Anda di halaman 1dari 9

HARALD MOTZKI

Musdalifa
Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Dakwah IAIN Kendari, Indonesia
musdalifaifa296@gmail.com

ABSTRACT
This article discusses the views and criticisms of the orientalists on the hadith of the Prophet. The
results of this analysis conclude that the orientalists do not fully criticize the hadith and justify that
the hadith is fake and cannot be trusted. Then in the view of the orientalists say that the hadith that
is being debated for them is a hadith in which there are irregularities in the sanad or mata.
Therefore, orientalist figures then conducted research on hadith using several theories such as the
common link theory and the isnad cum matan theory. In the thoughts of Harald Motzki, he is of
the view that some of the hadiths of the prophet are fabricated, because of this many orientalists
then research the eastern world to find an irregularity in the hadith.
Keywords: Authenticity, Hadith, Orientalist
ABSTRAK
Artikel ini membahas bagaimana pandangan dan kritikan para kaum orientalis terhadap
hadits Nabi Saw. Hasil analisis ini menyimpulkan bahwa orientalis tidak sepenuhnya mengkritik
hadits dan menjustifikasi bahwa hadits itu palsu dan tidak bisa dipercaya. Kemudian dalam
pandangan kaum orientalis mengatakan bahwa hadits yang menjadi perdebatan bagi mereka adalah
hadits yang sanad atau matannya terdapat kejanggalan. Maka dari itu para tokoh orientalis
kemudian melakukan penelitian terhadap hadits dengan menggunakan beberapa teori seperti teori
common link maupun teori isnad cum matan. Dalam pemikiran Harald Motzki, ia berpandangan
bahwa sebagian hadits nabi ada yang dibuat-buat, olehnya itu banyak kaum orientalis yang
kemudian meneliti dunia ketimuran untuk menemukan sebuah kejanggalan pada hadits.
Kata Kunci : Hadits, Orientalis, Otentitas
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kajian Orientalisme terhadap Hadits merupakan sebuah diskursus ilmiah yang
tidak mandek. Melalui dialektika pemikiran di antara para Orientalis sendiri di satu sisi,
dan perjumpaan mereka dengan para ilmuwan Muslim di sisi yang lain, telah terbentuk
wacana dan pemikiran (Ma’mun 2013). Kajian terhadap orang timur yang di lakukan oleh
orang-orang barat memunculkan berbagai pemahaman dimana orang Barat telah bermula
sejak beberapa abad yang lalu namun baru pada abad ke 18 gerakan pengkajian ketimuran
ini diberi nama orientalisme (Muhammad 2021). hingga orientalisme mencapai puncak
kekuasaan dan pengaruhnya pada abad ke 20, yang ditandai dengan semakin banyaknya
lembaga-lembaga orientalisme (Hakim and Schacht 2022). Bukan itu saja, bahkan mereka
meneliti dan mengkaji agama islam dari berbagai aspek dari Al-Qur’an, hadits, tingka
lakunya dan sebagainya. Mereka merasa tertarik terhadap orang timur dengan berbagai
asumsi yang menyabapkan mereka meneliti atau mengakaji islam, sehingga dari kalangan
mereka mengkajian dan meneliti dengan berbagai aspek, namun penulis akan fokus kepada
bagaimana orientalis peneliti hadits (Yurnalis 2019).
Setelah penulis menfokuskan penelitian terhadap bagaimana pandangan para
orientalis terhadap hadits dengan demikian ada berbagai perbedaan yang ada dalam
memahami hadits sebagai mana Goldziher menyimpulkan bahwa sebagian besar Hadis
merupakan hasil kelanjutan dari agama, sejarah dan masyarakat Islam selama dua abad
pertama hijriyah (Setiawati 2018). Di mana menurutnya hadits sekedar buat-buatan atau
kebudayaan yang di buat-buat oleh masyarakat arab dengan menyandarkan nama nabi
muhammad, tidak jauh berbeda dengan pemikiran (Helma Hera 2020). Goldziher
mengakui sumber hadis telah ada sejak awal masa Nabi dan sahabat, lalu di masa kemudian
terjadi pemalsuan besar-besaran yang di buat-buat (Pahrudin 2021). Namun, kita akan lebih
fokus kepada toko orientalis yang di mana memiliki teori Isnad cum matn, teori ini
merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mencari kesejajaran hadits dengan
mengkombinasikan aspek isnad dan matan (faisal haitomi 2020). Teori yang digagas oleh
Harald Motzki ini berbeda dengan pemikiran orientalis yang lain, karena teori ini fokus
kajiannya adalah matan dari hadits itu (Thoriq Aziz Jayana 2020).
