Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PANCASILA

“HAK ASASI MANUSIA”

DOSEN PENGAMPU: FAJRIAWATI S.H M.H

Disusun Oleh: Kelompok 5

1. Wahyuni Pratiwi (2305160369)


2. Setia Amanda (2305160349)
3. Agustina Galingging (2305160361)
4. Tasya Albaqis (2305160366)
5. Saifu Ridho (2305160347)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
TAHUN 2024

1
PENDAHULUAN

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah prinsip moral dan hukum yang mengakui setiap in
dividu memiliki nilai inheren dan martabat yang tak terpisahkan. Konsep ini menggambarkan
serangkaian hak yang melekat pada semua manusia secara universal, tak terkecuali, dan tak b
isa dicabut oleh pemerintah atau institusi lainnya.

Hak-hak ini mencakup kebebasan sipil dan politik, seperti hak untuk hidup, kebebasa
n berpendapat, dan kebebasan dari penyiksaan. Selain itu, HAM juga mencakup hak ekonomi,
sosial, dan budaya, seperti hak atas pekerjaan layak, pendidikan, dan standar hidup yang me
madai. Perlindungan HAM bertujuan untuk memastikan setiap individu dapat hidup dengan
martabat, kesetaraan, dan keadilan, serta untuk mencegah dan mengatasi penindasan, diskrimi
nasi, dan ketidakadilan di seluruh dunia.

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan prinsip universal yang menegaskan bahwa seti
ap individu dilahirkan dengan hak-hak yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak boleh dilan
ggar oleh pihak manapun, termasuk oleh negara. Konsep ini menjadi dasar bagi peradaban da
n keadilan di seluruh dunia, diakui dalam berbagai dokumen internasional seperti Deklarasi U
niversal Hak Asasi Manusia PBB tahun 1948.

Meskipun prinsip HAM telah diakui secara luas, realitas di lapangan seringkali menun
jukkan pelanggaran yang serius terhadap hak-hak ini. Kasus-kasus pelanggaran HAM muncul
dalam beragam konteks, termasuk konflik bersenjata, penindasan politik, diskriminasi rasial,
ketidaksetaraan gender, dan penindasan terhadap kelompok minoritas.

Dalam konteks kasus-kasus pelanggaran HAM, peran lembaga-lembaga internasional,


organisasi non-pemerintah (NGO), dan advokat HAM menjadi sangat penting dalam mendok
umentasikan, memperjuangkan, dan menuntut keadilan bagi korban. Tanpa upaya bersama un
tuk memperjuangkan HAM, risiko pelanggaran semakin besar dan prinsip-prinsip kemanusia
an yang mendasari peradaban global terancam.

Dalam makalah ini, kami akan mengeksplorasi beberapa kasus pelanggaran HAM yan
g mencatat perhatian dunia dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi pelanggar
an ini. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang kasus-kasus konkret ini, diharapkan
kita dapat merangkul nilai-nilai kemanusiaan dan bersama-sama berkomitmen untuk mewuju
dkan dunia yang lebih adil dan berperikemanusiaan.

2
PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kronologi kasus pemerkosaan 13 santriwati yang dilakukan oleh harry Wir
awan?

2. Bagaimana kronologi pembantaian di Banyuwangi pada tahun 1998?

PEMBAHASAN

3
 KASUS 1 (SATU)

“ Penganiayaan Para Santriwati Yang Diperkosa Oleh Herry Wirawan”

KRONOLOGI:

Kronologi kasus HW memperkosa 13 santriwati di bandung. HW memaksa santrinya


untuk berhubungan sex dengan mengatakan: harus menuruti perintah guru.(ucap HW). Sedan
gkan ke 13 korban tersebut langsung dilarikan ke rumah sakit karena mengalami trauma dan
mengalami gangguan psikologi atas perbuatan yang tak wajar oleh HW. HW juga memberika
n rayuan terhadap santriwati, mulai dari menjajnjikan hingga merudak paksa untik melakukan
sex dengannya. HW juga bersikap modus terhadap santriwatinya dengan cara memijat hingga
bercerita tentang masalh dengan istrinya.

