juga seperti istri yang dipaksa
bekerja sendiri tanpa bantuan nafkah dari suami, atau hasi kerja yang dirampas oleh
pasangan. Hal itu termasuk kekerasan karena merebut hak yang tidak seharusnya.
Jadi suatu tindak kekerasan bukan hanya berupa tindakan secara langsung yang
melukai fisik, dan pelaku kekerasan bukan hanya orang tua atau suami, tetapi
seluruh anggota keluarga yang ada.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga memiliki keterkaitan dengan kesehatan
mental/jiwa. Menurut Kurniawan (2015), kondisi psikologis seseorang
dicerminkan lewat tingkah laku atau perilaku orang tersebut. Perilaku akan
membaik saat kondisi psikologis baik, sebaliknya saat kondisi psikologis terganggu
atau mengalami tekanan maka perilaku mereka juga bisa berubah tanpa disadari.
Bisa lebih pendiam atauh bahkan lebih agresif. Namun demikian, sebagian besar
korban atau pelaku KDRT memilih untuk tetap bersama, meskipun sering
mengalami kekerasan dan penderitaan yang berat (Khaleed, 2018). Menurut
Khaleed, terdapat beberapa alasan, seperti cinta korban terhadap pelaku yang begitu
dalam, ketergantungan korban secara finansial terhadap pelaku, keselamatan diri
korban, atau bahkan kepercayaan yang melarang sebuah perceraian. Dari alasan-
alasan tersebut bisa membuat korban memendam sendiri apa yang dirasakan
sehingga bisa mengganggu mental korban tersebut.

2.1.2 Jenis-Jenis KDRT

Terdapat berbagai jenis kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang


sering terjadi menurut undang-undang KDRT Tahun 2004. Yang pertama
kekerasan fisik, yaitu suatu tindakan yang bisa menimbulkan rasa sakit atau luka,
contohnya pukulan, tendangan, menjambak, mendorong, bahkan sampai

6
membunuh, yang bisa dengan mudah dideteksi dari hasil visum. Kedua kekerasan
psikis, adalah kekerasan yang bersifat tersembunyi, berupa hinaan atau ancaman,
yang bisa menimbulkan rasa takut, kehilangan rasa percaya diri dan kemampuan
dalam bertindak, serta ketidak berdayaan atau penderitaan, serta keinginan untuk
bunuh diri. Ketiga kekerasan ekonomi, berupa penelantaran orang dalam lingkup
rumah tangga, seperti dipaksa bekerja, bahkan mengambil harta pasangan tanpa
sepengetahuan. Yang terakhir kekerasan seksual, adalah tindakan memaksa untuk
melakukan hubungan seks terhadap orang dalam lingkup rumah tangga, seperti
memegang atau menyentuh organ seks, mencium paksa, bahkan paksaan untuk
melakukan hubungan intim, yang bisa membuat korban takut dan merasa trauma
sehingga bisa mengganggu kejiwaan korban (Makhfudli, 2009).
Selain itu, menurut Hayes (2018) terdapat enam jenis kekerasan dalam
rumah tangga. Yang pertama kekerasan fisik, adalah kekerasan dengan penggunaan
kekuatan fisik terhadap yang lain, seperti memukul, mendorong, meraih, menggigit,
menahan, gemetar, tersedak, membakar, memaksa penggunaan obat-obatan /
alkohol, dan menyerang dengan senjata. Kekerasan fisik bisa mungkin dan tidak
mungkin mengakibatkan cedera yang memerlukan perhatian medis. Kedua adalah
kekerasan seksual, yaitu pelanggaran integritas tubuh seseorang (penyerangan
seksual), termasuk pemaksaan kontak seksual, pemerkosaan dan pelacuran, serta
perilaku seksual yang tidak diinginkan (pelecehan seksual) secara verbal atau non-
verbal. Ketiga, kekerasan ekonomi, yaitu membuat atau berusaha membuat korban
secara finansial bergantung pada pelaku, contohnya melarang bekerja dan
mengendalikan keuangan. Keempat, pelecehan psikologis, meliputi intimidasi,
ancaman bahaya dan isolasi, contohnya menanamkan rasa takut pada pasangan
intim melalui perilaku mengancam. Kelima, pelecehan spiritual dapat dimasukkan
sebagai jenis pelecehan psikologis. Ini melibatkan penyalahgunaan kepercayaan
spiritual atau agama untuk memanipulasi atau mengerahkan kekuasaan dan kontrol
terhadap pasangan. Keenam adalah pelecehan emosional, sepperti merusak rasa
harga diri seseorang, dengan mengkritik secara terus-menerus, mengejek dan
mempermalukan.

7
Dari kekerasan yang diuraikan di atas, masing-masing kekerasan bisa
terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja yang bisa berdampak buruk bagi
anggota keluarga yang merupakan korban dalam suatu rumah tangga.

2.1.3 Penyebab Terjadinya KDRT

Penyebab terjadinya KDRT sangat beragam. Menurut Setyawan (2019),


beberapa penyebab terjadinya KDRT diantaranya kekeliruan memahami ajaran
agama dalam kesetaraan laki-laki dan perempuan, menyebabkan banyak yang
menganggap laki-laki sebagai kepala keluarga harus menjadi yang utama dalam
berbagai hal sehingga laki-laki bisa menguasai perempuan. Adanya anggapan
masyarakat tentang istri yang harus bergantung pada suami terlebih dalam bidang
ekonomi juga bisa memicu terjadinya konflik hingga kekerasan. Selain itu,
penyebab yang lebih sering terjadi sekarang ini, yaitu pernikahan usia muda atau
pernikahan dini (Nasution, 2016). Pernikahan dini menjadi penyebab KDRT,
dikarenakan kesiapan yang belum cukup matang, dari segi bio, psiko, sosial. Ketika
menjalani kehidupan rumah tangga dengan masalah yang sering muncul, mereka
yang menikah dengan usia yang masih tergolong muda sangat cepatterbawa emosi,
sehingga memicu terciptanya konflik dan berakhir pada kekerasan psikis, bahkan
kekerasan fisik.
Selain itu, menurut Miharja (2019), frustasi dan citra diri rendah menjadi
salah satu penyebab KDRT. Hal tersebut muncul ketika suami merasa putus asa
dengan semua masalah yang dirasakan, namun disisi lain istri menuntut suami
untuk melakukan tanggung jawabnya sehingga tingkat frustasi meningkat dan sulit
untuk mengendalikan emosi. Hal yang berbeda terjadi pada keluarga dengan tingkat
ekonomi menengah ke atas dan gaya hidup yang mewah, dimana saat terjadi
penurunan pendapatan akan membuat anggota keluarga merasa malu dan menuntut
kepala keluarga sebagai pencari nafkah. Dalam hal ini, status ekonomi memegang
peran penting, dimana status ekonomi bisa mempengaruhi situasi yang ada dalam
suatu rumah tangga. Berbagai tuntutan dari para istri membuat mayoritas laki-laki
merasa tertekan, sehingga sulit bagi mereka untuk mengendalikan emosi, dan ketika
emosi sudah tidak bisa dikendalikan maka terjadilah kasus kekerasan yang
dilakukan suami terhadap istri.

8
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan

Selain penyebab, terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi


terjadinya kekerasan. Yang pertama faktor demografis, meliputi usia, jenis kelamin,
ras dan etnis, serta status sosial ekonomi. Kedua faktor individual, yaitu pengaruh
yang muncul dari karakteristik seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan,
seperti pengaruh neurologi dan genetik. Pola pikir seseorang juga bisa menentukan
perilaku yang muncul. Yang ketiga faktor lingkungan, merupakan faktor dari luar
diri seseorang yang berpengaruh terhadap perkembangan, seperti teman-teman,
komunitas/gank, serta keluarga (Seifert, 2012).
Selain itu, menurut Huecker dan Smock (2020), faktor pengaruh untuk
kekerasan dalam rumah tangga antara lain masalah individu, hubungan, komunitas,
dan masyarakat. Tingkat pendidikan yang rendah dan penyalahgunaan narkoba dan
alkohol juga bisa mempengaruhi seseorang untuk melakukan kekerasan dalam
rumah tangga. Selain itu, korban atau siapapun yang menyaksikan kekerasan dalam
rumah tangga memiliki kemungkinan untuk melakukan hal yang sama, dikarenakan
kekerasan yang mereka lihat atau alami dipercaya bisa menyelesaikan konflik.
Dominasi dapat mencakup pelecehan emosional, fisik, atau seksual yang mungkin
disebabkan oleh interaksi faktor-faktor situasional dan individual. Ini berarti pelaku
mempelajari perilaku kekerasan dari keluarga, komunitas, atau budaya mereka.
Dari uraian di atas, bisa kita pahami bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi berbeda dengan penyebab. Faktor-faktor adalah berbagai hal atau
situasi yang memberikan pengaruh terhadap sesuatu, sedangkan penyebab
merupakan hal-hal yang bisa langsung memberikan akibat terhadap sesuatu.

2.1.5 Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa berdampakbagi


mereka yang menjadi korban. Terdapat lima dampak KDRT menurut Noorkasiani,
dkk (2009). Pertama, dampak kesehatan fisik, bisa berupa cedera, gangguan fungsi
tubuh, Status kesehatan buruk, dan ketidakmampuan secara terus menerus. Kedua,
dampak kesehatan reproduksi, meliputi gangguan kesehatan reproduksi, hamil
yang tidak diinginkan sehingga berujung pada tindakan aborsi,

9
komplikasi kehamilan yang bisa menyebabkan BBLR, dan beberapa penyakit
seperti HIV/AIDS. Ketiga, dampak emosional, seperti keadaan stress pasca trauma
yang mengakibatkan seseorang mengalami kecemasan hingga depresi. Hal tersebut
membuat seseorang merasa tidak lagi mempunyai harga diri, sehingga berbagai
upaya percobaan bunuh diri terus dilakukan. Keempat, dampak perilaku, yaitu
dampak yang timbul dari dalam diri seseorang yang bisa memberikan kerugian
untuk diri sendiri. Perilaku tersebut meliputi ketidakaktifan fisik, praktek seksual
beresiko, dan penyalahgunaan zat terlarang. Kelima, dampak profesional,
merupakan dampak yang timbul di tempat kerja seseorang, seperti kinerja yang
menurun bahkan menjadi buruk, waktu yang lebih banyak dihabiskan untuk
persoalan rumah tangga, serta rasa takut untuk kehilangan pekerjaan.
Baquandi, dkk (2009) menyatakan pendapatnya tentang dampak yang
merugikan dari KDRT, seperti mengalami sakit fisik, merasa tertekan,
berkurangnya harga diri dan rasa percaya diri, merasa tidak berdaya, bahkan stress
hingga depresi yang memicu keinginan untuk bunuh diri. Selain itu, KDRT juga
bisa menyebabkan lebam dan memar akibat pukulan atau tendangan suami (Hawari,
2009).
Bisa dilihat berbagai dampak-dampak yang diakibatkan dari tindakan
KDRT bisa saling mempengaruhi yang menyebabkan timbulnya berbagaipenyakit
atau gangguan dalam diri seseorang yang menjadi korban. Jika seseorang
mengalami lebih dari satu jenis kekerasan, maka dampak yang akan diterima orang
tersebut beresiko lebih fatal dari mereka yang mengalami hanya satu jenis
kekerasan.

