Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pabrik kimia merupakan susunan atau rangkaian berbagai unit pengolahan
yang terintegrasi satu sama lain secara sistematik dan rasional. Tujuan
pengoperasian pabrik secara keseluruhan adalah mengubah (mengkonversi) bahan
baku menjadi produk yang lebih bernilai guna. Dalam pengoperasiannya, pabrik
akan selalu mengalami gangguan (disturbance) dari lingkungan eksternal. Selama
beroperasi, pabrik harus terus memepertimbangkan aspek keteknikan,
keekonomisan, dan kondisi sosial agar tidak terlalu signifikan terpengaruh oleh
perubahan-perubahan eksternal tersebut. Dinamika proses menunjukkan unjuk
kerja proses yang profilnya selalu berubah terhadap waktu. Dinamika proses selalu
terjadi selama sistem proses belum mencapai kondisi tunak. Keadaan tidak tunak
terjadi karena adanya gangguan terhadap kondisi proses yang tunak. Dinamika
Proses adalah suatu hal yang terjadi di dalam suatu sistem, dengan adanya proses
variable yang cepat berubah dengan berubahnya manipulated variable (bukaan
control valve), ada pula yang lambat berubah. Ada proses yang sifatnya lamban,
ada yang reaktif, ada yang mudah stabil, prosesnya akan berbeda-beda.
Dinamika proses selalu dikaitkan dengan unsur kapasitas (capacity) dan
kelambatan (lag). Dalam bahasa ilmu sistem pengendalian, dikatakan kapasitas
proses tergantung pada sumber energi yang bekerja pada proses. Kalau sumber
energi kecil dan kapasitas prosesnya besar, proses akan menjadi lambat. Kalau
sumber energinya besar dan kapasitasnya prosesnya kecil, proses akan menjadi
lebih cepat dari sebelumnya.
Agar proses selalu stabil, karakteristik dinamika sistem proses dan sistem
pemroses harus diidentifikasi. Pembelajaran tentang dinamika proses penting
untuk meramalkan kelakuan proses dalam suatu kondisi tertentu. Peramalan
kelakuan proses perlu dilakukan untuk perancangan pengendalian proses yang
bertujuan menekan pengaruh gangguan, menjamin kestabilan proses,
mengoptimalkan performa sistem proses, menjaga keamanan dan keselamatan
kerja, memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan, menjaga agar operasi
ekonomis, memenuhi persyaratan lingkungan (Penyusun, 2016).
1.2 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui proses tunak (steady state) dan tak tunak (unsteady state) dengan
menentukan parameter – parameter proses dalam sebuah model matematik.
2. Mengerti kelakuan dinamik proses, membangun model suatu proses sederhana
dan mensimulasikan proses tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dinamika Proses


Dinamika proses adalah variasi prestasi kerja proses dari waktu ke waktu
sebagai respon terhadap gangguan dan perubahan beban proses. Dasar teori ini
akan ditinjau contoh pemodelan suatu proses sederhana seperti terlihat pada
gambar yaitu suatu tangki dengan luas penampang tetap (A),diisi dengan air pada
ketinggian awal (ho). Kemudian tangki tersebut dikosongkan dengan cara
mengalirkan air melalui lubang kecil (orifice) dibagian dasar tangki dengan luas
penampang orifice (A).
Dinamika Proses adalah suatu hal yang terjadi di dalam suatu sistem,
dengan adanya proses variable yang cepat berubah dengan berubahnya
manipulated variable (bukaan control valve), ada pula yang lambat berubah. Ada
proses yang sifatnya lamban, ada yang reaktif, ada yang mudah stabil, prosesnya
akan berbeda-beda. Dinamika proses selalu dikaitkan dengan unsur kapasitas
(capacity) dan kelambatan (lag). Dalam bahasa ilmu sistem pengendalian,
dikatakan kapasitas proses tergantung pada sumber energi yang bekerja pada
proses. Kalau sumber energi kecil dan kapasitas prosesnya besar, proses akan
menjadi lambat. Kalau sumber energinya besar dan kapasitasnya prosesnya kecil,
proses akan menjadi cepat.
Kata kapasitas dan kelambatan itulah yang kemudian dipakai sebagai
standar (ukuran) untuk menyatakan dinamika proses secara kualitatif. Selain
bentuk kualitatif, dinamika proses juga dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk
transfer function. Secara umum, transfer function suatu elemen proses ditandai
dengan huruf G. Transfer function (G) mempunyai dua unsur gain, yaitu steady
state gain yang sifatnya statik, dan dynamic gain yang sifatnya dinamik. Unsur
dynamic gain muncul karena elemen proses mengandung unsur kelamabatan. Oleh
karena itu, bentuk transfer function elemen proses hampir pasti berbentuk
persamaan matematik fungsi waktu yang ada dalam wujud persamaan differensial.
Persamaan differensial adalah persamaan yang menyatakan adanya kelambatan
antara input-ourput suatu elemen proses. Semakin banyak pangkat persamaan
differensial, semakin lambat dinamika proses. Sebuah elemen proses kemudian
dinamakan proses orde satu (first order process) karena persamaan differensialnya
berbangkat satu. Dinamakan proses orde dua (second order process) karena
differensialnya berpangkat dua. Dinamakan proses orde banyak (higehr order
process) karena differensialnya berorde banyak. Pangkat persamaan dalam
differensial mencerminkan suatu jumlah kapasitas yang ada di dalam elemen
proses (Camellia, 2015).

2.2 Dinamika Proses dalam Industri


Pada industri kimia, aplikasi dinamika proses digunakan pada saat
mereaksikan reactor dalam reactor continue. Pada saat penambahan reaktor
kondisinya harus steady state. Dinamika proses juga digunakan pada saat proses
pengosongan tangki yang terdapat pada industri kimia, minyak, gas dan lain-lain .
Selain itu, aplikasi dinamika proses digunakan sebagai aktuator pada katup dan
motor untuk mengendalikan laju aliran dan pompa. Pada pembangkit nuklir,
kimia, serta mesin pembuat kertas yang menggunakan sistem proses umpan balik,
aplikasi dinamika proses juga dibutuhkan.
Variabel-variabel yang digunakan pada proses operasi pabrik adalah F (laju
alir), T (temperatur), P (tekanan), dan C (konsentrasi). Variabel tersebut
diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu variabel input dan variabel output.
1. Variabel input, merupakan variabel lingkungan pada proses kimia yang
dituju. Variabel ini memiliki 2 kategori, yaitu :
a. Manipulated (adjustable) variable, dimana operator dapat mengatur
harga variabel dengan bebas.
b. Disturbance variable, dimana harga tidak dapat diatur operator atau
sistem pengendali, tetapi merupakan gangguan.
2. Variabel output, merupakan variabel yang menandakan efek proses kimia
terhadap lingkungan (Kusmara, 2016).

2.3 Analisis Kelakuan Dinamik Proses-Proses Kimia


Analisis terhadap sistem-sistem proses dibatasi hanya pada sistem dinamik
yang linier. Meskipun kebanyakan pada sistem proses-proses kimia sebenarnya
kebanyakan dimodelkan oleh persamaan-persamaan non linier, dan pengetahuan
mengenai teknik-teknik penyelesaian persamaan linier sangat berharga dan
penting karena:
1. Tidak ada teori metematik yang umum untuk menyelesaikan persamaan-
persamaan diferensial non-linier secara analitis, sehingga untuk sistem-
sistem non-linier tidak terdapat perangkat analitis yang komprehensif.
2. Suatu sistem non-linear dapat didekati dengan baik oleh suatu sistem linier
pada beberapa kondisi operasi.
3. Pada teori pengendalian linier telah dicapai perkembangan yang cukup
berarti/ signifikan sehingga dimungkinkan sintesis dan perancangan sistem
pengendali yang efektif, bahkan juga untuk sistem-sistem yang non linier.
Kelakuan dinamik suatu sistem hanya didapatkan bila persamaan-
persamaan keadaan untuk memodelkan proses tersebut diintegralkan. Namun
demikian, kebanyakan sistem pemroses yang perlu diamati hanya dapat
dimodelkan dalam bentuk persamaan diferensial non-linier. Permasalahannya
adalah penyelesaian persamaan diferensial secara analitik hanya dimungkinkan
untuk persaman diferensial yang linier (Rosalia, 2015).

2.4 Dinamik Sistem Orde Pertama


Proses orde pertama dapat dikenali dari:
1. Kemampuannya menyimpan (menampung) massa, energi, atau momentum
2. Terdapatnya tahanan yang terkait dengan aliran massa, energi, dan
momentum dalam mencapai kapasitas tampung tersebut.
Dengan demikian, response dinamik tangki-tangki yang memiliki
kemampuan untuk menyimpan cairan atau gas dapat dimodelkan sebagai sistem
orde pertama. Pada tangki-tangki ini, tahanan yang terkait adalah pompa, valve,
penghalang, dan pipa-pipa yang terdapat pada aliran cairan/gas masuk atau
keluar tangki. Respons temperatur sistem gas, cairan, dan padatan yang dapat
menyimpan energi juga dapat dimodelkan sebagai sistem orde pertama. Untuk
sistem-sistem ini, tahanan yang terkait adalah perpindahan panas melalui
dinding, cairan, atau gas. Dengan kata lain, suatu proses yang memliki
kemampuan untuk menyimpan massa dan energi dan kemudian bertindak sebagai
buffer antara aliran masuk dan keluarnya, dapat dimodelkan sebagai sistem orde
pertama. Lag orde pertama dengan kemampuan menyimpan massa dan energi
merupakan jenis komponen dinamik yang paling umum dijumpai dalam suatu
pabrik kimia (Penyusun, 2015).
 Sistem Orde I
Sistem orde 1 dikarakterisasi melalui persamaan diferensial orde 1, sebagai
berikut:
𝑑𝑦
𝑎1 𝑑𝑡 + 𝑎0 𝑦 = 𝑏𝑓 .................................................... (2.1)

dengan mendefinisikan,
𝑎1 𝑏
= 𝜏 𝑑𝑎𝑛 𝑘0 ...................................................... (2.2)
𝑎0 𝑎0

Maka :
𝑑𝑦
𝜏𝑝 𝑑𝑡 + 𝑦 = 𝑘𝑝 𝑓 ...................................................... (2.3)

Kasus untuk model orde 1 dapat dijumpai pada kasus pure capacity dan
first order lag. Gambar 1. Memperlihatkan skema kasus purely
capacitive/pure integrator dan first order lag

a. Purely capacitive b. first orderlag


Gambar 2.1 Orde 1 (Santoso, 2007).
First Order Lag Sistem dengan karakteristik first order lag memiliki
kemampuan meregulasi atau self regulating, dimana proses akan menuju
kondisi tunak jika terjadi gangguan. Jika f(t) dan y(t) didefinisikan dalam
variabel deviasi, dan kondisi awal IC: y(0) = f(0) = 0, maka fungsi transfer
proses dapat ditulis menjadi,
𝑦𝑠 𝑘𝑝
𝐺𝑝 (𝑆) 𝑓𝑠 = (𝜏+1) ....................................................... (2.4)

Proses dengan bentuk fungsi transfer seperti pada persamaan diatas


dikenal dengan First order lag, atau Linier lag, atau Exponential tranfer lag.
Profil self regulating pada sistem first order lag dapat dilihat pada saat
terjadinya perubahan input yang mengikuti bentuk fungsi step, seperti yang
terlihat pada Gambar 2 sebagai berikut

Gambar 2.2 Profil Self Regulating Yang Dialurkan Dalam Koordinat Tak
Berdimensi (Santoso, 2007).