Dilihat dari kasus herry wirawan selaku guru Yayasan pesantren tahfiz mandani, cibir
u, bandung yang telah meredupaksa atau kekerasan dalam melakukan tindakapn pemerkosaan
terhadap 13 santriwati yang berumur s11 sampai 17 tahun. Dari 13 santriwati terdapat 8 oran
g sudah melahirkan dan ada yang melahirkan sampai 2x. HW melakukan Tindakan pemerkos
aan dengan santriwatinya dimulai sejak 2018 sampai 2019, HW merayu dan menjanjikan kep
asda korban demi menuruti hawa nafsu birahinya.

Salah satu janji tersebut diantaranya akan bertanggung jawab dan sampai didaftarkann
nya menjadi polwan. Lebijh parahnya anak yang telah lahir dijadikan sebagai alat untuk mem
inta sumbangan dengan dijadikannya sebagai anak yatim piatu. Keterangan dari saksi bahwa
HW juga merampas PIP milik korban yang telah menerima BOS akan tetapi dana tersenut tid
ak jelas penggunaannya.

Dengan berjalannya waktu pada tanggal 8 Desember 2021, merupakan pertama kaliny
a kasus Herry muncul ke publik yang pada saat itu sedang melakukan beberapa kali sidang pe
meriksaan saksi-saksi korban secara tertutup dan dakwaan tersebut dibacakan oleh jaksa Keja
ksaan Negeri Bandung.

Enam (6) hari setelah itu, tepatnya tanggal 13 Desember 2021 Herry Wirawan menga
kui bahwa ia telah memperkosa santriwati-santriwatinya hingga hamil dan melahirkan yang t
erungkap dari perbincangan Karutan Bandung dengan Herry.

Pada 14 Desember 2021, Presiden Joko Widodo memperhatikan secara khusus atas ka
sus pemerkosaan 13 santriwati dan meminta penanganan hukuman Herry dilakukan secara te
gas dan memperhatikan kondisi korban, arahan ini disampaikan oleh Jokowi melalui Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Pada tanggal 15 Desember 2021, dugaan adanya penyelewengan dana bantuan oleh H
erry yang di dalam persidangan ditemukan bahwa Herry memanfaatkan santriwati dan bayi y
ang dilahirkan sebagai alat untuk belas kasih dalam bentuk bantuan.
Pada 16 Desember 2021, terjadinya proses peradilan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati ol
eh Herry yang masih berlangsung di pengadilan dan 21 saksi sudah diperiksa saat sidang, per
sidangan sudah berlangsung selama 6 kali.

4
Pada 21 Desember 2021, pada sidang kali ini Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tur
un tangan langsung untuk menjadi Jaksa Penuntut Umum.

Diawal tahun 2022 tanggal 11 Januari, Herry melakukan pembelaan dirinya melalui p
embacaan nota atau pledoi yang dibacakan di Pengadilan Negeri seusai dituntut hukuman mat
i oleh Jaksa yang menyatakan bahwa Herry menyesal dan meminta pengurangan hukuman.

Pada 15 Februari 2022, Herry divonis hukuman penjara seumur hidup sebagaimana ha
kim menilai Herry terbukti bersalah melakukan pemerkosaan terhadap 13 santriwati di Bandu
ng yang divonisnya tersebut dibacakan majelis hakim dalam sidang yang digelar di Pengadila
n Negeri Bandung.

Pada 21 Februari 2022, Jaksa Penuntut Umum Jawa Barat resmi untuk mengajukan at
as vonis seumur hidup Herry selaku pelaku pemerkosaan 13 santriwati yang dilakukan JPU k
e PT bandung dan penyerahan dilakukan oleh Jaksa melalui Pengadilan Negeri Bandung.
Pada Akhirnya, 4 April 2022 di tingkat banding, hukuman Herry diperberat menjadi hukuma
n mati karena diterimanya permintaan banding dari jaksa atau penuntut umum dari dokumen
putusan yang diterima.

PEMBAHASAN:

Herry Wirawan dikenal sebagai seseorang ustadz sekaligus pemimpin yayasan berna
ma Yayasan Manarul Huda. Yayasan tersebut merupakan Yayasan Yatim Piatu Manarul Hud
a yang berada di kawasan Antapani, Kota Bandung. Sedangkan pondok Pesantren milik Herr
y Wirawan diberi nama Madani Boarding School yang berada pada daerah Cibiru, Kota Band
ung.