Harald Motzki sendiri adalah orientalis yang cukup tidak setuju kepada pemikiran
orientalis sebelumya seprti Juynbol, berdasarkan temuan Joynboll yang menjadi common
link hadis-hadis yang disusun pada abad II dan III H adalah berasal dari tabiin atau tabi
tabiin (Supian 2016). Namun menurut motzki hadits tersebut sudah ada pada abad pertama
hijriah, dan ia melihat bahwa isnad di teliti dari atas seemakin banyak yang meriwayatkan
semakin di percayalah hadits tersebut karna itulah adanya teori Isnad cum matn. namun
tidak menuntup kemungkinan pendapat Harld Motzki disetujui oleh para orientalis di
bawahnya lagi tetap ada yang mengkritik pemikiranya tersebut, pada artikel ini kita akan
menjelskan siapa-siapa yang membatah pemikiran Harald Motzki dengan teori Isnad cum
matn.
PEMBAHASAN
A. Pengertian orientalis dalam meneliti hadits
Orientalis berasal dari bahasa pererancis orient yang mengandung pengertian timur
kata tersebut berarti ilmu yang berhubungan dengan dunia timur atau dengan katalain
orientalis adalah orang yang mempelajari budaya timur dari berbagai aspek (Orientalis and
Hadits 1992). Dalam bahasa Inggris, kata ”orient” mengandung arti ”Timur”, sedangkan
arti ”orang atau bangsa Timur” ditunjukkan dengan kata ”oriental” adalah sebuah kata sifat
yang bermakna; hal-hal yang bersifat timur, yang teramat luas ruang lingkupnya. jadi
Orientalis adalah kata nama pelaku yang menunjukkan seorang yang ahli tentang hal-hal
yang berkaitan dengan "timur". Sedangkan kata orientalisme (Belanda) ataupun orietalism
(Inggris) menunjukkan pengertian tentang suatu paham. Jadi orientalisme berarti sesuatu
paham, atau aliran, yang berkeinginan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-
bangsa di Timur beserta lingkungannya (Nasir 2021).
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa orientalis adalah orang-orang
barat yang memepelajari orang-orang timur dari segi keilmuanya sampai ia ahli terhadap
ketimuran tersebut, di mana mereka lebih cenderung menelit agama orang timur dan lebih
terfokus terhadap agama islam berangkat dari tersebut bisa kita lihat bagai mana para
orientalis itu berperan dalam keilmuan, tidak bisa kita pungkiri pula bagai mana meraka
tekun dalam menggali dan meneliti sehingga ia mampu membuat buku ke ilmuan hadits,
seperti buku pengantar dalam pencarian hadist seperti kitab yang dihasilkan oleh
A.J.Wensinck kedua kitab tersebut dikenal dengan Mu’jam Mufahras li Alfaz al-Haditsal-
Nabawi dan Miftah Kunuz al-Sunnah (Lubna 2019). Menurut A.J. Wensinck, sarjana Barat
yang pertama kali mengkaji tentang hadis adalah Snouck Hurgronje dengan bukunya Revre
Coloniale Internationale (1886 M) (Sukron Riwayah n.d.). Tidak dapat kita pungkiri
bagaimana keilmuan mereka terhadap hadits, disinilah bisa kita lihat bagai mana orientalis
betul-betul berpengaruh bagi orang-orang timur. Qasim Assamurai dalam bukunya Bukti-
bukti Kebohongan Orientalis 17 mengemukakan beberapa pandangan mengenai faktor-
faktor penyebab lahirnya orientalisme (Supian 2016), antara lain:
a) Bahwa orientalisme itu lahir akibat perang salib (1096-1291) atau ketika
dimulainya pergesekan politik dan agama antara Islam dan Kristen Barat di
Palestina.