2.5 Dinamik Sistem Orde Kedua


Sistem-sistem dengan kelakuan dinamik orde kedua atau lebih tinggi dapat
diakibatkan oleh berbagai situasi fisik yang dapat diklasifikasikan dalam 3
kategori berikut:
1. Proses multikapasitas (Multicapacity Process), yaitu proses yang terdiri dari
deretan dua atau lebih kapasitor yang harus dilalui aliran massa atau energi
2. Sistem orde kedua yang inheren, seperti komponen padatan mekanis atau
cairan dari suatu proses yang memiliki inersia dan mengalami percepatan
3. Suatu sistem pemroses dan pengendaliannya juga dapat mengakibatkan
terjadinya sistem orde kedua atau orde yang lebih tinggi. Pada kasus-kasus
seperti ini, pengendali yang dipasang pada suatu unit pemroses
mengakibatkan dinamika tambahan, yang jika digabungkan dengan dinamika
unit pemroses menghasilkan kelakuan dinamik orde kedua atau lebih tinggi.
Kebanyakan sistem orde dua atau lebih yang dijumpai dalam suatu pabrik
kimia adalah proses multikapasitas atau merupakan akibat dari penambahan
sistem pengendali pada suatu atau berbagai proses (Penyusun, 2015).
 Sistem Orde 2
Sistem orde II dikarakterisasi melalui persamaan diferensial orde II
sebagai berikut :
𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
𝜏 2 𝑑𝑡 2 2𝜏 𝑑𝑡 + 𝑦 = 𝑘𝑝 𝑓 ....................................................................... (2.5)
Sistem dinamik orde II dapat dijumpai pada kasus, proses-proses
multikapasitas, dan sistem proses yang dilengkapi dengan sistem kendali.
Proses-proses multikapasitas Gambar 3 memperlihatkan contoh proses
multikapasitas baik yang non- interaksi maupun yang interaksi :

Gambar 2.3 Profil Respon Sistem Orde II (Santoso, 2007).


Dinamika respon sistem orde II profil respon sistem orde II dapat dilihat
pada Gambar 4 :

Gambar 2.4 a) Non-interaksi dan b) Interaksi (Santoso, 2007).


 Proses Orde Dua Non-Interacting Capacities
Proses orde dua merupakan gabungan dua proses orde satu.Pada proses
orde dua non-interacting capacities, ketinggian level di kedua tangki tidak
saling mempengaruhi. Level di tangki kedua tidak akan mempengaruhi
besar kecilnya laju alir yang keluar dari tangki pertama, transfer function
proses orde dua non-interacting juga merupakan persamaan diferensial
fungsi waktu. Bahkan, persamaan diferensialnya sekarang berpangkat dua
karena prosesnya memang mempunyai dua lag time yaitu τ dan τ.
Gambar 2.5 Proses Orde Dua Non – Interacting (Suryanto, 2013).

Gambar 2.6 Transfer Function Proses Orde Dua Non Interacting


(Suryanto, 2013).

 Proses Orde Dua Interacting Capacities

Pada proses orde dua non-interacting, flow yang keluar dari tangka
pertama tidak berpengaruh pada tingginya level di tangki kedua (h2).
Sedangkan pada proses orde dua interacting-capacities, flow yang keluar dari
tangki pertama akan berpengaruh pada tinggi level di tangki kedua (h2).
Adapun transfer function proses orde dua interacting-capacities yang dimana
lebih kompleks dari transfer function proses orde dua non-interacting. Dapat
pula dilihat pada perbedaan transfer function proses orde dua non-interacting
dengan transfer function proses orde dua interacting-capacities yang dimana
dapat dilihat pada faktor R1C2. Hal ini disebabkan flow yang awalnya
mengalir karena beda tekanan h2 dengan atmosfir, sekarang mengalir karena
beda tekanan h2 dikurangi h1. Karena keadaan saling mempengaruhi itulah,
proses itu disebut proses orde dua interacting-capacities. Contoh proses orde
dua interacting-capacities dapat dilihat pada gambar.
Gambar 2.7 Proses Orde Dua Interacting Capacities (Suryanto, 2013).
Adapun transfer function proses orde dua interacting-capacities yang
dimana lebih kompleks dari transfer function proses orde dua non-
interacting. Dapat pula dilihat pada perbedaan transfer function proses orde
dua non-interacting dengan transfer function proses orde dua interacting-
capacities yang dimana dapat dilihat pada faktor R1C2. Jika suatu R1C2 kecil,
maka dapat diharapkan bahwa suatu dinamika proses orde dua interacting ini
akan sama dengan dinamika proses orde dua non- interacting.

Gambar 2.8 Transfer Function Proses Orde Dua Interacting


Capacities (Suryanto, 2013).
Faktor R1C2 akan menjadi kecil jika salah satu di antara R1 dan C2 kecil.
Kesamaan itu jelas bukannya tergantung pada lag time atau time constant
masing-masing elemen, R1C1 dan R2C2, melainkan lebih tergantung pada
unsur kapasitas, C2. Secara kualitatif, yang mana suatu proses orde dua
interacting dapat juga disetarakan dengan proses orde dua non-interacting
apabila satu perbandingan C1 dan C2 lebih kecil dari 10 : 1 (Suryanto, 2013).

2.6 Perancangan Pengendalian Proses


Dinamika proses menunjukkan unjuk kerja proses yang profilnya selalu
berubah terhadap waktu. Dinamika proses selalu terjadi selama sistem proses
belum mencapai kondisi tunak. Keadaan tidak tunak terjadi karena adanya
gangguan terhadap kondisi proses tunak (Isdiawan et al., 2013).
Agar proses selalu stabil, karakteristik dinamika sistem proses dan sistem
pemroses harus diidentifikasi. Jika dinamika peralatan dan perlengkapan operasi
sudah dipahami, akan mudah dilakukan pengendalian, pencegahan kerusakan,
dan pemonitoran tempat terjadi kerusakan apabila unjuk kerja perlatan berkurang
dan peralatan bekerja tidak sesuai dengan spesifikasi operasinya. Pembelajaran
tentang dinamika proses penting untuk meramalkan kelakuan proses dalam suatu
kondisi tertentu. Menurut (Yusivar and Jepry, 2011) Peramalan kelakuan proses
perlu dilakukan untuk perancangan pengendalian proses yang bertujuan :
1. Menekan pengaruh gangguan.
2. Menjamin kestabilan proses.
3. Mengoptimalkan performa sistem proses.
4. Menjaga keamanan dan keselamatan kerja.
5. Memenuhi spesifikasi produk yang diinginkan.
6. Menjaga agar operasi tetap ekonomis

2.7 Sistem Pengendalian Proses


Sistem pengendalian adalah ilmu yang berisi ide-ide kontrol dan pendekatan-
pendekatan baru yang terus berkembang secara kontinyu. Dalam beberapa dekade
terakhir perhatian sistem pengendalian masih terpaku pada pendekatan berbasis
model (diskrit, optimal, dsb). Jenis-jenis pengendalian berbasis model terbukti
efektif untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terdefinisi dengan jelas
terlebih sejak adanya komputer berbasis VLSI. Permasalahan lain akan timbul
pada suatu sistem yang tidak terdefinisi dengan jelas,atau biasanya ditemukan
pada suatu sistem kompleks. Dimana pada sistem yang kompleks tidak mudah
mendapatkan model matematisnya. Maka untuk sistem yang demikian diperlukan
pendekatan secara kualitatif. Pendekatan neuro fuzzy dapat menawarkan
kemudahan dalam menanggulangi sistem yang seperti ini (Agustriyanto, 2017).
Dinamika proses selalu dikaitkan dengan unsur kapasitas (capacity) dan
kelambatan (lag). Kata kapasitas dan keterlambatan itulah yang kemudian dipakai
sebagai standard (ukuran) untuk menyatakan dinamika proses secara kualitatif.
Dalam bentuk kualitatif, proses dibedakan menjadi proses cepat dan proses
lambat, atau berkapasitas besar dan berkapasitas kecil. Selain bentuk kualitatif,
dinamika proses juga dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk transfer function.
Istilah tranfer function di sini tetap merupakan perbandingan antara output dengan
input proses (Yusuf, 2017).
Agar proses selalu stabil, karakteristik dinamika sistem proses dan sistem
pemroses harus diidentifikasi. Jika dinamika peralatan dan perlengkapan operasi
sudah dipahami, akan mudah dilakukan pengendalian, pencegahan tempat terjadi
kerusakan apabila unjuk kerja perlatan berkurang dan peralatan bekerja tidak
sesuai dengan spesifikasi operasinya (Alistia et al., 2013).
Idealnya process variable harus mengikuti set point pada keadaan apapun.
Ternyata keadaan ideal ini tidak pernah tercapai. Banyak sekali faktor-faktor serta
keterbatasan keterbatasan yang menyebabkan tidak pernah tercapainya keadaan
ideal ini. Salah satu keterbatasan yang paling nyata adalah keterbatasan kerja
control valve. Pada waktu sistem pengukuran mengukur process variable, pada
saat itu pula control valve berusaha mengoreksi process variabel. Padahal, semua
elemen di dalam sistem mempunyai unsur kelambatan (lag). Karena unsur
kelambatan itu, bias saja control valve masih menambah manipulated variable
pada waktu process variable sudah mendekati set point. Akibatnya, measurement
variable melewati set point. Kelak akan dipelajari bahwa bentuk kurva waktu itu
sangat dipengaruhi oleh transfer function masing-masing elemen. Semua bentuk
kurva waktu itu disebut response atau transient response sistem pengendalian.
Namun secara umum mereka dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu stabil
(stable) dan tidak stabil (unstable). Kemudian kelompok stabil terbagi menjadi
dua lagi yaitu overdamped dan underdumped. Kelompok tidak stabil juga terbagi
dua, yaitu sustain oscillation dan undamped.