2.1.6 Cara Penyelesaian Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Setiap orang memiliki cara-cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah


yang dialami, termasuk masalah KDRT. Kasus KDRT bisa diselesaikan secara
kekeluargaan, dan bisa juga langsung melalui pengadilan agama. Perlu juga untuk
melihat penyebab dari permasalahan yang terjadi. Jika masih bisa diselesaikan
secara kekeluargaan, maka penyelesaian dilakukan hanya melalui proses
perdamaian dari suami dan istri yang terlibat dalam masalah tersebut. Namun jika

10
tidak berhasil, maka perlu untuk melibatkan orang lain sebagai penengah dengan
melakukan tiga tahapan dalam menyelesaikan masalah tersebut, yaitu tahap
sebelum penyelesaian, tahap pelaksanaan penyelesaian, dan tahap akhir dari
penyelesaian. Akan tetapi, jika dengan kekeluargaan tidak juga memberikan hasil,
maka jalan terakhir adalah dengan menyelesaikan masalah melalui pengadilan
agama (Niza & Sakban, 2017).
Terdapat juga pemahaman menurut Missa (2010) terkait dengan
penyelesaian masalah KDRT. Menurut Missa, berbagai jenis kekerasan bisa
diselesaikan melalui permintaan maaf, agar bisa muncul kembali kepercayaan diri
dari pihak yang menjadi korban. Selain itu, sebagai pelaku perlu juga untuk
memperbaiki diri dan menunjukkan bahwa pelaku memiliki keinginan untuk hidup
bersama kembali dan mempertahankan kehidupan rumah tangga bersama korban
dan anggota keluarga lainnya.
Dengan demikian, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam menyelesaian
masalah, terlebih masalah rumah tangga, kita perlu untuk memahami seperti apa
penyebab dari masalah yang muncul agar kita bisa memilih cara penyelesaian yang
tepat untuk masalah tersebut.

2.1.7 Pengaruh Budaya dalam Menghadapi KDRT

Setiap negara memiliki kebudayaan yang berbeda-beda yang dianut oleh


setiap penduduk yang ada. Budaya (culture) secara filosofis diartikan sebagai
sesuatu yang umum/luas, meliputi kebiasaan, kepercayaan, adat istiadat, ilmu
pengetahuan, perilaku, hukum, dan moral (Susanto, 2016). Menurut Luddin (2010),
budaya adalah cara yang dipercayai sejak lahir dan tertanam dalam diri seseorang
atau sekelompok orang dalam menjalankan dan mengembangkan pengetahuan
selama proses kehidupan. Hal tersebut ditunjukkan dalam sikap keseharian
seseorang dalam memberikan pendapat atau menilai sesuatu. Bisa disimpulkan
bahwa budaya merupakan sesuatu yang tertanam dalam diriseseorang, mencakup
pengetahuan tentang cara pandang terhadap sesuatu yang terjadi.

11
Budaya yang dianut oleh tiap individu bisa mempengaruhi cara pandang
dari individu itu sendiri. Menurut Sutiah (2020), seseorang yang baik bisa menjadi
jahat karena pengaruh dari budaya yang dianut. Pengaruh tersebut bisa menjadi
lebih parah saat terjadi keterbelakangan budaya pada masyarakat tertentu, dimana
mereka merasa apa yang mereka percayai selama ini sudah benar dan maju,
sehingga mereka sulit untuk menerima masukan dari orang lain untuk merubah cara
pandang mereka dalam menjalani kehidupan. Selain itu, menurut Atmadja (2010),
budaya modern yang memiliki peran terkuat saat ini bisa memberikan pengaruh
terhadap perubahan sosial, seperti program TV yang diterima seluruh dunia bisa
menyebabkan timbulnya budaya yang seragam. Namun hal tersebut hanya berupa
gambaran semata tentang budaya yang bisa mempengaruhi cara pandang tiap
individu atau kelompok masyarakat.
Terdapat perbedaan dan persamaan cara pandang terhadap tindakan
kekerasan dalam rumah tangga sesuai dengan kebudayaan dari negara-negara di
dunia. Budaya Asia, termasuk Indonesia masih sebagian besar masyarakat
menganut budaya yang memandang pria lebih kuat secara fisik. Selain itu, faktor
ekonomi juga membuat para wanita yang ada di Asia lebih bergantung ke suami,
sehingga membuat suami merasa memiliki kekuatan dan kekuasaan, dan bisa
membuat kekerasan, khususnya kekerasan fisik terhadap wanita atau istri (Jahan,
2018). Menurut Abbas (2015), masyarakat Asia juga sebagian besar dikendalikan
oleh pria dan sebagian besar wanita berada di bawah tekanan sosial dan emosional,
sehingga kurang berani melaporkan masalah yang dialami di dunia luar. Hal itu
membuat sebagian besar korban dari kasus KDRT di Asia adalah perempuan.
Untuk kebudayaan Afrika sebagian besar kasus KDRT disebabkan karena
perselingkuhan, yang membuat wanita diam dan sangat sedikit membela diri dari
pasangan yang kejam. Hal tersebut membuat masyarakat berusaha mencoba
menghentikan atau mengurangi kekerasan yang sering dialami perempuan (Abeya,
2012). Sama halnya dengan budaya Eropa, dimana yang menjadi korban KDRT
adalah wanita, dan pastinya akan terkena dampak negatif pada psikologi korban
tersebut (Kalmendi, 2015).
Bisa disimpulkan bahwa dari negara-negara dalam tiga benua di dunia
memiliki persamaan budaya terkait dengan masalah KDRT, yaitu korban yang

12
didominasi adalah perempuan. Sementara untuk perbedaannya bisa dilihat pada
cara penyelesaiannya, dimana untuk Afrika masalah tersebut sudah tidak menjadi
masalah yang sering disembunyikan lagi, sehingga sudah bisa diketahui oleh
masyarakat setempat, berbeda dengan Asia dan Eropa yang masih suka
menyembunyikan masalah tersebut, bahkan tidak ingin menceritakan pada orang
terdekat ataupun pihak berwajb.

2.2 KDRT Pada Pernikahan Dini

Terdapat beberapa pemahaman para ahli tentang pernikahan dini.


Pernikahan dini menurut UNICEF (2018), adalah pernikahan baik formal atau tidak
formal dalam rentang usia di bawah 18 tahun. Setiap orang yang berumur di bawah
18 tahun masih dikategorikan anak, sehingga penikahan yang dilakukan oleh orang
dengan usia belum mencapai 18 tahun diartikan sebagai pernikahan dini atau
pernikahan di bawah umur (Musthofa, 2019). Sudah jelas bahwa pernikahan dini
adalah pernikahan di bawah umur, yang tentu mengalami resiko dibandingkan
pernikahan dengan usia yang tepat.
Pernikahan dini merupakan penyebab KDRT yang paling sering terjadi.
Saat menikah dengan usia masih di bawah 18 tahun beresiko akan menimbulkan
masalah dalam rumah tangga, dikarenakan pola dan cara berpikir yang belum cukup
matang untuk menjalani pernikahan (Nasution, 2016). Kurangnya kesiapan dari
berbagai aspek pada pasangan yang menikah muda menyebabkan sebagian
perempuan yang menikah muda sangat rentan mengalami KDRT, dan bisa berakhir
pada perceraian (Karto, 2019). Sangat jelas terlihat bahwa menikah di usia yang
masih terlalu muda belum sepenuhnya siap, baik dari segi biologis, psikologis, dan
sosial, sehingga bisa memicu terjadinya KDRT.

2.3 Persepsi Wanita tentang KDRT

2.3.1 Konsep Persepsi

Setiap manusia mempunyai persepsi yang berbeda terhadap sesuatu.


Persepsi secara umum merupakan proses yang diawali dengan mengamati sehingga
pancaindera bisa menerima rangsangan dan membuat manusia mampu

13
mengetahui, mengartikan, serta menghayati hal yang diamati, baik dalam diri
sendiri maupun dari luar dirinya sendiri (Pieter & Lubis, 2017). Persepsi juga
diartikan sebagai suatu proses seseorang untuk menafsirkan hal-hal yang dapat dia
rasakan di lingkungan sekitarnya (Sutrisman, 2019). Jadi persepsi dapat
disimpulkan sebagai proses bagaimana seseorang menilai/mengamati hal-hal yang
terjadi di sekelilingnya.
Dalam diri seseorang persepsi tidak muncul/datang dengan sendirinya.
Terdapat faktor yang berpengaruh dalam munculnya persepsi itu, seperti minat
untuk mengamati hal-hal tertentu, kepentingan yang bisa membuat seseorang
semakin peka terhadap objek persepsinya, kebiasaan dalam membentuk persepsi,
dan kecenderungan seseorang untuk objek tertentu. Dengan demikian tampak jelas
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya persepsi dalam diri seseorang.

2.3.2 Persepsi tentang KDRT

Persepsi tentang KDRT yang diutarakan informan sudah cukup baik. Salah
satu informan menyebutkan bentuk-bentuk KDRT, dan satu informan juga
menjelaskan secara detail bentuk-bentuk dari KDRT tersebut. Informan merasa
prihatin terhadap tindakan KDRT di Indonesia dan menyarankan pembuatan
program penanganan dan pencegahan KDRT (Kaunang dkk, 2016).
Selanjutnya, persepsi tentang KDRT menurut informan adalah tindak
kekerasan yang sering terjadi dalam suatu keluarga. Menurut informan kekerasan
tersebut bisa secara fisik maupun psikis. Kekerasan fisik lebih rentan dilakukan
oleh suami terhadap istri atau orang tua terhadap anak, sedangkan kekerasanpsikis
biasa dilakukan oleh istri terhadap suami (Jamaa & Rahman, 2017).
Menurut informan penelitian yang menikah muda, mereka sering
mengalami tindakan KDRT yang dilakukan suami. Faktor pendorong dari tindakan
tersebut yakni pekerjaan, masalah keuangan, masalah anak, masalah orang tua,
masalah saudara, kecemburuan terhadap masa lalu, tidak memasak, dan suami yang
ingin menang sendiri (Yuliani & Nastasia, 2017).
Selanjutnya menurut informan terdapat beberapa poin yang memicu
terjadinya KDRT. Poin-poin tersebut yakni mabuk dengan alkohol, terjadinya

14
perselingkuhan, pernikahan dini atau pernikahan usia muda, dan masalah ekonomi
keluarga (Baghi, Mokalu dan Mumu, 2017).
Informan yang pernah mengalami KDRT mengatakan merasa malu dan
hilang kepercayaan diri. KDRT dianggap sebagai pengalaman yang buruk dan
berharap untuk tidak terulang lagi. Informan hanya menyebutkan kepanjangan dari
KDRT dan jenis KDRT seperti kekerasan psikis dan fisik. Informan juga belum
memahami dengan baik tentang UU PDKRT No. 23 Tahun 2004, hanya mendengar
lewat media lisan (Amanullah dkk, 2018).
Informan mengatakan bahwa perempuan yang menikah usia dini sangat
beresiko mengalami KDRT yang dilakukan oleh suami. Kekerasan yang sering
terjadi yaitu kekerasan psikis, kemudian fisik, dan seksual (Rahayu dan Hamsia
2018).
Dari uraian di atas bisa dilihat bahwa setiap orang memiliki persepsi atau
pemahaman yang berbeda-beda dalam menjelaskan tentang KDRT.

15
2.4 Penelitian Terkait

Populasi/ Manfaat
No. Penulis Tempat Tahun Tujuan Desain/Metode Sampling/ Hasil dan/atau
Sampel Keterbatasan
Penelitian
1. Stefanie Indrie Mantiri, Kota Manado 2013 Untuk Menggunakan Populasi Kasus KDRT Peneliti
James F. Siwu, Erwin mengetahui desain semua terbanyak menulis
G. Kristanto hubungan usia penelitian kasus terjadi pada dengan jelas
saat menikah cross sectional KDRT pada usia menikah tentang
dengan kasus retrospektif pernikahan dini hubungan
KDRT di Kota dengan metode dini di Kota dibandingkan pernikahan
Manado observasi dan Manado/ dengan usia dini dengan
wawancara Terdapat 54 menikah terjadinya
sampel dewasa KDRT
2. Dian Mustika Kota Jambi 2014 Mengungkap Metode yang Faktor Peneliti tidak
faktor yang digunakan penyebab mencantumk
menyebabkan yaitu metode terjadinya an populasi,
terjadinya KDRT penelitian KDRT di jumlah
dan hubungan kualitatif Kota Jambi sampel dan
pernikahan dini dengan yaitu masalah sampling
dengan KDRT di pendekatan ekonomi, yang
Kota Jambi deskriptif adanya digunakan
analitik perselingkuh dalam
an, perilaku penelitian
buruk serta
faktor
emosional.