b) Terjadinya peperangan berdarah yang ber- kecamuk antara orang-orang Islam dan
Kristen di Andalusia, khususnya setelah Alfonso me- naklukkan Toledo pada tahun
488 H/1085 M
c) Sebahagian berpendapat bahwa lahirnya orientalisme itu ada dua sebab, pertama
karena kebutuhan Barat untuk menolak Islam dan kedua untuk mengetahui
penyebab kekuatan yang mendorong umat Islam, khususnya setelah jatuhnya
konstantinopel pada tahun 857 H/1450 M serta tibanya pasukan Turki Usmani ke
perbatasan Win
d) Di kalangan ahli teologi berpendapat bahwa lahirnya orientalisme itu merupakan
kebutuhan mereka untuk memahami intelektualitas Semit, karena ada hubungan
dengan Taurat dan Injil.
e) Sebahagian lainnya berpendapat bahwa orientalisme itu lahir untuk kepentingan
penjajahan Eropa terhadap negara-negara Arab dan Islam di Timur
dekat.(Muhammad 2021)
Dari argumen di atas menujukkan alasan orientalis meneliti Islam namun setelah
penulis melihat dan membaca bagaimana peran orientalis, penulis berpendapat tidak secara
keseluruhan faktor di atas menyebapkan meraka meneliti Islam namun lebih kepada bagai
mana orientalis ini lebih cenderung kepada keilmuan dan lebih melihat kemajunya orang-
oran timur. sebagaimana Ali Masrur membagi sarjana Barat terbagi menjadi empat
kelompok; Pertama, kelompok revisonis. Kedua, kelompok yang mengkritik sikap skeptis
sarjana Barat. Ketiga, kelompok yang berusaha mencari jalan tengah. Keempat, kelompok
neo-skeptisme.(Lutfia et al. 2022). Dari sinilah penulis memahami bahwa asumsi Qosim
Asamurai di dalam bukunya yang berjudul Bukti-bukti Kebohongan Orientalis 17 tidak
secara keseluruhan orientalis meneliti agama islam karna hal tersebut sebagaimana di atas
orientalis yang mampu membuat buku pengantar dalam pencarian hadits, namun perlu di
ketahui di sini lebih menfokuskan terhadap penelitian hadits yang di teliti oleh tokoh
orientalis yang dikenal dengan nama Harlnd Motzki.
B. Biografi Harlnd Motzki
Orientalis yang bernama Harald Motzki lahir Pada tahun 1948, di Jerman dengan
nama lengkap Harald Motzki (Nugroho 2021). Bapaknya bernama Guenther dan ibunya
bernama Brunhilde. Sejak kecil, Harald Motzki dididik sebagai seorang Katolik (Deden,
Sayuti, and Hasyim n.d.). Motzki pernah belajar di Humanistic Academic High School
Dalam rentang waktu sepuluh tahun ia menyelesaikan pendidikannya dari tingkat strata
satu sampai doctoral. Pada tahun 1974-1978, ia mendapat gelar M.A dan Ph.D di Bonn
University.(faisal haitomi 2020).
Pandangan orientalis terhadap Motzki dia dikenal sebagai sosok sarjana studi Islam
yang concern terhadap materi hadis dan berbagai keilmuan penyangganya, dan berupaya
untuk mengkritisinya dengan objektif. Ia adalah seorang orientalis yang menjadi Guru
Besar Hadis sekaligus Profesor di Institut Bahasa dan Budaya dari Timur Tengah,
Universitas Nijmegen, Belanda. Motzki adalah sosok yang dikenal para pemerhati
orientalisme sebagai sosok yang banyak mengkaji hadis, sirah dan sejarah asal-usul hukum
Islam (Orientalis & Diabolisme Pemikiran . 2010).