Gambar 2.9 Sistem Pengendalian Proses (Yusuf, 2017).


Suatu sistem pengendalian dikatakan stabil, apabila nilai process variable
berhasil mendekati set point, Walaupun diperlukan waktu untuk itu. Keadaan
stabil itu dapat dicapai dengan response yang overdamped atau yang
underdamped. Kedua response itu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Pada response yang underdamped, jelas bahwa koreksi sistem berjalan
lebih cepat dari response yang overdamped. Tetapi tidak berarti bahwa
underdamped lebih bagus dari overdamped. Ada proses yang membutuhkan
response yang lambat (overdamped) dan ada pula proses-proses yang
membutuhkan response yang cepat (underdamped). Kebutuhan tersebut
ditentukan oleh sifat proses dan kualitas produk yang dikehendaki. Operator yang
berpengalaman tentu dapat menunjukkan di bagian mana yang perlu
underdamped. Yang pasti, sistem pengendalian tidak pernah menghendaki sistem
yang tidak stabil, tidak yang sustain oscillation, apalagi yang undamped. Pada
response sustain oscillation, process variable tidak pernah sama dengan set point.
Process variable naik turun di sekitar set point seperti roda sepeda yang sedang
berputar. Oleh karena sifat inilah, sustain oscillation juga disebut cycling. Ada
beberapa literatur bahasa Indonesia yang menyebutkan sustain oscillation sebagai
osilasi dengan amplitudo tetap. Persamaan keadaan sustain oscillation ini dengan
kerja bandul lonceng yang selalu berayun dengan amplitudo dan kecepatan tetap.
Pada response undamped, process variable berisolasi dengan amplitudo yang
semakin besar. Process variable semakin lama semakin mendekati set point, dan
pada keadaan itu control valve akan terbuka tertutup secara bergantian. Akibatnya
terciptalah keadaan yang sangat berbahaya seperti yang terjadi pada feed back
positif. Keadaan sustain oscillation dengan amplitudo kecil di sebagian proses
dapat ditolelir sebentar demi untuk penyetelan control unit (tuning). Namun
keadaan undamped tidak dapat ditolelir dalam keadaan bagaimanapun juga.
Kedua keadaan tidak stabil di atas adalah keadaan yang paling tidak dikehendaki
dalam sistem pengendalian (Yusuf, 2017).

2.8 Parameter Pada Sistem Pengendalian Proses


Dalam pabrik kimia, keuntungan dapat diperbesar dengan menaikkan
performa kerja pabrik tersebut, misalnya dengan meningkatkan nilai yield dari
produk yang diinginkan dan berdaya jual, mengurangi konsumsi energi yang
digunakan, mempercepat laju pemrosesan, dan pengupayaan waktu yang lebih
lama antara tiap proses shutdown. Optimasi berfungsi untuk mengurangi biaya
perawatan alat, mengurangi jumlah peralatan yang digunakan, dan dapat
mereorganisasi penggunaan sumber daya manusia agar lebih efisien
(Agustriyanto, 2017).
Sistem pengendalian adalah ilmu yang berisi ide-ide kontrol dan pendekatan-
pendekatan baru yang terus berkembang secara kontinyu. Dalam beberapa dekade
terakhir perhatian sistem pengendalian masih terpaku pada pendekatan berbasis
model (diskrit, optimal, dsb).
Elemen-elemen sistem pengendalian otomatis adalah sebagai berikut :
a. Controller : Elemen yang membandingkan sinyal feedback dengan set point
dan memeberikan sinyal koreksi ke elemen final control element.
b. Final control element : Elemen yang merubah besarnya nilai measurement
variable dengan memanipulasi manipulated variable berdasarkan sinyal
koreksi dari controller.
c. Plant : Elemen yang dikendalikan kondisinya
d. Feedback : Elemen umpan balik terdiri dari elemen sensing, transmitter, dsb
(Radita, 2017).
Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal kesalahan,
yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan
tujuan sistem kontrol adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan)
sama dengan sinyal setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual
dan semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kontrol
yang diterapkan.Apabila perbedaan antara nilai setting dengan nilai keluaran
relatif besar, maka kontroler yang baik seharusnya mampu mengamati perbedaan
ini untuk segera menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi plant.
Dengan demikian sistem secara cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh
selisih antara setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin (Radita, 2017).
2.9 Pengukuran Temperatur Sebagai Sistem Berorde Satu
Pengukuran temperatur cairan dengan termometer merupakan sistem
berorde-satu, karena respons-nya dapat digambarkan melalui sebuah persamaan
diferensial linier berorde-satu. Proses tersebut dideskripsikan dalam uraian
berikut. Dua bejana gelas yang berisi cairan (misalnya air) mempunyai temperatur
yang dipertahankan konstan pada harga yang berbeda (TL). Cairan di bejana A
bertemperatur rendah (misalnya TL = TR, yaitu temperatur pelelehan es (±2oC)),
sedangkan cairan di bejana B bertemperatur tinggi (misalnya T L = TT, yaitu
temperatur pendidihan air (±100oC)).
Proses pengukuran dilakukan dengan mengamati perubahan temperatur
yang ditunjukkan oleh skala termometer ketika termometer mendapatkan input
yang berupa fungsi tahap (step function). Termometer yang bertemperatur awal
T0 secara tiba- tiba dimasukkan ke dalam media yang bertemperatur TL.
Termometer akan memberikan respons terhadap perubahan temperatur. Adanya
perbedaan antara temperatur air raksa (T) dan temperatur lingkungannya (TL)
akan mengakibatkan terjadinya perpindahan panas dari lingkungan (air) ke kaca
(melalui film antara air-kaca) secara konveksi, di dalam kaca itu sendiri
secara konduksi dan dari kaca ke air raksa (melalui film antara kaca-air raksa)
secara konveksi. Dua variasi tempuhan yang dilakukan meliputi pengukuran
temperatur ketika termometer mendapatkan input fungsi tahap dari panas (T0 =
TT) ke dingin (TL = TR), serta pengukuran temperatur ketika termometer
mendapatkan input fungsi tahap dari dingin (T0 = TR) ke panas (TL = TT).
Pengambilan data dilakukan pada waktu-waktu tertentu sedemikian sehingga
pengukuran telah mendekati kondisi tunak (steady state) (Kholisoh, 2016).

2.10 Pengukuran Tempertur Sebagai Sistem Berorde Dua


Sebuah proses pengukuran temperatur yang mirip dengan deskripsi sistem
berorde-satu dilakukan, tetapi menggunakan termometer yang dilindungi oleh
sebuah thermowell. Tabung thermowell diisi dengan cairan tertentu dan
termometer diletakkan pada posisi sedemikian sehingga dinding-luar termometer
tidak bersentuhan dengan dinding-dalam tabung thermowell,
Sistem proses pengukuran temperatur (penghantaran panas) pada kasus ini
berlangsung melalui dua tahap, yaitu dari lingkungan ke cairan dalam tabung
thermowell dan kemudian dari cairan dalam thermowell ke cairan dalam
termometer (air raksa). Dengan demikian, sistem dapat dikatakan sebagai sistem
berorde-dua yang termasuk dalam kategori multicapacity process (gabungan dua
buah kapasitas penyimpanan energi panas (sistem pengukuran temperatur)
berorde-satu secara seri) (Kholisoh, 2016).

2.11 Fluida
Secara khusus, fluida didefinisikan sebagai zat yang berdeformasi terus-
menerus selama dipengaruhi suatu tegangan geser. Fluida atau zat cair dibedakan
dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah
mengalir karena ikatan molekul dalam fluida jauh lebih kecil dari ikatan molekul
dalam zat padat, akibatnya fluida mempunyai hambatan yang relatif kecil pada
perubahan bentuk karena gesekan. Zat padat mempertahankan suatu bentuk dan
ukuran yang tetap, sekalipun suatu gaya yang besar diberikan pada zat padat
tersebut, zat padat tidak mudah berubah bentuk maupun volumenya, sedangkan
zat cair dan gas, zat cair tidak mempertahankan bentuk yang tetap, zat cair
mengikuti bentuk wadahnya dan volumenya dapat diubah hanya jika diberikan
padanya gaya yang sangat besar dan gas tidak mempunyai bentuk dan maupun
volume yang tetap, gas akan berkembang mengisi seluruh wadah.
Fluida secara umum bila dibedakan dari sudut kemampatannya
(compresibility), maka bentuk fluida terbagi dua jenis, yaitu; compressible fluid
dan incompressible fluid. Compressible fluid adalah fluida yang tingkat
kerapatannya dapat berubah-ubah, contohnya; zat berbentuk gas. Incompressible
fluid adalah fluida yang tingkat kerapatannya tidak berubah atau perubahannya
kecil sekali dan dianggap tidak ada, contohnya; zat berbentuk cair (Dharma and
Prasetyo, 2012).