16
Selain itu,
terdapat
hubungan
antara
pernikahan
dini dengan
KDRT.
3. Mimi Yuliani, Kota Padang 2017 Untuk Metode Jenis Hasil Peneliti
Krisnova Nastasia Panjang mengetahui penelitian yang pengambila wawancara menjelaskan
faktor yang digunakan n sampel terhadap dua dengan
menyebabkan yaitu metode yaitu informan lengkap
istri mengalami penelitian purposive diperoleh tujuan hingga
KDRT pada kualitatif sampling, bahwa hasil
pasangan yang dengan jumlah terjadinya penelitian,
menikah usia pendekatan sampel KDRT dipicu sehingga bisa
muda di Kota fenomenologis sebanyak 2 oleh masalah menambah
Padang Panjang orang orang tua, referensi
anak, dan terkait topik
keuangan yang
diangkat

4. Maria Goretty Rawi Kelurahan 2017 Metode Terdapat Peneliti tidak


Baghi, Benedicta J. Paniki Dua, Penelitian yang beberapa menjelaskan
Mokalu, Rudy Mumu Kecamatan digunakan poin yang tujuan dari

17
Mapanget, yaitu metode memicu penelitian
Kota Manado penelitian terjadinya yang
kualitatif KDRT, dilakukan
diantaranya serta
mabuk populasi/sam
dengan pel/sampling
alkohol, dalam
adanya penelitian
perselingkuh
an, menikah
usia muda,
dan masalah
ekonomi
5. Septi Rani Dafeni, Atik Kelurahan 2017 Mencari Metode Populasi Secara Peneliti
Mawarni, Djoko Tinjomoyo, hubungan antara penelitian yang seluruh istri statistik, menulis
Nugroho, Yudhi Kecamatan faktor demografi, digunakan pasangan variabel yang dengan jelas
Dharmawan Banyumanik tingkat yaitu penelitian usia subur / berhubungan hubungan
pengetahuan istri, kuantitatif Simple dengan kejadian
dan ketidak dengan desain random KDRT pada KDRT
setaraan gender cross sectional sampling/ istri PUS dengan istri
dengan KDRT study Jumlah yaitu usia Pasangan
pada istri sampel 100 istri saat Usia Subur
Pasangan Usia orang menikah,

Subur (PUS) jumlah


pendapatan
dan
kesetaraan
gender.
6. Aristiana Prihatining Kelurahan 2018 Untuk Metode Populasi Yang sangat Peneliti tidak
Rahayu, Waode Nyamplungan, mengetahui penelitian yang perempuan beresiko mencantumk

18
Hamsia Paben faktor-faktor digunakan yang mengalami an dalam
Cantikan, pendorong yaitu metode menikah di KDRT yaitu angka
Surabaya terjadinya deskriptif usia 12-18 perempuan maupun
pernikahan dini kualitatif tahun dan yang presentase
serta dengan sekarang menikah jumlah
mendeskripsikan pendekatan berada pada usia perempuan
bentuk-bentuk studi kasus dalam dini dengan yang
KDRT yang rentan pelaku mengalami
sering dialami usia12-35 KDRT yakni KDRT secara
perempuan yang tahun/ suami, dan psikis, fisik,
menikah di usia Purposive paling sering maupun
dini. sampling/ terjadi yaitu seksual
Jumlah kekerasan
sampel 25 psikis, diikuti
orang kekerasan
fisik dan
kekerasan
seksual

7. Nanda Rizki Rahmita, Kota Banda 2019 Melihat Metode yang Populasi Terdapat Manfaat dari
Haiyun Nisa Aceh perbedaan jenis digunakan laki-laki perbedaan penelitian ini
KDRT dari usia yaitu metode dan jenis KDRT yaitu
saat menikah dan penelitian perempuan dari usia saat menambah
tingkat kuantitatif yang menikah dan referensi
pendidikan komparasi mengalami tingkat tentang
dengan analisis KDRT/ pendidikan, perbedaan
crosstab dan Incidental yaitu subjek jenis/bentuk
chi-square test sampling/ penelitian KDRT
for Sampel lebih banyak berdasarkan
independence berjumlah mengalami usia saat
86 orang control menikah dan

19
violence tingkat
pendidikan
dibandingka
n psycho-
physi cal
violence

Dari tujuh penelitian di atas, bisa dilihat bahwa menikah di usia muda lebih cenderung mengalami kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, yang dipicu oleh berbagai masalah seperti masalah ekonomi, masalah orang tua, perselingkuhan, dan faktoremosional

20
2.5 Aplikasi Teori Keperawatan

Teori keperawatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Self-


Transcendence Theory dari Pamela G. Reed. Dalam teorinya, terdapat dua poin
intervensi tindakan keperawatan dari Self-Transcendence Theory, yaitu secara
langsung berfokus pada sumber-sumber yang berasal dari dalam diri seseorang
terhadap transcendence/transendensi atau berfokus pada sebagian faktor personal
dan kontekstual yang berpengaruh terhadap hubungan dari self-transcendence
dengan vurnelability dan self-transcendence dengan keadaan baik/sehat.

2.5.1 Asumsi Utama

Untuk membuat kerangka-kerangka konseptual dalam teorinya, Pamela


G. Reed mengusulkan satu model yang menjelaskan bahwa pendidikan keperawatan
adalah keahlian khusus klinis. Kesehatan dalam model tersebut diusulkan sebagai
konsep utama yang ada dalam lingkup aktifitas ilmu perawatan . Sebuah asumsi dari
model ini yaitu fokus terhadap disiplin ilmu keperawatan, serta melibatkan
pengetahuan untuk melakukan promosi kesehatan. Terdapat empat asumsi utama
teori Reed :
Nursing (Keperawatan), yang mencakup aspek-aspek keperawatan. Peran
keperawatan yaitu menjadi pendamping orang lain dalam proses yang bertujuan
mendukung kesehatan/health dan kesejahteraan/well-being (Smith & Liehr, 2013).
Nursing juga diartikan sebagai peran dari seorang perawat dalam membantu
merawat inividu secara interpersonal dan menggunakan manajemen terapeutik, serta
menggunakan skill yang diperlukan dalam promosi kesehatan (Smith & Parker,
2015). Untuk melayani dan mendampingi orang-orang maka perawat memerlukan
skill dalam menjalankan perannya.
Person (Manusia) dengan kata lain individu. Menurut Masters, (2014),
manusia adalah seseorang yang mengalami perkembangan dalam jangka hidupnya
melalui interaksi dengan manusia lainnya dalam suatu lingkungan. Selain itu
menurut Alligood (2013), manusia merupakan individu yang sedang berkembang
dan melakukan proses interaksi dengan orang lain maupun lingkungan dan harus

21
dipahami untuk memperoleh kesehatan serta kesejahteraan. Setiap individu bisa
berkontribusi dengan orang lain untuk perkembangan di masa depan dalam
memperoleh keadaan sehat.
Health (Kesehatan) merupakan kondisi yang menerangkan seseorang
dalam keadaan baik. Alligood (2013) mendefinisikan kesehatan sebagai proses
dalam menjalani kehidupan dengan berbagai pengalaman seperti pengalaman
negatif dan positif. Asumsi ini bertujuan untuk mencapai suatu kesejahteraan.
Selain itu, kesehatan menurut Masters (2014) diartikan sebagai perasaan utuh dan
sehat menurut kriteria seseorang. Keadaan sehat termasuk dalam proses kehidupan
serta menciptakan pengalaman dalam mencapai kesejahteraan.
Environment (Lingkungan), yaitu tempat individu hidup dan berkembang.
Menurut Smith & Parker (2015) environment adalah kondisi yang di dalamnya
meliputi keluarga dan sesama manusia atau komunitas masyarakat yang
berkontribusi secara signifikan terhadap proses kesehatan yang bisa dipengaruhi
oleh proses keperawatan. Keluarga, lingkungan fisik, dan jaringan sosial merupakan
lingkungan, yang berhubungan signifikan terhadap proses kesehatan, yang
dipengaruhi perawat dalam mengatur proses komunikasi terapeutik antara aktivitas
perawat dan individu (Smith & Liehr, 2013). Lingkungan mempengaruhi hubungan
dengan proses kesehatan yang meliputi komunikasi terapeutik perawat dengan
individu.

2.5.2 Konsep Dasar Self-Transcendence Theory


Terdapat empat konsep dasar Self-Transcendence Theory dari Pamela G.
Reed, yaitu vulnerability, Self-Transcendence, Well-being, dan Well-being.

Vulnerability, yaitu kerentanan atau kesadaran. Menurut Aligood (2013),


vulnerability merupakan kesadaran sesorang akan adanya kematian, dimana terjadi
krisis kehidupan seperti ketidakmampuan/kecacatan, penyakit kronik, kondisi
terminal, kelahiran serta pengasuhan. Terdapat juga konsep tambahanyaitu
faktor moderating mediating dan poin-poin intervensi. Selain itu, menurut Smith &
Parker (2015), vulnerability merupakan konsep yang merujuk pada peningkatan
kesadaran sesorang akan adanya kematian. Peningkatan kesadaran manusia dapat
beragam, namun dalam hal ini peningkatan kesadaran dikhususkan

22
pada peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan serta mengancam hidup atau
melibatkan kerugian. Jadi vulnerability merupakan kesadaran dari dalam diri
seseorang tentang proses-proses yang bisa menyadarkan seseorang akan kematian
atau hal-hal yang merugikan.
Self-Transcendence, yaitu transendensi diri atau perubahan dalam diri
seseorang. Self-transcendence merupakan konsep utama dalam teori Reed, yang
mengacu pada kapasitas untuk memperluas batas-batas diri secara personal, yaitu
merujuk pada kesadaran yang besar akan pemikiran dasar seseorang dan duniawi,
yaitu kemampuan yang merujuk pada integrasi dari masa lalu dan masa depan yang
memiliki makna pada saat ini (Smith & Liehr, 2013). Selain itu, self-transcendence
diartikan sebagai satu gerak yang melampaui apa yang sudah dicapai, dari yang
kurang baik menjadi baik, dan bahkan bisa menjadi lebih baik, dengan
pengembangan konsep diri yang dibatasi secara multidimensi denganmelaksanakan
refleksi diri terhadap pengalaman masa lalu (batiniah), interaksi dengan lingkungan
(lahiriah) dan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran di masa depan (duniawi)
(Alligood, 2013). Self-transcendence bisa disimpulkan sebagai perubahan yang
dibatasi dengan dimensi kehidupan yang meliputi lingkungan, masa lalu dan
perbaikan di masa depan.
Well-Being, yaitu kesejahteraan. Reed mengartikan well-being sebagai
seluruh perasaan sehat yang dipengaruhi oleh sejarah, budaya, sosial, spiritual,
keluarga, dan hubungan penting lainnya. Menurut Reed, seseorang dengan tingkat
depresi yang rendah dan mampu menunjukan kepuasan dalam hidup adalah
seseorang yang memiliki tingkat well-being tinggi (Smith & Parker, 2015). Well-
being juga diartikan sebagai perasaan utuh dan sehat menurut kriteria dan
bergantung pada tiap individu. Well-being disebut juga keadaan sejahtera dengan
mencakup kepuasan hidup, konsep diri yang positif, harapan dan kebahagiaan, serta
makna dalam kehidupan (Smith & Liehr, 2018). Kesejahteraan bisa dilihat dari
tingkat depresi seseorang terhadap kepuasan hidup.
Moderating-mediating Factors, yaitu faktor-faktor yang berpartisipasi.
Terdiri dari faktor-faktor yang merupakan variabel-variabel personal dan
kontekstual serta bisa berkontribusi dengan baik, seperti usia, jenis kelamin,
pengalaman hidup, lingkungan sosial, riwayat masa lalu, dan persepsi spiritual.