Melihat dari latar belakang Motzki yang terlahir di jerman dengan agama katolik,
ia telah mampu berusaha menjadi peneliti yang objektif, setelah mengetahui sedikit
biografi yang dimilikinya, tentu saja kita akan bertanya-tanya apa sih yang melatar
belakangi ia meneliti hadits adapun faktor penelitiannya karna, Harald Motzki jelas tidak
bisa lepas dari sistem-sistem eksternal yang ada disekitarnya, yakni pengaruh dari
pemikiran kaum orientalis sebelumnya, data sejarah menunjukkan, pemikiran orientalis
awal melihat keberadaan sanad sebagai masalah yang sangat urgen dalam pembahasan
hadits (Adib 2017). Di sinilah Motzki melihat penelitian orientalis sebelunya bahwa hadits
hanya buat-buatan namun seteleh melihat data sejarah Motzki menemukan titik kesalahan
terhadap orientalis (Zakiyah, Saputra, and Alhafiza 2020).
Asal usul hadits dengan mengilustrasikan kejadian yang terjadi pada zaman bani
abbasiyyah ketika pemerintahan yang mempunyai kelompok aliran-aliran hukum klasik
dengan para ahli hadis (Habibi 2020). Di mana ia berasumsi bahwa hadis mulai ada pada
abat ke dua hijria Perkembaangan dan pemalsuan hadits menurutnya hadis di buat-buat
oleh orang-orang yang ada pada abad ke dua hijria kemudian di sandarkan kepada nabi
muhammad (Maqāṣ et al. 2021). Hal ini disebabkan kerena politik dan sebagainya sebagai
mana hadits yang dikomentari goldziher sebagai berikut :“Janganlah melakukan perjalanan
kecuali pada tiga masjid.” Menurutnya, Malik ibn Marwan seorang khalifah Dinasti Bani
Umayah di Damaskus, merasa khawatir jika ’Abdullah ibn Zubayr gubernur yang
memproklamirkan diri sebagai khalifah di Mekah, mengambil kesempatan meminta bay’ah
kepada orang-orang Syam yang akan beribadah haji. Karenanya, ia berusaha agar mereka
tidak menunaikan haji ke Mekah dan sebagai gantinya cukup menunaikan haji ke Qubbah
al-Sakhrah di al-Quds, dengan menyuruh Muhammad ibn Syihab al-Zuhri membuat hadis
marfū’ tersebut (Muhammad 2021). Yang meurutnya hadits tidak mampu diakui
keontetikannya.
Berangkat dari Ignaz Goldziher tidak jauh berbeda dengan pemikiran Josep Schacht
berpendapat bahwa dengan menggunakan teori yang di gagas Projecting back berarti
penyandaran kemasa sebelumnya (Mohammad Ali 2020). Teori ini pada dasarnya
menyatakan bahwa asal-usul hadis dapat ditelusuri melalui sejarah hubungan antara hukum
Islam dengan hadis teori ini berkaitan erat dengan teori Commonlink yang di kembangkan
oleh joynboll yang sama-sama menyatakan bahwa hadis di create pada masa tabīn teori
Schacht ini sedikit berbeda dengan teori Goldziher, yaitu bahwa Goldziher mengakui
sumber hadis telah ada sejak awal masa Nabi dan sahabat, lalu di masa kemudian terjadi
pemalsuan besar-besaran yang di buat-buat (Pahrudin 2021).
C. Teori Harlnd Motzki dalam mengkaji hadits
Perlu kita ketahui Harald Motzki juga menolak pendapat Schacht yang menjadi
pencetus common link akan tetapi ia lebih identik dengan Juynboll karena dialah yang
menjelaskan secara detail kajian isnad dari semua apsek dan posisi transmitter di dalam
kajian sanad yang mengatakan bahwa common link merupakan pemalsu hadis, bukan orang
yang menyebar hadis secara sistematis.(Suwarno 2018).