2.12 Sifat-sifat Fluida


Semua fluida nyata (gas dan zat cair) memiliki sifat-sifat khusus yang
dapat diketahui, antara lain: rapat massa (density), kekentalan (viscosity),
kemampatan (compressibility), tegangan permukaan (surface tension), dan
kapilaritas (capillarity). Beberapa sifat fluida pada kenyataannya merupakan
kombinasi dari sifat-sifat fluida lainnya. Sebagai contoh kekentalan kinematik
melibatkan kekentalan dinamik dan rapat massa. Sejauh yang kita ketahui, fluida
adalah gugusan yang tersusun atas molekul-molekul dengan jarak pisah yang
besar untuk gas dan kecil untuk zat cair. Molekul-molekul itu tidak terikat pada
suatu kisi, melainkan saling bergerak bebas terhadap satu sama lain.
A. Rapat Massa, Berat Jenis dan Rapat Relatif
Rapat massa adalah ukuran konsentrasi massa zat cair dan dinyatakan
dalam bentuk massa (m) persatuan volume (V).
B. Kekentalan (viscocity)
Kekentalan adalah sifat dari zat cair untuk melawan tegangan geser pada
waktu bergerak atau mengalir. Kekentalan disebabkan adanya kohesi antara
partikel zat cair sehingga menyebabkan adanya tegangan geser antara
molekul-molekul yang bergerak. Zat cair ideal tidak memiliki kekentalan.
Kekentalan zat cair dapat dibedakan menjadi dua yaitu kekentalan dinamik
atau kekentalan absolute dan kekentalan kinematis
C. Kemampatan (compressibility)
Kemampatan adalah perubahan volume karena adanya perubahan
(penambahan) tekanan, yang ditunjukan oleh perbandingan antara perubahan
tekanan dan perubahan volume terhadap volume awal. Perbandingan tersebut
dikenal dengan modulus elastisitas (k).
D. Tegangan permukaan (surface tension)
Molekul-molekul pada zat cair akan saling tarik menarik secara seimbang
diantara sesamanya dengan gaya berbanding lurus dengan massa (m) dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara pusat massa.
Jika zat cair bersentuhan dengan udara atau zat lainnya, maka gaya tarik
menarik antara molekul tidak seimbang lagi dan menyebabkan molekul-
molekul pada permukaan zat cair melakukan kerja untuk tetap membentuk
permukaan zat cair. Kerja yang dilakukan oleh molekul-molekul pada
permukaan zat cair tersebut dinamakan tegangan permukaan (σ). Tegangan
permukaan hanya bekerja pada bidang permukaan dan besarnya sama di
semua titik.
E. Kapilaritas (capillarity)
Kapilaritas terjadi akibat adanya gaya kohesi dan adesi antar molekul, jika
kohesi lebih kecil dari pada adesi maka zat air akan naik dan sebaliknya jika
lebih besar maka zat cair akan turun. Kenaikan atau penurunan zat cair di
dalam suatu 4 tabung dapat dihitung dengan menyamakan gaya angkat yang
dibentuk oleh tegangan permukaan dengan gaya berat (Toifurf, 2012).
Fluida dapat didefinisikan sebagai suatu benda yang tidak dapat menahan
distorsi (perubahan bentuk) secara permanen. Bila kita coba mengubah bentuk
masa suatu fluida maka di dalam fluida itu akan terbentuk lapisan-lapisan di
mana lapisan yang satu meluncur di atas yang lain, sehingga mencapai suatu
bentuk yang baru. Selama perubahan bentuk itu terdapat tegangan geser (shear
stress), yang besarnya tergantung pada viskositas fluida dan laju luncur. Tetapi,
bila fluida itu sudah akan mendapatkan bentuk akhirnya, semua tegangan geser
itu akan menghilang.
Fluida yang dalam kesetimbangan itu bebas dalam segala tegangan geser.
Fluida biasa ditransportasikan di dalam pipa atau tabung yang penampangnya
bundar dan terdapat dipasaran dalam berbagai ukuran, tebal dinding dan bahan
konstruksinya yang penggunaannya sesuai dengan kebutuhan prosesnya. Untuk
menyambung potongan-potongan pipa atau tabung bergantung antara lain pada
sifat-sifat bahan yang digunakan serta ditentukan juga oleh tebal. Bagian tabung
yang berdinding tebal biasanya dipersambungkan dengan penyambung ulir, flens
atau las. Tabung- tabung berdinding tipis disambung dengan solder atau dengan
sambungan jolak. Pipa yang terbuat dari bahan rapuh seperti gelas atau besi cor
disambung dengan sambungan flens.
Bila menggunakan pipa sambung berulir bagian luar ujung pipa dibuat
berulir dengan alat pembuat ulir. Untuk menjamin rapatnya sambungan itu pada
ujung berulir pipa itu dibalutkan dengan pita politetrafloroetilen. Laju alir fluida
merupakan fungsi dari waktu, disamping merupakan fungsi dari diameter lubang
dan pipa panjang. Pada suatu suhu dan tekanan tertentu setiap fluida mempunyai
densitas tertentu, yang dalam praktek keteknikan biasa diukur dalam kilogram
permeter kubik. Walaupun densitas fluida tergantung pada suhu dan tekanan,
perubahan karena variabel itu mungkin besar, mungkin kecil (Aprilasani, 2011).
Beberapa sifat fluida pada kenyataannya merupakan kombinasi dari sifat-
sifat fluida lainnya. Sebagai contoh kekentalan kinematik melibatkan kekentalan
dinamik dan rapat massa. Sejauh yang kita ketahui fluida adalah gugusan yang
tersusun atas molekul-molekul dengan jarak pisah yang besar untuk gas dan kecil
untuk gas cair (Aprilasani, 2011).

2.13 Karakteristik Kontrol Proses


Pengetahuan model matematis proses adalah syarat penting yang
diperlukan, baik dalam perancangan maupun tuning kontroler. Model matematis
proses ini dapat diperoleh baik dengan menggunakan persamaan-persamaan
fisika yang berkaitan dengan proses tersebut, maupun dengan eksperimen
identifikasi proses secara sederhana.
Tidak tergantung dari jenis variabel proses yang dikontrol (apakah
temperatur, laju aliran, tekanan gas atau yang lain), dinamika proses yang
dijumpai di industri umumnya akan menunjukan karakteristik keluaran stabil
sistem orde satu yang mengalami keterlambatan transportasi atau delay. Sebuah
perubahan input proses (direpresentasikan dengan masukan tangga satuan),
dengan berbagai sebab, output akan mulai terpengaruh setelah selang waktu
tertentu, yaitu L. Setelah selang waktu L ini berlalu, output proses selanjutnya
menunjukan perubahan secara eksponensial dan akan menetap pada sebuah nilai
tunaknya, sebesar K. Dalam hal ini, nilai konstanta waktu proses T (Konstanta
waktu adalah waktu yang diperlukan output untuk mencapai 63,3% keadaan
tunaknya) dihitung setelah nilai output tersebut mulai berubah, atau dengan kata
lain setelah selang waktu L berlalu.
Besarnya konstanta waktu proses serta lamanya waktu tunda ini pada
dasarnya sangat tergantung dari jenis variabel proses (jenis material) yang akan
dikontrol serta dimensi atau ukuran fisik dari proses tersebut. Untuk sebuah
proses tertentu, selang waktu kedua besaran diatas dapat bervariasi mulai dari
satuan detik sampai satuan menit bahkan jam. Secara praktis, besarnya
perbandingan waktu tunda terhadap konstanta waktu proses (L/T) ini akan sangat
berpengaruh terhadap sifat keterkontrolan proses: Semakin kecil
perbandingannya maka keterkontrolan proses tersebut akan semakin baik.
Dengan menganggap debit aliran dan temperatur fluida masukan bernilai konstan
serta reaktor pemanas terisolasi dengan lingkungannya (tidak terjadi pertukaran
panas antara reaktor dengan sekeliling), maka perubahan temperatur fluida output
(dari nilai awal atau tunaknya) terhadap perubahan bukaan valve penyalur uap
panas akan memperlihatkan dinamika. Dalam kasus ini, perubahan bukaan valve
dilakukan secara seketika (step) yaitu misal dari bukaan awal 0% (tertutup
penuh) ke bukaan akhir 100% (terbuka penuh). Perubahan bukaan valve ini tidak
akan seketika mempengaruhi temperatur fluida output, tetapi akan terasa
beberapa saat kemudian. Semakin jauh posisi valve dari reaktor, maka waktu
tempuh uap untuk sampai ke reaktor tersebut juga waktu tempuhnya akan
semakin lama (Isdiawan et al., 2013).

2.14 Kontrol Proses Berumpan Balik Seperti


Seperti telah sedikit disinggung diatas, Salah satu tujuan utama kontrol
proses adalah meregulasi Variable Proses (Process Variable: PV) pada nilai
Setting Point (SP) yang diharapkan, yaitu dengan cara memanipulasi besaran
variable input proses (Manipulated Variable: MV) lewat pengontrolan komponen
akhir (final element). Besarnya konstanta waktu proses serta lamanya waktu
tunda ini pada dasarnya sangat tergantung dari jenis variabel proses (jenis
material) yang akan dikontrol serta dimensi atau ukuran fisik dari proses tersebut.
Semakin kecil perbandingannya maka keterkontrolan proses tersebut akan
semakin baik.
Dengan menganggap debit aliran dan temperatur fluida masukan bernilai
konstan serta reaktor pemanas terisolasi dengan lingkungannya (tidak terjadi
pertukaran panas antara reaktor dengan sekeliling). Untuk sebuah proses tertentu,
selang waktu kedua besaran diatas dapat bervariasi mulai dari satuan detik
sampai satuan menit bahkan jam. Untuk kasus proses pemanasan fluida
temperature outlet fluida pada dasarnya dapat dikontrol secara otomatis yaitu
dengan cara mengumpan balikan variabel proses (temperatur aktual) untuk
dibandingkan dengan temperatur yang diharapkan (setting point). Selisih
perbandingan (error) yang terjadi selanjutnya diolah oleh kontroler sehingga
menghasilkan sinyal kontrol yang berfungsi untuk memanipulasi, hal ini
diperlihatkan oleh gambar berikut :
Gambar 2.10 Kontrol Umpan Balik Proses Pemanasan
(Isdiawan et al., 2013).
Tergantung jenis kontroler beserta besaran konstanta yang digunakan,
respon temperatur aktual pada outlet reaktor yang dikontrol dapat
memperlihatkan dinamika. Apapun variable proses yang akan dikontrol, Menurut
(Isdiawan et al., 2013) ada empat ukuran atau spesifikasi yang umum digunakan
untuk menilai seberapa baik kontroler umpan balik hasil rancangan yang
dilakukan :
1. Error tunak (Offset): selisih yang terjadi pada keadaan tunak. Umumnya
untuk proses yang dikontrol, error ini diharapkan bernilai nol (dengan kata
lain dalam keadaan tunak nilai PV akan sama dengan SP).
2. Waktu naik (Rise Time): Waktu yang diperlukan respon untuk naik dari
0% sampai 100% (untuk kasus teredam lebih biasanya digunakan waktu
naik 10%- 90%). Bergantung pada ukuran atau dimensi dari proses yang
akan dikontrol, waktu naik yang diharapkan dapat berkisar dari satuan detik
sampai menit.
3. Overshoot : Lonjakan respon PV pada saat transient. Tergantung proses
yang akan dikontrol, nilai lonjakan yang terjadi biasanya tidak boleh
melebihi 25% dari nilai SP yang diberikan.
4. Waktu Penetapan (Settling Time) : Waktu yang diperlukan sehingga
keluaran tunak PV mencapai nilai kurang lebih 95% - 98% dari nilai SP.
Lamanya waktu penetapan ini secara langsung menunjukan kecepatan
respon proses. Semakin kecil waktu penetapan, semakin baik rancangan
kontroler yang dilakukan.