23
Variabel-variabel tersebut dapat mempengaruhi hubungan dari vulnerability
dengan self-transcendence serta hubungan self-transcendence dengan well-being
(Alligood, 2013). Faktor-faktor berpengaruh terhadap proses self-transcendence
yang berpartisipasi dengan kondisi yang baik, seperti kemampuan kognitif,
pengalaman hidup, dan riwayat masa lalu (Smith & Liehr, 2013). Darifaktor-faktor
yang ada bisa saling berkontribusi meliputi vulnerability, self-transcendence dan
well-being.

Self-Transcendence

Personal and
Contextual
Factors

Vulnerability Well-Being

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Pamela G. Reed

24
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI KONSEPTUAL

Dalam bab ini dijelaskan mengenai kerangka konsep dari teori yang
digunakan serta definisi konseptual dalam penelitian.

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini menjelaskan tentang bagaimana seseorang yang


mengalami kasus KDRT bisa mencapai kembali kesejahteraan dalam hidupnya.
Tidak semua yang pernah mengalami kasus KDRT bisa terbuka dan menceritakan
hal-hal yang berhubungan dengan kasus KDRT tersebut.
Vulnerability dalam self-transcendence theory diasumsikan sebagai
kesadaran ibu terhadap perannya sebagai ibu dan sebagai istri dalam rumah tangga.
Kemudian self-transcendence merupakan kemampuan ibu beradaptasi terhadap
perannya, perubahan karena adaptasi terhadap peran. Dan well-being akan tercipta
bila ibu mampu beradaptasi dengan perannya sebagai ibu dan sebagai istri sehingga
bisa menentukan terjadi atau tidak kekerasan dalam rumah tangga. Terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi hubungan dari teori ini, yaitu faktor konseptual, yakni
dukungan sosial dan faktor personal, yakni usia sekarang, status pernikahan, usia
saat menikah, pekerjaan, dan dukungan sosial.
Seseorang yang mengalami KDRT bisa mengalami gangguan koping,
yang kemudian diobati atau diperbaiki sehingga mencapai kesejahteraan. Selain itu,
bisa juga setelah mengalami KDRT langsung mencapai keadaan sejahtera tanpa
mengalami gangguan koping terlebih dahulu. Semua tergantung dari dalam diri
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut.

25
Self-transcendence

Usia sekarang
Usia saat menikah
Status perkawinan
Pekerjaan
Dukungan sosial

Vulnerability Well-being

Bagan 3.1 Aplikasi Kerangka Konsep Pamela G. Reed

26
3.2 Definisi Konseptual

Istilah Keterangan
Kekerasan Perilaku yang dilakukan terhadap orang lain yang disengaja
dan menggunakan kekuasaan atau kekuatan sehingga
menyebabkan kerugian fisik dan psikologi bahkan kematian
(WHO)
Kekerasan Dalam Perilaku yang berdampak negatif terhadap fisik dan psikis
Rumah Tangga yang dilakukan dalam suatu lingkup rumah tangga (UU
PKDRT No. 23 Tahun 2004)
Rumah Tangga Rumah tangga atau keluarga adalah unit terkecil yang ada
dalam masyarakat, terdiri dari suami istri dan anak, atau
ayah dan anak (duda), atau ibu dan anak (janda) (UU
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan No. 52
Tahun 2009)
Persepsi wanita Apa yang dipahami ibu tentang tindakan kekerasan yang
tentang KDRT terjadi dalam satu keluarga yang rentan dilakukan oleh
suami terhadap istri atau orang tua terhadap anak (Jamaa &
Rahman, 2017)
Wanita Seseorang yang mempunyai dorongan keibuan yang
memiliki hubungan erat dengan sejumlah kebutuhan
fisiologis dan organik. Dia sebagai penyayang dan
pelindung bagi anak-anaknya (Ibrahim, 2005).

27
BAB IV

METODE PENELITIAN

Pada Bab ini dijelaskan tentang desain penelitian, tempat dan waktu
penelitian, populasi dan sampel, instrumen penelitian, pengumpulan data, analisa
data, dan etika penelitian.

4.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan desain penelitian meta sintesis, untuk
mencapai tujuan penelitian ini yaitu mengeksplorasi persepsi wanita yang
mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Meta sintesis merupakan pendekatan
sistematik untuk mengamati dan menggabungkan hasil penelitian dari penelitian
kualitatif terdahulu. Tujuan dari meta sintesis adalah untuk menemukankomponen
penting yang selanjutnya digabungkan menjadi hasil yang baru, dengan
menggunakan prosedur ilmiah yang sistematis. Desain penelitian ini bertujuan
untuk memahami lebih dalam penjelasan atau interpretasi baru yang integral.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Berdasarkan karakteristik desain penelitian yang digunakan, lokasi dalam


penelitian ini adalah tujuh negara dari tiga benua, yakni benua Afrika, Asia, dan
Eropa.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juli 2020.


Timeline terlampir.

28
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Dalam penelitian ini populasi diambil dari hasil penelitian-penelitian


kualitatif yang melakukan eksplorasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
menurut wanita yang mengalami KDRT.

4.3.2 Sampel

Dalam penelitian ini sampel berjumlah tujuh artikel penelitian kualitatif


terpublikasi, dan diperoleh dengan empat kriteria, yaitu :
1. Sesuai dengan tujuan penelitian yang ditentukan, yakni untuk
mengeksplorasi persepsi wanita yang mengalami Kekerasan DalamRumah
Tangga (KDRT).
2. Berisi penelitian kualitatif.
3. Penelitian dilakukan dalam rentang waktu ± 8 tahun terakhir (2012-2019).
4. Menggunakan Bahasa Inggris yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri.


Peneliti sebagai instrumen juga perlu divalidasi sejauh mana kesiapan peneliti untuk
melakukan penelitian (Sugiyono, 2016). Dalam penelitian ini, instrumen utama
adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan printout jurnal yang berisi data-data
yang digunakan, pulpen dan spidol yang digunakan selama proses analisa, dan
laptop yang digunakan untuk mengetik keseluruhan isi dari penelitian ini.

4.5 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan meta-summary


techniques dari tujuh hasil penelitian lewat jurnal terpublikasi. Langkah-langkah
yang dilakukan yaitu :
1. Melakukan pencarian jurnal penelitian terkait dengan masalah penelitian
ini dan telah dipublikasi dalam jurnal-jurnal kesehatan atau keperawatan.

29
2. Menetukan hasil penelitian dengan menggunakan kata kunci yang telah
ditentukan, untuk melihat apakah sudah sesuai dengan fenomena yang
telah ditetapkan dalam penelitian ini.
3. Membaca secara berulang hasil-hasil penelitian yang ada, sehingga bisa
mengidentifikasi apakah fenomena yang diteliti penulis sudah sesuai.
Kemudian memutuskan apakah dapat dimasukkan dalam penelitian ini.

Pencarian jurnal penelitian dilaksanakan sejak bulan April sampai dengan


Juni 2020. Data yang digunakan adalah hasil dari jurnal penelitian kualitatif
terpublikasi sebelumnya yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Database
pencarian yang digunakan adalah google scholar, SAGA, NCBI, PubMed.
Pencarian jurnal menggunakan kata kunci, untuk mempermudah dalam penentuan
jurnal yang akan digunakan. Kata kunci yang digunakan adalah kdrt dan pernikahan
dini, domestic violence, violence against women.
Terdapat langkah-langkah yang digunakan dalam pencarian jurnal. Yang
pertama, masalah atau populasi yang akan disintesis harus sesuai dengan tema yang
telah ditentukan. Yang kedua, hasil dari studi sebelumnya harus sesuaidengan tema
yang telah ditentukan. Yang terakhir, desain penelitian dari studi sebelumnya harus
sama seperti penelitian yang akan dilakukan saat ini, yaitu desain penelitian
kualitatif.
Berdasarkan hasil pencarian jurnal melalui empat database dengan
menggunakan kata kunci yang telah ditentukan, peneliti menemukan sepuluhartikel
yang sesuai dengan kata kunci tersebut. Kesepuluh artikel yang ditemukan semua
merupakan artikel Internasional, dikarenakan artikel-artikel Indonesia belum ada
yang memenuhi kriteria untuk dilanjutkan dalam penelitian meta sintesis. Setelah
itu dilakukan penentuan sampel yang sesuai untuk dijadikansumber data, dimana
kesepuluh artikel dibaca kembali secara berulang dan ditemukan beberapa data dari
artikel yang kurang cocok untuk digunakan dalam penelitian ini. Artikel yang
kurang cocok tersebut kemudian dikeluarkan, dan tersisa tujuh artikel yang
digunakan sampai pada tahap akhir penelitian.

30
4.6 Analisis Data

Dalam penelitian ini analisa data dilakukan dengan 3 tahap. Tahap pertama
adalah membuat tabel ringkasan literatur setiap jurnal, untuk melihat kembali hasil
penelitian yang ada jika saling berhubungan, dan dimasukkan ke dalam kolom tema
kunci. Tabel-tabel yang sudah ada kemudian digabung dalam satu file untuk
melanjutkan proses analisa pada tahap selanjutnya.
Tahap kedua adalah membaca secara berulang hasil penelitian yang ada
dan melihat persamaan serta melakukan perbandingan secara terus menerus, sambil
memperhatikan isi kalimat. Jika masih terdapat kalimat yang belum bisa dimengerti
dengan baik, maka kalimat tersebut perlu diterjemahkan kembali dari artikel asli
yang digunakan. Dalam tahap ini semua artikel sudah digabungkan dengan
menggunakan kode berupa warna huruf yang berbeda pada masing-masing artikel
agar bisa mengetahui sumber dari artikel tersebut.
Tahap ketiga, adalah melakukan sintesis. Pada tahap ini peneliti
mensintesis khusus untuk wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Proses sintesis diawali dengan menggabungkan semua data yang sering disebut
secara berulang dan dimasukkan ke dalam tabel, dengan tetap memperhatikan kode
(warna huruf) pada masing-masing artikel. Setelah itu akan terbentuk kategori yang
baru untuk mendukung pengembangan tema.

4.7 Etika Penelitian

4.7.1 Baik

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan manfaat terhadap informan


dalam meningkatkan pengetahuan mereka tentang KDRT, penyebab, hingga
dampak KDRT bagi kesehatan. Penyebab yang paling sering memicu KDRT yaitu
pernikahan dini, dimana belum ada kesiapan dalam berbagai aspek untuk memulai
peran baru dalam berumah tangga.

4.7.2 Hormat

Proses penelitian menyangkut seseorang dan kehidupannya, dimana yang


terlibat kemungkinan mengalami kelemahan fisik karena usia, status sosial atau

31
posisi yang tak berdaya, maka bisa diwakilkan dan tetap harus dijaga selama proses
wawancara (Siswanto dkk, 2016).
Sebelum menjadi informan, peneliti akan memberi informasi-informasi
terkait yang akan dilakukan dalam penelitian. Setelah itu, setiap Ibu-ibu yang telah
dipilih sebelumnya berhak untuk menentukan keputusan apakah bersedia atau tidak
untuk menjadi informan dalam penelitian dengan menanda tangani Informed
Consent. Jika terjadi pembatalan dari informan, maka informan tersebut bisa
berhenti kapan saja dan tidak ada dampak yang akan terjadi bagi informan yang
batal tersebut maupun keluarganya. Selain itu selama proses penelitian, data yang
ada akan dirahasiakan dengan menulis hanya inisial atau kode tertentu, dan hanya
bisa diakses oleh peneliti dan pembimbing skripsi.