Motzki berpendapat bahwa jalur tunggal itu tidak hanya satu jalur periwayatan
melainkan jalur tunggal yang disebut common link ialah jalur yang paling dia ketahui
dengan begitu tidak menutup kemungkinan bahwa ada jalur versi lain yang telah hilang
karena common link tidak menerima ataupun menyampaikannya dikarenakan common
link tidak mengetahui ada jalur periwayatan yang lain (Mufid 2017). Menurut Motzki tidak
selalu Common Link tersebut dapat dikatakan sebagai pemalsu hadis selama belum
ditemukan data sejarah yang menunjukkan beliau sebagai pemalsu hadis (Deden, Sayuti,
and Hasyim n.d.). Motzki melihat adanya dikotomi dari kajian pendahulunya, antara dating
basis of sanad dan dating basis of matn. Hal inilah yang memunculkan ide seorang Harald
Motzki untuk menggabung kedua objek kajian ini dari para pendahulunya, maka
ditawarkanlah kajian isnad cum matn (disingkat ICM) sebagai kajian paripurna dari kedua
kajian sebelumnya(Muammar 2019).
Adapun pandangan ahli hadis muslim sejak awal telah merumuskan suatu teori
Tentang otentisitas hadis untuk menunjukkan hadis yang otentik maupun yang palsu. Hadis
dikatakan otentik melalui proses penyeleksian dua unsur pokok hadis, yaitu şahīh sanad
dan şahīh matan. Ahli hadis Muslim pada umumnya menyepakati kriteria otentikasi isnad
hadis meliputi lima hal: (1) kebersambungan isnad; (2) rawi- rawinya „ādil; (3) rawi-
rawinya ḍābiţ; (4) keterhindaran dari anomali (syāż); dan (5) keterhindaran dari cacat
tersembunyi („ilat). Sedangkan kriteria otentikasi matannya meliputi dua hal: (1)
keterhindaran dari anomali (syāż); dan (2) keterhindaran dari cacat tersembunyi (Suwarno
2018). Sedangkan otentikasi matan kriterianya meliputi dua hal: keterhindaran dari
anomali (syāż) dan keterhindaran dari cacat tersembunyi (ilat). Unsur syāż mencakup
pertentangan, pencemaran dan kekeliruan. Sedang unsur ilat meliputi kontradiksi internal
interpenetrasi dan inkoherensi (Anwar 2011).

Isnad cum matan merupakan sebuah metode dalam mencari kesejarahan hadis
dengan mengkombinasikan aspek isnad dan matan. Metode ini bekerja untuk menelaah
jalur-jalur periwayatan maupun teks matn hadis, sehingga kesejarahan hadis yang
dimaksud adalah kesejarahan dalam periwayatan hadis itu sendiri(faisal haitomi 2020).

D. Pembuktian otentisitas Hadits oleh Motzki


Berangkat dari Juynboll, ketika Common Link mengutip satu jalur riwayat hadis
saja maka itu berarti bahwa beliau hanya meriwayatkan versi hadis yang mereka terima
saja, dan tidak menutup kemungkinan mereka mengetahui adanya versi riwayat yang lain.
sementara alasan yang kedua adalah bahwa Common Link hanya mungkin saja hanya
meriwayatkan satu versi jalur yang dianggapnya paling terpercaya. Selanjutnya alasan
ketiga ialah bahwa mungkin Common Link menambah informan yang paling cocok apabila
mereka lua informan yang sebenarnya(Junaidi 2015), kemudian Hasnan Adiv Avivi
mengemas langkah-langkah yang dilakukan oleh Motzki dalam memnuktikan keontikan
hadits, yaitu :
a) Meletakkan dating, yakni menentukan asal-muasal dan umur terhadap sumber
sejarah yang merupakan salah satu substansi penelitian sejarah.
b) Tidak melalukan penelitian secara keseluruhan hadits-hadits yang terdapat dalam
mushannaf Abd al-Razzaq. Namun, ia menggunakan metode sampling.
c) Setelah data terkumpul, ia menganalisis sanad dan matan dengan menggunakan
metode isnad cum matan analysis dengan pendekakan traditional-historical.
d) Terkait dengan materi periwayatan (matan) hadits, ia mengajukan teori external
criteria dan formal criteria of authenticity sebagai alat analisa periwayatan.
e) Penyusunan atau disebut sebagai tahap aplikasi, yakni berangkat dari metode-
metode diatas, ia mengklasifikasikan riwayat yang terdapat dalam kitab mushannaf
(Wazna 2018).