2.15 Macam-Macam Aliran


Aliran dapat diklasifikasikan (digolongkan) dalam banyak jenis seperti:
turbulen, laminar, nyata, ideal, mampu balik, tak mampu balik, seragam, tak
seragam, rotasional, tak rotasional.
Aliran fluida melalui instalasi (pipa) terdapat dua jenis aliran yaitu :
A. Aliran laminar
Aliran laminar didefinisikan sebagai aliran dengan fluida yang bergerak
dalam lapisan–lapisan atau lamina–lamina dengan satu lapisan meluncur
secara lancar. Aliran laminar ini mempunyai nilai bilangan Reynolds nya
kurang dari 2300 (Re < 2300).
Aliran laminar dengan fluida yang bergerak dalam lapisan – lapisan, atau
laminar – laminar dengan satu lapisan meluncur secara lancar . Dalam aliran
laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya
gerakan relatif antara lapisan.
B. Aliran turbulensi
Aliran turbulen didefinisikan sebagai aliran yang dimana pergerakan dari
partikel-partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran
serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar
momentum dari satu bagian fluida ke bagian fluida yang lain dalam skala
yang besar. Dimana nilai bilangan Renoldsnya lebih besar dari 4000
(Re>4000).
Aliran turbulen Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida
sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel
antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian
fluida kebagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan
aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser
yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian – kerugian
aliran.
Proses dan dinamika aliran turbulen adalah salah satu aspek yang
membuat blunder riset bidang fluida hingga sekarang. Di samping sifat
naturalnya yang belum dapat diprediksi baik secara kualitatif maupun
kuantitatif, pemodelan aliran turbulen menjadi salah satu permasalahan yang
belum dapat dipecahkan untuk beberapa percobaan maupun penelitan.
B. Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminer ke aliran
turbulen. Keadaan peralihan ini tergantung pada viskositas fluida, kecepatan
dan lain-lain yang menyangkut geometri aliran dimana nilai bilangan
Reynoldsnya antara 2300 sampai dengan 4000 (2300<Re<4000) .
Cairan dengan rapat massa yang akan lebih mudah mengalir dalam
keadaan laminer. Dalam aliran fluida perlu ditentukan besarannya, atau arah
vektor kecepatan aliran pada suatu titik ke titik yang lain. Agar memperoleh
penjelasan tentang medan fluida, kondisi rata-rata pada daerah atau volume
yang kecil dapat ditentukan dengan instrument yang sesuai (Ridwan, 2014).

2.16 Efflux Time


Efflux time adalah waktu penurunan cairan dari permukaan tangki sampai
ke dasar tangki melalui pipa vertikal karena gaya beratnya sendiri. Waktu
penurunan cairan ini bisa diperkirakan dengan rumus pendekatan yang kemudian
dikenakan faktor koreksi untuk mendapatkan waktu penurunan cairan yang
mendekati sebenarnya.
Sebagian besar industri kimia selalu melibatkan tangki-tangki sebagai
penampung cairan atau gas. Untuk mengalirkan cairan dari penampung ini dapat
dipakai pompa atau dengan memanfaatkan gaya beratnya sendiri karena beda
elevasi. Untuk tangki penampung bahan cair biasanya ditempatkan pada
ketinggian tertentu, sehingga untuk mengalirkan cairan cukup digunakan gaya
beratnya sendiri. Proses dalam industri kebanyakan berlangsung secara kontinyu,
sehingga tinggi.
Cairan dalam penampung setiap saat dapat diketahui dengan menghitung
waktu penurunan cairan. Jadi pengetahuan efflux time ini sangat diperlukan
dalam industri-industri kimia, terutama yang dalam prosesnya melibatkan cairan.
Bila suatu cairan dengan kecepatan sama masuk kedalam sebuah pipa, maka pada
dinding pipa akan terbentuk lapisan batas. Fluida mengalir dari ruang besar
masuk ke dalam pipa kecil pada entrance akan terjadi friksi antara fluida yang
mengalir dengan dinding pipa .
Faktor gesekan harus diperhatikan benar sebab faktor ini akan
mempengaruhui waktuyang diperlukan oleh zat cair untuk melewati pipa. Friksi
yang disebabkan oleh bentuk pipa biasanya dinyatkan dalam panjang pipa
ekivalen terhadap sebuah pipa lurus (Aprilasani, 2011).

2.17 Konsep Tekanan


Sifat dasar dari setiap fluida statik adalah tekanan. Tekanan dikenal sebagai
gaya permukaan yang diberikan oleh fluida terhadap setiap titik di dalam volume
fluida dalam dinding bejana. Tekanan juga konstan pada luas setiap titik paralel
pada permukaan fluida, tetapi akan bervariasi pada setiap tinggi yang diinginkan.
Suatu fluida jika melalui suatu pipa harus diperhatikan tentang faktor gesekan,
karena faktor gesekan ini akan mempengaruhi waktu yang diperlukan oleh zat
cair untuk melewati pipa. Friksi yang disebabkan oleh bentuk pipa biasanya
dinyatakan dalam panjang pipa ekivalen terhadap sebuah pipa lurus. Friksi yang
bekerja sepanjang pipa akan menyebabkan penurunan head (tenaga persatuan
berat) cairan yang lewat sepanjang pipa. 3 Rumus penurunan head cairan
dinyatakan dalam persamaan Fanning (Brown,1950) Sebagai berikut:
-∆ Pf = 2 f ρ L V 2 Do ........................................................................... (2.6)
Atau dapat dituliskan dalam bentuk :
fLV2
−lwf = h = ......................................................................... (2.7)
𝑟 2 2g Do

a. Untuk aliran laminer, f diperoleh dari pendekatan:


f = 64/Re dan Re = ρ Do V/µ................................................................. (2.8)
b. Untuk aliran turbulen, f diperoleh dari rumus Blasius (Perry, 1988)
f = 4 Co = 4.0,0791/ Re .................................................................. (2.9)
Waktu pengosongan cairan dalam tangki dapat diperkirakan dengan rumus
pendekatan, kemudian dikalikan faktor koreksi untuk mendapatkan waktu
pengosongan cairan yang mendekati sebenarnya. Menurut (Aprilasani, 2011)
Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap waktu pengosongan cairan di
dalam tangki adalah:
1. Tinggi cairan di dalam tangki
2. Panjang pipa yang digunakan
3. Diameter pipa yang digunakan
4. Diameter dari tangki itu sendiri
5. Percepatan gravitasi
6. Viskositas cairan

2.18 Skema Peralatan


Pada gambar memperlihatkan skema peralatan yang digunakan untuk
simulasi tangki interaksi dan non-interaksi :

Gambar 2.11 Skema peralatan dinamika proses tangki (Santoso, 2007).


1. Kalibrasi Luas Penampang Tangki
Untuk melakukan kalibrasi luas penampang tangki, tangki I mula –
mula dikosongkan, kemudian diisi dengan sejumlah air yang volumenya
telah diketahui menggunakan gelas ukur. Tinggi permukaan air dalam
tangki pada setiap volume air tertentu dicatat. Percobaan diulangi sebanyak
minimal 6 kali. Luas penampang tangki diketahui dengan mengalurkan data
volume air terhadap ketinggian air dalam tangki.
2. Menhitung laju alir input
Untuk mengetahui laju alir input, mula – mula tangki I dikosongkan,
valve output V-2 ditutup, dan valve input V-1 dibuka dengan bukaan
tertentu. Kemudian dilakukan pencatatan waktu untuk setiap penambahan
ketinggian air tertentu. Ketinggian air dalam tangki dikorelasikan dengan
volume air dengan mengalikan ketinggian air dan luas penampang tangki.
Laju alir volumetrik input diperoleh dengan mengalurkan volume air
terhadap waktu.
3. Menghitung laju alir output
Untuk menentukan laju alir output dan parameter model matematika,
tangki mula - mula diisi hingga penuh, kemudian valve output dibuka
dengan bukaan tertentu dan dilakukan pencatatan waktu untuk setiap
penurunan ketinggian air tertentu. Volume air dalam tangki dikorelasikan
dengan ketinggian air di dalam tangki dengan mengalikan ketinggian air
dan luas penampang tangki. Laju alir volumetrik output diperoleh dengan
mengalurkan data volume air terhadap waktu. Parameter k dan n diperoleh
dari pengolahan data – data hasil percobaan. Kemudian prosedur tersebut
dapat diulang (Santoso, 2007).