4.7.3 Adil

Setiap informan dalam penelitian memiliki hak dan kewajiban yang sama
sejak proses pemilihan informan, berupa informasi yang diberikan lengkap dan
tidak membedakan satu dengan yang lain. Penelitian ini juga akan direview oleh
komite etik.

Dalam penelitian ini penerapan prinsip-prinsip etika di atas hanya


dilakukan dengan melibatkan hasil penelitian dari jurnal yang ada dan telah
disetujui oleh Komite Etik setempat, yang dituliskan dalam laporan hasil penelitian
tersebut.

32
BAB V

HASIL PENELITIAN

BAB ini berisi tentang hasil penelitian yang diperoleh mencakup


karakteristik informan yang dibuat dalam bentuk tabel, serta hasil analisa data yang
dituliskan dalam bentuk narasi, beserta data dari informan.
Penelitian ini sudah dilaksanakan sejak Mei sampai dengan Juli 2020,
dengan menggunakan desain meta sintesis melalui jurnal-jurnal terpublikasi,
sehingga tempat penelitian disesuaikan dengan jurnal yang ada. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mencari tau persepsi wanita tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT). Populasi dalam penelitian ini adalah wanita yang mengalami
KDRT. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah tujuh artikel penelitian
kualitatif terpublikasi yang telah memenuhi kriteria yang ditentukan. Hasil
penelitian diperoleh melalui tiga tahap, yakni pembuatan daftar kategori, melakukan
perbandingan antara hasil penelitian yang ada, dan melakukan sintesis dari konsep
yang diperoleh untuk menemukan hasil baru.

5.1 Karakteristik Demografi

Berikut adalah tabel karakteristik dari informan-informan yang ada pada


tujuh studi yang digunakan.

Tabel 5.1 Karakteristik Demografi


No. Karakteristik Frekuensi Presentasi
1. Lokasi informan (negara)
 Afrika 1 14%
 Asia 3 43%
 Eropa 3 43%
2. Usia
 < 20 tahun 1 14%
 > 20 tahun 1 14%
 Tidak teridentifikasi 5 72%

33
Berdasarkan karakteristik informan pada tabel 5.1 bisa dilihat bahwa dari
artikel yang diperoleh, informan dibagi berdasarkan lokasi (negara) dan usia dari
informan-informan tersebut. Untuk karakteristik lokasi, di Afrika berjumlah 1
(14%), di Asia berjumlah 3 (43%), dan di Eropa berjumlah 3 (43%). Untuk
karakteristik usia, < 20 tahun berjumlah 1 (14%), > 20 tahun berjumlah 1 (14%),
dan yang tidak teridentifikasi berjumlah 5 (72%).

5.2 Persepsi Wanita Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara bertahap diperoleh dua


tema, yaitu trauma fisik dan psikis, dan koping keluarga. Tema-tema tersebut
didukung oleh lima kategori, tiga kategori untuk tema pertama, dan dua kategori
untuk tema kedua. Untuk jelasnya bisa dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.2 Persepsi wanita tentang kekerasan dalam rumah tangga


Kategori Tema
1. Mengalami kekerasan fisik Trauma fisik dan psikis
2. Merasa terancam
3. Merasa sedih dan tidak berdaya
1. Mabuk sebagai jalan memulai pertengkaran Koping keluarga
2. Keinginan berdamai

Jadi terdapat lima kategori yang mendukung dua tema yang diperoleh.
Tema dan kategori tersebut diuraikan di bawah ini, beserta dengan komentar dari
para informan :

5.2.1 Trauma Fisik dan Psikis

Berdasarkan hasil penelitian pada tema ini, informan mengungkapkan


tentang hal-hal yang sering dia alami dalam kehidupan rumah tangga. Tema ini
didukung oleh tiga kategori yaitu :

34
Mengalami Kekerasan Fisik
Pada kategori ini informan menjelaskan tentang kekerasan yang dialami
dalam bentuk fisik, seperti dipukul dan didorong sampai jatuh. Berikut adalah
kutipan dari penjelasan informan :

“Dia sering melontarkan kata-kata kasar. Dia memukul dan


mengakibatkan kepala saya terbentur ke dinding dan jatuh.
Setelah itu dia menyiram kepala saya dengan segelas air (karena
benturan di dinding tadi). Yang paling sering dia lakukan adalah
memukul kepala saya.” (A1)

“Sepanjang malam suami saya menonton TV. Saya meminta dia


untuk mematikan TV atau lampu karena saya akan tidur. Namun
dia tidak mengizinkan saya tidur, dan ketika saya mematikan TV,
dia memukul saya dengan rolling pin sampai rolling pin itu rusak
dan membuat kepala saya bengkak dan memar.” (A1)

“Suatu hari ketika anak perempuan saya yang berumur 1 tahun


jatuh dan terluka saat sedang bermain, suami saya marah dan
berkata bahwa semua adalah kecerobohan saya yang tidak
menjaga anak perempuan saya sehingga dia jatuh dan luka
parah.
Suami saya mendorong saya dengan kuat sehingga saya jatuh di
meja dan dia melukai kepala saya.” (A2)

Merasa Terancam
Dalam kategori ini informan mengungkapkan perasaan terancam yang
dialami atas perbuatan suami. Menurut informan, ancaman itu diberikan jikasesuatu
yang diperintahkan suami tidak dia turuti. Pernyataan informan bisa dilihat dari
kutipan di bawah ini :

“Dulu suami saya mengancam saya dengan kekerasan karena


menurutnya saya masih muda dan belum dewasa. Dia memiliki
sikap yang suka memerintah untuk menutupi kesalahannya, dan
jika saya tidak menurutinya di situ dua mulai mengancam saya.”
(A2)

“Suami saya memiliki kebiasaan pemarah dan tidak sabar. Berkali-


kali dia mengancam untuk memukul saya dan anak-anak,

35
terutama saat anak-anak agak berisik ketika dia kembali ke
rumah pada malam hari.” (A3)

36
“Suami saya biasa membawa teman-temannya pada malam hari.
Dia akan datang membangunkan dan meminta saya untuk
menyiapkan sesuatu yang akan mereka makan. Jika saya tidak
tersenyum pada teman-temannya, dia akan datang ke dapur dan
mengancam saya bahwa ada yang akan dia lakukan kepada saya
ketika teman-temannya pulang. Setelah teman-temannya pergi,
dia akan menemukan alasan untuk memukul saya.” (A5)

Merasa Sedih dan Tidak Berdaya


Pada kategori ini, informan mengungkapkan perasaan yang dirasakan saat
terjadi masalah dalam rumah tangga. Perasaan tersebut berupa rasa sedih dan tidak
berdaya yang membuat informan memilih untuk menghabiskan waktu sendiri, dan
berpikir untuk lari dari apa yang sedang dia alami. Namun setelah dia merasa cukup
untuk menghabiskan waktu sendiri, dia selalu memiliki alasan untuk tetap
mempertahankan rumah tangga dan kembali kepada suami. Berikut adalah kutipan
dari pernyataan informan :

“Awalnya saya sering menangis dan mengunci diri di sebuah


ruangan. Tetapi sekarang, saya menyerah dan tidak mau pergi
dari suami saya. Saya tidak bisa menjauh dari anak-anak atau
membuat anak-anak menderita tanpa figur ayah. Mereka adalah
hidup saya, dan saya akan melakukan apa saja untuk mereka. Itu
alasan saya tetap mentoleransi kekerasan oleh suami saya.” (A6)

“Saya merasa tidak berdaya. Saya ingin pergi, tapi saya khawatir
dengan anak-anak saya jika memutuskan untuk pergi. Saya
merasa marah pada keluarga saya. Ibu saya tidak mendukung
saya dalam hal ini. Saya sudah tidak memiliki pilihan lain, saya
harus kembali pada keluarga suami saya.” (A5)

Saya melewati begitu banyak malam hanya sendiri, di bawah


pohon pisang di kompleks saya. Saya kembali ke rumah pada pagi
hari demi anak-anak saya.” (A6)

Berdasarkan tema dan kategori di atas, dapat disimpulkan bahwa


pengalaman kekerasan yang pernah dialami seseorang bisa memberikan dampak
untuk fisik dan psikis dari orang tersebut. Namun, walaupun seorang wanita telah
mengalami trauma fisik dan psikis dalam berbagai situasi dan kondisi, masih ada

37
juga alasan yang kuat yang membuat mereka tetap bertahan dalam rumah tangga
walau sering disakiti.

5.2.2 Koping Keluarga

Hasil analisis data pada tema ini menunjukkan bagaimana masalah


kekerasan dalam rumah tangga itu bisa terjadi dan cara untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Tema ini didukung oleh 2 kategori, diantaranya :

Mabuk Sebagai Cara Memulai Pertengkaran


Pada kategori ini, informan menceritakan bahwa permasalahan dalam
rumah tangga sering terjadi ketika suami dalam keadaan mabuk. Menurut informan,
setiap kali suami mabuk mereka selalu bertengkar. Berikut adalah kutipan dari
pernyataan informan :

“Suami saya tidak hanya mencoba melakukan kekerasan


terhadap saya, tapi dia sudah berhasil melakukannya. Dia adalah
seorang pecandu minuman keras, dan ketika dia mabuk dia
memukul saya.” (A3)

“Sebagian besar pertengkaran di rumah dimulai adalah ketika


suami yang pulang dengan mabuk berat. Mereka merasa sangat
kuat dan mencari alasan untuk berdebat dan akhirnya memukul
saya.” (A4)

“Setiap malam saat suami saya pulang dalam keadaan mabuk,


dia selalu memulai perdebatan dan memukul saya. Bahkan dia
pernah memukul saya hingga saya dilarikan di rumah sakit dan
dirawat selama beberapa hari.” (A2)

Keinginan Berdamai
Pada kategori ini, informan menjelaskan tentang permasalahan yang
biasanya terjadi dalam rumah tangga dan bagaimana cara mereka menyelesaikan
permasalahan tersebut. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan berikut :

38
“Untuk menjalankan fungsi keluarga, suami dan istri harus
berdamai, meskipun suami kasar. Keluarga perlu menasihatinya
dan mencoba hidup dalam keharmonisan.” (J4)

“Pertengkaran adalah hal yang normal, tetapi sebagai manusia,


kita harus kembali berdamai. Suami istri mungkin bertempur
sepanjang hari, tetapi kemudian segera pulih.” (J4)

“Dalam setiap rumah tangga pasti sering terjadi pertengkaran.


Namun sebagai suami dan istri kita harus mampu menyelesaikan
masalah yang ada dan kembali berdamai.” (J4)

Dari tema dan kategori di atas, bisa dilihat bahwa kebiasaan yang ada
dalam diri kita masing-masing bisa menimbulkan permasalahan dalam rumah
tangga, dan untuk menyelesaikan masalah tersebut diperlukan kesediaan dan
dorongan dari suami dan istri untuk bisa saling memahami sehingga bisa tercipta
keinginan untuk kembali berdamai.

39
BAB VI

PEMBAHASAN

Dalam BAB ini akan mendiskusikan hasil penelitian yang diperoleh


dengan mensintesis hasil-hasil penelitian terpublikasi sebelumnya tentang
kekerasan dalam rumah tangga dan menghasilkan 2 tema, yakni trauma fisik dan
psikis, dan koping keluarga.