Menurut Motzki hadis harus melalui persyaratan yang mampu di buktikan
keontetikanya di mana, prasyarat utama dari rekontruksi sejarah adalah kritik sumber.
sumber dianggap terpercaya, apabila mampu menjawab dengan pasti dua pertanyaan,
berapa jauh jarak waktu sumber dengan peristiwa yang dilaporkan dan apakah sumber
tersebut memberikan informasi dengan tepat (Suwarno 2018).

KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan bahwa motzki merupakan tokoh orientalis yang lebih banyak
mengkritik sarjana Barat yang cenderung bersifat skeptis terhadap kesejarahan hadits.
Namun, motzki juga tidak begitu percaya terhadap hadits karena ia mengatakan bahwa
hadits tidak sepenuhnya dari Nabi Saw, akan tetapi hadits ada yang dibuat-buat oleh para
sahabat. Kemudian motzki menetang pendapat dari tokoh orientalis yang bernama Juynboll
yang berasumsi bahwa common link merupakan pemalsu hadits, bukan orang-orang yang
menyebar hadits secara sistematis. Artinya bahwa menurut analisi penulis bahwa Harald
Motzki ini berada pada tengah-tengah yang menerima dan menolak sebagian hadits dengan
banyak argumen.
REFERENSI
Anwar, S. (2011). Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi. Yogyakata: Suara Muhammadiyah.
Adib, Shohibul. 2017. “PEMIKIRAN HARALD MOTZKI TENTANG HADIS (TELAAH
METODOLOGI PENELITIAN HARALD MOTZKI TERHADAP KITAB AL-
MUSANNAf KARYA ABDURRAZZAQ AS-SAN’ANI).” An-Nidzam : Jurnal
Manajemen Pendidikan dan Studi Islam 4(1): 103–25.
Anwar, Syamsul. 2011. Interkoneksi Studi Hadis Dan Astronomi. Suara Muhammadiyah.
Deden, Muhamad, Jalaludin Sayuti, and Ahmad Faqih Hasyim. “Analisis Historisitas Hadis
Perangilah Manusia.” 3(1).
faisal haitomi, muhammad syachrofi. 2020. “APLIKASI TEORI ISNAD CUM MATN
HARALD MOTZKI DALAM HADIS MISOGINIS PENCIPTAAN PEREMPUAN.” 3(1):
29–55.
Habibi, Dani M. 2020. “Pandangan Ignaz Golhziher Terhadap Asal-Usul Munculnya Hadis Nabi
Muhammad SAW.” Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan 10(II): 89–98.
Hakim, Lukman, and Joseph Schacht. 2022. “HARALD MOTZKI DAN MUSANNAF ABD AL
RAZZAQ.” 2(2): 23–33.
Helma Hera, Siska. 2020. “Kritik Ignaz Goldziher Dan Pembelaan Musthofa Al Azami Terhadap
Hadis Dalam Kitab Shahih Al-Bukhari.” Jurnal Living Hadis 5(1): 133.
Junaidi, M. Rofiq. 2015. “Otentitas Hadis Menurut Harald Motzki.” Al A’raf 1(Jurnal Pemikiran
Islam dan Filsafat): 59–76.
Lubna. 2019. “TINJAUAN HADIS TENTANG PENGOBATAN NABI ‚Studi Kritik Sanad Dan
Matan Hadis Nabi Tentang Pengobatan Menggunakan Kurma Dan Madu‛.” 1: 1–34.
https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results.
Lutfia, Nurul Naffa et al. 2022. “Pemikiran Orientalis Ignaz Goldziher Terhadap Hadis Dan
Sunnah.” Alhamra: Jurnal Studi Islam 3(2): 15–25.