2.19 Permodelan dalam Dinamika Proses


Penggunaan model atau replika dari suatu sistem merupakan sesutau yang
umum dilakukan. Pemodelan sistem adalah gambaran bentuk nyata yang
dimodelkan secara sederhana, menggambarkan kostruksi hubungan dan
ketergantungan elemen, fitur-fitur, dan bagaimana sistem tersebut bekerja.
Pemodelan sangat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan karena
beberapa alasan berikut: untuk membuat sistem yang belum ada maka
dibutuhkan prediksi dengan menggunakan model. Dalam kehidupan sehari-hari,
tangki air banyak digunakan, baik itu di rumah maupun di industri Kegunaan
utama tangki air ini sebagai penampung air. Umumnya, tangki air selalu
berdampingan dengan pompa untuk mengisi air, sensor sebagai relay pompa,
keran untuk mengeluarkan air dan pipa untuk mengalirkan air. Komponen-
komponen ini membentuk suatu system yang disebut sistem kendali level air.
Ada dua model control level yang banyak digunakan. Yang pertama adalah
menggunakan ball-floater dan yang kedua menggunakan level switch. Sensor
berguna memutuskan dan menyambungkan sumber arus listrik ke pompa. Pada
instalasi ball-floater, sensor pressure switch diletakkan di dalam pompa
sedangkan didalam tangki diletakkan bola pelampung yang berguna untuk
menahan air dari pompa jika tangki penuh. Prinsipnya, jika tangki penuh maka
pelampung akan menutup pipa dari pompa sehingga terjadi tekanan yang besar
pada pompa (Ibrahim, 2008).
Tekanan yang besar ini akan memicu pressure switch untuk memutuskan
arus listrik dan ketika tekanan menjadi kecil maka pressure switch di letakkan
dua pelampung di dalam tangki. Dua pelampung itu terdiri atas pelampung atas
dan pelampung bawah. Jika permukaan air mengenai pelampung atas maka
kembali menyambungkan arus listrik. Sedangkan pada instalasi level switch,
relay akan memutus arus listrik sedangkan jika permukaan air mengenai
pelampung bawah maka relay kembali menyambung arus listrik (Ibrahim, 2008).
Pada dasarnya pemodelan sistem dilakukan untuk menganalisa dan member
prediksi yang sangat mendekati sistem yang nyata. Adapun pada perancangan
simulasi ini akan di analisis suatu sistem tangki air untuk mempelajari perilaku-
perilaku dan hubungan antara pompa, tangki, pipa, dan keran. Simulasi ini dibuat
bukan hanya untuk mengolah nilai- nilai variabel yang berpengaruh namun juga
untuk memvisualisasikan sistem dengan animasi (Ibrahim, 2008).

2.20 Aliran Melalui lubang


Sebuah tangki diisi dengan air sampai dengan ketinggian tertentu. Pada
dasar tangki tersebut dibuat lubang kecil. Menurut Hukum Torricelli kecepatan
air yang keluar dari lubang dipengaruhi oleh ketinggian air. Kecepatan air yang
keluar semakin lama semakin kecil, sesuai dengan penurunan ketinggian air.
Meskipun tangki mempunyai volume, tinggi dan luas penampang saluran keluar
air yang sama, diperlukan waktu yang berbeda untuk mengosongkan tangki.
Dalam situasi tertentu diperlukan bentuk tangki yang memberikan waktu
pengosongan minimal. Kemudian dalam tulisannya membahas tentang depletion
ratio. Uraian dalam tulisan ini dibatasi pada model matematika waktu
pengosongan tangki air dan depletion ratio. Selanjutnya jika depletion ratio
tangki diketahui maka dapat pula ditentukan suatu bentuk dari geometri suatu
tangki tersebut (Irmayanti & Sidarto, 2009).
Partikel zat cair yang mengalir melalui lubang yang berasal dari segala
arah. Karena zat cair mempunyai kekentalan maka beberapa partikel yang
mempunyai lintasan membelok akan mengalami kehilangan tenaga. Setelah
melewati lubang pancaran air mengalami kontraksi, yang ditunjukkan oleh
penguncupan aliran. Kontraksi maksimum terjadi pada suatu tampang sedikit
disebelah hilir lubang, dimana pancaran kurang lebih horisontal. Tampang
dengan kontraksi maksimum tersebut dikenal dengan vena kontrakta. Pada aliran
zat cair melalui lubang Terjadi kehilangan tenaga menyebabkan beberapa
parameter aliran akan lebih kecil dibanding pada aliran zat cair ideal yang dapat
ditunjukkan oleh beberapa koefisien, yaitu koefisien kontraksi, kecepatan, dan
debit.
Zat cair riil didefinisikan sebagai zat yang mempunyai kekentalan, berbeda
dengan zat cair ideal yang tidak mempunyai kekentalan. Kekentalan tersebut
disebabkan karena adanya sifat kohesi antara partikel zat cair. Dan juga karena
adanya kekentalan zat cair maka terjadi perbedaan kecepatan partikel dalam
medan aliran. Partikel zat cair yang berdampingan dengan dinding batas akan
diam (kecepatan nol) sedang yang terletak pada suatu jarak tertentu dari dinding
akan bergerak. Perubahan kecepatan tersebut merupakan fungsi jarak dari
dinding batas. Aliran zat cair riil disebut juga aliran viskos.
Aliran viskos adalah aliran zat cair yang mempunyai kekentalan
(viskositas), yang dimanadapat pula memberikaan sifat air (viskositas
kinematik) pada suatu tekanan atmosfer dan beberapa temperature. Kekentalan
adalah sifat zat cair yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan geser pada
waktu bergerak. Tegangan geser ini akan mengubah sebagian energi aliran dalam
bentuk energi lain seperti panas, suara, dan sebagainya (Oemiati, 2015).