6.1 Trauma Fisik dan Psikis

Setiap pengalaman kekerasan baik fisik maupun psikis akan memberikan


dampak atau pengaruh terhadap pihak yang menjadi korban. Menurut Kurniawan
(2015), terdapat beberapa bentuk-bentuk kekerasan fisik, baik dengan
menggunakan benda ataupun dengan menggunakan tangan kosong, seperti
menampar, memukul, mendorong, meludahi, menarik rambut, dan lain sebagainya
yang bisa langsung mengenai korban. Informan juga menyampaikan hal yang sama
dalam kutipan berikut “Dia memukul dan mengakibatkan kepala saya terbentur ke
dinding dan jatuh”. Kekerasan yang dialami para korban KDRT bisa menimbulkan
berbagai dampak. Menurut Sumiarti dan Puspita (2017), korban yang mengalami
kekerasan sangat beresiko mengalami dampak-dampak negatif yang bisa
menimbulkan rasa trauma, seperti ketakutan, ketidakmampuan berkonsentrasi,
depresi, gangguan kecemasan, kesulitan tidur, perubahan pola dan napsu makan,
serta mengalami perubahanl dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial. Hal yang
sama diutarakan informan, yakni “Saya merasa tidak berdaya. Saya ingin pergi,
tapi saya khawatir dengan anak-anak saya jika memutuskan untuk pergi”. Dari
penjelasan tersebut kita bisa melihat bahwa pengalaman kekerasan bisa membuat
seseorang mengalami berbagai trauma fisik dan psikis.
Terdapat beberapa referensi penelitian yang berhubungan dengan tema
trauma fisik dan psikis ini. Dalam penelitian Santoso (2019) yang berjudul
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan : Perspektif Pekerjaan
Sosial, dijelaskan bahwa KDRT yang dialami oleh sebagian besar perempuan bisa

40
mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan secara fisik, psikis, dan seksual,
mencakup ancaman mengenai tindakan pemaksaan atau perampasan hak-hak
perempuan yang bertentangan dengan hukum. Terdapat informasi yang
disampaikan informan terkait pernyataan tersebut, yaitu “Jika saya tidak
tersenyum pada teman-temannya, dia akan datang ke dapur dan mengancam saya
bahwa ada yang akan dia lakukan kepada saya ketika teman-temannya pulang”.
Selain itu, dalam penelitian Santoso ini juga menyatakan bahwa berdasarkan
proses sosial yang cenderung memandang perempuan sebagai “korban” KDRT,
maka setiap tindakan kekerasan yang dialami perempuan sekecil apapun itu bisa
langsung dilaporkan dan diproses sesuai hukum yang berlaku. Namun hal tersebut
berbeda dengan data dari masyarakat yang dijadikan referensi dalam penelitian
ini, seperti yang dikutip “Setelah terjadi pertengkaran yang menyebabkan istri
terluka, maka istri tersebut biasanya pergi meninggalkan rumah dan tidak ingin
melakukan banding ke sistem hukum tentang kekerasan yang dialami”.

Selanjutnya ada penelitian yang dilakukan oleh Yuliani dan Nastasia


(2017) dengan judul Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap
Istri Pada Pasangan Yang Menikah Muda. Dalam penelitian tersebut terdapat
sepuluh faktor pendorong terjadinya KDRT yang dialami oleh para informan yang
diuraikan dan dijelaskan dengan sangat detail. Selain sepuluh faktor ditemukan juga
satu masalah, dimana kedua informan turut bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, terdapat juga persamaan dalam hal
kekerasan yang dialami oleh para informan berupa kekerasan fisik dan psikis.
Untuk perbedaan yang ada yaitu dalam penelitian Yuliani dan Nastasia para
informan bisa langsung menjelaskan faktor-faktor pendorong terjadinya KDRT
sehingga peneliti bisa merangkum dan menguraikan satu per satu, sementara dalam
penelitian ini data informan bersumber dari hasil beberapa artikel, sehingga untuk
hasil akhir hanya disesuaikan dengan artikel yang digunakan. Dengan demikian
bisa disimpulkan bahwa penelitian ini memilikipersamaan dan perbedaan dengan
penelitian lain yang sudah dilakukan sebelumnya.
Tema trauma fisik dan psikis ini terbagi atas tiga kategori, yakni
mengalami kekerasan fisik, merasa terancam, dan merasa tidak berdaya.

41
Kekerasan fisik menurut Anjani (2014) diartikan sebagai salah satu tindakan yang
bisa menyebabkan cedera fisik bahkan kematian. Contoh kekerasan fisik, seperti
memukul, menendang, membunuh, dan tindakan lain yang melibatkan kontakfisik.
Selain kekerasan fisik, terdapat juga kekerasan psikis yang bisa mengakibatkan
gangguan jiwa dan mental. Stark (2015) menjelaskan kekerasan psikis adalah suatu
perbuatan yang membuat korban merasa tidak dihargai, terancam, ketakutan, tidak
ada harapan, serta depresi. Jadi, trauma fisik dan psikis ini merupakan dampak yang
diterima korban kekerasan dalam rumah tangga.
Informan dalam penelitian ini menyampaikan berbagai hal yang membuat
mereka mengalami trauma fisik dan psikis. Jika dihubungkan dengan teori dari
Pamela G. Reed, trauma fisik dan psikis ini memiliki keterkaitan dengan konsep
dasar Reed, yakni vulnerability dan well being. Vulnerability adalah suatu
kesadaran dalam diri seseorang tentang adanya kematian, yaitu terjadi krisis
kehidupan seperti penyakit yang diderita, keadaan terminal, kelahiran dan
pengasuhan, serta kecacatan/ketidakmampuan (Aligood, 2013). Dalam hal ini
informan mengalami ketidakmampuan, yang ditunjukkan dengan perasaan tidak
berdaya oleh karena perbuatan dan tindakan yang telah dilakukan oleh suami dari
informan tersebut. Menurut Smith & Parker (2015), well being diartikan sebagai
perasaan sehat yang berhubungan dengan sosial, spiritual, budaya, keluarga, dan
hal penting lainnya yang dilihat dari tingkat depresi seseorang. Semakin rendah
tingkat depresi seseorang menunjukkan orang tersebut memiliki kepuasan dalam
hidup , sehingga bisa dikategorikan orang dengan well being yang tinggi. Dalam
hal ini tingkat depresi informan cukup tinggi, ditunjukkan lewat penyampaian
informan yang sering mengalami kekerasan fisik dan psikis, sehingga informan
sulit untuk mencapai kesejahteraan atau well being.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa trauma fisik
dan psikis adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketidakmampuan
oleh karena pengalaman kekerasan yang pernah dialami, sehingga membuat orang
tersebut sulit untuk mencapai kesejahteraan atau kepuasan dalam hidupnya.

42
6.2 Koping Keluarga

Permasalahan yang sering terjadi dalam keluarga tentunya disebabkan oleh


hal-hal tertentu, dan sebagai manusia kita perlu mengetahui cara penyelesaian yang
tepat untuk masalah tersebut. Terdapat berbagai faktor-faktor yang bisa
menyebabkan terjadinya KDRT, salah satunya adalah faktor pasangan. Faktor
pasangan yang dimaksud adalah ketika perempuan memiliki suami dengan
kebiasaan miras, maka perempuan tersebut lebih cenderung mengalami kekerasan
dalam rumah tangga dibandingkan dengan perempuan dengan suami yang tidak
memiliki kebiasaan miras (SPHPN, 2016). Sementara menurut Lomban (2014)
minuman keras (miras) sering menjadi penyebab berbagai permasalahan, seperti
masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Hal yang sama disampaikan
informan dalam kutipan berikut “Setiap malam saat suami saya pulang dalam
keadaan mabuk, dia selalu memulai perdebatan dan memukul saya”. Selain
penyebab yang ada, diperlukan juga cara penyelesaian masalah seperti mencoba
memaafkan dan kembali berdamai. Nurcholish (2015) menjelaskan bahwa
damai/perdamaian terbagi menjadi dua, yakni perdamaian positif yaitu perdamaian
yang ditunjukkan dengan terciptanya suasana yang harmonis, dan perdamaian
negatif yang ditunjukkan dengan tidak adanya tindakan kekerasan dankonflik, serta
permusuhan. Pernyataan yang sama diungkapkan informan “Untuk menjalankan
fungsi keluarga, suami dan istri harus berdamai, meskipun suami kasar. Keluarga
perlu menasihatinya dan mencoba hidup dalam keharmonisan.” Jadi berbagai
penyebab permasalahan dalam suatu keluarga harus bisa diselesaikan dengan baik
dan tepat demi mempertahankan keharmonisan keluarga tersebut.
Tema koping keluarga juga dijumpai di beberapa penelitian terkait
sebelumnya. Hasil penelitian Baghi (2017) tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga di Kota Manado menunjukkan bahwa terdapat empat poin yang memicu
terjadinya tindakan KDRT, yaitu perselingkuhan, status ekonomi, usia menikah,
dan mabuk alkohol. Mabuk alkohol membuat seseorang menjadi tidak sadar dan
hilang kontrol, sehingga saat suami mabuk dia langsung menyerang istri atau

43
anak-anak yang bisa menimbulkan cedera atau luka-luka. Masalah ini bisa
diselesaikan secara kekeluargaan dengan keluarga atau orang terdekat, dan bisa juga
melibatkan pemerintah setempat untuk membantu menyelesaikannya. Selain itu
pada beberapa kasus, masalah ini diselesaikan sampai pada pihak kepolisian dan
dilanjutkan ke pengadilan sampai berujung pada perceraian. Namun jika hanya
diselesaikan bersama keluarga, maka keluarga akan memberikan arahan dan
pelajaran agar tidak lagi melakukan hal yang sama, sehingga setelah arahan dan
pelajaran tersebut diterima maka pelaku dan korban bisa hidup bersamakembali.
Selain itu, penelitian dari Martaliza (2013) tentang Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Sebagai Salah Satu Faktor Terjadinya Cerai Gugat di Pengadilan
Agama Padang menyatakan bahwa kebiasaan berjudi dan mabuk-mabukan menjadi
salah satu faktor pemicu terjadinya kasus KDRT. Suatu rumah tangga yang sudah
mengalami KDRT karena hal tersebut biasanya menyelesaikan masalah yang
dialami dengan cara cerai gugat , yang dimulai dengan proses mediasi. Jika proses
mediasi tidak membuahkan hasil maka dilanjutkan ke persidangan, yang nantinya
akan diputuskan perkara perceraian tersebut. Dari dua hasil penelitian kita bisa
melihat bahwa terdapat perbedaan dalam proses penyelesaian masalah yang biasa
dilakukan oleh para korban KDRT, dimana ada korban yang masih menyelesaikan
secara kekeluagaan hingga bisa kembali berdamai dan hidup bersama sebagai
suami istri, dan ada juga korban yang melanjutkan masalah tersebut sampai pada
proses perceraian.
Tema koping keluarga ini terbagi atas dua kategori, yaitu mabuk sebagai
jalan untuk memulai pertengkaran dan keinginan berdamai. Mabuk merupakan
salah satu penyebab terjadinya KDRT. Menurut Wahab (2010) KDRT terjadi bukan
hanya karena masalah kesetaraan gender, tetapi bisa juga disebabkan oleh
komunikasi yang kurang, tidak ada keharmonisan, status ekonomi, kesulitan
mengendalikan emosi, serta mabuk miras dan narkoba. Dalam hal ini mabuk dan
narkoba merupakan pelarian ketika suami merasa frustasi karena ketidakmampuan
memenuhi tuntutan keperluan rumah tangga. Saat dalam kondisi mabuk, suami
biasa melampiaskan semua yang dirasakan kepada istri dalam berbagai bentuk
(kekerasan fisik, psikis, seksual, dan bahkan penelantaran rumah tangga).