Ma’mun, Muhammad. 2013. “Dari Muir Hingga Motzki: Hadist Dan Asan Usul Hukum Islam
Dalam Diskursus Orientalisme.” Jurnal Al-Ahwal 5(1): 43–68.
Maqāṣ, Tafsir et al. 2021. “Journal of Qur’ ᾱ n and Had ῑ Th Studies.” 10(1): 73–93.
Mohammad Ali. 2020. “TELAAH KRITIS ATAS TEORI PROJECTING BACK JOSEPH
SCHACHT TERHADAP OTENTISITAS HADIS.” : 1–86.
Muammar. 2019. “Metode Taqti Al-Mutun Analysis (Sebuah Kajian Konstruktif Atas Metode
Isnad Cum Matn Analysis Harald Motzki).” Disertasi: 1–347.
Mufid, Abdul. 2017. “Dating Hadis Tentang Persaksian Melihat Hilal: Telaah Atas Isnad Cum
Matn Analysisi Harald Motzki.” Millati 2(Journal of Islamic Studies and Humanities): 85–
103.
Muhammad, Ulul Albab. 2021. “( Teori Ignaz Goldziher Dan Joseph Schacht ).” 14(1): 1–21.
Nasir, St. Maghfira. 2021. “Sejarah Perkembangan Orientalisme.” Al-Mutsla 3(2): 96–106.
Nugroho, Sapta Wahyu. 2021. “DINAMIKA KAJIAN ORIENTALIS TERHADAP
EKSISTENSI HADIS AWAL ABAD HIJRIAH: Studi Pemikiran Harald Motzki Terhadap
Al-Musannaf ‘Abd Al-Razzaq.” Diya Al-Afkar: Jurnal Studi al-Quran dan al-Hadis 9(01):
123.
“Orientalis & Diabolisme Pemikiran .” 2010. : 1–7.
Orientalis, Dalam Perspektif, and Pendahuluan Hadits. 1992. “Wans ·.”
Pahrudin, Ade. 2021. “Pemikiran Joseph Schacht Dalam Studi Hadis Kontemporer Di
Indonesia.” Pemikiran Joseph Schacht dalam Studi HAdis Kontemporer di Indonesia 6(1):
12–45.
Setiawati, Cucu. 2018. “Kajian Orientalis Ignaz Goldziher Tentang Hadis Dan Sunnah.” Journal
of Qur’an and Hadith Studies 7(2): 151–63.
Sukron Riwayah, Mokhamad. “Paradigma Studi Hadis Di Barat Dan Islam.” : 1–23.
Supian, Aan. 2016. “Studi Hadis Di Kalangan Orientalisme.” Nuansa 9(1): 25–34.
Suwarno, Rahmadi Wibowo. 2018. “Kesejarahan Hadis Dalam Tinjauan Teori Common Link.”
Jurnal Living Hadis 3(1): 89.
Thoriq Aziz Jayana, Nor Hasan. 2020. “MENGUJI AUTENTISITAS DAN KLAIM
KESEJARAHAN HADIS BERDASARKAN TEORI COMMON LINK G.H.A
JUYNBOLL (SUATU KAJIAN KRITIS).” Jurnal Pendidikan Islam 7(2): 1–141.
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/holistic/article/download/3250/2655.
Wazna, Ruhama. 2018. “Metode Kontemporer Menggali Otentisitas Hadis ( Kajian Pemikiran
Harald Motzki ).” Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin 17(2): 112.
Yurnalis, Syukri Al Fauzi Harlis. 2019. “Studi Orientalis Terhadap Islam, Dorongan Dan
Tujuan.” Jurnal Al-Aqidah 11(1): 63–75.
Zakiyah, Zakiyah, Edriagus Saputra, and Rahma Ghania Alhafiza. 2020. “Rekonstruksi
Pemahaman Hadis Dan Sunnah Menurut Fazlur Rahman.” Mashdar: Jurnal Studi Al-
Qur’an dan Hadis 2(1): 19–36.

Anda mungkin juga menyukai