Fakta pada masalah Herry Wirawan bisa dibilang sangat sadis dan tidak menyenangka
n. Faktanya aksi bejat Herry Wirawan sudah dilakukan sejak 5 tahun lalu yakni pada tahun 20
16 dan baru terungkap di 2021. rata-rata korban serta istrinya tidak berani melaporkan sebab
sudah “dicuci otak” oleh pelaku. kabar ini bermula ketika salah satu wali santri mendapati an
aknya yang sedang hamil. Awalnya korban takut serta tak berani menyatakan tentang insiden
yang sudah terjadi, tetapi setelah didesak korban berkata insiden yang sudah di alaminya.

Dari ke 13 korban pemerkosaan yang diketahui, 9 diantaranya hamil dan melahirkan a


nak berasal akibat pelecehan seksual. rata-rata korban merupakan santri penerima beasiswa d
ari keluarga yg kurang mampu. Bahkan diketahui salah satu korban pelecehan seksual merup
akan sepupu istri Herry Wirawan sendiri.

Herry memanfaatkan bayi-bayi yang telah dilahirkan dari hasil pelecehan seksual agar
bisa menerima sumbangan yang berasal dari masyarakat. Herry melebeli bayi-bayi tersebut m
enjadi bayi yatim piatu, sehingga sangat memudahkan menarik para donatur dalam bekerjasa
ma serta dengan mudah membiayai yayasan atau pondok yang dikelolanya. Bayi kesembilan
diketuai dilahirkan sehari sebelum terjadinya penangkapan atas Herry Wirawan, Hal ini diper
kuat oleh dokter dan bidan yang membantu proses persalinan tersebut.

Diduga seorang Herry Wirawan melakukan penggelapan dana bantuan program Indon
esia pintar (PIP) dari para santri yang sebagai korban pelecehan seksual dan juga bantuan Op
erasional Sekolah (BOS) yang berasal dari pemerintah. dia memakai uang yang didapatkan u

5
ntuk keperluan pribadinya dan juga untuk menyewa apartemen dan hotel dalam melancarkan
aksinya.

Aksi kejahatan yang dilakukan seorang Herry Wirawan bisa dikatakan sangat diluar b
atas kemanusiaan. dia dengan tega menghambat masa depan ke 13 orang santriwati yang dias
uhnya. Sehingga Jaksa meminta untuk menjatuhkan hukuman mati dan kebiri kimia pada Her
ry. tetapi Herry meminta keringanan eksekusi agar bisa membesarkan anak-anaknya, sehingg
a hakim memutuskan menjatuhkan hukuman seumur hidup terhadap pelaku.

Sebelumnya pada persidangan yang digelar jaksa penuntut umum mengajukan supaya
melakukan Dukungan Korban dan Psikologis.
- Dukungan Korban: Pihak yang menjadi korban pemerkosaan membutuhkan dukungan emos
ional dan fisik. Organisasi dan lembaga dukungan korban biasanya menyediakan bantuan dal
am penanganan trauma dan pemulihan.
- Pemulihan Psikologis: Pemulihan psikologis setelah pemerkosaan seringkali memerlukan b
antuan profesional seperti konseling atau terapi. Korban dapat mengalami dampak jangka pan
jang terhadap kesehatan mental mereka.

Kesadaran dan Pencegahan


- Kampanye Kesadaran: Berbagai organisasi dan pemerintah bekerja untuk meningkatkan kes
adaran tentang pemerkosaan, termasuk mengedukasi masyarakat tentang persetujuan, batasa
n-batasan etika, dan konsekuensi hukum dari tindakan tersebut.
- Pencegahan: Pencegahan pemerkosaan melibatkan upaya-upaya untuk menciptakan lingkun
gan yang lebih aman, mendidik individu tentang batas-batas persetujuan, dan menggencarkan
kampanye untuk merubah budaya yang mendukung kekerasan seksual.

Pembekuan dan pembubaran pesantren serta yayasan yang dikelola Herry. tetapi Maje
lis hakim Pengadilan Negeri Bandung menolak menyita aset milik Herry. Dikarenakan dalam
melakukan penyitaan perlu adanya putusan keperdataan atas yayasan, aset, dan bangunannya.

 KASUS 2 (DUA)

“ Pembantaian Banyuwangi pada Tahun 1998 ”

6
KRONOLOGI:

Kejadian mengerikan yang dikenal sebagai Pembantaian Banyuwangi 1998 bermula


dari usaha Purnomo Sidik, yang saat itu menjabat sebagai bupati Banyuwangi, untuk mandata
dukun atau orang-orang yang memiliki kemampuan gaib.