44
Setelah terjadi tindakan kekerasan, setiap orang memiliki pilihanmasing-
masing dalam menyelesaikan masalah yang dialami, apakah akan berdamai dan
tetap bersama atau berujung pada perceraian. Informan dalam penelitian ini
memilih untuk berdamai dan melanjutkan kehidupan rumah tangga, dengan
memahami setiap konflik yang terjadi antara suami dan istri. Menurut Susan (2014),
perdamaian merupakan suatu keadaan yang memiliki keterkaitan dengan proses
mengurangi dan menanggulangi masalah kekerasan. Setiappermasalahan berupa
KDRT yang terjadi karena kebiasaan mabuk suami bisa diselesaikan secara damai,
tanpa harus mengambil keputusan untuk berpisah. Suami yang memiliki kebiasaan
mabuk-mabukkan masih bisa diberikan pelajaran berupa arahan-arahan agar bisa
menyadari semua perbuatan, dan bisa kembali berdamai dan hidup bersama istri
dalam keluarga.
Dalam penelitian ini, informan mengutarakan tentang kebiasaan suami
yang mengakibatkan terjadinya pertengkaran dalam rumah tangga, serta bagaimana
mereka menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal tersebut berkaitan dengan salah
satu konsep dari Pamela G. Reed, yaitu self transendence atautransendensi diri.
Transendensi diri merupakan konsep utama teori Reed yang mengacu pada
kapasitas untuk memperluas batas-batas diri yang merujuk pada kesadaran terhadap
masa lalu dan masa depan, yang memiliki arti atau makna saat ini (Smith & Liehr,
2013). Selain itu, self-transcendence diartikan sebagai suatu perubahan dari yang
kurang baik menjadi baik, dan yang baik bisa lebih baik lagi, dengan pengembangan
konsep diri terhadap pengalaman masa lalu (batiniah), interaksi dengan lingkungan
(lahiriah) dan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran di masa depan (duniawi)
(Alligood, 2013). Keterkaitan teori self transendence dengan penelitian ini adalah
informan menjadikan pengalaman kekerasan suami sebagai pembelajaran di masa
depan, dan informan melakukan perubahan dalam diri tentang penyelesaian
masalah yang dilakukan dengan cara berdamai dan melanjutkan kehidupan rumah
tangga.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap rumah tangga
cenderung akan mengalami berbagai masalah dan konflik. Dari berbagai masalah
itu juga terdapat penyebab yang berbeda, sehingga kita perlu mengetahui
penyebabnya dan mencari penyelesaian yang tepat untuk masalah yang ada.

45
Namun demikian, koping keluarga yang efektif ataupun tidak efektif sangat
menentukan jalan keluar yang akan diambil. Oleh karena itu, keluarga perlu
menjadikan pengalaman masa lalu sebagai pelajaran untuk masa depan yang lebih
baik.

6.3 Keterbatasan Penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini. Yang


pertama, sebagai karakteristik meta sintesis, partisipan dalam penelitian ini tidak
dapat diidentifikasi secara rinci, seperti umur dan latar belakang budaya informan.
Yang kedua, lingkup meta sintesis luas. Dari identifikasi lokasi penelitian juga
sangat bervariasi, sehingga sangat mempengaruhi budaya dari informan yang
terlibat dalam studi tersebut. Walaupun dilakukan sintesis terhadap hasil penelitian,
tetapi gambaran dari beberapa komentar sangat dekat dengan budaya tempat tinggal
mereka masing-masing. Dengan demikian walaupun beberapa kategori ditemukan
sama, konseptualisasi dari hasil analisis menjadi agak terbatas. Yang ketiga adalah
jumlah studi kualitatif terbaru dan memenuhi kriteria yang ditentukan juga masih
terbatas. Jadi, karena bervariasinya informan yang terlibat dalam penelitian pada
artikel tersebut sehingga diadakan penyesuaian-penyesuaian yang mungkin dapat
mengurangi kualitas sintesis informasi yang digunakan dalam proses analisis.

Dari penelitian ini, bisa ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Self-Transcendendence TEMA KEDUA :

Koping Keluarga

Personal and
Contextual
Factors Well-Being
Vulnerability

TEMA PERTAMA :

Trauma Fisik dan Psikis

46
Bagan 6.1 Keterkaitan Kerangka Konsep dengan Hasil Penelitian
Terdapat dua tema yang diperoleh dalam penelitian ini, yakni trauma fisik
dan psikis, dan koping keluarga. Dua tema yang ada ini memiliki keterkaitan dengan
kerangka konsep Self Transendence atau transendensi diri dari Pamela G. Reed.
Pada tema pertama yaitu trauma fisik dan psikis, keterkaitan dengan konsep Reed
terdapat dalam konsep vulnerability dan well being atau kesejahteraan, dimana
orang yang mengalami KDRT merasa sadar bahwa dia mengalami krisis kehidupan
seperti ketidakmampuan oleh adanya kekerasan yang dilakukan atas dirinya. Karena
hal tersebut, korban KDRT cenderung mengalami tingkat depresi yang tinggi,
sehingga dia sulit untuk mencapai tingkat kesejahteraan dalam hidupnya. Sebagai
seorang perawat, kita harus mampu mendampingi korban KDRT yang mengalami
trauma untuk bisa mencapai kembali tingkat kesejahteraan, yang bisa ditunjukkan
dengan berkurangnya trauma yang dirasakan, serta kepuasan dari korban tersebut
terhadap kehidupannya lebih khusus kehidupan berumah tangga. Perawat bisa
melibatkan kebudayaan yang dianut korban serta anggota keluarga atau siapa saja
yang memiliki hubungan dekat dengan korban untuk bisa sama-sama mendengar
semua yang dirasakan korban. Dengan demikian korban bisa menjadi lebih legah
dan bisa terbiasa untuk menceritakan semuanya tanpa harus menyimpan sendiri
semua masalah yang dirasakan. Hal itu juga bisa membuat tingkat depresi korban
menurun dan korban bisa semakin dekat dalam mencapai tingkat kesejahteraan
dalam hidupnya.
Selanjutnya keterkaitan konsep Reed dengan tema kedua yaitu koping
keluarga adalah konsep self transendence atau transendensi diri. Seseorang yang
mengalami kekerasan tentunya akan memiliki cara tersendiri dalam menyelesaikan
masalah yang dialami. Cara tersebut bisa positif atau bahkan negatif. Cara itu juga
bisa berpengaruh dalam orang tersebut mencapai tingkat kesejahteraannya. Dia bisa
melakukan perubahan dalam dirinya untuk menjadi lebih baik dari pengalaman
yang dialaminya pada masa lalu. Dengan demikian, sebagai perawat kita harus bisa
membantu korban untuk menemukan cara penyelesaian yang tepat untuk masalah
tersebut. Perawat bisa mengarahkan korban untuk menjadikan permasalahan
tersebut sebagai pengalaman di masa lalu untuk menjadi pembelajaran di masa yang
akan datang.

47
BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan temuan pada studi ini, diperoleh dua tema. Tema pertama
adalah trauma fisik dan psikis, yang merupakan suatu keadaan yang dialami oleh
seseorang yang memiliki pengalaman kekerasan dalam rumah tangga. Keadaan
tersebut bisa juga diartikan sebagai dampak dari kekerasan yang dialami oleh para
wanita. Tema kedua adalah koping keluarga, yang diartikan sebagai cara
penyelesaian yang tepat untuk masalah kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah
tangga. Pada tema kedua ini wanita menjadikan pengalaman kekerasan yang pernah
dialami sebagai pelajaran untuk masa depan yang lebih baik.
Dua tema yang diperoleh tersebut memiliki keterkaitan dengan kerangka
konsep dari Pamela G. Reed, yaitu self transendence theory atau teoritransendensi
diri. Tema pertama berkaitan dengan teori vulnerability dan well being dari Reed,
dimana wanita menyadari ketidakmampuan dalam menghadapi kekerasan yang
dilakukan sehingga membuatnya sulit untuk mencapai kesejahteraan.
Wanita juga melakukan perubahan dalam dirinya tentang penyelesaian
masalah untuk kembali berdamai dan mempertahankan kehidupan rumah tangga.
Hal tersebut berkaitan dengan konsep Pamela G. Reed yaitu self transendence
atau perubahan dalam diri seseorang untuk menyelesaikan segala sesuatu.

7.2 Saran

7.2.1 Untuk Pengembangan Ilmu Keperawatan

 Bagi yang ingin melanjutkan penelitian ini dengan desain yang sama yaitu
meta sintesis, bisa diteliti tentang perbedaan budaya yang mempengaruhi
persepsi dari masing-masing partisipan, mengingat

48
terdapat perbedaan dari budaya-budaya di dunia yang bisa mempengaruhi
cara pandang dari orang-orang yang menganut budaya tersebut.
 Bagi yang ingin melanjutkan penelitian ini dengan desain yang sama yaitu
meta sintesis, dibutuhkan jumlah artikel yang lebih banyak agar bisa
memudahkan dalam memperoleh data.
 Bagi yang ingin melanjutkan penelitian ini, bisa juga dilakukan dengan
metode kuantitatif tentang trauma fisik dan psikis korban KDRT.

7.2.2 Untuk Pengembangan Praktik Keperawatan

 Temuan-temuan dari studi ini diharapkan bisa menjadi panduan untuk


persiapan pasangan yang akan menikah.
 Temuan pertama dari studi ini diharapkan bisa digunakan oleh tenaga
kesehatan yang bekerja sama dengan pemerintah agar dapat menyediakan
layanan konseling dan rumah aman yang sesuai untuk keluarga yang
mengalami masalah KDRT, mengingat dampak yang diterima dari para
korban KDRT yang bisa mengganggu mental bahkan kejiwaan orang
tersebut.
 Temuan kedua dari studi ini diharapkan bisa digunakan untuk tenaga
medis agar bisa bekerja sama dengan pemerintah setempat terkait dengan
penyelesaian masalah KDRT yang tepat bagi keluarga yang mengalami,
agar tidak memberikan dampak terhadap kesehatan dari orang yang
menjadi korban KDRT.

49
DAFTAR PUSTAKA

Abeya, G.S., dkk. (2012). Kekerasan pasangan intim terhadap wanita di Etiopia
Barat : sebuah penelitian kualitatif tentang sikap, respon wanita,
dantindakan yang disarankan yang dirasakan oleh anggota
masyarakat.https://reproductive-health-
journal.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/ 1742-4755-9-14 Diakses
tanggal 8/05/20, jam 16.43.

Abolmaali, K., Saberi, H., & Saber, S. (2014). The Construction and Standardization
of a Domestic Violence Questionnaire. Sociology Mind, 4(1), 51-
57.doi.org/10.4236/sm.2014.41007.
http://41.89.240.73/handle/123456789/1972. Diakses tanggal 11/02/2020,
jam 19.32
Afrizal, A. (2015). Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung
Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta :
Raja Gravindo Persada.
Alfa, R.F. (2019). Pernikahan Dini dan Perceraian di Indonesia. Jurnal Ahwal
Syakhshiyyah,1(1).
http://riset.unisma.ac.id/index.php/JAS/article/view/2740. Diakses
tanggal 10/2/2020, jam 19.25
Alligood, R.M. (2013). Nursing Theorists and Their Work. 8th edition. USA :
Elsevier.
Amanullah, Z.F., Cahyo, K., Kusumawati, A. (2018). Adaptasi Psikososial Istri
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-journal), 6(4). http://eprints.undip.ac.id/62949/. Diakses
tanggal 11/02/20, jam 19.39
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi : CV.
Jejak.
Atmadja, B.N. (2010). Ajeg Bali Gerakan, Identitas, Kultural, dan Modernisasi.
Yogyakarta : LKiS.
Baghi, R.G.M. (2017). Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kelurahan Paniki Dua
Kec. Mapanget Kota
Manado.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/holistik/article/view/17551.
Diakses tanggal 11/02/20, jam 20.01
Baquandi, dkk. (2009). Modul Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Malang : UMM.
Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic analysis in psychology.