2.21 Mekanika Fluida


Fluida merupakan zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena
tegangan geser, berapapun kecilnya tegangan geser tersebut. Berdasarkan
viskositasnya, fluida dibagi menjadi dua yaitu fluida Newtonian dan fluida non-
Newtonian. Fluida Newtonian merupakan fluida yang memiliki kurva tegangan
yang linier dan memiliki viskositas yang bernilai konstan apabila terdapat gaya
yang bekerja pada fluida tersebut. Sedangkan fluida non-Newtonian merupakan
fluida yang memiliki kurva tegangan yang tidak linier atau dengan kata lain tidak
memenuhi hukum linierisasi newton dan memiliki viskositas yang bernilai tidak
konstan apabila terdapat gaya yang bekerja pada fluida tersebut (Sahaya,
Widodo, & Imron, 2016).
Fluida Newtonian adalah sebutan untuk fluida yang akan mengalir secara
kontinyu berapapun gaya geser diberikan padanya. Gaya geser yang terjadi pada
fluida ini akan selalu berbanding lurus secara linier dengan gradien kecepatan
pada arah tegak lurus bidang gaya geser. Fluida non-Newtonian mengalir tidak
kontinyu; jika dikenai tegangan geser, misalnya dengan mengaduknya, maka
akan timbul area kosong yang kemudian perlahan akan terisi kembali. Contoh
fluida non-Newtonian adalah bahan puding (yang masih cair) dan cairan cat.
Pengadukan pada fluida non-Newtonian bisa menurunkan viskositasnya,
misalnya cat cair. Dalam keadaan tertentu pasir juga bisa dikategorikan sebagai
fluida non-Newtonian. Pasir dan cat cair memiliki sifat yang sangat berbeda; hal
pokok yang membuat keduanya dikategorikan sebagai fluida non-Newtonian
adalah bahwa keduanya tidak mengalir secara kontinyu. Mekanika adalah cabang
ilmu yang dimana menpelajari hal-hal yang berkaitan dengan gaya dan gerakan.
Fluida adalah zat yang berada dalam keadaan cair (liquid) dan gas. Zat cair
adalah zat yang untuk jumlah massa tertentu akan memiliki volume tertentu yang
tidak tergantung pada bentuk benda dimana zat cair tersebut ditempatkan. Untuk
mengukur volume zat cair biasanya dilakukan dengan mengukur volume
kontainer dimana zat cair itu berada. Namun volume yang sebenarnya hanyalah
sesuai jumlah yang mengisi kontainer tersebut. Diman jika volumenya lebih
kecil dari kontainer, maka akan terbentuk permukaan bebas; misalnya pada
danau dan tandon yang dimana tidak terisi penuh. Sebaliknya, gas dengan jumlah
massa tertentu bisa memiliki volume yang bervariasi sesuai dengan wadah
dimana gas itu berada (Ghurri Ph.D., 2014).
Adapun sifat kimia dan fisika dari Air itu sendiri yang dimana antara lain :
a. Sifat kimia
Air adalah suatu senyawa kimia berbentuk cairan yang tidak
berwarna, tidak berbau dan tak ada rasanya. Air mempunyai titik beku 0°C
pada tekanan 1 atm, titik didih 100°C dan kerapatan 1,0 g/cm3 pada suhu
4°C. Ukuran satu molekul air sangat kecil, umumnya bergaris tengah
sekitar 3 A (0,3 nm atau 3x10-8 cm). Wujud air dapat berupa cairan, gas
(uap air) dan padatan (es). Air yang berwujud cairan merupakan elektrolit
lemah, karena di dalamnya terkandung ion-ion dengan reaksi
kesetimbangan sebagai berikut:
2H2O ↔ H3O+ + OH-
Di samping komposisinya yang sederhana, air juga memiliki sifat-
sifat kimia yang tergolong unik. Keunikan ini terjadi sebagai akibat dari
adanya ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul-molekul air. Ikatan
hidrogen dalam molekul air terjadi karena adanya sifat polar dalam air,
sehingga tempat kedudukan atom hidrogen yang positif akan menarik
tempat kedudukan oksigen yang negatif dari molekul air lainnya. Ikatan
hidrogen terjadi dalam beberapa senyawa hidrogen, dimana atom hidrogen
menjembatani dua atom yang cenderung menarik elektron lebih besar
(keelektronegatifan). Ikatan hidrogen ini sifatnya lebih lemah
dibandingkan dengan ikatan kovalen. Namun demikian, ikatan hidrogen
antara dua molekul air yang berdekatan dan sifat terpolarisasi molekul air
inilah yang berperan terhadap sifat-sifat kimia dan fisik air yang unik itu
terjadi. Molekul-molekul dalam air dan es mempunyai banyak ikatan
hidrogen dengan sesamanya.
b. Sifat Fisika
Apabila dibandingkan dengan persenyawaan kimia lainnya, sifat-
sifat fisika air tergolong unik, antara lain :
1. Kalor penguapan Air memiliki kalor penguapan yang tinggi, hal ini
nampak ketika air dipanaskan maka proses penguapanrnya akan
berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan cairancairan lainnya.
Hal ini terjadi sebagai akibat dari kekuatan ikatan hidrogen di antara
molekul air yang harus diputuskan agar molekul dapat terlepas.
Tingginya kalor penguapan air ini menyebabkan tingginya pula titik
didih air (100°C), oleh karena itu air di permukaan bumi berbentuk
cairan dan bukan berbentuk gas. Sifat air yang demikian itu dapat
menjadikan air sebagai bahan pendingin yang sangat baik, karena dapat
menyerap sejumlah besar panas.
2. Kapasitas melarutkan Air dapat melarutkan zat-zat kimia dan dapat
digunakan sebagai medium yang di dalamnya berlangsung berbagai
reaksi kimia. Kebanyakan proses-proses kimia yang berlangsung,
menyangkut reaksi yang menggunakan air sebagai pelarutnya.
Kemampuan air dalam proses melarutkan zatzat kimia disebut sebagai
daya larut air, dan daya larut tersebut tergantung kepada sifat
terpolarisasinya molekul air dan ikatan hidrogen. Sebagai pelarut polar
air juga dapat melarutkan berbagai macam garam bergantung pada
interaksi antara ion-ion garam dengan muatan listrik yang dimiliki oleh
molekul air.
3. Tegangan permukaan Adanya ikatan hidrogen dalam molekul air
menyebabkan air cenderung bersatu membentuk suatu kekuatan yang
dinamakan kohesi. Daya kohesi ini diperlukan untuk melawan kekuatan
dari luar molekul yang akan memecahkan ikatan-ikatan hidrogen.
Kekuatan kohesi ini terjadi pada batas antara air dan udara, sehingga
membentuk suatu "kulit" di permukaan air. "Kulit" ini cukup kuat untuk
menyangga benda-benda kecil, kekuatan ini disebut tegangan
permukaan. Di antara sekian banyak zat cair, air memiliki tegangan
permukaan yang paling tinggi, hal ini memungkinkan terjadinya
asosiasi organisme baik yang hidup di bawahnya maupun di atasnya.
2.22 Tangki
Tangki pada dasarnya dipakai sebagai tempat penyimpanan material baik
berupa benda padat, cair, maupun gas. Dalam mendesain tangki, konsultan
perencana harus merencanakan tangki dengan baik terutama untuk menahan
gaya gempa yang mungkin terjadi. Jika tangki tidak direncanakan dengan baik,
maka kerusakan pada tangki dapat mengakibatkan kerugian jiwa maupun materi
yang cukup besar. Desain dan keamanan tangki penyimpan telah menjadi
kekhawatiran besar. Yang dimana seperti yang dilaporkan, kasus kebakaran dan
ledakan tangki telah meningkat selama bertahun-tahun dan kecelakaan ini
mengakibatkan cedera bahkan kematian.
Tumpahan dan kebakaran tangki tidak hanya mengakibatkan polusi
lingkungan, tetapi juga dapat mengakibatkan kerugian finansial dan dampak
signifikan terhadap bisnis di masa depan karena reputasi industri. Beberapa
contoh kerusakan tangki adalah keretakan pada bendungan beton berkapasitas
lima juta galon di Westminister, California, pada tanggal 21 September 1998
yang mengakibatkan kerugian yang hampir mencapai 27 juta dolar. Contoh yang
lain adalah banyaknya tangki baja las tempat penyimpanan minyak di Alaska
yang mengalami kebocoran dikarenakan oleh gempa tahun 1964. Hal yang sama
juga terjadi di Padang yang disebabkan oleh Gempa Padang tanggal 30
September 2009. Oleh karena itu, tangki harus direncanakan secara baik dengan
mengacu kepada peraturan tangki yang sesuai guna menghindari kerugian akibat
kerusakan tangki itu sendiri.
Penggunaan tangki dalam suatu Perkembangan industri yang dimana pada
saat sekarang sudah sangat berkembang pesat seiring perkembangan teknologi.
Hal tersebut membuat proses perencanaan tangki harus dapat dibuat dengan
kekuatan dan daya tahan yang sebaik mungkin. Dalam suatu perencanaan tangki
berbeda dengan bangunan karena kegagalan pada tangki sangat mempengaruhi
suatu proses dalam industri. Oleh sebab itu dimana suatu tangki dirancang
dengan memiliki suatu kinerja yang cukup baik pada suatu peristiwa gempa kuat
walaupun tangki tersebut bukan merupakan struktur yang daktail seperti halnya
pada struktur gedung, jadi pada umumnya dimana tangki sering direncanakan
dalam keadaan elastik atau dengan faktor modifikasi respons yang mana jauh
lebih kecil bila dibandingkan dengan suatu portal daktail pada struktur bangunan.
Desain dan keamanan tangki penyimpan telah menjadi kekhawatiran besar. Yang
dimana seperti yang dilaporkan, kasus kebakaran dan ledakan tangki telah
meningkat selama bertahun-tahun dan kecelakaan ini mengakibatkan cedera
bahkan kematian (Bangun & Teruna, 2000).

2.23 Proses Perancangan Tangki Air


Tangki air tradisional umumnya dibuat secara trial-error, jika satu ukuran
telah berhasil dibuat maka selanjutnya dijadikan pola empiris bagi tangki-tangki
air lainnya yang sama. Pada tangki air yang dibahas akan dilakukan langkah-
langkah rasional untuk merancang, dan kemudian melaksanakan pembuatannya.
Dalam merancang tangki ini dilakukan asumsi-asumsi perencanaan sebagai
berikut :
a. Bahan mortar dari pasir-semen dianggap hanya kuat terhadap tekan.
b. Anyaman bambu dibuat cukup kaku untuk digunakan sebagai kerangka
campuran pasir-semen pada tangki air sebelum mengeras. Selanjutnya
bagian bambu yang berbentuk cincin dianggap sebagai tulanganuntuk tarik
dinding.
c. Dinding dibuat kedap air agar dapat menahan tekanan radial air, yang
melalui efek arch (gaya tekan saja) selanjutnya disebarkan ke bagian cincin
bambu. Jarak vertikal antara cincin satu dengan yang lain menentukan
ketebalan dinding.
d. Dinding juga berfungsi sebagai penyalur beban vertikal dari tutup tangki ,
tekanan vertikal akibat gesekan air-dinding diabaikan.
e. Beban vertikal dari air dan dinding diterima langsung pondasi.
f. Hubungan dinding dengan pondasi untuk analisa gaya-gaya dianggap rol,
sehingga tidak menyumbang kekakuan, meskipun dalam pelaksanaannya
nanti bagian bawah tangki air ditambah ketebalannya dengan pasangan
batu-bata.
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas dapat diketahui bahwa tekanan
hidrostatis air ke dinding, relatif kecil dibanding daya dukung ijin pasir-semen
(mortar) yang telah mengeras. Sedangkan gaya tarik pada dinding yang terjadi,
dianggap paling menentukan. Untuk menghindari keretakan akibat gaya tarik
maka harus dipasang tulangan tarik dari bambu. Keunggulan bambu antara lain;
kuat terhadap gaya tarik (terutama kulit bambu yang merupakan pelindung dan
bagian terkuat dari bambu), banyak dijumpai di Indonesia. Sedangkan kelemahan
Bambu antara lain; sifat fisik bambu sebagai bahan alam yang membuatnya sukar
dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang
ruasnya, ketidakawetannya, dan bambu lemah terhadap gaya geser. Dalam
pembuatan tangki air bambu semen, digunakan bambu Tali karena bambu ini
lebih lentur dibanding bambu yang lain, dan tahan lama sekalipun tidak
diawetkan.
Namun terdapat satu hal yang perlu diketahui bahwa bambu akan
mengalami pembesaran dimensi jika menyerap air. Hal ini juga berlaku pada saat
bambu diselimuti pasta semen, yang pada awal pengerasan, pasta semen yang
mengandung banyak air akan diserap oleh bambu, sehingga akan terjadi
pembesaran dimensi dari bambu tersebut. Keadaan ini merugikan karena
pembesaran dimensinya akan mengakibatkan pasta semen terdesak oleh tekanan
dan dapat merusak serta memecahkan pasta semen yang belum mengeras dengan
benar dan mencapai kekuatannya. Hal ini juga mengakibatkan retak sepanjang
bilah bambu dan kekuatannya melawan gaya geser akan berkurang. Bila pasta
semen telah mengeras serta bilah bambu tidak bisa menyerap air lagi atau
mengerut, maka akan timbul rongga-rongga udara disekeliling bambu antara
batang bambu dan pasta semen sehingga mempengaruhi daya lekat keduannya.
Berdasarkan penelitian Herdarmin (1991), cara-cara untuk mengatasi
masalah tersebut adalah:
a) Memakai batang bambu yang tua agar daya serap terhadap
kelembabannya kecil, sehingga tidak mengalami pengerutan dan retak yang
terlampau besar.
b) Melapisi batang bambu dengan bahan kedap air (kerosin alkohol, aspal dan
lain-lain).
c) Memakai semen yang berkekuatan awal tinggi.
d) Batang bambu berupa bilah-bilah lebih baik daripada berbentuk bulat,
dapat mencegah retakan selama interaksi bambu dan pasta semen.
Dari serangkaian analisis diatas, kita perlu menguji masing-masing
kekuatan dari tarikan bambu Tali, lentur tarik beton, dan tarik lekatan bambu
Tali dan semen.