Pada 6 Februari 1998, Purnomo Sidik mengirimkan surat elektronik kepada semua pej
abat pemerintah mulai dari tingkat kecamatan hingga desa, untuk melakukan pendataan terha
dap orang-orang yang dicurigai sebagai dukun santet. Surat elektronik tersebut merupakan ins
truksi resmi dari bupati. Tujuan dari pendataan ini adalah untuk memberikan perlindungan ke
pada orang-orang yang dianggap memiliki ilmu hitam di Banyuwangi.

Namun, rencana baik ini malah berbalik menjadi bencana. Surat elektronik yang beris
i data orang-orang yang diduga sebagai dukun, tersebar dan sampai ke tangan sekelompok or
ang.

Akibatnya, data tersebut menjadi sumber informasi bagi kelompok tertentu untuk mel
akukan aksi brutal, seperti penyerangan, penganiayaan, dan pembunuhan berantai terhadap or
ang-orang yang dicap sebagai dukun santet di Banyuwangi.
Sebelum surat elektronik dari Purnomo Sidik dikeluarkan pada Februari 1998, sudah ada beb
erapa kasus pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai dukun santet di Banyuw
angi.

Dari Januari hingga Maret 1998, tercatat ada lima kasus pembunuhan terhadap dukun
santet di Banyuwangi. Jumlah korban pembunuhan meningkat menjadi puluhan orang pada S
eptember 1998. Pada September 1998, Bupati Purnomo Sidik kembali mengirimkan surat ele
ktronik yang berisi penegasan terkait instruksi sebelumnya, yaitu pendataan orang-orang yan
g memiliki kemampuan gaib untuk melindungi mereka dari kekerasan.

Namun, setelah pemerintah melakukan pendataan, tragedi pembantaian terhadap oran


g-orang yang dituding sebagai dukun santet, malah semakin meluas. Dalam sehari, dikabarka
n ada dua hingga sembilan orang yang dibunuh di Banyuwangi. Menargetkan kalangan santri
tidak hanya dukun santet, pembunuhan massal ini juga menargetkan kalangan santri dan kiai
di Banyuwangi.

Kalangan santri, kiai, atau guru agama di Banyuwangi yang dituduh sebagai dukun sa
ntet, dibantai oleh kelompok orang misterius.
Pembunuhan terhadap kalangan santri, kiai, dan guru agama ini diduga kuat berkaitan dengan
motif politik.

Mayjen TNI Djoko Subroto, yang saat itu menjabat sebagai Pangdam V Brawijaya, m
enyatakan bahwa pembunuhan yang terjadi pada Januari hingga Juli 1998, kemungkinan me
mang dipicu oleh motif kebencian terhadap dukun santet. Namun, ia tidak menyangkal bahwa
pembunuhan yang merajalela di Banyuwangi pada Agustus hingga September 1998, telah di
manfaatkan oleh unsur-unsur lain. Situasi politik nasional yang sedang krisis saat itu menjadi
salah satu faktor teror terhadap masyarakat Banyuwangi.
Saat itu, mulai bermunculan aksi demonstrasi untuk mendesak Soeharto mundur setel
ah terpilih kembali sebagai presiden dalam Sidang Umum MPR pada Maret 1998. Banyuwan
gi yang terkenal sebagai kawasan tapal kuda Nadhlatul Ulama (NU), diduga sengaja dipilih s
ebagai sasaran kekerasan dengan motif politik. Karena juga menargetkan kalangan santri, per

7
istiwa pembantaian dukun santet di Banyuwangi ini sering disebut sebagai Operasi Naga Hija
u.

Total korban pada 7 Oktober 1998, pihak kepolisian Jawa Timur mengumumkan hasil
investigasi terkait jumlah korban pembantaian dukun santet di Banyuwangi. Berdasarkan data
pihak kepolisian, ada 85 korban meninggal, tiga orang terluka parah, dan tujuh terluka ringan.
Polisi juga melaporkan telah mengevakuasi 227 orang yang dicurigai sebagai dukun santet. S
edangkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi mendata ada 115 korban dari peristi
wa pembunuhan dukun santet. NU juga membentuk tim pencari fakta (TPF) untuk menginves
tigasi jumlah korban dari tragedi berdarah ini.