50
Qualitative Research in Psychology.
Dafeni, R.S., Mawarni, A., Nugroho, D., Dharmawan, Y. (2017). Hubungan
Beberapa Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada Istri
PUS. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(4).
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/18357. Diakses
tanggal 11/02/20, jam 20.06
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kota Manado.
(2016). https://dppkb.manadokota.go.id/statistics Diakses tanggal
23/02/20, jam 16.50

51
Donsu, T.D.J. (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : PustakaBaru
Press.
Fakir, A. M. S., Anjum, A., Bushra, F., & Nawar, N. (2016). The endogeneity of
domestic violence: Understanding women empowerment
throughautonomy. World Development
Perspectives, 2,34-42.
https://doi.org/10.1016/j.wdp.2016.09.002.
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S245229291630
043
1. Diakses tanggal 12/02/20, jam 00.59
Fitra, M., Lutfiyah, L. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Sukabumi : CV. Jejak.
Gregory, A., dkk (2017). Penelitian kualitatif untuk mengeksplorasi kesehatan dan
pengaruh kesejahteraan terhadap orang dewasa yang menyediakan
dukungan informal terhadap perempuan yang selamat dari kekerasan
dalam rumah
tangga.
https://bmjopen.bmj.com/content/bmjopen/7/3/e014511.full.pdf
Diaksestanggal 7/05/20, jam 14.00
Grijns, M., Horii, H., Irianto, S., Saptandari, P. (2018). Menikah Muda di Indonesia
Suara, Hukum & Praktik. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Hawari, D. (2009). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hayes, N.L. (2018). Types of Domestic Violence.
https://www.talkspace.com/blog/types-of-domestic-violence-signs-what-y
ou-can-do/? Diakses tanggal 20/07/20. jam 01.30
Helmi, M.I. (2017). Gagasan Pengadilan Khusus KDRT. Yogyakarta : Deepublish.

Hitijahubessy, M.N.C., Affiyanti, Y., Budiarti, T. (2018). Dukungan Sosial dan


Kualitas Hidup Fisik Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Jurnal Kesehatan Terpadu, 9(1), 22-31.
https://scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=Hitijahube
ssy%2C+M.N.C.%2C+Affiyanti%2C+Y.%2C+Budiarti%2C+T.+%2820
18%29.+Dukungan+Sosial+dan+Kualitas+Hidup+Fisik+Perempuan+Kor
ban+Kekerasan+Dalam+Rumah+Tangga.+Jurnal+Kesehatan+Terpadu%2
C+9%281%29%2C+22-31.&btnG=. Diakses tanggal 13/02/20, jam 00.54
https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Perkawinan_Usia_Anak Diakses
tanggal 12/02/20, jam 22.40
https://www.kpai.go.id/files/2013/09/uu-nomor-35-tahun-2014-tentang-perubahan
-uu-perkawinan Diakses tanggal 12/02/20, jam 23.10
Huecker, R.M., Smock, W. (2020). Domestic Violence.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499891/#:~:text=The%20types
%20of%20violence%20include,Munchausen%20by%20proxy%2C%20a
nd%20physical. Diakses tanggal 19/07/20, jam 23.50
52
Islam, M.M., dkk. (2018). Violence Against Women and Mental Disorder : a
Qualitative Study in Bangladesh. 46(5).
https://tropmedhealth.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s41182-
018- 0085-x Diakses tanggal 30/04/20, jam 12.30

53
Jamaa, L., Rahman, G. (2017). KDRT dalam Persepsi Tokoh Agama Islam di Pulau
Ambon.13(2)
.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=kdrt+dala
m+persepsi+tokoh+agama+iskam+di+pulau+ambon&btnG=#d=gs_qabs
&u=%23p%3DxENz-3Uy4-4J. Diakses tanggal 13/02/20, jam 01.02
Kaltrina, K. (2015). Kekerasan dalam rumah tangga terhadap Wanita di Kosovo:
Sebuah Studi Kualitatif tentang Pengalaman Wanita.
https://www.researchgate.net/publication/263097632_Domestic_Violen
ce
_Against_Women_in_Kosovo_A_Qualitative_Study_of_Women's_Exper
iences Diakses tanggal 7/05/20, jam 14.25.
Karto, K. (2019). Naungan Sebuah Raungan. Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.

Khaleed, B. (2018). Penyelesaian Hukum KDRT. Yogyakarta : Penerbit Medpress


Digital.
Kurniawan, S.L. (2015). Refleksi Diri para Korban dan Pelaku KDRT.
Yogyakarta : ANDI.
Luddin, M.B.A. (2010). Dasar-dasar Konseling Tinjauan Teori dan Praktik.
Medan : Citapustaka Media Perintis.
Makhfudli, M. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan Praktek
dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Mantiri, S.I.E., Siwu, J.F., Kristanto, E.G. (2013). Hubungan antara Usia waktu
Menikah dengan Kejadian Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Manado.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/4398.
Diaksestanggal 13/02/20, jam 02.31
Masters, K. (2014). Nursing Theories : a Framework for Professional Practice (2nd
ed.). USA : Executive Publisher.
Maysitoh, M., Fitriani, D. (2017). Kebermaknaan Hidup Perempuan Korban KDRT :
Konsep Psikologis dan Faktor yang Melatarbelakanginya. Schoulid :
Indonesian Journal of Counseling, 2(5), 54-59.
http://www.jurnal.iicet.org/index.php/schoulid/article/view/434.
Diaksestanggal 16/02/20, jam 16.01

Miharja, M. (2019). Pengantar Hukum Indonesia. Qiara Media Partner.


Mukhtar, M. (2013). Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta Selatan
: GP Press Group.
Mustika, D. (2014). Pernikahan Dini dan Hubungannya dengan Tindakan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
http://lp2m-
iainstsjambi.ac.id/ejournal/index.php/Kontekstualita/article/vi ew/124.
Diakses tanggal 16/02/20, jam 16.28
54
Mustofa, S. (2019). Hukum Pencegahan Pernikahan Dini. Mataram : Guepedia.
Nasrullah, M., dkk. (2015). Circumstances Leading to Intimate Partner Violence
Against Women Married as Children : a Qualitative Study in Urban
Slums of Lahore, Pakistan. 15(23).
https://bmcinthealthhumrights.biomedcentral.com/track/pdf/10.1186/s
12914-015-0060-0 Diakses tanggal 2/05/20, jam 20.00
Nasution, R. (2016). Ketertindasan Perempuan dalam Tradisi Kawin Anom :
Subaltern Perempuan Pada Suku Banjar dalam Perspektif Poskolonial.
Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

55
Niza, I., Sakban, A. (2017). Penyelesaian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) di Luar Pengadilan. 5(10). 21-30. DOI:10.31764/civicus.v5i1.783.
Diakses tanggal 18 Juli 2020, jam 23.00
Nurcholish, A. (2015). Peace Education & Pendidikan Perdamaian Gus Dur.
Jakarta : Elex Media Komputindo.
Pieter, Z.H., Lubis, L.N. (2017). Pengantar Psikologi dalam Keperawatan.
Jakarta : Kencana.
Pun, D.K., dkk. (2016). Persepsi masyarakat tentang kekerasan dalam rumah
tangga terhadap para wanita hamil di Nepal : sebuah penelitian kualitatif.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5122230/ Diakses
tanggal 10/05/20, jam 10.16.
Rachel, K. (2016). Child Marriage and Intimate Partner Violence : a Comparaive
Study of 34 Countries. International Journal of Epidemology, 1-14.
https://academic.oup.com/ije/article/46/2/662/2417355. Diakses
tanggal 23/02/20, jam 15.04
Rahayu, P.A., Hamsia, W. (2018). Resiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
pada Pernikahan Usia Anak. Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan
Anak Usia Dini, 4(2).
http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Pedagogi/article/view/1965.
Diakses tanggal 13/02/20, jam 04.17
Rahmita, R.N., Nisa, H. (2019). Perbedaan Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Ditinjau Dari Usia Saat Menikah dan Tingkat Pendidikan. Jurnal Ilmiah
Psikologi, 6(1), 73-84.
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/psy/article/view/4184. Diakses
tanggal 20/02/20, jam 20.02
Ramadani, M., Yuliani, F. (2015). Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebagai Salah
Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, 9(2), 80-87.
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/191. Diakses
tanggal 26/02/20, jam 05.05
Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Deepublish.
Sanjaya, R.Y. (2016). Persepsi Ibu Rumah Tangga tentang Perempuan Korban
KDRT pada Acara Talkshow Curahan Hati Perempuan di Trans TV.

http://digilib.unila.ac.id/21937/. Diakses tanggal 02/03/2020, jam 00.38


Saryono, S., Anggraeni, D.M. (2015). Metolodogi Penelitian Kualitatif dalam

Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.


Setyawan, B.E.F. (2019). Pelayanan Kesehatan Dokter Keluarga. Sidoarjo :
Zifatama Jawara.

56
Siswanto, S., Susila, S., Suyanto, S. (2016). Metodologi Penelitian Kesehatan &
Kedokteran. Yogyakarta : Bursa Ilmu.
Smith, J.M., Liehr, R.P. (2013). Middle Range Theory for Nursing (3rd ed.). NewYork :
Springer Publishing Company, LLC.
Smith, J.M., Liehr, R.P. (2018). Middle Range Theory for Nursing (4th ed.). NewYork :
Springer Publishing Company, LLC.
Smith, C.M., Parker, E. M. (2015). Nursing Theories and Nursing Practice (4thed.).
USA : Davis Company.
Stuart & Sundeen. (2015). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

57
Sugiyono, S. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung : Alfabeta.
Sugiyanto, S. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung : Alfabeta.
Sukeri, S., & Man, N. N. N. (2017). Escaping domestic violence: A qualitative study
of women who left their abusive husbands. Journal of Taibah University
Medical Sciences, 12(6), 477–482.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1658361217300914.
Diakses tanggal 13/03/2020, jam 23.57
Surianto, S. (2018). Menata Sumber Daya Warga Binaan Permasyarakatan.
Makasar : CV. Sah Medika.
Susan, N. (2019). Sosiologi Konflik Teori-teori dan Analisis. Jakarta :
Prenadamedia Group.
Sutiah, H. (2020). Budaya Belajar dan Inovasi Pembelajaran PAI. Sidoarjo :
Nizamia Learning Center.
Sutrisman, D. (2019). Pendidikan Politik, Persepsi, Kepemimpinan,
danMahasiswa. Guepedia Publisher.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
World Health Organization. (2014). Global Status Report on Violence Prevention
2014.
https://www.who.int/violence_injury_prevention/violence/status_report/2
014/report/report/en/. Diakses tanggal 18/02/20, jam 22.04
World Health Organization. (2016). Global plan of action: health systems address
violence against women and girls. World Health Organization.
https://apps.who.int/iris/handle/10665/251664. Diakses tanggal 18/02/20,
jam 22.18
Yeung, H., dkk. (2012). Responding to Domestic Violence in General Practice : a
Qualitative Study on Perceptions and Experiences.
https://www.hindawi.com/journals/ijfm/2012/960523/ Diakses tanggal
30/04/20, jam 12.45.
Yuliani, M., Nastasia, K. (2017). Faktor Penyebab Kekerasan Dalam RumahTangga
terhadap Istri pada Pasangan yang Menikah Muda. Jurnal Psyche 165,
10(1), 39-36.
http://lppm.upiyptk.ac.id/psyche165/index.php/Psyche165/article/view/43.
Diakses tanggal 04/03/20, jam 20.17
Yusuf, M. (2017). Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, PenelitianGabungan.
Jakarta : Kencana.
Zafirah, B.S., Indriana, Y. (2016). Strategi Koping Korban Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT). Jurnal Empati, 5(2).
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/empati/article/view/15048.
Diakses tanggal 12/03/20, jam 15.31
58

Anda mungkin juga menyukai