2.24 Debit Aliran


Debit adalah suatu koefesien yang menyatakan banyaknya air yang
mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter
per/detik, untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup
untuk disalurkan ke saluran yang telah disiapkan. Debit aliran dipergunakan
untuk menghitung kecepatan aliran pada masing masing pipa experimen diam.
Jumlah zat cair yang mengalir melalui tampang lintang aliran tiap satuan waktu
disebut debit aliran dan diberi notasi Q. Debit aliran biasanya diukur dalam
volume zat cair tiap satuan waktu, sehingga satuannya adalah meter kubik per
detik (m3/dt).
Dalam praktek, sering variasi kecepatan pada tampang lintang diabaikan,
dan kecepatan aliran dianggap seragam di setiap titik pada tampang lintang yang
besarnya sama dengan kecepatan rerata V.
Semua fluida sejati mempunyai atau menunjukkan sifat-sifat atau
karakteristik-karakteristik yang penting yaitu : kerapatan, laju aliran massa,
viskositas, Fluida secara umum bila dibedakan dari sudut kemampatannya
(compresibility), maka bentuk fluida terbagi dua jenis, yaitu; compressible fluid
dan incompressible fluid.
Kuantitas aliran fluida per unit waktu yang mengalir menembus penampang
sebarang dinamakan rate aliran (debit). ltu bisa diekspresikan sebagai debit
volume dengan unit-unit lnggris seperti cubicfeet per detik (cfs), galon per menit
(gpm), juga galon per hari, atau sebagai debit berat dalam unit pon per detik, atau
debit massa dalam unit slug per detik. Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap
air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir.
Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul dalam fluida jauh lebih kecil
dari ikatan molekul dalam zat padat, akibatnya fluida mempunyai hambatan yang
relatif kecil pada perubahan bentuk karena gesekan.
Tekanan fluida yang diukur oleh alat yang bergerak bersama dengan fluida.
Kondisi ini sangat sulit diwujudkan, namun dengan kenyataan bahwa tidak ada
variasi tekanan pada arah penampang tegak lurus aliran, maka tekanan statik
dapat diukur dengan membuat lubang kecil pada dinding aliran sedemikian rupa
sehingga sumbunya tegak lurus dinding aliran (wall pressure tap). Dalam unit
S.1, hal ini bisa diekspresikan dalam kubik meter per detik (untuk volume), kilo
newton per detik (untuk berat), dan kilogram per detik (untuk masa). Dalam
kasus fluida incompressible,' debit volume sering digunakan, sedangkan untuk
aliran compressible lebih digunakan debit berat atau massa. Cairan dengan rapat
massa yang akan lebih mudah mengalir dalam keadaan laminar. Hal itulah yang
sebenarnya terjadi pada kebanyakan elemen proses. Di dalam praktek, yang
banyak ditemui adalah elemen proses orde banyak. Hanya saja karena tidak
semua lag time menonjol (besar), hanya lag time dominan yang menentukan orde
proses. Karena itu, suatu proses kemuadian disebut proses orde banyak, apabila
proses itu memang mempunyai banyak lag time dan semuanya dominan.
Selanjutnya, proses orde dua maupun orde banyak self-regulation dianggap
sebagai gabungan antara proses dengan dead time dan proses orde satu self-
regulation.
Pada proses orde dua non-interacting, flow yang keluar dari tangki pertama
tidak berpengaruh pada tingginya level di tangki kedua (h2), sedangkan pada
proses orde dua interacting-capacities, flow yang keluar dari tangki pertama akan
berpengaruh pada tinggi level tangki kedua. Hal itu disebabkan flow yang tadinya
mengalir karena beda tekanan dengan atmosfir, sekarang mengalir karena beda
tekanan tangki 2 dikurangi tangki 1.
Seperti pada proses orde satu, transfer function proses orde dua non-
interacting juga merupakan persamaan diferensial fungsi waktu. Bahkan pada
persamaan diferensialnya sekarang berpangkat dua karena prosesnya memang
sedang mempunyai dua lag time hubungan input-output orde dua non-
interacting. Kurva waktu dapat menunjukkan tahap perubahan yang terjadi pada
level ditangki pertama atas prubahan Fi, dan perubahan level ditangki kedua (h2)
atas perubahan level ditangki pertama (h1) (Suryani, 2013).
Karena sifat prosesnya tetap self-regulation, setelah ada penggunaan
keseimbangan dengan bertambahnya Fi sebanyak fi, level ditangki pertama (h1)
akan naik seperti layaknya proses orde satu self-regulation. Tangki kedua akan
menerima penambahan flow dari tangki pertama yang naik sebanding dengan
kenaikan level ditangki pertama (h1). Akibatnya, level ditangki kedua (h2) akan
naik juga, tetapi secara jauh lebih lambat lagi (Suryani, 2013).

2.25 Pompa
Pompa merupakan alat yang berfungsi mengubah tenaga mekanis dari suatu
sumber tenaga (penggerak) menjadi tenaga kinetis (kecepatan), dimana tenaga ini
berguna untuk mengalirkan cairan dan mengatasi hambatan yang ada sepanjang
pengaliran. Dalam aplikasi kehidupan sehari-hari banyak sekali aplikasi yang
berkaitan dengan pompa. Contoh pompa yang ditemui dalam kehidupan sehari-
hari antara lain pompa air, pompa diesel, pompa hydram, pompa bahan bakar dan
lain-lain, yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Dari sekian banyak
pompa yang ada tentunya mempunyai prinsip kerja dan kegunaan yang berbeda-
beda namun memiliki fungsi yang sama. Hambatan-hambatan pengaliran itu
dapat berupa perbedaan tekanan, perbedaan ketinggian atau hambatan gesek.
Secara umum pompa dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu (Siswadi,
2015) :
1. Pompa Reciprocating
Pompa Reciprocating adalah pompa pompa dimana energi mekanik dari
penggerak pompa diubah menjadi energi aliran dari cairan yang dipompa
dengan menggunakan elemen yang bergerak bolak-balik di dalam silinder.
Ketika volume silinder membesar akibat gerakan piston atau plunyer maka
tekanan dalam silinder akan turun dan relative lebih kecil daripada tekanan
pada sisi isap, sehingga fluida pada sisi isap akan masuk ke dalam pompa.
Sebaliknya ketika volume silinder mengecil akibat gerakan piston atau
plunyer maka tekanan dalam silinder akan naik sehingga fluida akan
tertekan keluar. Pompa reciprocating mempunyai tekanan yang tinggi
sehingga mampu melayani system dengan head yang tinggi. Tekanan yang
dihasilkan tidak tergantung pada kapasitas tetapi tergantung pada daya
penggerak dan kekuatan bahan.
2. Pompa Rotari
Pompa rotari adalah pompa perpindahan positif dimana energi mekanis
ditansmisikan dari mesin penggerak ke cairan dengan menggunakan elemen
yang berputar (rotor) di dalam rumah pompa (casing). Pada waktu rotor
berputar di dalam rumah pompa, akan terbentuk kantong-kantong yang
mula-mula volumenya besar (pada sisi isap) kemudian volumenya
berkurang (pada sisi tekan) sehingga fluida akan tertekan keluar.
DAFTAR PUSTAKA

Agustriyanto, R. (2017) ‘Metode Optimasi Pada Sistem Pengendalian Proses Tangki


Pemanas Berpengaduk’, Jurnal Tekniki Kimia Usu, 6(3), Pp. 1–7.
Alistia, R. Et Al. (2013) Dinamika Proses Tangki. Program St. Laboratorium
Instruksional Teknik Kimia.
Aprilasani, Z. (2011). ‘Dinamika Proses Pada Sistem Pengosongan Tangki’, p. 13.
Bangun, R. A., & Teruna, I. D. R. (2000).Analisis Design Tangki Dengan Metode
Response Spectra dan Email : ruben_el17@yahoo.com. Jurnal Analisis Design
Tangki, (1), 1–7.
Camellia (2015). ‘Dinamika Proses’. Jakarta.
Dharma, U. S. and Prasetyo, G. (2012). ‘Pengaruh Perubahan Laju Aliran Terhadap
Tekanan dan Jenis Aliran yang Terjadi pada Alat Uji Praktikum Mekanika
Fluida'. Jurnal Teknik Mesin, 1(2), pp. 106–112.
Ghurri Ph.D., A. (2014). Dasar-Dasar Mekanika Fluida Ainul Ghurri Ph . D . Jurnal
Dasar-Dasar Mekanika Fluida, 1–73.
Ibrahim, M. (2008) “laporan Dinamika Proses Tangki,” Universitas Gajah Mada,
Irmayanti, & Sidarto, K. A. (2009). Model Matematika Waktu Pengosongan Tangki
Air. Jurnal Waktu Pengosongan Tangki Air, (1), 197–204.
Isdiawan, M. S. et al. (2013). ‘Dinamika Proses Tangki’, in Modul Praktikum
Laboratorium Instruksional Teknik Kimia. Bandung: Fakultas Teknologi Industri
ITB.
Kholisoh, S. D. (2016). ‘Dinamika proses pengukuran temperatur’, (2).
Kusmara, T. (2016). ‘Modul Praktikum Operasi Teknik Kimia 2 Dinamika Proses
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Surya Universitas Surya’,
Dinamika Proses I., 1, pp. 1–14.
Oemiati, N. (2015). Analisa Perhitungan Waktu Pengaliran Air dan Solar Pada Tangki.
Jurnal Waktu Aliran, 4(1), 16–22.
Penyusun, T. (2016) ‘Modul Dinamika Proses’, in Panduan Pelaksanaan
Laboratorium Instruksional I/II. Bandung: Departemen Teknik Kimia ITB, pp.
1–39.
Penyusun Operasi Teknik Kimia 2 (2016) ‘Penuntun Laboratorium Operasi
Teknik Kimia’, Fti Umi Makassar, Pp. 1–30.
Radita, A. (2017) ‘Penalaan Kendali Pid Untuk Pengendali Proses’, Jurnal Teknologi
Elektro, Universitas Mercu Buana, 8(2), Pp. 109–116.
Ridwan (2014) ‘Aliran Fluida Gas’, Aliran Fluida, (2), P. 18. Doi: 10.1088/1674-
1137/41/7/076001.
Santoso, E. (2007) “Dinamika Proses Tangki,” hal. 1–7.
Sahaya, R., Widodo, B., & Imron, C. (2016). Aliran Fluida Magnetohidrodinamik
Viskoelatis. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2), 78–82.

Siswadi (2015) 'Analisis Tekanan Pompa Pada Debit Air' , Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik-
Sistem, 11(3), Pp 39-46.

Rosalia, S. (2015). ‘Modul 1.12 Dinamika Proses’, pp. 1–39.

Toifurf, N. And (2012) Mekanika Fluida 2.


Yusuf, R. (2017) Pengendalian Proses - 2. Program Studi Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
Yusivar, F. and Jepry, J. (2011). ‘Perancangan Pengendalia PID pada Proportional
Valve’, 2.

Anda mungkin juga menyukai