Hasilnya, NU melaporkan terjadi pembunuhan berantai dengan isu dukun santet yang
bermula di Banyuwangi, kemudian meluas hingga ke 10 kabupaten lain. Menurut hasil penda
taan yang dilakukan NU, ada 163 korban meninggal dari lima daerah tapal kuda di Jawa Tim
ur, yakni di Banyuwangi, Pasuruan, Pamekasan, Sumenep, dan Probolinggo. Investigasi juga
dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya yang menemukan data 157 korban me
ninggal dan 10 orang terluka parah dalam tragedi pembantaian dukun santet Banyuwangi.

Selain itu, rumah-rumah para korban juga dirusak oleh kelompok orang tidak dikenal.
Siapa pelaku dan dalangnya? Hingga kini, belum diketahui secara pasti siapa pelaku atau dala
ng di balik pembantaian dukun santet di Banyuwangi. Namun, aksi-aksi pembunuhan massal
nan keji itu diketahui dilakukan oleh kelompok orang yang disebut sebagai ninja. Mereka ber
pakaian serba hitam dan diketahui memakai alat komunikasi berupa handy talky
Ada beberapa versi cerita yang menyebut bahwa para ninja tersebut adalah orang-orang terlat
ih dan bekerja secara sistematis.

Polisi kemudian menangkap 80 orang yang diduga sebagai pelaku, aktor intelektual, p
enyandang dana, dan eksekutor dalam Pembantaian Banyuwangi 1998.
Meski demikian, dalang utama dalam kasus Pembantaian Dukun Santet Banyuwangi, tidak p
ernah ditangkap.

Hingga kini, belum diketahui secara pasti siapa pelaku atau dalang di balik pembantai
an dukun santet di Banyuwangi. Namun, aksi-aksi pembunuhan massal nan keji itu diketahui
dilakukan oleh kelompok orang yang disebut sebagai ninja. Mereka berpakaian serba hitam d
an diketahui memakai alat komunikasi berupa handy talky.
Ada beberapa versi cerita yang menyebut bahwa para ninja tersebut adalah orang-orang terlat
ih dan bekerja secara sistematis.

PEMBAHASAN:

Konstruksi Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada Pembantaian Dukun Santet di Kabu
paten Banyuwangi Tahun 1998 Kabupaten banyuwangi telah dikenal sebagai kota santet jauh
sebelum tragedi pembantaian di tahun 1998 itu terjadi. Sampai saat ini belum jelas dari mana
dan bagaimana asal mula julukan tersebut didapat dengan sebagian besar dukun santet terseb
ut adalah warga asing atau warga asli Kabupaten Banyuwangi.

Dukun santet bagi kepercayaan masyarakat Kabupaten Banyuwangi terdapat 2 macam,


yakni dukun santet yang memang memiliki kelebihan dan menggunakannya dengan hal – hal
positif, contohnya membantu menyembuhkan penyakit seseorang namun tak sedikit pula yan

8
g dengan sengaja dan sadar menggunakannya secara negatif, seperti membalas dendam dan
mencari kekuasaan. Informan Hasnan Singodimayan, salah seorang budayawan Banyuwangi
mengakui santet itu memang tumbuh di tengah masyarakat kota paling timur Pulau Jawa itu.
Hanya saja, orang selalu salah kaprah dalam memahami santet Banyuwangi dengan hanya me
ngaitkan dengan ilmu sihir.

Banyuwangi yang merupakan kota yang terletak di ujung Timur pulau Jawa ini identi
k dengan kerajaan Blambangan. Pada zaman tersebut prajurit dari kerajaan Blambangan terke
nal dengan kesaktiannya yaitu susah dikalahkan ketika dalam peperangan bahkan ketika suda
h ditusuk jantungnya. Tidak hanya kaum lelakinya saja yang mendapat perhatian khusus, wan
ita- wanita Blambangan juga dipercaya menjadi 6 inang-inang bagi putera dan Puteri raja.

Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa air susu mereka berwarna kebiru-biruan d
an dianggap sangat menyehatkan sekali (Moertono, 1985:158). Sisa-sisa kesaktian orang-ora
ng Blambangan saat ini masih bisa dilihat dari tanah asalnya sebuat saja Banyuwangi yang sa
mpai detik ini masih terkenal dengan tradisi mantra Osing yang masih disegani banyak orang,
bahkan isu santet yang berkembang di Banyuwangi di era 1990an menunjukan bahwa meman
g orang-orang Blambangan masih mewarisi kesaktian dari nenek moyangnya. Sudah menjadi
rahasia umum dikalangan masayrakat ujung timur Jawa bahwa jika sudah mendengar nama B
anyuwangi maka stigmanya langsung tertuju pada tradisi mantra-mantra osing yang dimiliki
oleh orang-oarang dari Banyuwangi yang merupakan keturunan terakhir dari orang-orang Bla
mbangan. Peran Nahdlatul Ulama di Jawa Timur Nahdlatul Ulama atau biasa disebut NU ada
lah salah satu kelompok organisasi muslim terbesar di Indonesia selain Muhammadiyah yang
mayoritas terdapat di pulau Jawa khususnya Jawa Timur. Kedua kelompok tersebut memiliki
ciri khasnya masing – masing sehingga mampu memiliki jumlah anggota yang tidak sedikit.
Dengan jumlah anggota yang banyak dan pengaruhnya dalam dunia politik, tentu sangat mun
gkin untuk dijadikan kambing hitam oleh pemerintah. . Terjadinya serangkaian pembunuhan
yang disertai dengan tindak kekerasan berdalih dukun santet di Banyuwangi meluas ke daera
h – daerah yang dikenal sebagai daerah tapal kuda di Jawa Timur yang meliputi 11 kabupaten
mendorong pihak Nahdlatul Ulama untuk membentuk Tim Pencari Fakta yang bersifat indep
enden. Tim ini bertujuan untuk mengumpulkan fakta dan data tentang rangkaian pembunuhan
tersebut yang meresahkan masyarakat juga menimbulkan berbagai macam isu yang justru me
merkeruh suasana. Tim pencai Fakta ini terdiri dari sub tim yang bekerja di wilayah berbeda
– beda, dan selalu melakukan koordinasi satu sama lain untuk mencari titik persamaan dalam
kasus yang terjadi. Berdasarkan temuan penelitian, pelanggaran hak asasi manusia yang terja
di di Desa Songgon, Kecamatn Songgon, Kabupaten Bnayuwangi disebabkan oleh suatu pros
es kontrol sosial oleh pemerintah yang menginginkan terciptanya sebuah isu guna mengalihk
an perhatian masyarakat Indonesia dari pergolakan yang terjadi di pemerintahan pusat. Terda
pat perbedaan dan persamaan dari pernyataan yang diberikan oleh narasumber. Persamaanny
a adalah bahwa kejadian pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut benar – benar terjadi dan
membuat suasana Kabupaten Banyuwangi saat itu sangat mencekam, adanya pasukan ninja y
ang bertugas mengeksekusi, bukan hanya dukun santet yang menjadi korban namun para pem
uka agama juga termasuk, dan tidak adanya keberlanjutan kasus pelanggaran Hak Asasi Man
usia oleh pemerintah terhadap para korban maupun keluarga korban. Sedangkan perbedaanny
a adalah bahwa setiap narasumber tidak memberikan informasi yang sama dalam pertanyaan
siapa dalang terjadinya kasus tersebut. Ada yang secara tidak langsung mengatakan bahwa pe
merintah yang bertanggung jawab, bahkan menunjuk secara langsung namun ada juga yang ti
dak ingin mengatakan apapun terkait hal ini. Penulis dapat menganalisis bahwa perbedaan da
n persamaan ini saling mengisi dan dapat menjawab tujuan dari penelitian ini dibuat.

9
Kasus pelanggaran HAM pada pembantaian dukun santet di Kabupaten Banyuwangi tahun
1998 adalah salah satu dari bukti nyata terjadinya pelanggaran berat Hak Asasi Manusia yang
dilakukan oleh pemerintah sebagai alat mempertahankan kekuasaan. Berdasarkan hasil analis
is penelitian, penulis dapat menarik beberapa poin penting sebagai simpulan penelitian, yaitu:
1.Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwan
gi tahun 1998 adalah sebuah pengalihan isu oleh pemerintah pusat. 2.Pelanggaran Hak Asasi
Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwangi tahun 1998 adalah sken
ario yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto. 3.Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pe
mbantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwangi tahun 1998 adalah dampak dari di aduny
a dua kelompok muslim terbesar di Jawa Timur yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
4.Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwan
gi tahun 1998 adalah salah satu diantara sekian banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusi
a di Indonesia yang tidak atau belum dituntaskan hingga skripsi ini diterbitkan. 5.Pelanggaran
Hak Asasi Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwangi tahun 1998 a
dalah ajang mempertahankan kekuasaan dari reformasi pemerintahan. Berdasarkan hasil anali
sis dan kesimpulan yang diperoleh, terdapat beberapa keterbataan dalam penelitian ini seperti
dipaparkan sebagai berikut: 1.Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat dari kel
uarga korban pembantaian dukun santet dimana ada kemungkinan untuk menutupi bagian alu
r cerita yang relatif dianggap sebagai aib keluarga. 2.Penelitian ini juga menggunakan respon
den yang berasal dari pemerintahan dimana terdapat kemungkinan keberpihakan politik yang
membuat pandangan penulis dan penarikan kesimpulan menyesuaikan dengan apa yang dicer
itakan

KESIMPULAN

 KESIMPULAN KASUS 1 (SATU)

Meskipun hukuman mati merupakan hukuman yang tidak manusiawi serta bertentangan den
gan asas kemanusian tetapi hukuman mati juga dianggap diperlukan dan dibutuhkan agar pela
ku dapat mendapatkan hukuman yang setimpal dan sebagai efek jera serta mencegah agar tid
ak adanya kejadian serupa terulang kembali. Maka dari itu komnas HAM juga berkewajiban
melindungi hak korban. Sehingga hukuman yang harus diterima pelaku harus setimpal denga
n dampak yang ditimbulkan akibat kejahatan yang telah pelaku lakukan.
Sebagai pihak perlindungan hak asasi manusia, selayaknya tidak memihak pada pelaku kejah
atan yang sangat sadis dan tetap memberikan hukuman yang setimpal agar para korban mend
apatkan keadilan sesuai dengan Undang-undang Pasal 1 Ayat (1) Nomor 39 Tahun 1999 tenta
ng Hak Asasi Manusia yang berbunyi sebagai berikut: Hak asasi manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada diri manusia. hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk. Tuha
n Yang Maha Esa dan merupakan karunia-Nya yang wajib dihormati dan dijunjung tinggi ser
ta dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindu
ngan harkat dan martabat manusia.

 KESIMPULAN KASUS 2 (DUA)

10
Kasus pelanggaran HAM pada pembantaian dukun santet di Kabupaten Banyuwangi tahun
1998 adalah salah satu dari bukti nyata terjadinya pelanggaran berat Hak Asasi Manusia yang
dilakukan oleh pemerintah sebagai alat mempertahankan kekuasaan. Berdasarkan hasil analis
is penelitian, penulis dapat menarik beberapa poin penting sebagai simpulan penelitian, yaitu:
1.Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwan
gi tahun 1998 adalah sebuah pengalihan isu oleh pemerintah pusat. 2.Pelanggaran Hak Asasi
Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwangi tahun 1998 adalah sken
ario yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto. 3.Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pe
mbantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwangi tahun 1998 adalah dampak dari di aduny
a dua kelompok muslim terbesar di Jawa Timur yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
4.Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwan
gi tahun 1998 adalah salah satu diantara sekian banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusi
a di Indonesia yang tidak atau belum dituntaskan hingga skripsi ini diterbitkan. 5.Pelanggaran
Hak Asasi Manusia pada Pembantaian Dukun Santet di Kabupaten Banyuwangi tahun 1998 a
dalah ajang mempertahankan kekuasaan dari reformasi pemerintahan. Berdasarkan hasil anali
sis dan kesimpulan yang diperoleh, terdapat beberapa keterbataan dalam penelitian ini seperti
dipaparkan sebagai berikut: 1.Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat dari kel
uarga korban pembantaian dukun santet dimana ada kemungkinan untuk menutupi bagian alu
r cerita yang relatif dianggap sebagai aib keluarga. 2.Penelitian ini juga menggunakan respon
den yang berasal dari pemerintahan dimana terdapat kemungkinan keberpihakan politik yang
membuat pandangan penulis dan penarikan kesimpulan menyesuaikan dengan apa yang dicer
itakan

DAFTAR PUSTAKA

REFERENSI BUKU

Marpaung,laden S.h,Tindak pidana korupsi masalah dan pemecahannya,SINAR GRAFIK JAK


ARTA,1992

Amrullah,Prof.Dr.M. Arief S.H M.hum,Tindak pidana pencucian uang dalam perspektif keja
hatan terorganisasi pencegahan dan pemberantasannya,KENCANA 2020

REFERENSI JURNAL

11

Anda mungkin juga menyukai